Vous êtes sur la page 1sur 17

MANAJEMEN KEUANGAN II

STRUKTUR MODAL

DISUSUN OLEH :
Andi Hendra
E.R
A21115519

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu keputusan penting yang dihadapi oleh manager keuangan dalam kaitannya dengan
operasional perusahaan adalah keputusan atas Struktur Modal, yaitu keputusan keuangan yang
berkaitan dengan komposisi utang, saham prefen dan saham biasa yang harus digunakan oleh
perusahaan.
Keputusan Struktur Modal secara langsung berpengaruh terhadap besarnya risiko yang ditanggung
pemegang saham beserta besarnya tingkat pengembalian atau tingkat keuntungan yang diharapkan.
Keputusan Struktur Modal yang diambil oleh manager tersebut tidak saja berpengaruh terhadap
profitalitas perusahaan tetapi juga berpengaruh terhadap resiko yang dihadapi oleh perusahaan.
Struktur Modal merupakan pilihan pendanaan antara utang dan ekuitas. Teori yang menjelaskan hal
tersebut antara lain Teori Trade-Off, Teori Pecking Order, dan Teori lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Struktur Modal Menurut Para Ahli ?
2. Bagaimana Struktur Modal Dilihat dari Finansial Leverage ?
3. Bagaimanakah Struktur Modal Optimal ?
4. Apa saja yang Mempengaruhi Keputusan Struktur Modal ?
5. Bagaimanakah Teori Struktur Modal ?
6. Bagaimanakah Checklist Keputusan Struktur Modal ?
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Struktur Modal Menurut Ahli
Menurut Weston dan Copeland bahwa capital structure or the capitalization of the firm is the
permanent financing represented by long-term debt, preferred stock and shareholders equity . Sedangkan
Joel G. Siegel dan Jae K. Shim mengatakan Capital Structure (struktur modal) adalah komposisi saham
biasa, saham preferen, dan berbagai kelas seperti itu, laba yang ditahan, dan utang jangka panjang yang
dipertahankan oleh kesatuan usaha dalam mendanai aktiva.
Sehingga dapat dimengerti bahwa struktur modal merupakan gambaran dari bentuk proporsi finansial
perusahaan yaitu antara modal yang memiliki yang bersumber dari utang jangka panjang (long-term
liabilities) dan modal sendiri (shareholders equity) yang menjadi sumber pembiayaan suatu perusahaan.
Struktur modal suatu perusahaan terdiri dari long-term debt dan shareholders equity, dimana
stockholder equity terdiri dari preferred stock dan common equity, dan common equity itu sendiri adalah
terdiri dari common stock dan retained earnings.[1]
2. Pengertian Struktur Modal dalam finansial leverage
1. Struktur assets tercermin dalam sisi kanan suatu neraca, yang menunjukkan komposisi assets yang
harus dibiayai.
2. Struktur finansial tercermin dalam sisi kanan suatu neraca, yang mencerminkan komposisi sumber dana
yang dipoergunakan untuk membiayai assets perusahaan.
3. Struktur modal (capital) ditunjukkan utang jangka panjang dan saham preferen dengan modal sendiri
diluar utang jangka pendek. Modal sendiri termasuk modal saham biasa, capital surplus dan laba
ditahan.
4. Leverage finansial atau leverage factor adalah rasio antara utang (B) terhadap total asset (TA) atau total
nilai perusahaan (V). Rasio utang dengan saham biasa dapat juga di hitung dengan rasio: B/S = B/V + (1-
B/V)
Misal jika
B/V = 50%, B/S = 0,50/0,50 = 1,00
B/V = 25%, B/S = 0,25/0,75 = 0,33
B/V = 60%, B/S = 0,60/0,40 = 1,50[2]
3. Struktur Modal Optimal
Struktur modal yang optimal adalah struktur yang memaksimalkan harga dari perusahaan, dan hal ini
biasanya meminta rasio utang yang lebih rendah dari pada rasio yang memaksimalkan EPS yang
diharapkan[3]. Dengan kata lain struktur modal optimal adalah titik dimana k0 berada pada titik terendah.
Pada posisi struktur modal optimal, tidak hanya rata-rata tertimbang biaya modal perusahaan mencapai
titik terendah, namun total nilai perusahaan juga mencapai titik tertinggi. Hal ini disebabkan semakin
rendah tingkat kapitalisasi, k0 yang digunakan pada arus laba operasi bersih perusahaan, semakin tinggi
nilai sekarang bersih arus tersebut. Jadi struktur modal optimal adalah struktur modal yang
meminimalkan biaya modal perusahaan sehingga memaksimalkan nilai perusahaan[4]. Jadi, Struktur
Modal yang Optimal adalah struktur modal yang memaksimalkan EBIT / EPS, memaksimalkan harga
saham, dan meminimalkan biya modal / WACC[5].
Hal yang sulit adalah memperkirakan bagaimana suatu perubahaan dalam struktur modal akan
mempengaruhi harga saham . Namun ternyata diketahui struktur modal yang dapat memaksimalkan
harga saham adalah struktur modal yang dapat meminimalkan WACC. Karena biasanya lebih mudah
meramalkan bagaimana perubahan struktur modal akan mempengaruhi WACC daripada harga
saham,kebanyakan manajer menggunakan perubahan WACC yang diramalkan untuk membantu mereka
mengambil keputusan struktur modal[6].
Setiap perusahaan pada tahap awal berdiri pasti memerlukan modal untuk penetapan struktur
