Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Penyebab pasti keadaan ini belum diketahui namun diduga karena adanya
penyakit autoimun atau infeksi tersembunyi.Akibat dari akalasia tersebut, secara
otomatis akan mempengaruhi asupan nutrisi yang klien butuhkan. Hal ini
dimungkinkan karena adanya nyeri atau rasa tidak nyaman yang dirasakan klien
saat akan menelan makanan sehingga kebutuhan nutrisi kurang dari normal.
Sehingga sebagai seorang perawat, asuhan keperawatan merupakan hal mutlak
yang harus diberikan kepada klien agar klien merasa lebih baik dan nyaman.
Asuhan keprawatan yang diberikan juga harus memperhatikan bagaimana
kondisi klien saat itu. Pemeriksaan secara berkala dan edukasi kepada klien
sangat perlu dilakukan agar kondisi klien tetap stabil dan kesembuhan bisa
dicapai.
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa definisi yang dimaksud dengan akalasia?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi esophagus?
3. Bagaimana etiologi akalasia?
4. Bagaimana patofisiologi akalasia?
5. Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada penderita akalasia?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi akalasia
2. Untuk mengetahui etiologi akalasia
3. Untuk mengetahui anatomi dan Fisiologi esophagus
4. Untuk mengetahui patofisiologi akalasia
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada penderita
akalasia
1.4. Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi akalasia
2. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi akalasia
3. Mahasiswa mampu mengetahui anatomi dan Fisiologi esophagus
4. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi akalasia
5. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada penderita akalasia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
3
3. Suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristalsis korpus
esophagus bagian bawah dan sfingter esophagus bagian bawah yang
hipertonik sehingga tidak bisa mengadakan relaksasi secara sempurna pada
waktu menelan makanan (Buku Ajar Ilmu Patologi Dalam jilid 1, 2006)
Bila makanan siap untuk ditelan, secara sadar makanan ditekan atau
didorong ke bagian belakang mulut oleh tekanan lidah ke atas dan belakang
terhadap palatum. Jadi, lidah memaksa bolus makanan masuk ke dalam faring
a. Palatum mole dirorong ke atas untuk menutup nares posterior, hal ini
akan mencegah refluks makanan ke rongga hidung
b. Arkus palatofaringeus pada tiap sisi faring tertarik ke tengah untuk saling
mendekat sehingga membentuk celah sagital melalui mana makanan
harus lewat ke faring posterior. Celah ini melakukan kerja selektif,
memungkinkan makanan yang telah dikunyah dengan baik lewat dengan
mudah sementara menghalangi makanan yang besar.
c. Pita suara laring sangat berdekatan dan epiglottis mengayun ke belakang
ke atas pintu superior laring. Kedua efek ini mencegah masuknya
makanan ke dalam trakea.
6
d. Seluruh laring ditarik ke atas dan depan oleh otot-otot yang melekat pada
os hyoideum. Pergerakan laring ini meregangkan pintu esophagus. Pada
saat yang sama, 3 sampai 4 cm bagian atas esophagus yaitu sfingter
esophagus atas berelaksasi sehingga memungkinkan makanan berjalan
dengan mudah dan bebas dari faring posterior ke dalam esophagus atas.
Saat menelan, sfingter ini tetap kontraksi sehingga mencegah udara
masuk ke dalam esophagus saat bernafas.
e. Pada saat laring terangkat dan sfingter esophagus atas berelaksasi,
m.konstriktor faring superior berkontraksi yang menimbulkan gelombang
peristaltic cepat yang berjalan ke bawah melewati otot-otot faring dan
masuk ke esophagus serta mendorong makanan ke dalam esophagus.
Pada stadium ini, pengaturan saraf nya terletak pada daerah cincin sekitar
lubang faring dengan kepekaan terbesar pada ronsillar pillar.
2.3. WOC
8
2.9.1. Pengkajian
miokard, tetapi keluhan nyeri ini tidak disertai dengan penjalaran nyeri ke
tempat lain. Keluhan nyeri menelan juga ditemukan pada sebagian besar
pasien, meliputi pirosis (nyeri ulu hati) dan odinofagia (merupakan sensasi
nyeri ketat atau rasa terbakar) pada saat menelan.
1. Terapi farmakologis.
a. Pemberian penyekat saluran kalsium (calcium channel blockers)
dan nitrat akan menurunkan tekanan pada LES, tetapi nilai
keefektifan hana berkisar 10% dari pasien dan biasanya pemberian
agen ini tidak dapat ditoleransi sebagai dasar pengobatan (Sawyer,
2006).
b. Pemberian injeksi Botulinum toxin secara endoskopik mempunai
nilai toleransi sekitar 30% dan memberikan efek terjadinya reaksi
inflamasi sehingga akan mempersulit intervensi bedah
(Gonlachanvit,2001).
2. Intervensi bedah.
a. Pneumatic dilatation. Sebuah balon diinsersikan.Sebuah balon
diinsersikan ke bagian bawah esofagus secara endoskopik.Angka
keberhasilan berkisar 70-80% dengan 5% disertai perforasi.Jika
perforasi terjadi,pembedahan darurat diperlukan untuk menutup
perforasi dengan cara miotomi (Black,1997)
b. Hellers myotomy.Intervensi ini merupakan intervensi ang paling
efektif dilakukan pada pasien akalasia.Faktor usia harus
dipertimbangkan sebelum pembedahan.Pembedahan dilakukan
dengan laparoskopi.Serabut otot pada bagian bawah esopagus
dipisahkan secara longitudinal sekitar 5 cm dan sekitar 1,5 cm di
bawah lambung. Angka keberhasilan intervensi ingin mencapai
18
1. Intake nutrisi dapat dicapai sesuai tingkat toleransi dan pasien tidak
mengalami penurunan berat badan.
