Vous êtes sur la page 1sur 25

PORTOFOLIO

Talasemia

Oleh:
dr. Elsa Kejora

Pembimbing:
dr. Bambang Surif, Sp.A

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH A.M PARIKESIT


KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
TENGGARONG
2016
LEMBAR PENGESAHAN PORTOFOLIO
Talasemia

Diajukan Oleh :
Nama : dr. Elsa Kejora

Dipresentasikan
Tanggal : 10 Agustus 2016

Pembimbing I Pembimbing,

(dr.Ibnoe Soedjarto, M.Si.Med., Sp.S) (dr. Bambang Surif, Sp.A)

Pembimbing II,

(dr. Nurindah Isty R, M.Si.Med., Sp. KFR)

2
No ID dan Nama Peserta : Elsa Kejora

No. ID dan Nama Wahana : RSUD AM Parikesit

Topik : Talasemia

Tanggal (kasus) : 26 April 2016

Tanggal Presentasi : 10 Agustus 2016

Pendamping : dr. Bambang Surif, Sp.A

Obyektif Presentasi

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Remaja Dewasa Lansia


Bumil

Deskripsi

Anak, perempuan, 11 tahun, dibawa ke rumah sakit karena badan terasa lemas

Tujuan

Mampu mendiagnosis kasus dengan gejala badan lemas, serta mampu


melaksanakan penatalaksanaan awal kasus tersebut.

Bahan Masalah

Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas

Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

3
IDENTITAS PASIEN

Nama : An. EM

Umur : 11 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Timbau, Tenggarong

MRS : 26 April 2016

No.RS : 7199

ANAMNESIS

Keluhan Utama

Badan terasa lemas

Riwayat penykait sekarang


Pasien datang dengan keluhan badan terasa lemas sejak 1 hari SMRS.
Keluhan disertai dengan nyeri kepala dan nyeri perut kiri atas sejak 1 hari
SMRS. Pasien adalah penderita talasemia yang terdiagnosis sejak berusia
6 bulan dan sejak saat itu pasien rutin transfusi darah 1 bulan sekali.

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat sakit serupa (+)
Riwayat perdarahan disangkal
Riwayat sakit jantung disangkal

Riwayat penyakit keluarga


Riwayat penyakit serupa disangkal
Riwayat keluhan serupa disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK

4
O Vital Sign : Tekanan darah 100/60mmHg, N 60x/menit, RR
24x/menit, T 36,8C

O Keadaan Umum : Tampak lemah, Compos mentis, BB 21 kg

O Kepala/Leher : Conjuctiva Anemis(+/+), sklera ikterik (-/-),


Cyanosis (-)

O Paru : Penggunaan otot-otot bantu pernapasan (-),


retraksi (-), Pengembangan dada simetris, suara dasar vesikuler +/+,
Rhonki -/-, Wheezing (-/-), fremitus taktil ka=ki, Perkusi sonor +/+

O Jantung : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

O Abdomen : Dinding perut sejajar dinding dada, supel, BU


(+)N, tympani, nyeri tekan (+) di region kiri atas, hepar teraba
membesar 4 jari di bawah arcus costae, lien teraba membesar hingga
schuffner 2

O Extremitas : Akral hangat, nadi kuat angkat, edema (-)

HASIL LABORATORIUM

Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal


Hb 5,4 g/dL 14-18 g/dL
Hematokrit 16 % 40-50 %
Leukosit 6200 /uL 5.000-10.000 /uL
Trombosit 186.000 /uL 150rb-450rb /uL
MCV 82,7 fl 80-96 fl
MCH 28,3 pg 27-33 pg
MCHC 34,2 g/dl 33,4-35,5 g/dl
DIAGNOSIS

Talasemia beta major

5
TATALAKSANA

IVFD D51/2NS 12-14 tpm


Transfusi PRC 6 x 3 x BB (maks 10 x BB perhari)
= 378 cc (maks 210 cc perhari)
Vitamin E tab 1 x 200 mg
Exjade (exjade) caps 1 x 1 cap
Cek DL 8 jam post transfusi PRC 378 cc

6
TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
disebabkan oleh defek genetik pada pembentukan rantai globin. Penyebaran
talasemia meliputi daerah Mediterania, Afrika, Timur Tengah, Asia Tenggara
termasuk Cina, Semenanjung Malaysia, dan Indonesia. Talasemia banyak
ditemukan di Asia Tenggara, sedangkan banyak ditemukan di daerah Timur jauh
termasuk Cina.4
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo sampai dengan akhir tahun
2008 terdapat 1442 pasien talasemia mayor yang berobat jalan di Pusat Talasemia
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,5% pasien
talasemia homozigot, 46,5% pasien talasemia HbE, serta 1,3% pasien
talasemia . Sekitar 70 100 pasien baru datang setiap tahunnya.7