modalnya, dan pada saat akan memperluas usaha atau menggabungkan usahanya besar
kemungkinannya akan melakukan perubahan struktur modal yang disebabkan adanya perubahan modal
atau tambahan modal. Dua hal yang harus dilakukan perusahaan, Pertama menentukan besarnya
Kebutuhan modal kuantitatif (proses Kapitalisasi). Kedua, menentukan sumber modal kualitatif / jenis
modal yang akan ditarik (proses penentuan Struktur Modal. Untuk menentukan Struktur Modal
perusahaan dihadapkan pada berbagai variabel yang mempengaruhinya. Terdapat 10 variabel yang
mungkin akan berpengaruh yaitu: tingkat bunga, stabilitas penjualan, tingkat pertumbuhan penjualan,
susunan aktiva, kadar risiko dari aktiva, kebutuhan modal, struktur saingan, keadaan pasar modal, sikap
manajemen, dan sikap pemberi pinjaman.
Bagi perusahaan susunan struktur modal terbaik dikatakan sebagal Struktur Modal Optimum.
Struktur modal optimum menurut pendekatan konservatif adalah struktur modal yang menggunakan
modal pinjaman maksimum 50% dari total modal. Sedangkan menurut pendekatan biaya modal struktur
modal optimum adalah struktur modal yang dapat meminimumkan rata-rata biaya modal perusahaan.
Metoda biaya modal ini dapat dianalisis dengan berbagai pendekatan, dan pendekatan yang dipilih pada
persoalan ini adalah Pendekatan Tradisional yang menyatakan bahwa struktur modal optimum akan
terjadi pada kondisi rata-rata biaya modal minimum dan nilai perusahaan maksimum. Disini harus
dilakukan analisis terhadap variabel-variabel yang berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan dan
hubungannya dengan penentuan nilai perusahaan. Sehingga harus ditentukan:
1. Variabel yang dominan terhadap struktur modal dengan menggunakan Analisa Faktor.
2. Menentukan nilai perusahaan yang maksimum.
Menurut Maness (1988), ada beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan struktur modal optimal,
yaitu:
1. Stabilitas Penjualan
Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman
dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya
tidak stabil.
2. Operating Leverage
Perusahaan yang mengurangi leverage operasinya lebih mampu untuk menaikkan penggunaan leverage
keuangan (hutang).
3. Corporate Taxes
Karena bunga tax-deductable, ada sebuah keuntungan jika menggunakan hutang. Marginal tax rate
perusahaan yang lebih tinggi, maka keuntungan menggunakan hutang akan lebih tinggi, semua yang
lainnya dianggap sama.
4. Kadar Resiko dari Aktiva
Tingkat atau kadar resiko dari setiap aktiva didalam perusahaan adalah tidak sama. Makin panjang
jangka waktu penggunaan suatu aktiva didalam perusahaan, makin besar derajat resikonya. Dan
perkembangan dan kemajuan teknologi serta ilmu pengetahuan yang tiada henti, dalam artian ekonomis
dapat mempercepat tidak digunakannya suatu aktiva, meskipun dalam artian teknis masih dapat
digunakan.
5. Lenders dan Rating Agencies
Jika perusahaan menggunakan hutang semakin berlebih, maka pihak lenders akan mulai meminta tingkat
bunga yang lebih tinggi dan rating agencies akan mulai menurunkan rating pada tingkat hutang
perusahaan.
6. Internal Cash Flow
Tingkat internal cash flow yang lebih tinggi dan lebih stabil dapat menjastifikasi sebuah tingkat leverage
lebih stabil.
7. Pengendalian
Banyak perusahaan sekarang meningkatkan tingkat hutangnya dan memulai dengan menerbitkan hutang
baru hingga repurchase outstanding commonstock. Tujuan dari peningkatan hutang tersebut adalah
untuk mendapatkan return yang lebih tinggi., sedangkan pembelian kembali saham bertujuan untuk lebih
meningkatkan tingkat pengendalian.
8. Kondisi ekonomi
Kondisi ekonomi seperti sekarang ini dan juga kondisi pada pasar keuangan dapat mempengaruhi
keputusan struktur modal. Ketika tingkat suku bunga tinggi, mungkin keputusan pendanaan lebih
mengarah pada short-term debt, dan akan dilakukan refinance dengan long-term debt atau equity jika
kondisi pasar memungkinkan.
9. Preferensi pihak manajemen
Preferensi manajemen terhadap resiko dan gaya manajemen mempunyai peran dalam hubungannya
dengan kombinasi debt-equity perusahaan pada struktur modalnya.
10. Debt covenant
Uang yang dipinjam dari sebuah bank dan juga penerbitan surat hutang dan terwujud melalui
serangkaian kesepakatan (debt covenant).
11. Agency cost
Agency cost adalah sebuah biaya yang diturunkan guna memonitor kegiatan pihak manajemen untuk
menjamin bahwa kegiatan mereka selaras dengan persetujuan antara manajer, kreditur dan juga para
shareholders.
12. Profitabilitas
Perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi, dan penggunaan internal financing yang lebih besar dapat
menurunkan penggunaan hutang (rasio hutang).
Pada kasus tertentu ternyata kondisinya dapat dikelompokan pada 4 faktor yang dominan terhadap
penentuan struktur modal, yaitu:

