Vous êtes sur la page 1sur 27

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Di dalam tubuh manusia terdapat berbagai macam sistem yang mengatur


kerja tubuh, salah satu sistem yang terdapat dalam tubuh adalah sistem
pencernaan .Sistem pencernaan berfungsi mencerna seluruh makanan yang
masuk ke dalam tubuh manusia kemudian akan diubah dalam bentuk energi yang
digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.Ada beberapa organ dalam
sistem pencernaan yang dimulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus,
usus dua belas jari, usus besar sampai ke anus.

Jalan proses pencernaan manusia tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak


hal di dalam tubuh manusia misalnya: kondisi dari organ pencernaan apakah
berada dalam keadaan paripurna atau sedang mengalami gangguan dan juga
dapat dipengaruhi juga oleh keadaan makanan yang dicerna sendiri.

Akalasia merupakan salah satu gangguan pada sistem pencernaan tepatnya


karena adanya gangguan kerongkongan (esophagus) dimana terjadi degenerasi
pada sel-sel saraf pada saat merelaksasikan sphincter esophagus. Akalasia
merupakan suatu gangguan motilitas primer pada esophagus yang ditandai oleh
kegagalan sfingter esophagus bagian bawah yang hipertonik untuk berelaksasi
pada waktu menelan makanan dan hilangnya peristaltic esophagus. Kelainan ini
menyebabkan obstruksi fungsional dari batas esophagus dan lambung (Fisichella,
2009).

. Insiden gangguan akalasia berkisar 1/100,000 pertahun dan angka


prevalensinya 10/100,000.Di Indonesia, hanya 48 kasus yang terjadi selama 5
tahun yang telah didokumentasikan oleh Divisi Gastroenterologi, Departemen
Pengobatan Internal, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.Hal ini dikarenakan
gejala awal penyakit akalasia terselubung, karena itu pasien baru berobat setelah
stadium lanjut.
2

Penyebab pasti keadaan ini belum diketahui namun diduga karena adanya
penyakit autoimun atau infeksi tersembunyi.Akibat dari akalasia tersebut, secara
otomatis akan mempengaruhi asupan nutrisi yang klien butuhkan. Hal ini
dimungkinkan karena adanya nyeri atau rasa tidak nyaman yang dirasakan klien
saat akan menelan makanan sehingga kebutuhan nutrisi kurang dari normal.
Sehingga sebagai seorang perawat, asuhan keperawatan merupakan hal mutlak
yang harus diberikan kepada klien agar klien merasa lebih baik dan nyaman.
Asuhan keprawatan yang diberikan juga harus memperhatikan bagaimana
kondisi klien saat itu. Pemeriksaan secara berkala dan edukasi kepada klien
sangat perlu dilakukan agar kondisi klien tetap stabil dan kesembuhan bisa
dicapai.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa definisi yang dimaksud dengan akalasia?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi esophagus?
3. Bagaimana etiologi akalasia?
4. Bagaimana patofisiologi akalasia?
5. Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada penderita akalasia?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi akalasia
2. Untuk mengetahui etiologi akalasia
3. Untuk mengetahui anatomi dan Fisiologi esophagus
4. Untuk mengetahui patofisiologi akalasia
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada penderita
akalasia
1.4. Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi akalasia
2. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi akalasia
3. Mahasiswa mampu mengetahui anatomi dan Fisiologi esophagus
4. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi akalasia
5. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada penderita akalasia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
3

Akalasia merupakan suatu kelainan pada lingkaran otot di perbatasan


esophagus dan lambung yang menyebabkan otot ini tidak dapat melemas ketika
makanan hendak memasuki lambung. Hal ini mengakibatkan klien kesulitan
dalam menelan. Bahkan seringkali makanan yang telah ditelan dimuntahkan
kembali. Muntah ini dapat terjadi sewaktu orang tersebut tidur, dan dapat
mengakibatkan radang paru-paru, bila secara tak sengaja terhirup ke saluran
nafas. Definisi lain dari akalasia antara lain :

1. Kegagalan relaksasi serat-serat otot polos saluran cerna pada persimpangan


bagian yang satu dengan yang lain khususnya kegagalan sfingter esophagus
untuk mengendur pada waktu menelan akibat degenerasi sel-sel ganglion
pada organ itu. (Kamus Saku Kedokteran Dorland, 2007)

2. Gagal melemas; menandakan relaksasi inkomplet sfingter esophagus


bawah sebagai respons terhadap menelan yang menimbulkan obstruksi
fungsional esophagus yang menyebabkan esophagus lebih proksimal
mengalami dilatasi. (Buku Ajar Patologi Robbins, 2007)

3. Suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristalsis korpus
esophagus bagian bawah dan sfingter esophagus bagian bawah yang
hipertonik sehingga tidak bisa mengadakan relaksasi secara sempurna pada
waktu menelan makanan (Buku Ajar Ilmu Patologi Dalam jilid 1, 2006)

Jika akalasia menjadi berat, esophagus tidak bisa mengosongkan makanan


yang ditelan ke dalam lambung untuk beberapa jam, padahal waktu normal
adalah beberapa detik. Setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun esophagus
menjadi sangat besar bahkan bisa menampung 1 liter makanan, yang kemudian
menjadi busuk infeksius selama periode yang lama dari statis esophagus.
4

2.2. Anatomi dan Fisiologi Esofagus

Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,


panjangnya 25 cm, mulai dari faring sampai masuk kardiak bawah lambung.
Lapisan dalam esophagus dari dalam keluar terdiri dari: lapisan selapur lendir
(mukosa), lapisan submukosa, jaringan muskularis (lapisan otot melingkar
sirkuler dan lapisan otot memanjang longitudinal).

Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung


setelah melalui toraks menembus diafragma masuk ke dalam abdomen
menyambung dengan lambung.

a. Mukosa esophagus mengandung epithelium squamosa berlapis yang tidak


berkeratinin. Mukosa ini juga terdapat pada faring dan oral cavity.
b. Mukosa dan submukosa dikemas dalam lipatan besar yang meluas sepanjang
esophagus. Lipatan ini memungkinkan ekspansi selama perjalanan bolus
dalam esophagus. Otot yang terdapat pada dinding esophagus menyebabkan
lumen menutup, kecuali ketika menelan.
c. Mukosa muskularis berisi lapisan irregular pada otot polos
d. Submukosa berisi kelenjar esophageal yang memproduksi sekresi mukosa
yang mengurangi friksi antara bolus dan lapisan esofagus
e. Muskularis eksterna mempunyai lapisan sirkular dan longitudinal. Namun,
pada bagian esophagus superior ketiga, lapisan ini berisi serat otot rangka.
Bagian sepertiga tengah mengandung jaringan otot rangka dan otot polos.
5

Menelan, dikenal secara ilmiah sebagai deglutisi. Menelan merupakan aksi


fisiologis kompleks ketika makanan atau cairan berjalan dari mulut ke lambung.
Proses menelan dipersarafi oleh saraf V (trigeminal), IX (glosopharing), X
(vagus) dan XII (hipoglosal). Pada umumnya, menelan dapat dibagi dalam : (1)
stadium volunteer, yang memulai proses menelan, (2) stadium faringeal, yang
secara tidak sadar dan membentuk jalan makanan melalui faring ke dalam
esophagus dan (3) stadium esofageal,fase tidak sadar lain yang mempermudah
jalannya makanan dari faring ke lambung.

1. Stadium Volunteer Menelan

Bila makanan siap untuk ditelan, secara sadar makanan ditekan atau
didorong ke bagian belakang mulut oleh tekanan lidah ke atas dan belakang
terhadap palatum. Jadi, lidah memaksa bolus makanan masuk ke dalam faring

2. Stadium Faringeal Menelan

Bila bolus makanan didorong ke belakang mulut, akan merangsang


daerah reseptor menelan yang seluruhnya terletak sekitar pintu faring,
khususnya tonsillar pillar dan impuls dari sini berjalan ke batang otak untuk
memulai serangkaian kontraksi otot faring otomatis. Prosesnya adalah sebagai
berikut:

a. Palatum mole dirorong ke atas untuk menutup nares posterior, hal ini
akan mencegah refluks makanan ke rongga hidung
b. Arkus palatofaringeus pada tiap sisi faring tertarik ke tengah untuk saling
mendekat sehingga membentuk celah sagital melalui mana makanan
harus lewat ke faring posterior. Celah ini melakukan kerja selektif,
memungkinkan makanan yang telah dikunyah dengan baik lewat dengan
mudah sementara menghalangi makanan yang besar.
c. Pita suara laring sangat berdekatan dan epiglottis mengayun ke belakang
ke atas pintu superior laring. Kedua efek ini mencegah masuknya
makanan ke dalam trakea.
6

d. Seluruh laring ditarik ke atas dan depan oleh otot-otot yang melekat pada
os hyoideum. Pergerakan laring ini meregangkan pintu esophagus. Pada
saat yang sama, 3 sampai 4 cm bagian atas esophagus yaitu sfingter
esophagus atas berelaksasi sehingga memungkinkan makanan berjalan
dengan mudah dan bebas dari faring posterior ke dalam esophagus atas.
Saat menelan, sfingter ini tetap kontraksi sehingga mencegah udara
masuk ke dalam esophagus saat bernafas.
e. Pada saat laring terangkat dan sfingter esophagus atas berelaksasi,
m.konstriktor faring superior berkontraksi yang menimbulkan gelombang
peristaltic cepat yang berjalan ke bawah melewati otot-otot faring dan
masuk ke esophagus serta mendorong makanan ke dalam esophagus.
Pada stadium ini, pengaturan saraf nya terletak pada daerah cincin sekitar
lubang faring dengan kepekaan terbesar pada ronsillar pillar.

Impuls dihantarkan dari daerah-daerah tersebut melalui bagian sensoris


n.trigeminus dan n.glosofaringel menuju ke daerah-daerah medulla oblongata
dan bagian bawah pons yang merupakan bagian pusat menelan. Impuls dari
pusat menelan dikirim ke faring dan bagian atas esophagus melalui saraf otak
ke V, IX, X, dan XII yang kemudian menyebabkan menelan.

3. Stadium Esophageal Proses Menelan

Fungsi utama esophagus adalah menghantarkan makanan dan faring ke


lambung. Dalam keadaan normal, esophagus menunjukkan dua jenis gerakan
peristaltic, yaitu peristaltic primer dan sekunder. Peristaltic primer merupakan
lanjutan gelombang peristaltic yang dimulai pada faring dan menyebar ke
esophagus selama stadium faringeal proses menelan. Gelombang ini berjalan
dari faring ke lambung kira-kira dalam waktu 5 sampai 10 detik. Bila
gelombang peristaltic primer gagal menggerakkan semua makanan yang
sudah masuk esophagus ke dalam lambung, timbul gelombang peristaltic
sekunder akibat dari regangan esophagus oleh makanan yang tertinggal.
Gelombang ini pada hakekatnya sama seperti gelombang peristaltic primer,
kecuali bahwa gelombang ini berasal dari esophagus itu sendiri bukan dari
7

faring. Gelombang peristaltic sekunder terus dibentuk sampai semua makanan


masuk ke dalam lambung.

Gelombang peristaltic esophagus hampir seluruhnya dikontrol oleh


refleks vagus yang merupakan sebagian dari keseluruhan mekanisme
menelan. Refleks ini dihantarkan melalui serat aferen vagus dari esophagus ke
medulla oblongata dan kembali lagi ke esophagus melalui serat eferen vagus.