DEFINISI
Talasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang
dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini
pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali
ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley
pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan
pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan
anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley,
sesuai dengan nama penemunya.8
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
disebabkan oleh defek pada satu atau lebih gen yang bertanggungjawab untuk
membentuk rantai globin pada hemoglobin.15

EPIDEMIOLOGI
Talasemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah,
India sampai Asia Tenggara. Gen pembawa sifat/carrier talasemia tersebar di
negara-negara mediterania seperti: Italia, Yunani, Malta, Sardinia, dan Cyprus

7
yang berkisar antara 10% sampai 16% sedangkan di Asia seperti Cina, Malaysia,
dan Indonesia berkisar antara 3% sampai 10%.5

Data Talasemia di Indonesia melaporkan tingginya kasus talasemia


disebabkan oleh migrasi dan percampuran penduduk. Keseluruhan populasi ini
menjadi hunian kepulauan Indonesia yang tersebar di Kalimantan, Sulawesi,
Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores. Data talasemia di Sumatera Utara
melaporkan populasi carrier di Sumatera Utara khususnya Medan mencapai
7.69% yang terdiri dari Talasemia 3.35% dan Talasemia 4.07% yang
terdistribusi pada berbagai suku di Medan yaitu: Batak, Cina, Jawa, Melayu,
Minangkabau, dan Aceh.10

World Health Organization (WHO) melaporkan sekitar 7% populasi


penduduk di dunia bersifat carrier dan sekitar 300.000 sampai 500.000 bayi lahir
dengan kelainan ini setiap tahunnya. Data Talasemia di Thailand melaporkan
sekitar 300 juta orang bersifat carrier terhadap penyakit kelainan darah ini yang
tersebar di seluruh dunia dan diantaranya sebanyak 55 juta orang berada di Asia
Tenggara. Identifikasi populasi yang merupakan carrier Talasemia memegang
peranan penting dalam usaha pencegahan penyakit ini.1

PATOFISIOLOGI
Ada beberapa jenis hemoglobin yang disesuaikan dengan kebutuhan
oksigen selama masa pertumbuhan, mulai embrio, fetus sampai dewasa.
Hemoglobin memiliki bentuk tetrametrik yang sama, terdiri dari dua pasang rantai
globin yang terikat dengan heme. Heme terdiri dari zat besi (Fe) sedangkan globin
suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Sintesa globin dimulai pada awal
kehidupan masa embrio di dalam kandungan sampai 8 minggu usia kehamilan dan
hingga akhir kehamilan. Organ yang bertanggung jawab pada periode ini adalah
hati, limpa, dan sumsum tulang.

Hemoglobin fetus (HbF) adalah hemoglobin yang ditemukan pada 7 bulan


terakhir perkembangan fetus di dalam uterus dan akan menetap pada neonatus

8
hingga usia 6 bulan. Secara fungsional, HbF memiliki afinitas yang lebih besar
terhadap oksigen dibanding HbA (hemoglobin adult) yang fungsinya untuk
membantu fetus yang sedang berkembang agar lebih mudah mengakses oksigen
dari sirkulasi darah ibu. HbF memiliki rantai globin 2 dan 2 , sedangkan HbA
memiliki rantai globin 2 dan 2 .
Patofiologi talasemia terdiri dari 2 hal. Pertama, insufisiensi sintesis rantai
atau sehingga produksi HbA (a2b2) berkurang dan mengakibatkan
mikrositosis (MCV rendah) dan hipokromia (MCH rendah).
Kedua, terhentinya sintesis salah satu tipe rantai globin mengakibatkan
peningkatan relatif rantai pasangannya. Peningkatan rantai globin yang tidak
berpasangan membentuk tetramer yang tidak stabil dan akan mengendap pada sel
darah merah, merusak selaput sel, mengurangi kelenturannya, akibatnya terjadi
hemolisis. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah merah dibentuk
dalam jumlah yang banyak sehingga terjadi gangguan eritropoiesis. Eritropoiesis
tak efektif dapat menyebabkan adanya hepatospleinomegali, karena eritrosit pecah
dalam waktu yang sangat singkat dan harus digantikan oleh eritrosit yang baru
(dimana waktunya lebih lama), sehingga tempat pembentukan eritrosit (pada
tulang-tulang pipa, hati dan limpa) harus bekerja lebih keras.10
Hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, mengandung zat besi
(Fe). Kerusakan sel darah merah pada penderita talasemia mengakibatkan zat besi
akan tertinggal di dalam tubuh, zat besi yang ditinggalkan sel darah merah yang
rusak itu menumpuk dalam organ tubuh seperti jantung dan hati. Jumlah zat besi
yang menumpuk dalam tubuh atau iron overload ini akan mengganggu fungsi
organ tubuh. Penumpukan zat besi juga terjadi karena penderita talasemia
memperoleh suplai darah merah dari transfusi darah. Penumpukan zat besi ini,
bila tidak dikeluarkan, akan sangat membahayakan karena dapat merusak jantung,
hati, dan organ tubuh lainnya, yang pada akhirnya bisa berujung pada kematian.
Pada hapusan darah, eritrosit terlihat hipokromik, mikrositik, anisositosis,
RBC terfragmentasi, polikromasia, RBC bernukleus, dan kadang-kadang leukosit
imatur. Gejala yang didapat pada pasien berupa gejala umum anemia yaitu:
anemis, pucat, mudah lelah, dan adanya penurunan kadar hemoglobin. Hal ini

