Vous êtes sur la page 1sur 17

Ablasio Retina pada Asuhan Keperawatan/ Ablasio Retina in Nursing Care

Plan

1 Definisi
Ablasio berasal dari bahasa Latin ablatio yang berarti pembuangan atau terlepasnya
salah satu bagian badan. Menurut Vera H. Darling dan Margaret R. Thorpe (1996)
menjelaskan bahwa ablasio retina lebih tepat disebut dengan separasi retina. Disebutkan
demikian karena terdapat robekan retina sehingga terjadi pengumpulan cairan retina antara
lapisan basilus (sel batang) dan komus (sel kerucut) dengan sel-sel epitelium pigmen retina.
Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan sensorik retina dari lapisan
epitel pigmen retina (Daniel, 2000).
Ablasi retina adalah merupakan keadaan terlepasnya retina yang diikuti dengan
penimbunan cairan pada ruang potensial antara retina dengan sel pigmen epitel koroid
(Sidarta Ilyas, 2003).
Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris retina dan
lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991) Ablatio Retina juga diartikan
sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada
retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina
kekurangan cairan (Barbara L. Christensen 1991).
2.2 Anatomi Fisiologi Mata
Mata adalah suatu organ komplek yang berkembang sangat fotosensitif yang
memungkinkan analisa dengan tepat bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan
dari obyek (Loise Junquend, MD dan Jose Larneiro, 1997 :195).
Indera penglihatan terdiri atas 3 bagian, yaitu :
1. Bola mata (bulbus okuli) dengan saraf optik (nervus optikus)
2. Alat penunjang (adnexa)
3. Rongga orbita (cavum orbitae)

a) Bola mata, terdiri dari 3 lapisan :