Faktor 1: Stabilitas pendapatan dan kebutuhan modal, komponen variabelnya: Stabilitas


penjualan dan kebutuhan modal. Dengan variabel yang dominan adalah kebutuhan modal.

Faktor 2: Struktur pasar industri yang terdiri variabel; struktur saingan, tingkat bunga, tingkat
pertumbuhan penjualan, dan kadar risiko dari aktiva. Variabel dominannya adalah struktur
saingan.

Faktor 3: Risiko usaha dan keuangan, yang terdiri variabel; sikap pemberi pinjaman, susunan
aktiva, dan sikap manejemen. Variabel dominannya adalah sikap pemberi pinjaman.

Faktor 4: Situasi perekonomian yang hanya terdiri variabel keadaan pasar modal, sehingga
variabel dominannya adalah variabel keadaan pasar modal.
Untuk penentuan nilai perusahaan dengan menggunakan pendekatan Tradisional sebagai alat
manajemen keuangan, diperoleh hasil bahwa nilai perusahaan akan meningkat dengan rata-rata biaya
modal perusahaan melalui cara perusahaan modal pinjamannya. Dan struktur modal diterapkan harus
mempunyai ratio hutang maksimum sehingga mencapai struktur modal optimum. Untuk menentukan
struktur modal yang optimum, digunakan konsep cost of capital (hutang obligasi, emisi saham baru,
saham biasa, laba ditahan, dan weighted average cost of capital). Dan struktur modal yang optimum
tercapai apabila biaya modal rata-rata tertimbang adalah rendah. Karena biaya modal ini berhubungan
dengan profitabilitas, maka pada saat struktur modal optimum diperhitungkan pula tingkat profitabilitas
dengan cara ROA dan ROE.
Untuk menghitung besarnya biaya modal dalam kaitanya dengan struktur modal dan nilai perusahaan
digunakan beberapa rumus berikut[7]:
1. Rumus pertama untuk menghitung return obligasi:
Ki = I/B.
Dimana:
I = bunga hutang tahunan
B = Nilai pasar obligasi yang beredar
Ki = Return dari obligasi
2. Rumus kedua untuk menghitung return saham biasa:
Ke = E/S
Dimana: :
E = Laba untuk pemegang saham biasa
S = Nilai pasar saham biasa yang beredar
Ke = Return dari saham biasa
3. Rumus ketiga untuk mengitung return bersih perusahaan:
Ko = O/V
Dimana: :
O = Laba operasi bersih
V = Total Nilai perusahaan
Ko = Return bersih perusahaan
Struktur modal yang optimal harus mengutamakan kepentingan pemegang saham. Oleh sebab itu
pertama kalinya perusahaan sebaiknya mendanai usahanya dengan internal financing yang berasal dari
laba ditahan dan depresiasi pada aktiva tetapnya. Laba ditahan merupakan alternatif pertama yang
digunakan untuk memodali kegiatan perusahaan. Alternatif pertama ini cenderung tidak mencukupi
kebutuhan dana yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam mengembangkan usahanya, maka tidak
terhindarkan lagi bahwa perusahaan memerlukan external financing untuk mencukupi kebutuhan
dananya.
Alternatif kedua adalah External financing (pendanaan dari luar dapat berupa hutang, serta
menerbitkan saham). Perusahaan dapat memperoleh sumberdana dari para investor atas saham yang
dijual perusahaan kepada publik. Perusahaan dapat menerbitkan sejumlah saham biasa untuk
mencukupi kebutuhan modalnya. Namun beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan, karena
semakin banyak saham yang beredar akan menurunkan nilai perusahaan.
Turunnya nilai perusahaan berarti turun juga harga sahamnya, sebab investor beranggapan jika
perusahaan menerbitkan saham baru berarti suatu sinyal bagi investor bahwa perusahaan itu memiliki
prospek yang tidak menguntungkan. Jika penerbitan saham menyebabkan sinyal negatif pada investor
mengenai pandangannya terhadap perusahaan, maka perusahaan akan mencoba untuk menghindari
penjualan saham dan lebih memilih mendapatkan modal baru dengan cara-cara lain, termasuk
menggunakan utang di luar sasaran struktur modal yang normal.
Disini perusahaan memanfaatkan hutang dalam bentuk menerbitkan obligasi, mengambil pinjaman di
Bank atau lembaga lainnya. Dalam mengambil kebijakan hutang, manajer keuangan harus
mempertimbangkan manfaat dan biaya dari penggunaan hutang terhadap struktur
modalnya. Penggunaan utang mengakibatkan peningkatan EBIT yang mengalir ke investor, jadi semakin
besar utang perusahaan, semakin tinggi nilainya dan harga saham perusahaan. Harga saham
perusahaan akan mencapai titik maksimal ketika seluruh pendanaannya menggunakan hutang, tetapi
tidak ada perusahaan yang menggunakan seratus persen hutang sebab perusahaan memperhitungkan
biaya kebangkrutan dan menekan biaya-biaya kebangkrutan tersebut.
Brigham dan houston menambahkan bahwa ada tambahan reksiko yang dibebankan kepada para
pemegang saham biasa sebagai hasil dari keputusan untuk mendapatkan pendanaan melalui utang.
Untuk menjelaskan hal ini misalnya ada 10 orang yang akan membentuk sebuah perseroan yang akan
memproduksi computer, asumsikan perusahaan akan dikapitalisasi dengan 50 persen utang dan 50
persenm ekuitas, dengan lima orang investor menempatkan modal mereka sebagai utang dan lima
lainnya menempatkan uang mereka sebagai ekuitas.
Dalam hal ini, lima orang investor akan menanggung seluruh resiko bisnis perusahaan, sehingga
saham biasa akan dua kali lebih beresiko daripada perusahaan hanya didanai dengan ekuitas. Jadi
penggunaan hutang mengkosentrasikan resiko bisnis perusahaan kepada para pemegang sahamnya.
Oleh sebab itu menurut saya perusahaan sangat perlu untuk memperhitungkan manfaat dan biaya
penggunaan hutang mengingat perusahaan bertujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan pemegang
saham jadi perusahaan harus lebih selektif dalam memilih lembaga pembiayaan, suku bunga, jenis
hutang.
Serta kemampuan manajer keuangan untuk meramalkan penjualan, laba setelah pajak yang
mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya mengingat para pemegang
saham menanggung resiko yang besar akibat penggunaan hutang bila terjadi kebangkrutan.[8]
4. Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Struktur Modal
Terdapat empat faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal[9]:
1. Risiko usaha atau tingkat resiko yang inheren dalam operasi perusahaan jika perusahaan tidak
menggunakan utang. Makin besar resiko usaha perusahaan dan makin rendah rasio utang optimalnya.