Fungsi Sfingter Esophageal Bawah

Pada bagian esophagus bawah, sekitar 2 sampai 5 cm diatas


perbatasannya dengan lambung, terdapat otot sirkular esophagus yang
berfungsi sebagai sfingter esophageal bawah. Secara anatomis sfingter ini
tidak berbeda dari bagian esophagus lainnya. Akan teteai, secara fisiologis,
sfingter ini tetap menutup secara tonik, berbeda dengan bagian tengah
esophagus yang dalam keadaan normal tetap berelaksasi sempurna. Akan
tetapi bila gelombang peristaltic menelan berjalan menuju esophagus,
relaksasi reseptif yang disebabkan oleh isyarat nervus mienterikus merelaksasi
sfingter esophageal bawah sebelum gelombang peristaltic, dan memungkinkan
makanan yang ditelan didorong dengan mudah masuk ke lambung.

Fungsi utama sfingter esophageal bawah adalah untuk mencegah refluks


isi lambung ke bagian atas esophagus. Isi lambung sangat asam mengandung
banyak enzim proteolitik. Mukosa esophagus, kecuali pada satu per delapan
bagian bawah esophagus, tidak mampu menelan kerja pencernaan sekret
lambung dalam waktu yang lama.

2.3. WOC
8

2.4. Etiologi dan Patofisiologi

Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Para ahli


menganggap penyakit ini merupakan disfungsi neuromuscular dengan lesi primer
mungkin terletak di dinding esophagus, nervus vagus, atau batang otak
(Saunderlin, 1993). Pendapat lain menyebutkan bahwa faktor gangguan
autoimun dan penyakit infeksi mempunyai peran penting dalam terbentuknya
9

akalasia (Fisichella, 2009). Gangguan emosi dan trauma psikis dapat


menyebabkan bagian distal esophagus dalam keadaan kontraksi. Selain itu, juga
dapat disebabkan oleh karsinoma lambung yang menginvasi esophagus,
penyinaran, serta toksik atau obat tertentu (Goyal, 2000).

Ketidakadekuatan relaksasi LES terjadi akibat impuls saraf tidak bisa


mencapai esophagus atau tidak ada regulasi dari reseptor simpatis LES (Black,
1997). Penyempitan dan relaksasi LES diregulaso oleh neurotransmitter
asetilkolin sebagai eksitasi (peningkat) dan nitric oksida, vasoaktif peptide
intestinal sebagai inhibisi (penghambat). Individu dengan akalasia mengalami
kekurangan nonadrenergik, nonkolinergik, dan sel-sel penghambat ganglionik
disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmitter peningkat dan penghambat.
Kondisi ini akhirnya menghasilkan peningkatan tekanan nonrelaksasi dari
sfingter esophageal (De Georgio, 1999).

Kegagalan relaksasi esofagus ini akan meningkatkan risiko stasis makanan


dan selanjutnya timbul dilatasi esofagus. Keadaan ini akan menimbulkan gejala
dan komplikasi tergantung dari berat dan lamanya kelainan yang terjadi. Pada
akalasia terdapat gangguan peristaltik pada daerah dua per tiga bagian bawah
esofagus. Tegangan sfingter bagian bawah lebih tinggi dari normal dan proses
relaksasi pada gerakan menelan tidak sempurna. Akibatnya esofagus bagian
bawah mengalami dilatasi hebat dan makanan tertimbun di bagian bawah
esofagus. Kondisi akalasia ini memberikan berbagai manifestasi keluhan yang
menimbulkan masalah keperawatan.

2.5. Prognosis Akalasia

Prognosis adalah peramalan dari kemungkinan dan akhir suatu penyakit,


sebuah perkiraan kemungkinan hasil akhir gangguan atau penyakit, baik dengan
atau tanpa pengobatan. Prognosis akalasia esofagus bergantung pada durasi
penyakit dan banyak sedikitnya gangguan motilitas. Semakin singkat durasi
10

penyakit dan semakin sedikit gangguan motilitasnya, maka prognosis untuk


kembali ke ukuran esofagus yangnormal setelah pembedahan (miotomi Heller)
memberikan hasil yang sangat baik. Apabila tersedia ahli bedah, pembedahan
memberikan hasil yang lebih baik dalam menghilangkan gejala pada sebagian
besar pasien, dan memberikan hasil yang lebih baik daripada tindakan pneumatic
dilation. Obat-obatan dan toksin botulinum sebaiknya digunakan hanya pada
pasien yang tidak dapat menjalani pneumatic dilation dan laparoskopik miotomi
Heller.
2.6. Manisfetasi Klinis

a. Disfagia (sukar menelan)


Klien mengalami disfagia atau sukar menelan baik untuk makanan
padatmaupun cair. Sifat pada permulaan hilang yang dapat terjadi selama
bertahun-tahun sebelum diagnosis diketahui secara jelas. Letak obstruksi
dirasakan pada retrosternal bagian bawah.
b. Regurgitasi
Klien mengalami regurgitasi atau aliran kembali. Hal ini berhubungan
dengan posisi klien (seperti saat berbaring) dan sering terjadi pada malam
hari karena adanya akumulasi makanan pada esophagus yang melebar.
Namun, ciri khasnya adalah klien tidak merasa asam ataupun pahit.
c. Penurunan Berat Badan
Hal ini disebabkan karena klien takut makan akibat adanya odinofagia
(nyeri menelan). Namun, jika penyakit ini sudah berlangsung lama terjadi
kenaikan berat badan karena pelebaran esophagus akibat retensi makanan
dan akan meningkatkan tekanan hidrostatik yang akan melebihi tekanan
sfingter esophagus bagian bawah (SEB)
d. Gejala yang menyertai gejala utama seperti nyeri dada
Gejala ini dialami sekitar 30% kasus tetapi tidak begitu dirasakan oleh
klien. sifat nyeri dengan lokasi dengan lokasi substernal dan biasanya
dirasakan apabila meminum air dingin. hal ini merupakan akibat komplikasi
retensi makanan dalam bentuk batuk dan pneumonia aspirasi