(1) Sklera.
Merupakan lapisan fibrous yang elastis yang merupakan bagian dinding luar bola mata
dan membentuk bagian putih mata. Bagian depan sklera tertutup oleh kantong konjungtiva
(Syaifuddin, 1997 :147).
(2) Khoroid.
Suatu membran berpigmen yang berada dibawah sklera yang membantu perpendaran
cahaya. Tepat dibawah kornea, khoroid berubah menjadi iris (Elizabeth J. Corwin, 2000 :
201).
(3) Retina.
Retina mencakup duapertiga bagian dalam dinding belakang bola mata. Retina
merupakan lembaran jaringan neural berlapis banyak yang melekat erat pada satu lapis sel
epitel berpigmen yang kemudian menempel pada membran Brunch. Bagian anterior retina
melekat erat pada epitel pigmen. Di bagian belakang, saraf optik melekatkan retina ke
dinding bola mata. Di lain tempat retina mudah dipisahkan dari epitel pigmen. Pada orang
dewasa, ora serata di bagian temporal bola mata letaknya kurang lebih 6,5 mm dibelakang
garis Schwalbe, sedangkan di bagian nasalnya kurang lebih 5,7 mm di belakang garis yang
sama. Di ora serata tebal retina 0,1 mm, sedangkan di polus posterior 0,23 mm. Yang paling
tipis adalah fovea sentral yaitu bagian tengah makula. Retina normal bersifat bening dan
sebagian cahaya di pantulkan di batas vitreoretina. Pada pemeriksaan oftalmoskopis direk,
permukaan fovea yang cekung menghasilkan bayangan lampu terbalik dan nyata. Fovea
sentral yang terletak kira-kira 3,5 mm di sebelah lateral papil optik khusus untuk
membedakan penglihatan yang halus. Di fovea, semua reseptor adalah sel kerucut, lapisan
nuklear luar tipis, lapisan parenkim lainnya bergeser sentrifulgar, dan membran limitans
dalam tipis. Hampir di seluruh retina akson sel-sel reseptor melintas langsung ke bagian
dalam lapisan pleksiform luar berhubungan dengan dendrit sel-sel lapisan horisontal dan sel-
sel bipolar yang menuju keluar dari lapisan nuklear dalam, tetapi di makula akson sel-sel
reseptor miring arahnya dan dinamakan lapisan serabut Henle.
Akson sel-sel bipolar berhubungan dengan sel amakrin dan sel ganglion di lapisan
pleksiform dalam yang teranyam dengan rapat. Akson panjang sel-sel ganglion berjalan
melalui lapisan serabut saraf menuju saraf optik.
Retina di pasok darah dari 2 sumber. Lapisan koriokapiler adalah lapisan tunggal yang
terdiri atas kapiler-kapiler dengan rongga-rongga yang tersusun rapat dan melekat erat pada
permukaan luar membran Brunch. Koriokapiler memasok darah pada sepertiga bagian luar
retina, termasuk lapisan-lapisan pleksiform luar dan nuklear luar, fotoreseptor dan epitel
pigmen. Duapertiga bagian dalam retina menerima cabang-cabang arteri retina sentral.
Karena koriokapiler adalah satu-satunya pemasok darah ke fovea sentral, sedangkan fovea
sentral adalah bagian terpenting dari retina, maka apabila retina di daerah ini terlepas dari
dasarnya, maka akan terjadi kerusakan fovea untuk selama-lamanya (Daniel Vaughan dan
Tailor Asbury, 1995 : 191).
b) Alat Penunjang (Adnexa)
(1) Kelopak mata (palpebra)
Merupakan lipatan jaringan yang mudah digerakkan dan berfungsi melindungi mata.
Merupakan kulit tubuh tertipis, longgar dan lentur, sehingga mudah mengalami
pembengkakan hebat dan kemudian bisa normal kembali ke ukuran semula (Daniel Vaughan
dan Taylor Asbury, 1995 : 69).
(2) Kelenjar air mata (Aparatus lakrimalis)
Aparatus lakrimalis menghasilkan airmata yang terdiri atas : kelenjar lakrimalis,
duktus lakrimalis atas dan bawah, kantung lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis (John
Gibson, MD, 1995 : 250).
(3) Otot-otot penggerak rongga mata (Muskulus okuli)
Merupakan otot ekstrinsik mata yang terdiri dari 7 buah otot, 6 buah otot diantaranya
melekat dengan os kavum orbitalis, 1 buah mengangkat kelopak mata ke atas. Muskulus
rektus okuli berorigo pada anulus tendineus komunis, yang merupakan sarung fibrosus yang
menyelubungi nervus optikus (Syaifuddin, 1997 : 146).
c) Rongga Orbita
Secara skematik rongga orbita digambarkan sebagai piramid dengan 4 dinding yang
puncaknya di belakang. Dinding lateral dan dinding medial orbita membentuk sudut 45
derajat, sehingga terbentuk sudut tegak lurus antara kedua dinding lateral tersebut. Bentuk
orbita seperti buah pear, dengan saraf optik sebagai batangnya (Daniel Vaughan dan Taylor
Asbury, 1995 : 265).
2.3 Klasifikasi
1. Rhegmatogenous Retina Detachmen/ablasi retina regmatogenosa.
Terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga corpus vitreous yang mengalami
pencairan akan masuk ke belakang antara sel pigmen dengan retina. Terjadi pendorongan
retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada
retina ke rongga sub retina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapisan epitel
pigmen koroid.
Bentuk robekan retina:
1. Robekan bentuk U
2. Robekan bentuk U tidak sempurna
3. Robekan bentuk bulat akibat operculum semua terlepas.
4. Dialisis
Sering terjadi pada pasien:
1. Miopia degenerative
2. Degenerasi retina
2. Non Rhegmatogenous Retina Detachmen (Tidak ada robekan)
a. Tractional/ traksi
Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca.
Sering terjadi pada pasien terdapatnya jaringan fibrosis disebabkan oleh:
1) DM proliferatif
2) Trauma
3) Perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi
b. Exudative / eksudatif
Ablasi retina eksudatif adalah ablasi yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina
dan mengangkat retina. Penimbunan cairan sub retina sebagai akibat keluarnya cairan dari
pembuluh darah retina dan koroid. Sering terjadi pada:
1) Peradangan pada bagian mata. Misal : Skleritis, koroiditis
2) Tumor retrobulbar.
Gambaran diagnosis dari tiga tipe ablasio retina.
Regmatogenus Traksi Eksudatif
Riwayat Afaksia, myopia, Diabetes, prematur, Faktor-faktor sistemik
Penyakit trauma tumpul, trauma tembus, seperti hipertensi
photopsia, floaters, penyakit sel sabit, maligna, eklampsia,
gangguan lapang oklusi vena. gagal ginjal.
pandang yang
progresif, dengan
keadaan umum baik.
Kerusakan Terjadi pada 90-95 Kerusakan primer Tidak ada.
retina % kasus. tidak ada.
Perluasan Meluas dari oral ke Tidak meluas, dapat Tergantung volume dan
ablasi diskus, batas dan sentral atau perifer. gravitasi, perluasan
permukaan cembung menuju oral bervariasi,
tergantung gravitasi. dapat sentral atau
perifer.
Pergerakan Bergelombang atau Retina tegang, batas Smoothly elevated
retina terlipat. dan permukaa cekung, bullae, biasanya tanpa
meningkat pada titik lipatan.
tarikan.
Bukti kronis. Terdapat garis garis pembatas. Tidak ada
pembatas, makrosis
intra retinal, atropik
retina.
Pigmen pada Terlihat pada 70 % Terlihat pada kasus Tidak ada.
vitreous. kasus. trauma.
Perubahan Sineretik, PVD, Penarikan vitreoretina. Tidak ada, kecuali pada
vitreous. tarikan pada lapisan uveitis
yang robek.
Cairan Sub jernih Jernih atau tidak ada Dapat keruh dan
Retinal. perpindahan. berpindah secara cepat
tergantung pada
perubahan posisi
kepala.
Massa koroid Tidak ada Tidak ada Bisa ada.
Tekanan Rendah Normal Bervariasi
intraokular
Transluminasi Normal Normal Transluminasi terblok
apabila ditemukan lesi
pigmen koroid.
Keadaan yang Robeknya retina Retinopati diabetikum Uveitis, metastasis
menyebabkan proliferase, post tumor, melanoma
ablasio. traumatis vitreus maligna,
traction. retinoblastoma,
hemangioma koroid,
makulopati eksudatif
senilis, ablasi eksudatif
post cryotherapy atau
dyathermi.