2. Posisi pajak perusahaan. Salah satu alasan utama digunakannya utang adalah karena bunga
merupakan pengurangan pajak, selanjutnya menurunkan biaya utang efektif. Akan tetapi jika sebagian
besar laba suatu perusahaan telah dilindungi dari pajak oleh perlindungan pajak yang berasal dari
penyusutan maka bunga atas utang yang saat ini belum dilunasi atau kerugian pajak yang dibawa
keperiode berikutnya akan menghasilkan tarif pajak yang rendah. Akibatnya tambahan utang tidak akan
mamilki keunggulan yang sama jika dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki tariff pajak yang
efektif yang lebih tinggi.
3. Fleksibilitas keuangan. Atau bisa disebut kemampuan untuk menghimpun modal dengan persyaratan
yang wajar dalam kondisi yang buruk. Bendahara perusahaan tahu bahwa pasokan modal yang lancar
dibutuhkan operasi yang stabil, selanjutnya memilki arti yang sangat penting bagi keberhasilan jangka
panjang. Mereka juga tahu bahwa ketika terjadi pengetatan uang dalam perekonomian atau ketika suatu
perusahaan mengalami kesulitan operasionalnya akan lebih mudah untuk menghimpun utang
dibandingkan modal ekuitas, dan pihak pemberi pinjaman lebih bersedia untuk mengakomodasi
perusahaan yang memilki neraca kuat. Jadi potensi kebutuhan terhadap dana dimasa depan dan
kosekuensi kekurangan dana akan mempengaruhi sasaran struktur modal. Makin besar kemungkinan
kebutuhan modal dan makin buruk konsekuensi jika tidak mampu untuk mendapatkannya, maka makin
sedikit jumlah utang yang sebaliknya ada di dalam neraca perusahaan.
4. Konservatisme atau keagresifan manajerial. Beberapa menejer lebih agresif dibandingkan dengan
menejer yang lain sehingga mereka lebih bersedia untuk menggunakan utang sebagai usaha untuk
meningkatkan laba. Factor ini tidak mempengaruhi struktur modal optimal yang sebenarnya atau struktur
modal yang memaksimalkan nilai tetapi memang ia akan mempengaruhi sasarann struktur modal
perusahaan.
Keempat hal diatas memilki pengaruh yang sangat besar pada sasaran struktur modal namun kondisi
operasional dapat menybabkan struktur modal aktual berbeda dari sasaran. Misalnya harga pasar suatu
actual suatu perusahaan mungkin karena beberapa alasan tertentu yang berbeda jauh dibawah nilai
intrinsic seperti yang diyakini oleh manajemen. Dalam hal ini, manajemen akan enggan menerbitkan
saham baru untuk menghimpun modal sehingga manajemen mungkin akan menggunakan pendanaan
utang. Bahkan mungkin hal ini akan menyebabkan rasio utang naik diatas tingkat sasaran. Namun
diasumsikan perusahaan akan mengambil langkah-langkah untuk mengembalikan struktur modal
ketingkat sasarannya saat harga saham mendekati nilai intrinsiknya.
5. Teori Struktur Modal
Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai
perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan deviden dipegang konstan. Dengan kata lain,
seandainya perusahaan mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang (atau sebaiknya) apakah
harga saham berubah, apabila perusahaan tidak merubah keputusan-keputusan lainnya. Dengan kata
lain, kalau perubahan struktur modal tidak merubah nilai perusahaan, berarti bahwa tidak ada struktur
modal yg terbaik. Semua struktur modal adalah baik. Tetapi kalau dengan merubah strukur modal
ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh sttruktur modal yg terbaik. Struktur modal yang
dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga saham, adalah struktur modal yang terbaik.[10]
Perhatikan bahwa modal yang dipergunakan perusahaan selalu mempunyai biaya. Biaya tersebut
bisa bersifat ekplisit (artinya nampak, dan dibayar oleh perusahaan), tetapi bisa juga bersifat implisit
(tidak nampak, bersifat oportunistic, atau disyaratkan oleh pemodal). Bagi dana yang berbentuk hutang,
maka biaya dana mudah diidentifikasi, yaitu biaya bunganya.
Dalam pembicaraan struktur modal ini kita menggunakan skenario bahwa hutang yang dipergunakan
adalah hutang dalam bentuk obligasi yang diperoleh dari pasar modal yang kompetitif dan efisien.
Dengan demikian maka pertimbangan risk and return trade off akan mendasari pemilihan sumber dana
tersebut. Karena bagi para pemodal pembeli obligasi ditafsirkan mempunyai risiko yang lebih rendah
(tingkat keuntungan yang mereka peroleh lebih pasti sifatnya dari membeli saham), maka biaya modal
yang berasal dari hutang akan lebih kecil dari biaya modal yang berasal dari modal sendiri.
Sedangkan bagi dana yang berbentuk modal sendiri, biaya dananya tidak nampak. Meskipun
demikian tidak berarti bahwa biaya dananya lebih murah dari dana bentuk hutang. Biaya dana (cost of
capital) untuk dana dalam modal sendiri merupakan tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik
dana tersebut sebelum mereka menyerahkan dananya ke perusahaan. Tingkat keuntungan ini belum
tentu lebih kecil apabila dibandingkan dengan bunga pinjaman.
Teori struktur modal juga disebut juga dengan teori-teori keseimbangan, karena tujuannya adalah
untuk menyeimbangkan komposisi hutang dan modal sendiri. Ada beberapa teori struktur modal yang
dapat dianut oleh perusahaan-perusahaan.
1. Teori Pendekatan Tradisional
Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Artinya Struktur
Modal mempunyai pengaruh terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah
agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.[11]
Mereka yang menganut pendekatan tradisional berpendapat bahwa dalam pasar modal yang
sempurna dan tidak ada pajak,nilai perusahaan (biaya modal perusahaan) bisa dirubah dengan merubah
struktur modalnya (yaitu B/S). Pendapat ini dominan sampai dengan awal tahun 1950-an. Ilustrasi berikut
ini menunjukkan pemikiran mereka.
Misalkan PT.ABC mempunyai 100% modal sendiri, dan diharapkan memperoleh laba bersih setiap
tahunnya sebesar Rp.10 juta. Kalau tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik modal sendiri (= k e
) adalah 20%, maka nilai perusahaan dan biaya modal perusahaan bisa dihitung sebagai berikut. Biaya
modal perusahaan juga bisa dihitung dengan rumus =
ke = 10 juta/50 juta = 0,20