2.7. Komplikasi Akalasia


11

Ada beberapa komplikasi yang dapat dialami penderita akalasia yaitu:


1. Regurgitasi. Naiknya asam lambung atau makanan kembali kekerongkongan.
2. Pneumonia.Akibat masuknya makanan ke dalam paru-paru.
3. Small cell carcinoma
4. Sudden death
5. Perforasi esofagus.
Robeknya dinding kerongkongan.karena muntah-muntah. Biasanya
diakibatkan oleh instrumentasi medis seperti paraesofageal endoskopi atau
pembedahan, sekitar 10% disebabkan oleh muntah-muntah
6. Kanker esofagus.
Tersumbatnya kerongkongan oleh makanan dalam jumlah banyak yang
tidak bisa masuk ke perut, maka risiko terkena kanker esofagus juga
meningkat.
7. Divertikulum Meckel
Merupakan suatu kantung (divertikula) yang menjulur/menonjol dari
dinding usus halus; divertikula bisa mengandung jaringan lambung maupun
jaringan pankreas

2.8. Pemeriksaan Penunjang Akalasia

2.8.1. Manometri Esophagus

Dengan pengertian, sebuah pengkajian dari fungsi gerakan esofagus


merupakan hal yang pokok dalam diagnosa akalasia. Barium esophagram
dan Esophagogastroduodenoscopy (EGD) adalah tes pelengkap untuk
manometri dalam diagnosa dan managemen akalasia. Meskipun, tidak
satupun dari EGD dan barium esophagram sendiri cukup sensitive untuk
mendiagnosa akalasia dengan pasti. EGD dapat mendukung diagnosa dari
12

akalasia hanya 1-3 pasien, sedangkan esophagram tidak dapat


mendiagnosa hingga 1-3 pasien. Sehingga, keadaan normal ditemukan
pada EGD atau esophagram pada pasien yang dicurigai menderita
akalasia sebaiknya segera dilakukan tes motilitas esofageal. Akan tetapi,
pada pasien dengan endoskopi klasik dan/atau penemuan esophagram,
motilitas esofageal akan dipertimbangan sebagai pendukung untuk
mengonfirmasi diagnosa.

Penemuan monometri dari aperistalsis dan relaksasi LES yang tidak


selesai tanpa adanya bukti obstruksi mekanik memperkuat diagnosa
akalasia dalam pengaturan yang sesuai. Penemuan lain, seperti
peningkatan tekanan LES dasar, peningkatan garis tekanan dasar
esophageal tubuh, dan reaksi bersama yang tidak memperbanyak
kontraksi, dapat pula mendukung diagnosa akalasia, tetapi tidak ada
syarat untuk mendiagnosa. Jenis akalasia dibedakan dengan derajat dari
relaksasi LES yang tidak selesai dan aperistalsis yang sama baiknya
dengan relaksasi LES yang lengkap merupakan hal yang jarang akan
tetapi sudah dideskripsikan. Aperistalsis didefinisikan sebagai badan
esophageal yang kurang menyebarkan aktivitas kontraktil dapat muncul
dengan pola tekanan, seperti badan esophageal yang tidak bergerak,
tekanan udara isobaric pan-esophageal, dan kontraksi bersama.

Beberapa juga dideskripsikan jenis akalasia menampilkan dengan


kontraksi bersamaan yang dapat merepresentasikan baik akalasia atau
subklinikal obstruksi medis yang paling biasa pada persimpangan
esophagogastrik (EGJ). Heterogenitas juga memperkuat syarat yang
menggerakkan pola dapat didefinisikan sebagai hal ini dapat
memengaruhi diagnosa dan managemen.

Teknik monometrik dan peralatan yang tersedia dalam jangkauan


praktik klinis dari kateter konvensional dengan ruang sensor tekanan
dimana saja dari 3-5 cm memisahkan manfaat bagian padat teknologi atau
13

ekstrusi kateter yang diperfusikan air untuk manometri beresolusi tinggi


(HRM) merakit sensor tekanan yang tidak berhubungan pada interval 1
cm dengan baik ekstrusi yang diperfusikan dengan air atau jenis teknologi
bagian padat.

Beberapa dari sistem manometri sekarang dapat dimanfaatkan


utnuk mengevaluasi relaksasi LES dengan surat keberatan yang
dibutuhkan dalam mengukur tekanan untuk mengukur gerakan LES
kedua ke pemendekan deglutitif otot longitudinal. Sehingga, pengukuran
daerah perpanjangan ke atas dank e bawah EGJ merupakan teknik yang
istimewa utnuk mengukur delugtitif tekanan relaksasi LES dan ini dapat
disempurnakan dengan lengan Dent perfusi air atau sebuah lengan
elektronik yang diperoleh dari sensor beresolusi tinggi melalui EGJ.

Standar pengukuran dari fungsi LES, seperti tekanan dasar akhir


LES, titik rendah tekanan relaksasi LES, dan persen relaksasi, diukur
secara akurat dengan menggunakan alat-alat tersebut. Data muncul untuk
menganjurkan bahwa HRM lebih dapat meningkatkan sensitifitas dalam
diagnosa akalasia daripada teknik manometri konvensional. Tetapi,
pembelajaran klinis di masa depan dibutuh untuk mengonfirmasi
pernyataan ini.

Teknik manometri konvensional dan pemanfaatan dari pengusutan


analisis dengan interval ruang 3-5 cm dapat dimanfaatkan untuk
menggambarkan profil tekanan melalui otot polos esophagus. Meskipun,
ruang waktu analisis yang baru memolakan dengan HRM dapat
membuktikan berguna dalam tidak hanya diagnosa tetapi juga respon
prediksi perawatan pada akalasia. Memanfaatkan teknik penyisipan untuk
menjebatani sensor tekanan dalam HRM.