2.4 Etiologi
Ablasio retina dapat terjadi secara spontan atau sekunder setelah trauma, akibat
adanya robekan pada retina, cairan masuk kebelakang dan mendorong retina (rhematogen)
atau terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina terangkat (non rhegmatogen),
atau tarikan jaringan parut pada badan kaca (traksi). Penimbunan eksudat terjadi akibat
penyakit koroid, misalnya skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, uveitis dan toksemia
gravidarum. Jaringan parut pada badan kaca dapat disebabkan DM, proliferatif, trauma,
infeksi atau pasca bedah.

2.5 Manifestasi Klinis


1. Visus menurun
2. Defek lapang pandang
3. Floaters : Keluhan adanya bayangan yang bergerak oleh karena adanya robekan retina lalu
robekan sel-sel masuk ke korpus vitreous (terutama bila corpus vitreous mencair) kemudian
bila melewati area penglihatan terlihat bayangan hitam atau seperti ada serangga.
4. Fotopsia : Kilatan cahaya karena regangan retina
5. Bayangan retina keabuan pada lokasi
6. Terlihat gejala sesuai penyebabnya

2.6 Patofisiologi
Longgarnya perlekatan antara epitel pigmen dan retina menyebabkan keduanya bisa
terlepas satu terhadap yang lain, sehingga cairan bisa terkumpul diantaranya. Cairan tersebut
biasanya berasal dari bagian badan kaca yang cair yang dengan bebas melewati lubang di
retina menuju kedalam rongga yang terbentuk karena terlepasnya epitel pigmen dari retina
tersebut (Daniel Vaughan dan Taylor Asbury, 1995 : 205).
Penyebab ablasio retina pada orang muda yang matanya tampak sehat dan refraksi
lensanya normal adalah karena adanya kelemahan perlekatan bagi retina untuk melekat
dengan lapisan dibawahnya. Kelemahan yang biasanya tidak terdiagnosis letaknya di
pinggiran bawah retina. Kadang-kadang di tempat yang sama terdapat kista retina kecil. Jika
pinggiran retina terlepas dari perlekatannya maka akan terbentuk suatu lubang seperti yang
disebutkan diatas (Robert Youngson, 1985 : 120).
Pada ablasio retina, bagian luar retina yang sebelumnya mendapat nutrisi dari
pembuluh darah koriokapiler tidak lagi mendapat nutrisi yang baik dari koroid. Akibatnya
akan terjadi degenerasi dan atropi sel reseptor retina. Pada saat degenerasi retina terjadi
kompensasi sel epitel pigmen yang melakukan serbukan sel ke daerah degenerasi. Akibat
reaksi kompensasi akan terlihat sel epitel pigmen di depan retina. Selain itu juga akan terjadi
penghancuran sel kerucut dan sel batang retina. Bila degenerasi berlangsung lama, maka sel
pigmen akan bermigrasi ke dalam cairan sub retina dan ke dalam sel reseptor kerucut dan
batang.
Bila pada retina terdapat ruptur besar maka badan kaca akan masuk ke dalam cairan
sub retina. Apabila terjadi kontak langsung antara badan kaca dan koroid maka akan terjadi
degenerasi koroid. Apabila terjadi degenerasi sel reseptor maka keadaan ini akan berlanjut ke
dalam jaringan yang lebih dalam, yang kemudian jaringan ini diganti dengan jaringan glia.
Apabila proses diatas belum terjadi dan ablasio retina ditemukan dini dan kemudian
kedudukan retina dikembalikan ke tempat asalnya, maka akan terjadi pengembalian
penglihatan yang sempurna (Dr Sidarta Illyas, 1984 : 108).