9
disebabkan oleh penurunan fungsional hemoglobin dalam menyuplai atau
membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh yang digunakan untuk oksidasi sel
sehingga oksigenasi ke jaringan berkurang. Selain sebagai pembawa oksigen,
hemoglobin juga sebagai pigmen merah eritrosit sehingga apabila terjadi
penurunan kadar hemoglobin ke jaringan maka jaringan tersebut menjadi pucat.
Penurunan fungsional hemoglobin tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan
pembentukan hemoglobin dan penurunan besi sebagai pengikat oksigen dalam
hemoglobin.
Kompensasi tubuh agar suplai oksigen ke jaringan tetap terjaga maka
jantung sebagai pemompa darah berdenyut lebih cepat (takikardia) di mana hal ini
juga terjadi pada anak (denyut nadi 120 kali/menit), tetapi frekuensi respirasi
pasien dalam tahap normal 24 kali/menit. Lemas dan mudah lelah disebabkan oleh
karena suplai oksigen ke jaringan untuk oksidasi sel sebagai proses penghasil
energi berkurang. Kelainan pembentukan hemoglobin tersebut dapat
mengakibatkan adanya morfologi eritrosit abnormal (mikrositik, Heinz bodies, sel
target) sehingga dengan cepat akan didestruksi oleh limpa dan hati.
Adanya hepatomegali dan splenomegali merupakan salah satu tanda dari
anemia hemolitik di mana disertai adanya penurunan kadar hemoglobin. Pada
pasien ditemukan splenomegali dengan satuan schuffner (satuan splenomegali
yang diukur dengan membuat garis diagonal antara arcus costarum sinistra dengan
crista illiaca dextra melewati umbulicus, lalu dari garis tersebut dibagi menjadi
delapan bagian. Satu bagian dinamakan satu shuffner). Splen atau limpa secara
normal bertugas menghancurkan eritrosit tua maupun abnormal sehingga dapat
melepaskan hemoglobin yang akan dimetabolisme menjadi biliribun di hati/hepar,
menjadi reservoir cadangan eritrosit, sintesis limfosit dan sel plasma dalam
system imun, dan membentuk eritrosit baru saat masa janin dan bayi baru lahir.
Adanya hemolisis menyebabkan proses perombakan eritrosit secara cepat.
Eritrosit abnormal cepat dihancurkan oleh limpa dan hati dengan bantuan
makrofag sehingga semakin banyak eritrosit abnormal maka kerja limpa akan
semakin berat. Hal inilah yang menyebabkan adanya splenomegali. Selain
destruksi eritrosit di limpa juga terdapat di hati. Selain itu sebagai kompensasi

10
atau umpan balik dari penurunan kadar hemoglobin akibat oksigenasi ke jaringan
kurang merangsang terjadinya eritropoesis 6-8 kali lipat oleh sumsum tulang.
Untuk menunjang dan membantu kerja sumsum tulang dalam eritropoesis
sehingga terbentuk eritropoesis ekstramedular pada limpa dan hati sehingga
merupakan salah satu penyebab hepatosplenomegali. Pada pasien
hemoglobinopati anemia sel sabit tidak ditemukan hepatomegali di mana limpa
mengecil dikarenakan terjadinya infark. Selain itu makrofag di limpa lebih aktif
dibandingkan makrofag pada hati.
Penyebab lain hepatomegali pada pasien disebabkan oleh pemberian obat
penambah darah dan penyerapan besi meningkat akibat peningkatan eritropoesis
di mana mengandung preparat besi (sulfas ferrosus) sehingga terjadi penimbunan
cadangan besi berlebih. Padahal hati secara normal berfungsi sebagai sintesis
ferritin (simpanan besi) dan transferin (protein pengikat besi) dan sebagai tempat
penyimpanan terbesar cadangan besi dalam bentuk ferritin dan hemosiderin.
Adanya hepatomegali dan splenomegali pada pasien dapat mengakibatkan
penurunan imunitas tubuh sehingga tubuh rentan terhadap infeksi
mikroorganisme. Limpa sebagai tempat sintesis limfosit dan sel plasma (bahan
antibodi) merupakan salah satu pertahanan imunitas tubuh. Hati sebagai tempat
yang sering dilalui mikroorganisme patogenik yang akan dihancurkan sebelum
memasuki saluran gastrointestinal. Kemungkinan pasien mengalami infeksi
dimana terdapat tanda-tanda infeksi pada pasien, yaitu demam, tonsil membesar
dan kemerahan, dan faring kemerahan. Infeksi ini bisa didapatkan dari
mikroorganisme seperti: malaria, hepatitis, haemophilus, streptococcus,
pneumococcus, dll. Suhu tubuh meningkat dikarenakan adanya metabolisme
organ yang berlebihan terhadap infeksi. Tonsil merupakan salah satu jaringan
limfoid yang memproduksi limfosit untuk pertahanan imunitas tubuh dan akan
membesar apabila bekerja berlebihan terhadap suatu infeksi atau penurunan
imunitas lainnya. Infeksi mikroorganisme menyerang saluran pencernaan salah
satu faring sehingga membuat organ tersebut mengalami kemerahan. Gejala
infeksi lainnya pada pasien yaitu batuk pilek.1
Secara molekuler talasemia dibedakan atas:

11
1. lfa Talasemia (melibatkan rantai )
Alfa Talasemia paling sering ditemukan di daerah Asia Timur dan juga pada
orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen). Sindrom talasemia-
disebabkan oleh delesi pada gen globin pada kromosom 16 (terdapat 2 gen
globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA pada
penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari
kondisi normal. Faktor delesi terhadap empat gen globin dapat dibagi
menjadi empat, yaitu:
Delesi pada satu rantai (Silent Carrier/ -Talasemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin sedangkan tiga lokus globin yang ada
masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala
bila pasien terkena talasemia.
Delesi pada dua rantai (-Talasemia Trait 1)
Pada kondisi ini terjadi delesi pada 2 rantai alfa sehingga masih ada 2
rantai alfa yang berfungsi normal. Didapatkan penurunan HbA dan pada
apusan darah tepi dapat ditemukan sel darah merah yang mengandung
HbH. Terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan
dengan eritrosit hipokromik dan mikrositer.
Delesi pada tiga rantai (HbH disease)
Pada talasemia heterozigot yaitu o dan + terjadi delesi pada tiga rantai ,
disebut juga sebagai HbH disease (4) yang disertai anemia hipokromik
mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis. HbH
terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai
sehingga rantai tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk
tetramer dari rantai sendiri (4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka
HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah
eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa
dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) mikrositik hipokromik,
hepatosplenomegali, dan dapat mengalami gangguan tulang karena
ekspansi sumsum tulang, kolelitiasis, dan icterus. Transfusi biasanya tidak
dibutuhkan, tapi pada beberapa kondisi tertentu perlu dilakukan

12
splenektomi.
Delesi pada empat rantai (Hidrops fetalis/Talasemia major)
Delesi pada empat rantai ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis.
Biasanya terdapat banyak Hb Barts (4) yang disebabkan juga karena tidak
terbentuknya rantai sehingga rantai membentuk tetramer sendiri
menjadi 4. Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali,
dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada
elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Bart, dan tidak dijumpai HbA
atau HbF. Meskipun kadar Hb-nya cukup, karena hampir semua
merupakan Hb Bart, fetus tersebut sangat hipoksik. Sebagian besar pasien
lahir mati dengan tanda-tanda hipoksia intrauterine atau mati beberapa jam
setelah kelahirannya.15
2. Beta Talasemia (melibatkan rantai )
Beta Talasemia paling sering ditemukan pada orang di daerah Mediterania
dan Asia Tenggara. Talasemia- disebabkan oleh mutasi pada gen globin
pada sisi pendek kromosom 11. Tidak dihasilkannya rantai karena mutasi
kedua alel globin pada talasemia menyebabkan kelebihan rantai . Rantai
tersebut tidak dapat membentuk tetramer sehingga kadar HbA menjadi turun,
sedangkan produksi HbA2 dan HbF tidak terganggu karena tidak
membutuhkan rantai dan justru sebaliknya memproduksi lebih banyak lagi
sebagai usaha kompensasi. Kelebihan rantai tersebut akhirnya mengendap
pada prekursor eritrosit. Eritrosit yang mencapai darah tepi memiliki inclusion
bodies/heinz bodies yang menyebabkan pengrusakan di lien dan oksidasi
membran sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan
penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada talasemia disebabkan
oleh berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit.
Talasemia o
Pada talasemia o, tidak ada mRNA yang mengkode rantai sehingga
tidak dihasilkan rantai yang berfungsi dalam pembentukan HbA. Bayi
baru lahir dengan talasemia mayor tidak anemis. Gejala awal pucat
mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama

13
kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu
setelah lahir. Bila penyakit ini tidak segera ditangani dengan baik, tumbuh
kembang anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan
lemak tubuh, dan demam berulang akibat infeksi.
Talasemia +
Pada talasemia +, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional
namun hanya sedikit sehingga rantai dapat dihasilkan dan HbA dapat
dibentuk walaupun hanya sedikit.6