2.8.2. Pemeriksaan Motilitas


14

Berfungsi memeriksa bagian motorik esophagus dengan


menggunakan kateter peka tekanan atau balon mini yang diletakkan
dalam lambung dan kemudian dinaikkan kembali. Tekanan kemudian
ditransmisi ke transducer yang diletkkan di luar tubuh penderita,
pengukuran perubahan tekanan esophagus dan lambung sangat
menambah pengertian aktivitas esophagus pada keadaan sehat atau sakit
saat istirahat dan selama menelan.

2.8.3 Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologi sangat memebantu dalam penegakan


diagnosis pada suatu penyakit, ini harus direlokasikan dengan temuan
klinis dan riwayat penyakitnya. Pada foto polos toraks pasien akalasia
tidak menampakkan adanya gelembung-gelembung udara pada bagian
atas dari gaster, dapat juga menunjukkan gambaran air fluid level pada
sebelah posterior mediastinum. Pemeriksaan esofagogram barium dengan
pemeriksaan fluoroskopi, tampak dilatasi pada daerah dua pertiga distal
esophagus dengan gambaran peristaltik yang abnormal serta gambaran
penyempitan di bagian distal esophagus atau esofagogastric junction yang
menyerupai seperti bird-beak like appearance.

Rontgenogram thorx bisa menunjukkan pelebaran mediastinum


akibat esophagus yang berdilatasi mengandung batas udara-cairan. Tanda
aspirasi paru menahun bisa terlihat. Evaluasi cinefluoroscopic esophagus
akan menunjukkan tiga stadium :

Stadium 1 atau akalasia ringan, memperlihatkan tidak ada atau


sedikit dilatasi dengan retensi minimum materi kontraks proksimal
terhadap sfingter esophagus bawah. Kontraksi giat esophagus dapat
dilihat dalam stadium ini dan mungkin sulit dibedakan dari spasme
esophagus difus.
Stadium 2 memeprlihatkan lebih banyak dilatasi dengan kontraksi
nonperistaltik yang lemah dan sambungan esofagogaster
15

meruncing, yang menggambarkan sfingter distal tidak relaksasi atau


tertutup rapat
Stadium 3 memperlihatkan esophagus sangat besar dengan retensi
makanan dan sering penampilan seperti sigmoideum

2.8.4. Pemeriksaan esofagoskopi

Esofagoskopi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk


semua pasien akalsia oleh karena beberapa alasan yaitu menentukan
adanya esofagitis retensi dan derajat keparahannya, untuk melihat sebab
dari obstruksi, dan untuk memastikan ada tidaknya tanda keganasan. Pada
pemeriksaan ini, tampak pelebaran lumen esophagus dengan bagian distal
yang menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan cairan di bagian
proksimal dari daerah penyempitan. Mukosa esophagus berwarna pucat,
edema, dan kadang-kadang terdapat tanda-tanda esofagitis akibat retensi
makanan. Sfingter esophagus bawah akan terbuka dengan melakukan
sedikit tekanan pada esofagoskop dan esofagoskop dapat masuk ke
lambung dengan mudah.

2.9. Asuhan Keperawatan Teoritis

2.9.1. Pengkajian

Pada pengkajian, pasien mengeluh sulit untuk menelan makanan atau


cairan (disfagia). Pasien juga mengeluh sering bersendawa (regurgitas)
dengan makanan yang belum dicerna terutama pada waktu malam hari
pada saat akan memulai tidur. Keluhan tersebut bersifat progresif disertai
adanya gejala badan cepat lelah atau lemah.

Pada beberapa kasus, perawat menemukan pasien dengan mengeluh


nyeri dada ang hamper mirip dengan keluhan nyeri dada pada iskemia
16

miokard, tetapi keluhan nyeri ini tidak disertai dengan penjalaran nyeri ke
tempat lain. Keluhan nyeri menelan juga ditemukan pada sebagian besar
pasien, meliputi pirosis (nyeri ulu hati) dan odinofagia (merupakan sensasi
nyeri ketat atau rasa terbakar) pada saat menelan.

Penting bagi perawat mengkaji onset keluhan muncul dan bagaimana


antisipasi ang dilakukan pasien untuk menurunkan keluhan. Pada sebagian
besar pasien akalasia mengalami kecemasan akan kondisi sulit menelan
makanan sehingga menyebabkan pasien menurunkan kuantitas dan kualitas
intake makanan sehingga pasien mengalami penurunan berat badan secara
progresif.

Kondisi akalasia akan mendapatkan intervensi farmakologis dan


intervensi bedah. Peran perawat penting mengkaji tingkat pengetahuan
pasien sebagai data dasar dalam intervensi pre dan pascaoperasi nantinya.

Pengkajian focus pada klien akalasia akan didapatkan tanda gejala


penting, meliputi hal-hal berikut.

Disfagia (hampir semua kasus, baik cairan maupun padat).


Regurgitasi (sendawa/balikna material ke orofaring) pada malam
hari.
Nyeri dada.
Heartburn (pirosis dan odinofagia).
Penurunan berat badan.

Pada pengkajian pemeriksaan radiologis dengan barium meal


didapatkan gambaran khas yaitu dilatasi esofagus dan kegagalan relaksasi
LES menampilkan gambaran paruh buruh (Birds beak) pada bagian distal
esophagus (Gonlachanvit, 2001).

Pada pengkajian endoskopi, didapatkan pelebaran lumen esophagus


dengan bagian distal ang menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan cairan
ini di bagian proksimal dari daerah penyempitan. Mukosa esofagus
berwarna pucat, edema, dan terkadang terdapat tanda-tanda esofagitis
17

akibat retensi makanan. Pemeriksaan endoskopi biasanya juga dilakukan


biopsi untuk pemeriksaan histologis (Saunderlin, 1993).