O Laba bersih operasi Rp. 10 juta


F Bunga
E Laba tersedia untuk poemilik saham Rp.10 juta
ke Biaya modal sendiri 0,2
S Nilai modal sendiri Rp.50 juta
B Nilai pasar hutang
V Nilai perusahaan Rp.50 juta
ko Biaya modal perusahaan =
0,20 (50/50) + 0(0/50) 0,2

Sekarang misalkan PT.ABC akan mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang. Biaya
hutang (=kd), atau tingkat keuntungannya yang diminta oleh kreditor, misalnya 60%. Untuk menggunakan
hutang tersebut perusahaan harus membayar bunga setiap tahunya sebesar Rp.4 juta. Dengan
menggunakan hutang perusahaan menjadi lebih berisiko, dan karenanya biaya modal sendiri (=k e) naik
menjadi lebih berisiko, dan karenanya biaya modal sendiri (=k e) naik menjadi, misalnya, 22%. Kalau laba
operasi bersih tidak berubah, maka nilai perusahaan akan nampak sebagai berikut.
O Laba operasi bersih Rp.10,00 juta
F Bunga Rp. 4,00 juta
E Laba tersedia untuk pemegang saham Rp. 6,00 juta
ke Biaya modal sendiri 0,22
S Nilai modal sendiri Rp. 27,27 juta
B Nilai hutang (4 juta/0,16) Rp. 25,00 juta
V Nilai perusahaan Rp. 52,27 juta
ko Biaya modal perusahaan
=0,22(27,27)+0,16(25/52,27)= 0,191

Jadi keadaan perusahaan menjadi lebih baik setelah perusahaan menggunakan hutang kerena nilai
perusahaan meningkat (atau biaya modal perusahaan menurun). Kalau misalkan sebelum perusahaan
menggunakan hutangperusahaan mempunyai jumlah lembar saham sebanyak 1.000 lembar, maka harga
sahamnya adalah Rp.50.000 per lembar. Setelah perusahaan mengganti sebagian saham dengan hutang
(yang diganti adalah sebesar Rp.25 juta atau 500 lembar saham), maka nialai shamnya naik menjadi
Rp.27,27 juta/saham = Rp.54.540
2. Teori Pendekatan Modigliani dan Miller
Teori MM tanpa pajak Teori struktur modal modern yang pertama adalah Teori Modigliani dan Miller
atau lebih sering dikenal dengan teori MM. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau
tudak mempengaruhi nilai perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori
mereka. (Brigham dan Houston,2001,p.31) yaitu:
a. Tidak terdapat agency cost
b. Tidak ada pajak
c. Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan
d. Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa
depan
e. Tidak ada biaya kebangkrutan
f. Earning Before and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan hutang.
g. Para investor adalah price-takers.
h. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value)
Teori MM dengan pajak. Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM
memasukkan faktor pajak ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti
merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai
sebagai pengurang pajak.[12]
Teori mereka juga menunjukkan kemungkinan muculnya proses arbitrase yang akan membuat harga
saham (nilai perusahaan) yang menggunakan hutang maupun tidak menggunakan hutang, akhirnya
sama. Proses arbitrasemuncul karena investor selalu lebih menyukai investasi yang memerlukan dana
yang lebih sedikit tetapi memberikan penghasilan bersih yang sama dengan resiko yang sama pula.
Dalam contoh yang tadi (PT.ABC), pemodal dapat keuntungan yang sama tetapi dengan investasi
yang lebih kecil, apabila memiliki saham PT.ABC yang tidak memiliki hutang.Misalkan Arif memiliki 20%
saham PT.A yang menggunakan hutang. Dengan demikian maka nilai kekayaannya adalah sebesar 0,20
x Rp.27,27 juta = Rp.5,45 juta. Sekarang misalkan terdapat PT.INDOFOOD yang identik dengan PT.ABC
yang idak mempunyai utang. Untuk itu proses arbitase akan dilakukan sebagai berikut:
1. Jual saham PT.ABC, memperoleh dana sebesar Rp.5,45 juta.
2. Pinjam sebesar Rp.5,00 juta. Nilai pinjaman ini adal;ah sebesar 20% dari nilai hutang PT.ABC.
3. Beli 20% saham PT.INDOFOOD (yaitu perusahaan yang identik dengan PT.ABC waktu tidak mempunyai
hutang), senilai 0.20 x Rp.50 juta = Rp.10 juta.
4. Dengan demikian Arif dapat menghemat investasi senilai Rp.0,45 juta.
Pada waktu Arif masih memiliki 20% saham PT.ABC yang menggunakan hutang, ia mengharapkan
untuk memperoleh keuntungan sebesar, 0,20 x Rp.6,00 juta = Rp.1,20 juta.Pada waktu ia memiliki 20%
saham PT.INDOFOOD dan mempunyai hutang sebesar Rp.10 juta, maka keuntungannya yang
diharapkannya adalah:
1. Keuntungan dari saham PT.INDOFOOD = 0,20xRp.10 juta = Rp.2,00 juta
2. Bunga yang dibayar = 0,16 x Rp.5,0 juta = Rp.0,80 juta
Keuntungan bersih Rp.1,20 juta