2.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Visus.
Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlihatnya makula lutea ataupun terjadi
kekeruhan media penglihatan atau badab kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam
penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat.
b. Pemeriksaan lapang pandang.
Akan terjadi lapang pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai
dengan kedudukan ablasio retina. Pada lapang pandang akan terlihat pijaran api seperti
halilintar kecil dan fotopsia.
c. Pemeriksaan Funduskopi.
Pada pemeriksaan Funduskopi terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dan adanya
retina yang berwarna merah, sering ditemukan pada daerah temporal superior. Bila bola mata
bergerak terlihat robekan retina bergoyang, terdapat defek aferen pupil tekanan bola mata
rendah. Bila tekanan bila mata meningkat maka terjadi glaukoma neomuskular pada ablasi
yang lama.
d. Pemeriksaan Ultrasonografi.
OkularB-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan
patologis lain yang menyertainya seperti proliveratif vitreorenopati, benda asing intraokuler.
Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan
ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.
e. Pemeriksaan angiografi flouresin.
Kebocoran dodaerah parapilar dan dan daerah yang berdekatan dengan tempatnya ruptur juga
dapat terlihat.
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan pada ablasio retina adalah dengan tindakan pembedahan atau operasi.
Tujuan operasi adalah untuk mengeluarkan cairan sub retina, menutup lubang atau robekan
dan untuk melekatkan kembali retina. Hal ini dikarenakan jarang terjadi pertautan kembali
secara spontan. Apabila diagnosis ablasio retina telah ditegakkan maka pasien harus MRS
dan dipersiapkan untuk menjalani operasi.

Operasi ablasio retina tersebut antara lain :


1. Elektrodiatermi
Dengan menggunakan jarum elektroda, melalaui sclera untuk memasukkan cairan subretina
dan mengeluarkan suatu bentuk eksudat dari pigmen epithelium yang menempel pada retina.
2. Sclera Buckling
Suatu bentuk tehnik dengan jalan sclera dipendekkan, lengkungan terjadi dimana kekuatan
pigmen epithelium lebih menutup retina, mengatasi pelepasan retina dan menempatkan posisi
semula, maka sebuah silikon kecil diletakkan pada sclera dan diperkuat dengan membalut
melingkar. Peralatan tersebut dapat mempertahankan agar retina tetap berhubungan dengan
koroid dan sclera eksudat dari pigmen epithelium lebih menutup sclera.
3. Photocoagulasi
Suatu sorotan cahaya dengan laser menyebabkan dilatasi pupil. Dilakukan dengan
mengarahkan sinar laser pada epithelium yang mengalami pigmentasi. Epithelium menyerap
sinar tersebut dan merubahnya dalam bentuk panas. Metode ini digunakan untuk menutup
lubang dan sobekan pada bagian posterior bola mata.
4. Cyro Surgery
Suatu pemeriksaan super cooled yang dilakukan pada sclera, menyebabkan kerusakan
minimal seperti suatu jaringan parut, pigmen epithelium melekat pada retina.
5. Cerclage
Operasi yang dikerjakan untuk mengurangi tarikan badan kaca. Pada keadaan cairan retina
yang cukup banyak dapat dilaksanakan phungsi lewat sclera.