Menurut kesepakatan para ahli, pemeriksaan Manometry adalah


pemeriksaan gold standart untuk diagnosis akalasia (Gonlachanvit, 2001).
Pada pemeriksaan ini akan didapatkan peningkatan tekanan di dalam
sfingter kardiak, relaksasi ang tidak komplit, dan tidak adana paralisis
( Fisichella, 2008).

2.9.2. Pengkajian Penatalaksanaan Medis

1. Terapi farmakologis.
a. Pemberian penyekat saluran kalsium (calcium channel blockers)
dan nitrat akan menurunkan tekanan pada LES, tetapi nilai
keefektifan hana berkisar 10% dari pasien dan biasanya pemberian
agen ini tidak dapat ditoleransi sebagai dasar pengobatan (Sawyer,
2006).
b. Pemberian injeksi Botulinum toxin secara endoskopik mempunai
nilai toleransi sekitar 30% dan memberikan efek terjadinya reaksi
inflamasi sehingga akan mempersulit intervensi bedah
(Gonlachanvit,2001).
2. Intervensi bedah.
a. Pneumatic dilatation. Sebuah balon diinsersikan.Sebuah balon
diinsersikan ke bagian bawah esofagus secara endoskopik.Angka
keberhasilan berkisar 70-80% dengan 5% disertai perforasi.Jika
perforasi terjadi,pembedahan darurat diperlukan untuk menutup
perforasi dengan cara miotomi (Black,1997)
b. Hellers myotomy.Intervensi ini merupakan intervensi ang paling
efektif dilakukan pada pasien akalasia.Faktor usia harus
dipertimbangkan sebelum pembedahan.Pembedahan dilakukan
dengan laparoskopi.Serabut otot pada bagian bawah esopagus
dipisahkan secara longitudinal sekitar 5 cm dan sekitar 1,5 cm di
bawah lambung. Angka keberhasilan intervensi ingin mencapai
18

85-95%, tetapi sekitar 10-15% masih menderita refluks


(Fisichella,2009).
c. Gastronomi. Jika pasien tidak bisa menelan dalam waktu ang
lama, maka intervensi gastronomi menjadi pilihan untuk
menurunkan dampak ang serius pada pasien.Pemasangan selang
dilakukan oleh ahli gastroenterologi dengan memasukkan selang
melewati insisi abdominal yang kemudian difiksasi dengan
penampang silang eksternal dan eksternal.Pada susunan selang
terdapat dua klem yang berguna untuk mengatur aliran yang akan
masuk ke dalam lambung (Black, 1997)
2.9.3. Diagnosis keperawatan
Diagnosa umum yang biasa terjadi pada penderita akalasia antara lain:
1. Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan tubuh b.d
kurangnya intake makanan yang adekuat.
2. Nyeri b.d iritasi mukosa esophagus, respons pembedahan.
3. Risiko injuri b.d pascaprosedur pneumatic dilatation, bedah Hellers
dilatation, gastrotomi.
4. Risiko tinggi infeksi b.d adanya port de entree luka pascaoperasi.
5. Kecemasan b.d prognosis penyakit, rencana pembedahan.
6. Gangguan gambaran diri b.d adanya selang pada abdomen pasca-
gastrotomi.
7. Pemenuhan informasi b.d misinterpretasi informasi, perubahan gaya
hidup, rencana pembedahan pneumatic dilatation, bedah Hellers
dilatation, gastrotomi.
2.9.4. Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan setelah diberikan intervensi keperawatan adalah


sebagai berikut :

1. Intake nutrisi dapat dicapai sesuai tingkat toleransi dan pasien tidak
mengalami penurunan berat badan.
2. Terjadi penurunan respons nyeri.
3. Terjadi penurunan risiko injuri.
4. Infeksi tidak terjadi selama asuhan keperawatan dilakukan.
5. Peningkatan gambaran diri.
6. Kecemasan pasien berkurang.
7. Terpenuhinya informasi prabedah dan prosedur perawatan rumah.
19

BAB III

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

3.1. Kasus
Ny. Dea 50 tahun tinggi badan 165 cm dan berat badan 50 kg. Ny.Dea
mengeluh belakangan ini mengalami masalah saat makan dan minum, yaitu
kesulitan menelan. Ia mengalami tersedak beberapa kali, dan klien sering
memuntahkan makanannya sebelum tertelan. Selain itu, klien juga mengeluh
nyeri di bagian dada. Keadaan ini sudah berlangsung beberapa bulan. Akan
tetapi baru terasa berat pada 2 bulan belakangan ini.Pemeriksaan tanda-tanda
vital menunjukkan hasil : Tekanan Darah =140/90mmHg, Nadi = 110x/menit,
RR = 25x/menit, Suhu = 38C.Klien merasa cemas karena takut jika penyakit
yang diderita akan semakin parah.
3.2. Pengkajian
3.2.1. Data Demografi
Nama Klien : Ny. Dea
Usia : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kenjeran, Surabaya
Agama : Islam
20

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga


Suku Bangsa : Jawa
3.2.2. Keluhan Utama
Ny. Dea memiliki keluhan utama sulit menelan saat makan.
3.2.3. Riwayat Kesehatan Sekarang/Alasan Masuk
Ny. Deamengeluh belakangan ini mengalami masalah saat
makan dan minum. Ia mengalami tersedak beberapa kali, dan klien
sering memuntahkan makanannya sebelum tertelan. Selain itu, klien
juga mengeluh nyeri di bagian dada.