Hal ini berarti Arif dapat mengharapkan untuk memperoleh keuntungan yang sama (yaitu Rp.1,20
juta), menanggung resiko yang sama (karena proporsi hutang yang ditanggung sama), tetapi dengan
investasi yang lebih kecil sebesar Rp.0,45 juta. Apabila hal ini disadari oleh semua pemodal, maka
mereka akan meniru apa yang dilakukan oleh Arif.
Dengan demikian maka semua orang akan menjual PT.ABC (harga akan turun) dan membeeli saham
PT.INDOFOOD (harga akan naik). Proses arbitase tersebut akan berhenti setelah pemodal tidak dapat
lagi menghemat investasi dari penjualan saham PT.ABC dan pembelian saham PT.INDOFOOD.
Sebenarnya kalau kita amati proses penggantian modal sendiri dengan hutang yang dilakukan oleh
PT.ABC, segera bisa kita jumpai kejanggalan. Di atas disebutkan bahwa PT.ABC mengganti modal
sendiri dengan hutang sebesar Rp.25 juta. Kalau semula (sebelum menggunakan hutang) nilai modal
sendirinya adalah Rp.50 juta maka setelah diganti dengan hutang sebesar Rp.25 juta, nilainya tettu
tinggal Rp.25 juta. Tidak mungkin menjadi Rp.27,27 juta (sebagaimana diungkapkan oleh pendekatan
tradisional). Kalau nilai modal sendiri menjadi Rp.25 juta,maka mestinya biaya modal sendiri setelah
mengguakan hutang menjadi,
ke = E/S
= Rp.6 juta / Rp.25 juta
= 24%
Dengan kd = 16%, maka biaya modal perusahaan setelah menggunakan hutang adalah
ko = 24% (25/50) + 16% (25/50)
=20%
Ini berarti bahwa biaya modal perusahaan (atau nilai perusahaan) tidak berubah, baik perusahaan
menggunkan hutang atau tidak. Karena pada pendekatan tradisional dasumsikan biaya modal sendiri
meningkat tetapi hanya menjadi 22%, maka perusahaan yang menggunakan hutang menjadi lebih tinggi
nilainnya dari perusahaan yang tidak menggunakan hutang.
Dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, MM merumuskan bahwa biaya modal
sendiri akan berperilaku sebagai berikut:
ke = keu + (keu + kd) (B/S)
Dalam hal ini keu adalah biaya modal sendiri pada saat perusahaan tidak menggunakan hutang. Dalam
contoh PT.ABC, ini berarti bahwa:
ke (setelah menggunakan hutang) = 20% + (20% - 16%) (25/25)
= 24%

Kita memperoleh angka yang sama dengan cara perhitungang diatas.


