Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Seperti sudah dibicarakan, prosa atau prosa fiksi adalah sebuah bentuk
karya sastra yang disajikan dalam bentuk bahasa yang tidak terikat oleh jumlah
kata dan unsur musikalitas. Bahasa yang tidak terikat itu digunakan untuk
menyampaikan tema atau pokok persoalan dengan sebuah amanat yang ingin
disampaikan berkenaan dengan tema tersebut. Oleh karena itu, dalam apresiasi
dengan tujuan tnembenkan penghargaan terhadap karya prosa itu, kita haruslah
bisa “membongkar” dan menerangjelaskan hal-hal yang berkenaan dengan ukuran
keindahan dan “kelebihan” karya prosa itu. Dengan demikian, penghargaan yang
diberikan dapat diharapkan bersifat tepat dan objcktif. Suatu apresiasi sastra,
menurut Maidar Arsjad dkk dilakukan melalui beberapa tahap kegiatan. Tahap-
tahap itu adalah.
Kalau prosa kita artikan sebagai karangan dengan bahasa yang tidak
terikat sebagai dikotomi dari puisi yang disajikan dalam bahasa yang terikat
(dengan jumlah baris dan irama persajakan), maka semua karya sastra prosa dari
kesusasteraan lama dapat kita masukkan sebagai prosa Indonesia. Jadi, semua
dongeng, legcnua, hikayat, fabel, dan cerita rakyat seperti Dongeng Sang Kancil.
Hikayat Si Miskin, Hikayat Pendawa Lima, Hikayat Amir Hamzah, legenda
terjadinya Tangkuban Perahu, dan sebagainya adalah termasuk karya prosa
Indonesia. Di sini termasuk karya seperti Sejarah MejayiL Kisah Pelayaran
Abdullah ke Negari Mekah, dan lain sebagainya.
Karya prosa modem Indonesia dimulai dari buku-buku terbitan Balai
Pustaka seperti Si Jamin dan Si Johan, Siti Nurbaya, Salah Asuhan, Saiah PiHhj
Sengsara Membawa Nikmat. dan sebagainya. Di luar Balai Pustaka sebenarnya ada
pula buku-buku cerita yang diterbitkan; tetapi karena bahasanya “kurang
tcrpelihara” maka sering tidak dianggap atau tidak dibicarakan sebagai karya
sastra Indonesia. Prosa-prosa produk zaman Balai Pustaka kebanyakan karya
mengangkat persoalan adat sebagai tema, dan belurn mengangkat masalah sosial
budaya. Oleh karena itu, konflik-konflik yang ierjadi hanyalah seputar
pertentangan golongan yang mempertahankan adat dengan golongan yang ingin
meninggalkan adat karena dianggap mengekang kebebasan dan kemajuan.
Zaman Jepang (1940-1945) adalah zaman susah akibat perang Asia Timur
Raya dan pendudukan tentara Jepang atas Indonesia. Pada masa ini karya sastra
kebanyakan berupa puisi yang bersifat simbolis karena tidak berani berterang-
terangan, takut akan ancaman kempetai Jepang. Prosa yang muncul hanyalah
berupa corat-caret, sketsa, dan kisah-kisah pendek dari pengarang Idrus. Itu pun
baru diumumkan setelah Jepang kalah perang. Judul-judul prosanya antara lain
“Corat-Caret di bawah Tanah”. “Kota harmoni”, Sanyo”, “Oh..oh”, dan “Aki”.
Kalau Chairil Anwar disebut sebagai pelopor Angkatan ’45 dalam bidang puisi,
maka Idrus adalah pelopor Angkatan ’45 dibidang prosa. Keduanya disebut
sebagai pelopor karena keduanya membuat pembaharuan dalam memberi corak
karya sastra mereka yang berbeda dengan karya angkatan sebelumnya.
Setelah Jepang pergi pada tahun 1945, dan negeri kita diamuk suasana
revolusi sejumlah karya prosa muncul. Pada 1948 terbit karya Idrus Dari Ave
Maria ke Jalan Lain ke Roman yakni kumpulan cerita pendek yang dimulai
dengan cerpen “Ave Maria” dan berakhir dengan cerpen “Jalan lain ke Roma”
Namun, didalam buku itu pun aoa naskah drama yang berjudul “Kejahatan
Membahas dendam”. Pengarang lain adalah Pramudya Ananta Tur yang dalam
prosa-prosanya banyak melukiskan kedahsyatan revolusi Indonesia. Karyanya
antara lain Keluarga Gerilya (novel), Mereka yang Dilumpuhkan (novel), Percikan
Revolusi/kumpulan (cerpen), Perburuan (novel), Subuh (novel), dan Di Tepi Kali
Bekasi (novel).
Novel lain yang muncul pada masa revolusi adalah Atheis karangan Achdiat
Karta Mihardja, Tidak Ada Esok dan Jalan Tak ada Ujung karangan Mochtar
Lubis.
Karya mereka yang bisa disebutkan di sini antara lain, adalah Terang Bulan
Terang di Kali (kumpulan cerpen) dan Nyai Dasima karya S.M. Ardan, Hitam
Putin (kumpulan cerpen) karya Mohamad Ali, Robohnya Surau Kami (kumpulan
cerpen) karya A.A. Navis, Kawat Berduri karya Trisno Yuwono. Pulang (novel)
karya Toha Mochtar, Hati yang Damai dan Dua Dunia karya N.H. Dini, dan Daun
Kering karya Trisno Sumardjo.
Pertama, guru memilih sebuah novel atau cerita pendek yang sesuai dengan usia
murid, tingkat kelas, dan norma kehidupan. Mengingat waktu yang terbatas
barangkali cukup dipilih sebuah cerpen yang cukup pendek, Guru harus
membacanya dulu, mempelajari semua unsui-unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik
yang dijalin dalam cerpen tersebut sebaik-baiknya. Juga mencoba mencari
informasi yang seluas-luasnya yang berhubungan dengan pengarang dan karya-
karya pengarang tersebut.
Bugaimana kesan Anda terhadap cerpen tersebut? hal-hal apa saja yang
anda peroleh setelah membaca prosa tersebut?.