Secara klinis, terdapat 2 (dua) jenis talasemia yaitu :


1. Talasemia Mayor, karena sifat sifat gen dominan.
Talasemia major merujuk kepada mereka yang mempunyai gen talasemia
sepenuhnya dan menunjukkan tanda-tanda talasemia. Penderita talasemia
mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai
terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti
jantung berdetak lebih kencang dan facies Cooley. Gejala klinis talasemia
mayor :
Tampak pucat dan lemah karena kebutuhan jaringan akan oksigen tidak
terpenuhi yang disebabkan hemoglobin pada talasemia (HbF) memiliki
afinitas tinggi terhadap oksigen
Facies talasemia (facies Cooley) yang disebabkan pembesaran tulang
karena hiperplasia sumsum hebat. Facies cooley adalah ciri khas talasemia
mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol
akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi
kekurangan hemoglobin
Hepatosplenomegali yang disebakan oleh penghancuran sel darah merah
berlebihan, hemopoesis ekstramedular, dan kelebihan beban besi.
Pemeriksaan radiologis tulang memperlihatkan medula yang lebar, korteks
tipis, dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan
pada anak besar kadang-kandang terlihat brush appereance.

14
Hemosiderosis yang terjadi pada kelenjar endokrin menyebabkan
keterlambatan menarse dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder.
Selain itu juga menyebabkan diabetes, sirosis hati, aritmia jantung, gagal
jatung, dan perikarditis.
Sebagai sindrom klinik penderita talasemia mayor (homozigot) yang telah
agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan
pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit
akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal
bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi
gigi.8
2. Talasemia Minor
Talasemia minor merujuk kepada mereka yang mempunyai kecacatan gen
talasemia tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda talasemia atau pembawa.
Individu hanya membawa gen penyakit talasemia, namun individu hidup
normal, tanda-tanda penyakit talasemia tidak muncul, hanya sebagai carrier
dan hanya menunjukkan gejala-gejala yang ringan. Situasi ini dapat sangat erat
menyerupai dengan anemia kekurangan zat besi ringan. Namun, orang dengan
talasemia minor memiliki tingkat besi darah normal (kecuali mereka
kekurangan zat besi karena alasan lain). Tidak ada perawatan yang diperlukan
untuk talasemia minor. Secara khusus, besi tidak perlu dan tidak disarankan.
Walau talasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan
talasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka
menderita talasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul
penyakit talasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak
menjadi anemia, lemas, dan sering mengalami pendarahan. Talasemia minor
sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi
tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.10

ANAMNESIS
Hal-hal/gejala yang akan ditemukan pada penderita talasemia adalah
sebagai berikut:11

15
Pucat yang lama (kronis)
Terlihat kuning
Mudah infeksi
Perut membesar akibat hepatosplenomegali
Pertumbuhan terhambat/pubertas terlambat
Riwayat transfusi berulang (jika sudah pernah transfusi sebelumnya)
Riwayat keluarga yang menderita talasemia

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang akan didapatkan pada pasien penderita talasemia
adalah sebagai berikut:12
Anemia/pucat
Iketrus
Facies Cooley
Hepatosplenomegali
Gizi kurang/buruk
Perawakan pendek
Hiperpigmentasi kulit
Pubertas terlambat

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah tepi lengkap:
- Hemoglobin
- Sediaan apus darah tepi (mikrositik, hipokromik, anisositosis,
poikilositosis, sel eritrosit muda / normoblas, fragmentosit, sel target,
basophilic stippling, benda Howell-Jolly)
- Indeks eritrosit: MCV, MCH, dan MCHC menurun, RDW meningkat.
Bila tidak menggunakan cell counter, dilakukan uji resistensi osmotic 1
tabung (fragilitas).2

16
Konfirmasi dengan analisis hemoglobin menggunakan:
- Elektroforesis hemoglobin:
(1) Jenis Hb kualitatif menggunakan elektroforesis cellulose acetate
(2) HbA2 kuantitatif menggunakan metode mikrokolom
(3) HbF menggunakan alkali denaturasi modifikasi Betke
(4) HbH badan inklusi menggunakan pewarnaan supravital
(retikulosit)
- Metode HPLC (Beta Short variant Biorad): analisis kualitatif dan
kuantitaif.2

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada kortek
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang,
medula yang lebar, korteks tipis, sehingga trabekula tampak jelas dan
kasar.3

PENATALAKSANAAN
Hingga saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan
talasemia. Pengobatan utama penyakit ini ialah pemberian transfusi darah dengan
mempertahankan kadar hemoglobin di atas 10 g/dl; tetapi ironisnya ialah bahwa
jumlah zat besi yang tertimbun dalam organ-organ tubuhnya akibat transfusi,
menjadi salah satu penyebab kematian.9
Transfusi darah
Prinsipnya: pertimbangkan matang-matang sebelum memberikan transfusi
darah. Transfusi darah pertama kali diberikan bila:
- Hb <7 g/dL yang diperiksa 2 kali berturutan dengan jarak 2 minggu
- Hb 7 g/dL disertai gejala klinis:
(1) Perubahan muka / facies Cooley
(2) Gangguan tumbuh kembang
(3) Fraktur tulang
(4) Curiga adanya hematopoietik ekstramedular, antara lain
hepatosplenomegali dan massa mediastinum. Pada penanganan

17
selanjutnya, transfusi darah diberikan dalam bentuk PRC rendah
leukosit (leucodepleted).