1. Usaha Pre Operatif


Sedikitnya 5 7 hari sebelum operasi, penderita sudah harus masuk rumah sakit,
harus tirah baring sempurna (Bedrest total). Kepala dan mata tidak boleh digerakan, mata
harus di tutup segera, segala keperluan pen-derita dibantu. Kedua mata ditetesi midriatik
sikloplegik seperti: Atropin tetes 1 % jangan menggunakan obat-obat mata dalam bentuk
salep mata karena akan menghalangi jalannya operasi (kornea akan keruh akibat salep).
Persiapan lainnya sama dengan persiapan operasi katarak, operasi ablasio retina mengguna
kan anestesi umum tetapi bila menggunakan anestesi lokal maka 1 jam sebelum operasi
diberikan luminal (100 mg) atau largactil (100 mg) IM, kemudian jam sesudahnya diberi
pethidine (50 mg) dan phenergan (25 mg) IM.
2. Usaha Post Operatif
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perawatan adalah posisi kepala, per-
gerakan mata, obat-obat, lamanya mobilisasi dan pemeriksaan lanjutan (follow up). Posisi
kepala dan badan, arah miringnya kepala, tergantung posisi/keadaan sewaktu operasi yaitu
kearah mana punksi cairan subretina dilakukan. Pada robekan yang sangat besar, posisi
kepala dan badan dipertahankan sedikitnya 12 hari. Pergerakan mata, bila operasi dilakukan
dengan kombinasi cryo atau diathermi koagulasi dengan suatu implant atau scleral buckling,
maka kedua mata ditutup selama 48 72 jam sedang badan boleh bergerak untuk mencegah
pergerakan matanya. Bila hanya menggunakan cryo atau diathermi saja mata ditutup selama
48 jam samapai cairan subretina diabsobsi. Bila robekan belum semua tertutup, maka kedua
mata harus ditutup selama 12 14 hari, retina menempel kembali dengan kuat pada akhir
minggu ketiga setelah operasi, karena itu selama periode 3 minggu itu diberikan instruksi
sebagai berikut :
1. Jangan membaca.
2. Melihat televisi hanya boleh dari jarak 3 meter.
3. Mata diusahakan untuk melihat lurus kedepan, bila berkendaran hendaknya mata di tutup.
3. Penatalaksanaan Farmakologi
Selama 24 jam post-operasi diberikan obat anti nyeri (analgesik) 3 X 500 mg, bila
mual muntah berikan obat anti muntah. Sesudah 24 jam tidak perlu diberikan obat-obat,
kecuali bila merasa sakit. Penggantian balut dilakukan setelah 24 jam, saat itu mata ditetesi
dengan Atropin tetes steril 1 %. Bila kelopak mata bengkak, diberikan Kortikosteroid lokal
disertai babat tindih (druk verban) dan kompres dingin.
4. Follow Up
Setelah pulang, penderita kontrol tiap 1 minggu, 3 minggu, 6 minggu kemudian tiap 3, 6 dan
12 bulan. Refraksi stabil setelah 3 bulan pasca bedah. Visus terlihat kemajuannya setelah 1
tahun pasca bedah.
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi setelah pembedahan.
a. Infeksi
b. Perdarahan
c. Ablasio retina kembali, sebagai komplikasi operasi
d. Penglihatan yang menurun
e. Peningkatan tekanan bola mata
f. Glaukoma
g. Katarak timbulnya akan lebih awal. 50% pasien yang telah menjalani operasi vitrektomi.
Selanjutnya, pasien ini akan menjalani operasi katarak beberapa tahun kemudian.
h. Komplikasi akibat pembiusan dapat saja terjadi. Pembiusan lokal kadang-kadang
menimbulkan perdarahan di sekeliling mata tapi jarang berakibat langsung pada mata.
Pembiusan umum berpotensi menghadapi resiko serius. Bila anda akan mendapatkan
pembiusan umum, anda akan ditangani oleh spesialis anestesiologi sebelum operasi.
Komplikasi lanjut.
a. Infeksi.
b. Lepasnya bahan bucking melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata.
c. Vitreo retinpati proliverastif (jaringan parut yang mengenai retina).
d. Diplobia.
e. Kesalahan retraksi.
f. Astigmatisme.

2.10 Prognosis
a. Prognosis ablasi retina baik bila:
1. Robekan kecil
2. Adanya garis demarkasi ablasi pada retina
3. Cairan subretina sangat sedikit
b. Prognosis kurang memuaskan bila:
1. Ablasi dengan afakia
2. Ablasi total
3. Ablasi tidak dengan bibir rupture melipat
c. Prognosis buruk pada:
1. Ablasi retina dengan ablasi koroid macula
2. Ablasi retina dengan rupture besar
3. Tanpa pengobatan retina akan terlepas total dalam 6 bulan
4. 30 % kasus tanpa komplikasi sembuh 1x operasi
5. 15 % memerlukan operasi kedua
6. Anjurkan pada penderita yang baru mengalami pembedahan ablasi untuk mengurangi
olahraga terutama yang melakukan gerakan kepala yang cepat.
.