3.2.4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Ny. Dea tidak memiliki riwayat penyakit tertentu yang
mempengaruhi kondisinya saat ini.
3.2.5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga Ny. Dea tidak ada riwayat penyakit tertentu yang
diturunkan/ditularkan.
3.2.6. Pemeriksaan Fisik (Review of System)
B1 (Breath)
Suara nafas vesikuler, dada simetris, RR=25x/menit, tidak ada suara
nafas tambahan, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada tanda-
tanda sianosis.
B2 (Blood)
Suara jantung S1/S2 irama tunggal, nadi = 110x/menit, tekanan darah
= 140/90 mmHg, CRT = <3detik
B3 (Brain)
Tidak terjadi penurunan kesadaran klien.
B4 (Bladder)
Eliminasi urin berhubungan dengan intake cairan yang masuk. Akibat
kebutuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan, eliminasi urin menjadi
tidak stabil
B5 (Bowel)
6
Klien mengalami penurunan berat badan akibat tidak mampu menelan
makanan
21

B6 (Bone)
Terjadi kelemahan pada Ny. Dea
3.3. Analisis Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : Gangguan sfingter Ketidakseimbangan
Klien mengatakan bahwa esofagus Nutrisi: Kurang dari 22
ia kesulitan menelan Kebutuhan
makanan. Kesulitan menelan Tubuh(00002)
DO : Domain 2. Nutrisi
Klien menunjukkan wajah Akalasia Kelas 1. Makanan
yang lemas
BB = 50 kg Makanan tertahan di
TB = 165 cm esophagus
Lingkar perut =68 cm
IMT = 18,37 Absorbsi nutrient
berkurang

Ketidakseimbangan
Nutrisi : Kurang dari
kebutuhan tubuh
DS : Gangguan sfingter Nyeri Kronis (00133)
Klien mengatakan bahwa esofagus Domain 12.
dia merasakan nyeri di Kenyamanan
bagian dada Kesulitan menelan Kelas 1. Kenyamanan
Fisik
DO : Akalasia
1. Tekanan Darah =
140/90mmHg, Makanan tertahan di
2. Nadi = 110x/menit,
esophagus
3. RR = 25x/menit,
4. Suhu = 38C
5. Skala Nyeri = 6
Dilatasi esofagus

Nyeri Kronis

DS : Gangguan sfingter Ansietas (00146)


Klien mengatakan merasa esofagus Domain9.
cemas karena takut Koping/Toleransi Stres
penyakit yang dideritanya Kesulitan Menelan Kelas 2. Respons
semakin parah Koping
DO : Akalasia
23

3.4. Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh
2. Nyeri Kronis
3. Ansietas

3.5. Intervensi Keperawatan


Diagnosa :
Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh(00002)
24
Domain 2. Nutrisi
Kelas 1. Makanan
NOC NIC
Dalam waktu 2x24 jam klien dapat Nutrition Management (1100)
meningkatkan
Diagnosa : harga dirinya dengan 1. Menjelaskan status nutrisi klien
Diagnosa :
outcomes: dan bekerjama dengan ahli gizi
Nyeri Kronis (00133)
Ansietas (00146) 2. Mengajarkan klien untuk
Nutritional Status (1004)
Domain 12. Kenyamanan
Domain 9.mampu
Koping/Toleransi Stres mengetahui tentang kebutuhan
1. Klien
Kelas 1. Kenyamanan memenuhi
Fisik
Kelaskebutuhan
2. Respons Koping
NOC nutrisinya NIC
nutrisi yang dibutuhkan
Dalam waktu 2x24NOCjam klien dapat 3. Melakukan
Analgesic monitoring
NIC
Administration terhadap
(2210)
2. Klien mampu memenuhi
Dalam waktu 2x24 jam klien dapat Anxiety Reduction
intake (5820)
kalorilokasi,
dan diet klien
meningkatkan
kebutuhanharga makanandirinya
yangdengan 1. Menentukan karakterisitik,
meningkatkan harga dirinya dengan 1. Membantu klien mengidentifikasi
outcomes:
dibutuhkan kualitas, dan beratnya nyeri yang
outcomes: Nutritional
situasi yangMonitoring
menimbulkan (1160)
3. Klien
Pain mampu
Control (1605)memenuhi dirasakan klien sebelum melakukan
Anxiety
KlienLevel
mampu
1. kebutuhan (1211)
mengetahui onset Melakukan monitor terhadap
1. kegelisahan
cairan yang dibutuhkan medikasi
2. Menginstruksikan
pertumbuhan danklien untuk
perkembangan
1. Klien
nyeri yang
tidakdirasakan
menunjukkan ekspresi 2. Melakukan pengkajian terhadap
2. KlienIntake
Nutrient mampu mendeskripsikan menggunakan teknik relaksasi
kegelisahan (1009) klien alergi klien
riwayat
3.2. Mengidentifikasi
Mengindentifikasi ketika ada
1. Klien
2. faktor tidak
penyebab
mampu distress
nyeri
ditunjukkan
memenuhi yang 3. Menentukan pilihan perubahan
analgesik
perubahan level
berat badantipe
klienkecemasa
dirasakannya
dengan
kebutuhan melakukan kembali
kalori yang dibutuhkan berdasarkan dan berat nyeri
3. Klien mampu melaporkan kontrol 3. Melakukan monitor terhadap
TK = KB + aktivitas
melakukan AF KU Relaxation
yang dirasakan
Therapy klien
(6040)
3. KB
nyeri= yang
Klien BB
mampu ideal x 30kkal
dirasakan
berkomunikasi turgor kulit dansemua
tanpa 1. Mengantisipasi mobilitas klien
kebutuhan
AF = Aktivitas sedang (kerja 4. Mengidentifikasi gangguan
menunjukkan ekspresi kegelisahan yang digunakan klien untuk
rumah tangga) = 20-30% x KB Coping Enhancement
eliminasi bowel klien (5230)
PainKULevel
= 5%(2102)
x KB relaksasi
1. Dampingi klien untuk mengatasi
2. Mengajak klien untuk relaksasi dan
1. Klien
2.
Coping
Klien mampu
mampu memenuhi
(1302) mendeskripsikan Weight Management (1260)
masalah dengan perilaku yang
kebutuhan karbohidrat yang memantau sensasi yang terjadi
1. Klien
nyerinyamampu menunjukkan level Memotivasi klien untuk
3.1. Mengevaluasi
konstruktif dan mencacat respon
2. Klien mampu menunjukkan
dibutuhkan
stress yang menurun 2. Dorong
mengubahklien untuk
polayang melakukan
makan
terapi relaksasi digunakan
2. Aktivitas
ekspresi
Klien mampuringan
nyeri = 200-340
beradaptasi
yang dirasakan
dengan Menjelaskan
2. kegiatan kepada klien berat
sosial dan komunitas
3. Klien mampu
gram/hari menunjukkan durasi klien
perubahan lingkungannya badan yang ideal
3. Aktivitas
nyeri yang
Klien mampusedang = 340-476 stategi
dirasakan
menggunakan 3. Mendorong klien untuk
gram/hari Pain Management (1400)
koping yang efektif Emotional Supportcairan
mengkonsumsi (5270)yang cukup
Comfort Status (2008)
Aktivitas Berat = 408-680 1. Melakukan pengkajian terhadap
1. Klien mampu menunjukkan 1. Melakukan
setiap hari pengkajian terhadap
gram/hari faktor yang dapat menyebabkan
3. kondisi
Klien mampufisik yang sehat
memenuhi tingkat kecemasan yang dirasakan
2. Klien mampu menjalin hubungan nyeri klien semakin memburuk
Fearkebutuhan
Level (1210) lemak yang dibutuhkan klien
sosial yang baik 2. Memberikan
atau membaikdukungan dan empati
1. Normalnya: 65 gram/hari sikap
Klien telah menunjukkan
3.
4. Klien mampu menjalankan
memenuhi 2. Mengevaluasi pemberian terapi
kepada klien
tidak cenderung menyalahkan
kehidupan spiritualnya
kebutuhan protein yang dibutuhkan 3. terhadap perubahan
Mendengarkan atau myeri
mendorong
orang lain 1-2 gram/kg berat
Normalnya: 3. Memberikan penjelasan kepada
klien untuk mengekspreikan
2. Klien mempunyai kulit yang tidak
badan klien tentang nyeri
perasaan klien
pucat
5. Klien mampu memenuhi 4. Memberikan penjelasan kepada
3. Klien mampu mengontrol
kebutuhan mineral dan vitamin klien tentang manajemen nyeri
kemarahnnya
yang dibutuhkan
25