Transfusi PRC (packed red cell) dengan dosis 3 ml/kg BB untuk setiap
kenaikan Hb 1 g/dl. Transfusi darah ini diberikan seumur hidupnya,
umumnya jarak antara dua seri transfusi darah berkisar antara 1-3 bulan.
Transfusi yang berulang-ulang inilah sebenarnya yang menimbulkan
banyak komplikasi dalam penanganan penderita talasemia. Kadar besi
darah (feritin) akan terus meningkat bila tidak diberikan obat kelasi untuk
mengeluarkan besi dari tubuh. Penimbunan besi dalam hati akan
mengganggu fungsi hati, demikian pula dalam pankreas akan
menimbulkan gejala diabetes. Dalam kelenjar endokrin, penimbunan besi
akan mengganggu pertumbuhan atau perkembangan seksualnya. Penderita
yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-
obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang
berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Bahaya lain dari pemberian
transfusi darah yang berulang ialah masuknya infeksi yang ditularkan
melalui transfusi darah seperti, hepatitis, HIV, parasit dan lain-lain.

Medikamentosa
- Asam folat: 2 x 1 mg / hari (untuk meningkatkan efektivitas fungsional
eritropoesis)
- Vitamin E: 2 x 200 IU / hari (untuk memperpanjang masa hidup
eritrosit)
- Vitamin C: 2-3 mg / kg / hari (untuk meningkatkan ekskresi besi)
(maksimal 50 mg pada anak < 10 tahun dan 100 mg pada anak 10
tahun, tidak melebihi 200 mg / hari) dan hanya diberikan saat
pemakaian deferioksamin (DFO). TIDAK dipakai pada pasien dengan
gangguan fungsi jantung.
- Kelasi besi. Dimulai bila:7
(1) Feritin 1000 ng / mL
(2) Bila pemeriksaan feiritin tidak tersedia, dapat digunakan dengan
pemeriksaan saturasi transferin 55%

18
(3) Bila tidak memungkinkan dilakukannya pemeriksaan laboratorium,
maka digunakan kriteria sudah menerima 3-5 liter atau 10-20 kali
transfusi.
Kelasi besi pertama kali dimulai dengan Deferioksamin / DFO:7
(1) Dewasa dan anak 3 tahun: 30-50 mg / kgBB / hari, 5-7 x
seminggu subkutan (sk) selama 8-12 jam dengan syringe pump.
(2) Anak usia < 3 tahun: 15-25 mg / kgBB / hari dengan monitoring
ketat (efek samping: gangguan pertumbuhan panjang dan tulang
belakang / vertebra).
(3) Pasien dengan gangguan fungsi jantung: 60-100 mg / kgBB / hari
IV kontinu selama 24 jam.
(4) Pemakaian deferioksamin dihentikan pada pasien-pasien yang
sedang hamil, kecuali pasien menderita gangguan jantung yang
berat dan diberikan kembali pada akhir trimestes akhir
deferioksamin 20-30 mg / kgBB / hari.
(5) Ibu menyusui tetap dapat menggunakan kelasi besi ini.
(6) Jika tidak ada syringe pump dapat diberikan bersama NaCl 0,9%
500 ml melalui infus (selama 8-12 jam).
(7) Jika kesediaan deferoksamin terbatas: dosis dapat diturunkan tanpa
mengubah frekuensi pemberian.
Obat kelasi besi yang paling lama dan banyak dipakai ialah
deferoksamin. Deferoksamin dengan segala efek sampingnya secara
umum cukup aman dipakai, namun tidak nyaman bagi pasien karena
harus diberikan melalui infus subkutan selama minimal 8 jam/hari
terus menerus seumur hidupnya. Cara ini efektif menurunkan kadar
besi dalam darah dan jaringan secara bermakna, bila dilakukan teratur
dengan kepatuhan tinggi. Namun pada kenyataannya sulit terlaksana,
maka dicari obat kelasi besi yang dapat diberikan secara lebih nyaman.
Saat ini telah ditemukan obat kelasi besi yang dapat diberikan peroral,
yaitu deferiprone (L1) dan deferasirox (ICL 670). Potensi kedua obat
ini sebagai kelator besi sangat baik, walaupun masing-masing tetap
memiliki efek samping yang membutuhkan monitor ketat. Kedua obat
tersebut terbukti dapat mengeluarkan timbunan besi intraselular.
Dengan pemberian peroral diharapkan kepatuhan pasien lebih baik,