Perhatikan bahwa biaya hutang (kd) selalu lebih kecil dari biaya modal sendiri (k eu). Hal tersebut
disebabkan karena pemilik modal sendirimenanggung resiko yang lebih besar dari pemberi kredit dan kita
berada dalam pasar modal yang sangan kompetitif[13]. Hal tersebut disebabkan oleh (1)penghasilan
yang diterima pemilik modal sendiri bersifat tidak pasti dibandingkan dengan pemberi kredit, dan (2)
dalam peristiwa likuidasi pemilik sendiri akan menerima bagian paling akhir setelah kredit-kredit dilunasi.
Dalam kaeadaan perusahaan memperoleh hutang dari pasar yang kompetitif, k d< ke. jadi tidaklah benar
jika perusahaan menghimpun dana dari equity, perusahaan kemuadian berhasil menghimpu dana murah.
Semua sumber pendanaan mempunyai biaya, dan untuk modal sendiri justru biayanya lebih mahal
dibandingkan dengan dana pinjaman.
Dengan demikian MM menunjukkan bahwa dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada
pajak, maka keputusan pendanaan (financing decisions) menjadi tidak relefan. Artinya penggunaan
hutang ataukah modal sendiri akan memberi dampak yang sama bagi kemakmuran pemilik perusahaan.
3. Teori-Teori Lain dalam Struktur Modal
a. Teori Trade-Off dalam Struktur Modal.
Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Myers (2001), Perusahaan akan berhutang sampai
pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama
dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress) (p.81). Biaya kesulitan keuangan (Financial
distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency
costs) yang meningkat akibat dariturunnya kredibilitas suatu perusahaan.
Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor
antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi
tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai imbangan dan manfaat
penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal tercapai ketika penghematan pajak (tax shields)
mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan (costs of financial distress).
Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara
penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-
perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan
cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak.
Dalam kenyataannya jarang manajer keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961) melakukan
pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung rasio
hutangnya rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat
menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.
b. Teori Pecking Order
Menurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa Perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya
tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah. Dalam pecking order theory ini tidak terdapat
struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi (hierarki)
dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman
(2004, p.458-459), terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :
1. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal
daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari
kegiatan operasional perusahaan.
2. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas
yang paling aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko,
sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa.
3. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran
deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.
4. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang konstan dan
fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil
portofolio investasi yang lancar tersedia. Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur
modal. Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak
memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi.
Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan
yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil.
5. Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk
kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam pecking
order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh (1995) menyatakan
bahwa Perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas
daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya. Hal ini berlawanan dengan pecking order theory
yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada
menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eksternal.
6. Teori Asimetri Informasi dan Signaling. Teori ini mengatakan bahwa dalam pihak pihak yang berkaitan
dengan perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan resiko perusahaan.
Pihak tertentu mempunyai informasi yang lebih dari pihak lainnya.
Teori ini terdiri dari Teori :
a. Myers dan Majluf
Menurut Teori ini ada asimetri informasi antara manger dengan pihak luar. Manager mempunyai informasi
yang lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan dibandingan pihak luar.
b. Signaling
Mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan hutang) merupakan signal yang
disampaikan oleh manager ke pasar. Jika manager mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan
baik, dan karenanya ingin agar saham tersebut meningkat, ia ingin megkomunikasikan hal tersebut
kepada investor. Manager bisa menggunakan hutang lebih banyak sebagai signal yang lebih credible.
Karena perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan
prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal
bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik.
c. Teori Keagenan (Agency Approach).
Menurut pendekatan ini, struktur modal disusun untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok
kepentingan. Konflik antara pemegang saham dengan manager adalah konsep free-cash flow. Ada
kecenderungan manager ingin menahan sumber daya sehingga mempunyai control atas sumber daya
tersebut.
Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik leagenan free cash flow. Jika
perusahaan menggunakan hutang, maka manager akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari
perusahaan untuk membayar bunga.
6. Checklist Keputusan Struktur Modal
Selain dari jenis-jenis analisis yang dibahas sebelumnya, perusahaan pada umumnya akan
mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini, ketika melakukan keputusan struktur modal[14]:
1. Stabilitas penjualan. Suatu perusahaan yang penjualannya relative stabil dapat secara aman mengambil
utang dalam jumlah yang lebih besar dan mengeluarkan beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
2. Struktur asset. perusahaan yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman
cenderung akan cukup banyak menggunakan utang. Asset umum yang dapat digunakan oleh banyak
perusahaan dapat menjadi jaminan yang baik, sementara tidak untuk asset dengan tujuan khusus. Jadi,
perusahaan real estat biasanya memiliki leverange yang tinggi sementara pada perusahaan yang terlibat
dalam bidang penelitian teknologi, hal seperti ini tidak berlaku.
3. Lavarange operasi. Jika hal lain dianggap sama, perusahaan yang leverange operasi yang lebih rendah
akan lebih mampu menerapkan leverange keuangan karena perusahaan tersebut akan memiliki resiko
usaha yang lebih rendah.
4. Tingkat pertumbuhan. Jika hal yang lain dianggap sama, maka perusahaan yang memiliki pertumpuhan
yang lebih cepat harus lebih mengandalkan diri pada modal eksternal. Selain itu, biaya emisi ynag
berkaitan dengan penjualan saham biasanya akan melebihi biaya emisi yang terjadi ketika perusahaan
menjual utang, mondorong perusahaan yang mengalami poertumbuhan cepat untuk lebih mengandalkan
diri pada utang. Namun, pada waktu yang bersamaan, perusahaan tersebut sering kali menghadapi
ketidak pastian yang lebih tinggi, cenderung akan menurunkan keinginan mereka untuk menggunakan
utang.
5. Profitabilitas. Sering kali diamati bahwa pereusahaan dengan tingkat pengembalian atas investasi yang