2.11
Perubahan degeneratif dalam vitreus
Inflamasi intraokuler/ tumor
Pathway

Peningkatan cairan eksudatif/ serrosa


Robekan retina
Resti infeksi
Tarikan retina
Vitreus menjadi kolaps dan bengkak ke depan.
Vitreus menjadi makin cair.
Konsentrasi asam hidrorunat berkurang
ABLASIO RETINA

Retina terlepas dari epitel berpigmen


Gangguan persepsi penglihatan
Perdarahan
Penurunan tajam pandang sentral
Sel-sel retina dan darah terlepas
Resiko tinggi Cidera
Tindakan Pembedahan
Luka operasi
Kurang pengetahuan
Pelepasan mediator nyeri
Nyeri
Mendepresi sistem saraf
Ketidakefektifan penatalaksanaan regimen
Ablasio retina kembali
Ditangkap reseptor nyeri
Resiko perrluasaan cidera

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Kasus
Ny C berumur 39 tahun datang ke Rumah sakit pada tanggal 19 Maret 2015 pukul 09.00
WIB dengan keluhan kedua mata kabur sejak 10 hari yang lalu, tidak dapat melihat dengan
jelas walau jaraknya dekat, terutama mata kiri hanya terlihat bayangan hitam, kilatan cahaya
tidak tampak. Sejak 2 tahun yang lalu mata kanan kabur ada bintik putih ditengah-tengah
bola mata. Dari anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan didapatkan keadaan umum klien
komposmentis, kedua mata klien kabur. Pada pemeriksaan visus diperoleh mata kanan 1/300
PI BSA dan mata kiri 1/300 PI BSA . TD= 110/80mmHg, RR= 18 X/menit, Nadi 80 X/menit
dan Suhu = 36,5 C.
Analisa Data
a. Identitas
Nama : Ny.C
Umur : 39 tahun
TTL : 12 Mei 1976
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl.Gubeng kertajaya III /No.3R.
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga.
MRS : 19 Maret 2015.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Klien mengeluh kedua mata kabur sejak 10 hari yang lalu, tidak dapat melihat dengan jelas
walau jaraknya dekat, terutama mata kiri hanya terlihat bayangan hitam, kilatan cahaya tidak
tampak.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Kedua mata kabur tidak dapat melihat dengan jelas terutama mata kiri hanya terlihat
bayangan hitam, kilatan cahaya tidak tampak.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Sejak 2 tahun yang mata kanan kabur ada bintik putih ditengah-tengah bola mata.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita serupa dengan klien.
c. Pemeriksaan Fisik/ Keadaan Umum
1. Status kesehatan umum
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital
TD : 110/80mmHg
Nadi : 80 X/menit.
RR : 18 X/menit
Suhu : 36,5 C
Fungsi penglihatan : kabur,terlihat bayangan hitam, tidak ada rasa sakit.
Pernapasan : RR= 18 X/menit, pola napas baik.
Sirkulasi : Nadi 80 X/menit, pusing kadang-kadang bila dipaksakan melihat
lama.
Neurologis : Tingkat kesadaran GCS : 456, orientasi baik, bisa mengingat
orang, waktu dan tempat.
Nutrisi : Diet biasa, nafsu makan baik,mual-muntah tak ada, intake cairan 1
2 liter.
Eliminasi : tak ada kelainan
Reproduksi : tak ada kelaianan

2. Pemeriksaan mata
Mata kanan Mata kiri
1/300 PI BSA Visus 1/300 PI BSA
14,6 mmHg Tekanan okuli 10,2 mmHg
Spasme (-) Oedema(-) Palpebra Sapsme(-), Oedema(-)
CVI(-), PCVI(-) Konjunctiva CVI(-), PCVI(-)
Jernih Kornea Jernih
Dalam BMD Dalam
Reguler Iris Reguler
2 mm Pupil Bulat, VC (+) 3mm
Keruh Lensa Jernih
FR (-) Funduskopi FR (+) pupil N II
Batas tegas, warna normal, retina blass (+), makula Reff , eksudat (-).