19
sehingga kerusakan organ akibat timbunan besi yang berlebihan
menjadi minimal. Disayangkan harga obat tersebut belum dapat
dijangkau oleh sebagian besar masyarakat di negara berkembang
termasuk Indonesia.16
Deferasirox atau ICL 670 adalah molekul tridentat yang molekulnya
akan membentuk ikatan 2 kelator dengan 1 atom besi (2:1). Afinitas
deferasirox terhadap besi sangat tinggi, mudah diabsorpsi, dan dapat
bersirkulasi selama beberapa jam. Hal ini terjadi karena konsentrasi
puncak plasma dicapai dalam waktu 2 jam, dan masih dapat terdeteksi
selama 24 jam; rerata waktu paruh eliminasi antara 11-16 jam. Dengan
demikian deferasirox dapat diberikan hanya dosis tunggal untuk
mencapai kadar terapi. Ekskresi utama deferasirox adalah melalui
feses. Deferasirox telah disetujui oleh United States Food and Drug
Administration untuk digunakan pada pasien kelebihan besi akibat
transfusi bagi pasien berusia lebih dari 2 tahun. Dosis deferasirox yang
dapat diberikan adalah 20-40 mg/kg/hari. Dengan dosis ini eksresi
besi dalam feses paling sedikit 0,3 mg/kgBB/hari yang cukup baik
untuk menjaga keseimbangan besi pada pasien thalassemia. Dosis 20
mg/kgBB/hari dalm 18 bulan pengobatan dilaporkan dapat mengurangi
konsentrasi besi dalam hati sebanyak 1,2 mg/g berat kering hati dan ini
sebanding dengan pengurangan besi hati oleh DFO yaitu 1,3 mg/g
berat kering hati. Efek samping utama adalah ruam kemerahan yang
timbul bila diberikan dosis melebihi 40 mg/kg/hari. Ruam ini dapat
hilang meskipun tanpa menghentikan pengobatan. Efek samping lain
adalah peningkatan enzim transaminase, nausea, diare, nyeri kepala,
dan nyeri abdomen. Efek nefrotoksik pernah dilaporkan terjadi pada
penelitian terhadap tikus yang sebelumnya tidak mengalami kelebihan
besi, sehingga diduga efek ini terkait dengan deprivasi besi yang berat.
Proteinuria ringan sementara pernah terlihat pada pasien thalassemia
yang mendapat deferasirox namun hal ini lebih disebabkan oleh
adanya kelainan ginjal sebelumnya.

20
Pemberian kelasi besi dapat dalam bentuk parenteral (desferioksamin)
atau oral (deferiprone / deferasirox) ataupun kombinasi. Terapi
kombinasi (desferioksamin dan deferiprone) hanya diberikan pada
keadaan:7
(1) Feritin 3000 ng / mL yang bertahan minimal selama 3 bulan
(2) Adanya gangguan fungsi jantung / kardiomiopati akibat kelebihan
besi
(3) Untuk jangka waktu tertentu (6-12 bulan) bergantung pada kadar
feritin dan fungsi jantung saat evaluasi

Monitoring efek samping kelasi besi:

Desferioksamin/DFO Deferiprone/L1 Deferasirox/ICL 670

Audiometri & mata, Darah tepi & hitung Kreatinin, setiap


setiap tahun jenis, setiap minggu bulan
Feritin, setiap 3 bulan SGOT & SGPT / SGOT dan SGPT
Foto tulang panjang
bulan selama 3-6 setiap bulan
dan tulang belakang, Feritin, setiap bulan
bulan
serta bone age per Feritin, setiap 3
tahun, terutama pada

21
anak usia < 3 tahun bulan

Splenektomi: limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak


penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur. Jika disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah
anak berumur di atas 5 tahun sehingga tidak terjadi penurunan drastis
imunitas tubuh akibat splenektomi.

PEMANTAUAN
Selain pemantauan efek samping pengobatan, pasien talasemia
memerlukan pemantauan rutin:7
Sebelum transfusi: darah perifer lengkap, fungsi hati
Setiap 3 bulan: pertumbuhan (berat badan, tinggi badan)
Setiap 6 bulan: feritin
Setiap tahun: pertumbuhan dan perkembangan, status besi, fungsi
jantung, fungsi endokrin, visual, pendengaran, serologi virus

KOMPLIKASI

Pemberian transfusi darah yang berulang-ulang dapat menimbulkan


komplikasi hemosiderosis dan hemokromatosis, yaitu penumpukan zat besi dalam
jaringan tubuh akibat penyerapan besi yang berlebih oleh saluran cerna yang dapat
menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh seperti: hati, limpa, ginjal, jantung,
tulang, dan pankreas. Penyebab kematian tersering akibat penimbunan zat besi
adalah gagal jantung yang disebabkan oleh kardiomiopati.

