Vous êtes sur la page 1sur 2

Perpustakaan, teras lantai 1.

Sial, kenapa hujan turun saat aku ingin pulang? Hujannya tidak terlalu deras saat aku
masih di lantai 4 dan memutuskan untuk pulang. Namun saat aku turun dan keluar perpustakaan
hujannya malah berubah deras. Aku terlalu malas untuk masuk lagi ke dalam perpustakaan dan
memilih menunggu di luar. Kuharap hujannya tidak terlalu lama.

Aku sengaja menengadahkan tanganku untuk merasakan sederas apa hujannya. Tiba-tiba
sebuah tangan muncul di sebelah tanganku seperti mengikutiku merasakan hujan. Hujannya
deras, ya. ujar si pemilik tangan itu. Aku menoleh untuk melihat siapa pemilik tangan tersebut.

Dan dia tepat berdiri di sampingku. Seperti sedang mengambil seluruh udara di sekitarku.
Karena sekarang entah mengapa aku merasa tidak bisa bernafas melihatnya dengan jarak sedekat
ini. Dan untuk seketika aku hanya bisa mematung menatapnya yang sedang menatap hujan
sambil menengadahkan tangan.

Aku segera menarik kembali tanganku lalu dengan cepat menolehkan kembali
pandanganku dan menatap lurus ke depan.

Sepertinya akan lama hujannya, katanya lagi sambil menatap langit.

Aku tertawa sedikit meringis sebenarnya mendengarnya. Sepertinya begitu,


timpalku. Aku melihatnya tersenyum tipis dari sudut mataku.

Hening.

Kami sama-sama terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku diam-diam
memperhatikannya yang sedang menatap hujan. Rahangnya tegas dan tatapannya tajam.
Kulitnya putih dan cukup bersih untuk seorang laki-laki. Rambutnya pun dipotong pendek rapi.
Kumis tipis menghiasi atas bibirnya. Aku melihat jaket yang dikenakannya. Jaket yang sama
seperti yang ia pakai di kelas dan juga saat aku melihatnya di perpustakaan, garis-garis ungu dan
abu-abu.

Vous aimerez peut-être aussi