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada Ablasio Retina Sebelum Operasi (Pre
Operasi) dan Sesudah Operasi (Post Operasi) :
1. Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan penurunan ketajaman
dan kejelasan penglihatan
2. Resiko perluasan cidera yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas, kurangnya
pengetahuan.
3. Risiko cedera berhubungan dengan perdarahan, kehilangan vitreus, kegagalan pelekatan
retina.
4. Nyeri berhubungan dengan luka pasca operasi
5. Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan, pembatsan
aktivitas pascaoperasi.
6. Risiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan
kuraang pengetahuan.

3.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa: Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan
penurunan ketajaman dan kejelasan penglihatan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan 7x24 jam klien melaporkan kemampuan yang lebih
baik untuk proses rangsang penglihatan dan mengomunikasikan perubahan visual.
Kriteria hasil:
a. Klien mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi fungsi penglihatan.
b. Klien mengidentifikasi dan menunjukkan pola-pola alternatif untuk meningkatkan
penerimaan rangsang penglihatan.
Intervensi Rasional
Kaji ketajaman penglihatan klien Mengidentifikasi kemampuan visual pasien

Identifikasi alternatif untuk Memberikan keakuratan penglihatan dan


optimalisasi sumber rangsangan perawatannya

Sesuaikan lingkungan untuk Meningkatkan kemampuan persepsi sensori


optimalisasi penglihatan :
- Orientasikan klien terhadap ruang
rawat
- Letakkan alat yang sering digunakan
didekat klien atau pada sisi mata yang
lebih sehat
- Berikan pencahayaan cukup
Hindari cahaya menyilaukan
Anjurkan penggunaan alternatif Meningkatkan kemampuan respons terhadap
rangsang lingkungan yang dapat stimulus lingkungan
diterima: auditorik,taktil

Diagnosa: Resiko perluasan cidera yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas,


kurangnya pengetahuan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2dalam 3x24 jam kehilangan penglihatan
tidak berlanjut
Kriteria hasil :
a. Klien menyebutkan faktor risiko meluasnya kehilangan penglihatan.
b. Klien memeragakan penurunan aktivitas total.
Intervensi Rasional
Kaji lapang pandang klien pada mata yang Mengidentifikasi perkembangan kerusakan
sakit dan sehat setiap hari. (pelepasan retina). Gangguan lapang
pandang menunjukkan kerusakan (pelepasan
retina) pada sisi area yang berlawanan.
Intruksikan klien untuk melakukan tirah Tirah baring preoperasi dilakukan dalam
baring total dengan posisi khusus sesuai posisi telentang atau miring, sesuia dnegan
penyakit lokasi kerusakan, dengan mengusahakan
rongga retina dalam posisi menggantung,
salah satu atau kedua mata ditutup.
Terangkan pada klien untuk meminimalkan Gerakan tiba-tiba dan trauma dapat memicu
pergerakan, menghindari pergerakan tiba- kerusakan berlanjut. Tirah baring diusahalan
tiba serta melindungi mata dari cidera seminimal mungkin dan posisi anjuran
(terbentur benda). diusahakan sebagai posisi dominan.

Anjurkan klien untuk segera melaporkan Perluasan kehilangan lapang pandang secara
pada petugas bila terjadi gangguan lapang masif mungkin terjadi akibat perluasan
pandang yang meluas dang tibatiba. pelepepasan retina

Diagnosa: Risiko cedera berhubungan dengan perdarahan, kehilangan vitreus, kegagalan


pelekatan retina.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 4x24 jam tidak terjadi cidera
pascaoperasi
Kriteria Hasil:
a. Klien menyebutkan faktor faktor yang menyebabkan cidera.
b. Klien tidak melakukan aktivitas yang emningkatkan resiko cidera.
Intervensi Rasional
Diskusikan rasa sakit, pembatasan aktivitas Meningkatkan kerja sama dan pembatasan
dan pembalutan mata. yang diperlukan.
Tempatkan klien pada tempat tidur yang Istirahata ditempat tidur dilakukan selama 3-
lebih rendah dan anjurkan untuk membatasi 7 hari pascaoperasi, bergantung pada kondisi
pergerakan mendadak/tiba-tiba serta dan jenis operasi yang dijalani. Aktivitas
menggerakkan kepala berlebih. ditempat tidur dapat dimulai lebih dini
dengan tetap memperhatikan posisi retina.
Bantu aktivitas selama fase istirahat. Mencegah/menurunkan risiko komplikasi
Ambulasi dilakukan dengan hati hati. cedera. Klien dianjurkan untuk istirahat
ditempat tidur selama 3-7 hari pascaoperasi,
apabila operasi dengan penyuntikan
gas(SF6,C3F8,maupun udara steril)