2. Terjadi penurunan respons nyeri.
3. Terjadi penurunan risiko injuri.
4. Infeksi tidak terjadi selama asuhan keperawatan dilakukan.
5. Peningkatan gambaran diri.
6. Kecemasan pasien berkurang.
7. Terpenuhinya informasi prabedah dan prosedur perawatan rumah.
19
BAB III
3.1. Kasus
Ny. Dea 50 tahun tinggi badan 165 cm dan berat badan 50 kg. Ny.Dea
mengeluh belakangan ini mengalami masalah saat makan dan minum, yaitu
kesulitan menelan. Ia mengalami tersedak beberapa kali, dan klien sering
memuntahkan makanannya sebelum tertelan. Selain itu, klien juga mengeluh
nyeri di bagian dada. Keadaan ini sudah berlangsung beberapa bulan. Akan
tetapi baru terasa berat pada 2 bulan belakangan ini.Pemeriksaan tanda-tanda
vital menunjukkan hasil : Tekanan Darah =140/90mmHg, Nadi = 110x/menit,
RR = 25x/menit, Suhu = 38C.Klien merasa cemas karena takut jika penyakit
yang diderita akan semakin parah.
3.2. Pengkajian
3.2.1. Data Demografi
Nama Klien : Ny. Dea
Usia : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kenjeran, Surabaya
Agama : Islam
20
B6 (Bone)
Terjadi kelemahan pada Ny. Dea
3.3. Analisis Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : Gangguan sfingter Ketidakseimbangan
Klien mengatakan bahwa esofagus Nutrisi: Kurang dari 22
ia kesulitan menelan Kebutuhan
makanan. Kesulitan menelan Tubuh(00002)
DO : Domain 2. Nutrisi
Klien menunjukkan wajah Akalasia Kelas 1. Makanan
yang lemas
BB = 50 kg Makanan tertahan di
TB = 165 cm esophagus
Lingkar perut =68 cm
IMT = 18,37 Absorbsi nutrient
berkurang
Ketidakseimbangan
Nutrisi : Kurang dari
kebutuhan tubuh
DS : Gangguan sfingter Nyeri Kronis (00133)
Klien mengatakan bahwa esofagus Domain 12.
dia merasakan nyeri di Kenyamanan
bagian dada Kesulitan menelan Kelas 1. Kenyamanan
Fisik
DO : Akalasia
1. Tekanan Darah =
140/90mmHg, Makanan tertahan di
2. Nadi = 110x/menit,
esophagus
3. RR = 25x/menit,
4. Suhu = 38C
5. Skala Nyeri = 6
Dilatasi esofagus
Nyeri Kronis
3.6. Evaluasi
1. S : Klien mengatakan nafsu makan meningkat
O : Klien mampu beraktifitas dengan normal dan berat badan meningkat
A : Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan
P : Intervensi diberhentikan
2. S : Klien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri
O : Klien menunjukkan wajah yang ceria dan berkomunikasi baik dengan
orang disekitarnya
A : Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan
P : Intervensi diberhentikan
3. S : Klien mengatakan sudah tidak merasa cemas
O : Klien tidak menunjukkan ekspresi kecemasan dan mampu mengontrol
kemarahannya
A : Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan
P : Intervensi diberhentikan
BAB IV
KESIMPULAN
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Para ahli menganggap
penyakit ini merupakan disfungsi neuromuscular dengan lesi primer mungkin terletak
di dinding esophagus, nervus vagus, atau batang otak. Pendapat lain menyebutkan
26
bahwa faktor gangguan autoimun dan penyakit infeksi mempunyai peran penting
dalam terbentuknya akalasia.
Pada pengkajian, pasien mengeluh sulit untuk menelan makanan atau cairan
(disfagia). Pasien juga mengeluh sering bersendawa (regurgitas) dengan makanan
yang belum dicerna terutama pada waktu malam hari pada saat akan memulai tidur.
Keluhan tersebut bersifat progresif disertai adanya gejala badan cepat lelah atau
lemah. Diagnosa umum yang biasa terjadi pada penderita akalasia diantaranya risiko
tinggi ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya intake makanan
yang adekuat, nyeri b.d iritasi mukosa esophagus, respons pembedahan, risiko injuri
b.d pascaprosedur pneumatic dilatation, bedah Hellers dilatation,
gastrotomi.Evaluasi yang diharapkan setelah diberikan intervensi keperawatan
diantaranya intake nutrisi dapat dicapai sesuai tingkat toleransi dan pasien tidak
mengalami penurunan berat badan, terjadi penurunan respons nyeri, dan terjadi
penurunan risiko injuri.
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-fitrijunit-5110-2-bab2.pdf
http://lms.aau.ac.id/library/ebook/R_2358_05_PB/files/res/downloads/download_02
30.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56062/4/Chapter%20II.pdf
27