3.6. Evaluasi
1. S : Klien mengatakan nafsu makan meningkat
O : Klien mampu beraktifitas dengan normal dan berat badan meningkat
A : Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan
P : Intervensi diberhentikan
2. S : Klien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri
O : Klien menunjukkan wajah yang ceria dan berkomunikasi baik dengan
orang disekitarnya
A : Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan
P : Intervensi diberhentikan
3. S : Klien mengatakan sudah tidak merasa cemas
O : Klien tidak menunjukkan ekspresi kecemasan dan mampu mengontrol
kemarahannya
A : Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan
P : Intervensi diberhentikan

BAB IV

KESIMPULAN

Akalasia merupakan suatu kelainan pada lingkaran otot di perbatasan esophagus


dan lambung yang menyebabkan otot ini tidak dapat melemas ketika makanan hendak
memasuki lambung. Akibatnya si penderita sulit menelan makanan. Bahkan
seringkali makanan yang telah ditelan dimuntahkan kembali. Muntah ini dapat terjadi
sewaktu orang tersebut tidur, dan dapat mengakibatkan radang paru-paru, bila secara
tak sengaja terhirup ke saluran nafas.

Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Para ahli menganggap
penyakit ini merupakan disfungsi neuromuscular dengan lesi primer mungkin terletak
di dinding esophagus, nervus vagus, atau batang otak. Pendapat lain menyebutkan
26

bahwa faktor gangguan autoimun dan penyakit infeksi mempunyai peran penting
dalam terbentuknya akalasia.

Pada pengkajian, pasien mengeluh sulit untuk menelan makanan atau cairan
(disfagia). Pasien juga mengeluh sering bersendawa (regurgitas) dengan makanan
yang belum dicerna terutama pada waktu malam hari pada saat akan memulai tidur.
Keluhan tersebut bersifat progresif disertai adanya gejala badan cepat lelah atau
lemah. Diagnosa umum yang biasa terjadi pada penderita akalasia diantaranya risiko
tinggi ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya intake makanan
yang adekuat, nyeri b.d iritasi mukosa esophagus, respons pembedahan, risiko injuri
b.d pascaprosedur pneumatic dilatation, bedah Hellers dilatation,
gastrotomi.Evaluasi yang diharapkan setelah diberikan intervensi keperawatan
diantaranya intake nutrisi dapat dicapai sesuai tingkat toleransi dan pasien tidak
mengalami penurunan berat badan, terjadi penurunan respons nyeri, dan terjadi
penurunan risiko injuri.

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC).


Missouri, USA : Elsevier.
Guyton, Arthur C. 2012. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC

Herdman, T.H dan Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses:


Definitions and Clasifications, 2015-2017. Oxford: Wiley Blcakwell

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-fitrijunit-5110-2-bab2.pdf

http://lms.aau.ac.id/library/ebook/R_2358_05_PB/files/res/downloads/download_02
30.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56062/4/Chapter%20II.pdf
27

Moorhead, Sue, et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Missouri,


USA : Elsevier.
Muttaqin, Arif. 2013. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Patti MG. Achalasia [online]. 2011 [cited 2016 September 22]
Vaezi, Michael F., dkk.2013.ACG Clinical Guideline: Diagnosis and Management of
Achalasia.America:American College of Gastroenterology

Vous aimerez peut-être aussi