Diagnosa: Nyeri berhubungan dengan luka pasca operasi


Tujuan : nyeri berkurang , hilang dan terkontrol.
Kriteria hasil :
a. Klien mendemonstrasikan teknik penurunan nyeri.
b. Melaporkan nyeri berkurang
Intervensi Rasional

Kaji derajat nyeri setiap hari Normlanya nyeri terjadi dalam waktu kurang
dari lima hari setelah operasi dan berangsur
menghilang . Nyeri dapat meningkat karena
peningkatan TIO 2-3 hari
Anjurkan untuk melaporkan perkembangan Meningkatkan kolaborai ; memberikan rasa
nyeri setiap hari atau segera saat terjadi aman untuk peningkatan dukungan
peningkatan nyeri mendadak. psikologis.
Anjurkan pada klien untuk tidak melakukan Beberapa kegiatan klien dapat meningkatkan
gerakan tiba-tiba yang dapat menyebabkan nyeri, seperti gerakan tiba-tiba
nyeri. ,membungkuk,mengucek mata, batuk dan
mengejan.
Ajarkan tehnik relaksai dan distraksi Menurunkan ketegangan dan mengurangi
nyeri.
Lakukan tindakan kolaboratif dalam Mengurangi nyeri dengan meningkatkan
pemberian analgesik topikal/sistemik ambang nyeri.

Diagnosa : Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan,


pembatsan aktivitas pascaoperasi.
Tujuan : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Klien mendapatkan bantuan parsial dalam pemenuhan kebutuhan diri.
b. Klien memeragakan perilaku perawatan diri secara bertahap.
Intervensi Rasional
Terangkan pentingnya perawatan diri dan Klien dianjurkan untuk istirahat ditempat
pembatsan aktivitas selama fase tidur pada 2-3 jam pertama pscaoperasi atau
pascaopersi. 12 jam, jika ada komplikasi. Selam fase ini,
bantuan total diperlukan bagi klien.
Bantu klien memenuhi kebutuhan Memenuhi kebutuhan perawatan diri.
perawatan diri
Secara bertahap, libatkan klien dalam Keterlibatan klien dalam aktivitas perawatan
memenuhi kebutuhan diri. dirinya dilakukan bertahap, dengan
berpedoman pada prinsip bahwa aktivitas
tidak memicu peningkatan TIO dan
menyebabkan cedera mata. Kontrol klinis
dilakukan dengan
Diagnosa : Risiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan
dengan kuraang pengetahuan.
Tujuan : perawtan rumah berjalan efektif
Kriteria hasil :
a. Klien mampun mengidentifikasi kegiatan perawatan rumah yang diperlukan.
b. Keluarga menyatakan siap untuk mendampingi klien dalam melakukan perawatan.

Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan klien tentang Sebagai modalitas dalam pemberian
perawtan pasca hospitalisasi. pendidikan kesehatan tentang perawatan
pulang
Terangkan aktivitas yang diperbolehkan dan Aktivitas yang diperbolehkan:
dihindari untuk mencegah komplikasi- Menonton tv, membaca tetapi jangan terlalu
pascaoperasi. lama
- Tidur dengan perisai pelindung mata logam
pda malam hari, mengenakan kacamata pda
siang hari
- Berlutut atau jongkok saat mengambil
sesuatu dari lantai

Terangkan berbagai kondisi yang perlu Kondisi yang harus segera dilaporkan:
dikonsultasikan Nyeri pada dan disekitar mata, sakit kepala
menetap
Nyeri disertai mata merah, bengkak, atau
keluar cairan ; inflamasi dan cairan dari mata
Terangkan cara penggunaan obat-obatan Klien mungkin mendapatkan obat tetes mata
atau salep (topikal)
Berikan kesempatan bertanya Respons verbal untuk meyakinkan kesiapan
klien dalam perawatan pasca hospitalisasi
Identifikasi kesiapan keluarga dalam Kesiapan keluarga meliputi orang yang
perawatan diri klien pascahospitalisasi bertanggung jawab dalam perawatan,
pembagian peran dan tugas serta
penghubung klien dan institusi pelayanan
kesehatan.

Vous aimerez peut-être aussi