sangat tinggi ternyata menggunakan utang dalam jumlah yang relative sedikit. Meskipun tidak ada
pembenaran teoritis atas fakta ini, salah satu penjelasan praktisinya adalh perusahan yang sangat
menguntungkan seperti Microsoft, coca-cola tidak membutuhjan pendanaan utang terlalu banyak. Tingkat
pengam bilan yang tinggi memingkinkan perusahaan-perusahan tersebut melakukan sebagian besar
pendanaan melalui dana yang dihasikan secara internal.
6. Pajak. Bunga merupakan suatu beban pengurangan pajak, dan penganguran ini lebih bernilai pada
perusahaan dengan tariff pajak yang tinggi. Jadi, makin tinggi tarif pajak suatu perusahaan maka makin
besar keunggulan dari utang.
7. Kendali. Pengaruh utang dibandingkan saham pada posisi kendali suatu perusahaan dapat
mempengaruhi struktur modal. Jika menejemen saat ini memilki kendali hak suara (lebih dari 50 %
saham) tetapi tidak berada dalam posisi untuk membeli saham tambahan lagi, maka manajemen
mungkin akan memilih utang sebagai pendanaan baru. Di lain pihak, manajemen mungkin memutuskan
untuk menggunakan ekuitas jika situasi keuangan perusahaan begitu rendah sehingga penggunaan
utang mungkin dapat membuat perusahaan dapat menghadapi resiko gagal bayar karena jika
perusahaan gagal bayar menejer akan kehilangan pekerjaan, akan tetapai jika utang yang digunaakan
terlalu sedikit, manajemen akan menanggung resiko mengembalikan. Jadi, pertimbangan kendali dapat
mengarah pada penggunaan baik itu utang maupun ekuitas karena jenis modal yang memberikan
perlindungan terbaik pada manajemen akan bervariasi dari satu situasi kesituasi lainnya. Apapun
kondisinya jika manajemun tidak merasa aman maka manajemen akan mempertimbangkan situasi
kendali.
8. Sikap Manajemen. Tidak ada yang dapat membuktikan bahwa satu struktur modal akan mengarah pada
harga saham yang lebih tinngi dibandingkan dengan struktur yang lain. Manajemen dapat melaksanakan
pertimbangannya sendiri tentang struktur modal yang tepat. Beberapa manajemen cenderung lebih
konservatif dibandingkan yang lain dan menggunakan utang dalam jumlah lebih sedikit (kecil)
dibandingkan dengan rata-rata perusahaan didalam indrustinya, sementara manajemen agresif
menggunakan lebih banyak utang dalam usaha mereka untuk mendapatkan laba yang lebih tinggi
(maksimal).
9. Sikap Pemberi Pinjaman Dan Lembaga Pemeringkat. Tanpa mempertimbangkan analisis manajemen
sendiri atas factor leverange yang tepat bagi perusahaan, sikap pemberi pinjaman dan lembaga
pemeringkat sering kali akan mempengaruhi keputusan struktur keuangan. Perusahaan sering kali
membahas struktur modalnya dengan pihak pemberi pinjaman daln lembaga pemeringkat serta sangat
memperhatikan saran mereka. Contoh salah satu perusahaan listrik baru-baru diperingatkan oleh
Moodys Standard dan Poor bahwa obligasi perusahaan tersebut akan diturunkan peringkatnya jika
perubahan menerbitkan obligasi yang lain (baru). Hal ini mempengaruhi keputusan yang akan diambil
dan perusahaan lalu mendanai ekspansinya menggunakan ekuitas biasa.
10. Konsisi Pasar. Kondisi pasar saham dan obligasi mengalami perubahan dalm jangka panjang maupun
jangka pendek yang dapat memberikan arah penting pada struktur modal optimal suatu perusahaan.
Misalnya selama terjadi kebijakan uang ketat, pasar obligasi sampah menjadi sepi dan sama sekali tidak
ada pasar pada tingkat bunga yang wajar untuk pinjaman dalam jangka panjang yang baru dengan
peringkat dibawah BBB. Jadi, perusahaan berperingkat rendah yang membutuhkan modal terpaksa pegi
kepasar saham atau pasar dalam utang jangka pendek tanpa melihat sasaran strutur modalnya. Namun
ketika kondisi melonggar perusahan-perusahaan ini menjual obligasi jangka panjang untuk
mengembalikan struktur modalnya kembali pada sasaran.
11. Kondisi internal perusahaan. Kondisi internal suatu perusahaan sendiri juga dapat berpengaruh pada
sasaran struktur modalnya.misalnya suatu perusahaan baru saja berhasil menyelesaikan suatu program
litbang, dan perusahaan meramalkan laba yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang tidak lama. Namun,
laba yang baru ini belum diantisipasi oleh investor, sehingga tercermin dalam harga sahamnya.
Perusahaan tersebut tidak akan menerbitkan saham, perusahaan lebih memilih melakukan pendanaan
dengan utang sampai laba yang lebih tinggi terwujud dan tercermin pada harga saham. Selanjutnya,
perusahaan dapat menjual penerbitan saham biasa menggunakan hasil untuk melunasi utang, dan
kembali pada sasaran struktur modalnya.
12. Fleksibilitas Keuangan. Seorang bendahara perusahaan harus cerdas membuat persyaratan sebagai
berikut ini kepada perusahaan:
Perusahaan dapat menghasilkan uang dalam jumlah yang lebih besar dari penganggaran modal dan
keputusan koperasi yang baik dibandingkan dengan keputusan keuangan yang baik.memang, kami tidak
tahu secara pasti bagaimana keputusan keuangan akan mempengaruhi harga saham kamin, tetapi kami
tahu secara pasti bahwa jika kami terpaksa menolak usaha yang menjanjikan karena tidak tersedianya
dana maka hal tersebut akan mengurangi profitabilitas kami dalam jangka panjang. Karena alasan ini,
sasaran utama saya sebagai bendahara adalah selalu berada dalam posisi yang dapat menghimpun
modal untuk mendukung operasi.
Kami juga tahu bahwa ketika keadaan baik, kami dapat menghimpun modal baik itu melalui modal
maupun obligasi tetapi ketika keadaan memburuk pemasok modal akan lebih bersedia menyediakan
dana jika kami memberikan mereka posisi yang lebih kuat, dan ini artinya adalah utang. Selain itu, ketika
kami menjual emisi saham baru maka hal ini akan mengirimkan sinyal negatif kepada para investor
sehingga penjualan saham yang dilakukan oleh perusahaan yang sudah mapan seperti kami adalah
suatu tindakan yang diinginkan.
Penyatuan seluruh pemikiran diatas akan mengangkat sasaran dalam mempertahankan fleksibelitas
keuangan yang juka dilihat dari sudut pandang operasionalnya berarti mempertahankan kecukupan
kapasitas pinjaman cadangan.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
1. Struktur modal yang optimal adalah struktur yang memaksimalkan harga dari perusahaan, dan hal ini
biasanya meminta rasio utang yang lebih rendah dari pada rasio yang memaksimalkan EPS yang
diharapkan.
2. Inti teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai
perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan deviden dipegang konstan. Dan Struktur modal
yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga saham, adalah struktur modal yang terbaik.
3. Pengambilan keputusan sangatlah penting karena kalau perusahaan salah dalam pengambilan
keputusan maka tujuan perusahaan tidak akan tercapai atau tidak tepat sasaran.
DAFTAR PUSTAKA

Dr.Suad, Husnan,M.B.A.1998. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka Panjang).
Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA..
Horne, James C. Van & John M. Wachowicz, Jr. 1998. Prinsip-prinsip Management Keuangan. Jakarta:
Salemba empat.
Fahmi, Irham. 2013. Pengantar Manajemen Keuangan, Bandung: Alfabeta.
Drs. Sartono, R. Agus, 1997. Ringkasan Teori Manajemen Keuangan, Yogyakarta: BPFE.
Yulianto, Ali Akbar. 2011. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan,Jakarta: Salemba Empat.
Weston, J. fred dan E.copeland, Thomas. 1996. Manajemen Keuangan, Jakarta: Erlangga.
http://setiawanzenegger10.blogspot.com/2011/06/teori-struktur-modal.html.
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/teori-struktur-modal-pengertian-dan.html
http://Ekonomi Manajemen Manajemen Keuangan Struktur Modal.htm
http://MANAJEMEN KEUANGAN _ Yusuda's Blog.htm.
http://Manajemen Keuangan Struktur Modal Optimal _ digitalthree.htm.
http://nextianto.blogspot.com/2010/02/struktur-modal-optimal-untuk-eksistensi.html.

Vous aimerez peut-être aussi