Penelitian yang dilakukan di Indonesia melaporkan adanya penurunan


fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri pada anak yang menderita Talasemia
Mayor yang dihubungkan dengan penumpukan besi di jantung. Penelitian di
Indonesia lainnya juga melaporkan terjadinya penurunan fungsi paru secara
signifikan pada kelompok anak Talasemia sebagai akibat penumpukan besi. Setiap

22
500 mL darah yang ditransfusikan akan menyebabkan sekitar 200 mg besi
tersimpan dalam jaringan dan akan terus terakumulasi.

Komplikasi lain yang terjadi adalah gangguan pertumbuhan, gangguan


endokrin dan infeksi virus Hepatitis B, C, dan HIV. Komplikasi tersebut terjadi
akibat pemberian transfusi yang tidak benar, deposit hemosiderin pada organ-
organ yang berperan dalam pertumbuhan atau karena tidak mendapat zat pengikat
besi yang adekuat.14
Berbagai masalah dapat timbul setelah pemberian transfusi darah berulang,
akibat kondisi anemia kronik, maupun akibat penyakit Talasemianya sendiri.
Gambaran umum anak yang menderita Talasemia memperlihatkan gejala depresi,
cemas, gangguan psikososial, dan gangguan fungsi sekolah akibat penyakit yang
dideritanya. Sementara keluarga penderita, adanya anak yang menderita Talasemia
Mayor merupakan beban yang sangat berat dimana orang tua merasa sedih,
kecewa, putus asa, stress, bahkan depresi.
Keadaan anemia yang berat menyebabkan anak memiliki keterbatasan
dalam beraktivitas, keterampilan dan daya ingat, anak mudah merasa lelah dan
sulit melakukan kegiatan yang seharusnya mampu dilakukan anak sehat
seusianya. Anak menjadi lebih sensitif, mudah marah dan tersinggung, merasa
putus asa, dan sedikit menarik diri dari lingkungan sekitarnya. Rutinitas anak
yang harus datang ke rumah sakit untuk mendapatkan transfusi darah dan terapi
pengikat besi seumur hidupnya merupakan penyebab mengapa anak sering tidak
hadir ke sekolah dan menyebabkan terjadinya gangguan fungsi sekolah. Kondisi-
kondisi ini merupakan keadaan serius yang dapat mempengaruhi kualitas hidup
anak.10

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Ananta Y. 2000. Terapi Kelasi Pada Thalassemia. Sari Pustaka.

2. Angelucci E, Barosi G, Camaschella C, dkk. Italian society of hematology


practice guidelines for the management of iron overload in thalassemia
major and related disorders. Haemotologica. 2008;93:741-52

3. Cohen AR. New advances in iron chelation therapy. Hematology Am Soc


Hematol Educ Program. 2006:42-7

4. Eleftheriou A. 2003. About thalassemia. Cyprus: Thalassemia International


Federation

5. Ganie RA. Thalassemia : permasalahan dan penanganannya dalam Pidato


Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada
Fakultas Kedokteran, Diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas
Sumatera Utara. 2005

6. Hoffbrand AV, Pettit JE. 2001. Genetic Diorders of Haemoglobin. In:


Hoffbrand AV and Pettit JE (eds) Color Atlas of Clinical Hematology. 3th ed.
5: 85-98. London: Mosby

7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan


Dokter Anak Indonesia.

8. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2


Edisi 3, Jakarta: Media aesculapius, 2001. 497-498

9. Neufeld E. Oral chelators deferasirox and deferiprone for transfusional iron


overload in thalassemia major: new data, new questions. Blood. 2006;
107:3436-41

10. Permono B, Ugrasena IDG, A Mia. Talasemia. Bag/ SMF Ilmu Kesehatan
Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya

11. Rund D, Rachmilewitz E. Beta thalassemia. N Engl J Med. 2005;353:1135-


46

12. Thalassemia International Federation. Guidelines for the clinical


management of thalassemia. Athens: Thalassemia International Federation;
2000.

13. Vichincky E. Oral iron chelators and the treatment of iron overload in
pediatric patients with chronic anemia. Pediatrics. 2008;121:153-6

24
14. Weatherall D.J. (1965). Historical Introduction. In: Weatherall DJ (ed). The
Thalassaemia Syndromes. Blackwell Scientific Publ. Oxford. 1: 1-5.

15. Kelly N. Thalassemia. Pediatrics in Review: 2012;33;434 DOI:


10.1542/pir.33-9-434

16. Gatot D, Amalia P, Sari TT, dkk. Pendekatan Mutakhir Kelasi Besi pada
Thallasemia. Sari Pediatri, Vol. 8, No. 4 (Suplemen), Mei 2007: 78 - 84

25

Vous aimerez peut-être aussi