Vous êtes sur la page 1sur 22

Pembimbing:

Dr. Nangti Komarudin ,Sp.B


Presentan:
Meilina Imelda (2009-061-166)
Alfonsus

Fakultas Kedokteran Universitas Atma Jaya


KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT SYAMSUDIN, SH
SUKABUMI 2011
APPENDICITIS INFILTRAT

I. Identitas
Nama : Tn Badri
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Suku : Sunda
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pernikahan : Sudah menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jln. Keramat RT, 03/05

II. Anamnesis (17 Maret 2010)


Keluhan Utama : terdapat nyeri pada perut kanan bawah sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit.
Keluhan Tambahan : terdapat demam disertai mual dan muntah sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
1 hari SMRS, pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah. Nyeri dirasakan
secara tiba-tiba, terus menerus sepanjang hari dan dirasakan bertambah berat.
Pasien pernah mempunyai keluhan nyeri perut kanan bawah pada 1 tahun SMRS.
Saat itu, pasien hanya diberi obat dan pasien merasa sudah sembuh. Tidak ada
keluhan nyeri perut lagi sejak 1 tahun yang lalu sampai 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien juga mengeluh adanya demam sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Demam dirasakan terus menerus dan mendadak tinggi dan hanya
turun dengan obat penurun panas. Suhu tubuh tidak diukur oleh pasien. Selain itu,
pasien juga mengeluh adanya mual dan muntah sejak 1 hari SMRS. Muntah
sebanyak 4 kali berisi makanan. Pasien belum BAB selama 2 hari. Tidak ada
gangguan dalam BAK pasien.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat operasi sebelumnya disangkal
Riwayat batuk batuk lama disangkal
Riwayat keluarga menderita penyakit serupa disangkal.
Riwayat penyakit keganasan pada keluarga disangkal

Riwayat kebiasaan
Merokok sejak umur 17 tahun, kurang lebih 4 batang per hari

1. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan Darah : 120/ 80 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Suhu : 36,7oC
- Laju Pernafasan : 20 x/menit
- Berat badan : 65 kg
- Tinggi badan : 170 cm
- IMT : 22,4 kg/m2
- Kesan gizi : baik

Pemeriksaan kepala dan wajah :


- Rambut : tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor 3mm/3mm,
refleks cahaya +/+
- Telinga : Membran timpani intak, tidak terdapat sekret maupun serumen
- Hidung : Septum nasi ditengah, tidak terdapat sekret
- Mulut : Mukosa mulut basah, Tonsil T1/T1, faring tidak hiperemis
- Lidah : Tidak ditemukan atrofi
- Leher : Tidak teraba KGB

Thorak :
- Paru
I : Simetris dalam keadaan statis maupun dinamis
P : Stem fremitus kanan = stem fremitus kiri
P : Sonor pada kedua lapang paru
A : Bunyi nafas vesikuler, tidak terdapat ronki maupun wheezing pada kedua
lapang paru
- Jantung :
I : Iktus kordis tidak terlihat
P : Iktus kordis tidak teraba
P :
Batas atas : ICS III
Batas kanan : Linea Sternalis Dekstra
Batas kiri : Linea Midclavicularis sinistra
A : BJ I dan II reguler, tidak terdapat gallop maupun murmur
- Abdomen
I : datar, venektasi (-)
P : Supel, terdapat nyeri tekan pada kuadran kanan bawah, terdapat
benjolan pada kuadran kanan bawah sebesar 3x2 cm, imobile, kenyal, nyeri
tekan (+), hepar dan limpa tidak teraba, tidak ditemukan undulasi. Mc Burney
(+), Dunvy sign (+). Rovsing sign (-), Obturator sign (-), Psoas sign (-)
P : Timpani pada ke-4 kuadran abdomen, tidak terdapat shifting dullness
A : BU normal 5 x/menit
- Anus dan rektum (Rectal Touche)
Inspeksi: sikatriks (-), fisura (-), abses (-), fistel (-). Saat pasien mengejan:
benjolan (-)
Palpasi : spinchter ani tonus baik, massa (-), mukosa icin, ampulla recti
normal, massa (-), nyeri tekan (-)
- Punggung :
I : Tidak ditemukan skoliosis, lordosis, maupun kifosis. Simetris dalam
keadaan statis maupun dinamis
P : Stem fremitus kanan = stem fremitus kiri
P : Sonor pada seluruh lapangan paru, tidak terdapat nyeri ketok CVA
A : Bunyi nafas vesikuler, tidak terdapat ronki maupun wheezing
- Ekstremitas :
Ekstremitas Atas : Eutrofi, normotonus, akral hangat, cap. Refill < 2detik, kekuatan 5/5.
Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-
Ekstremitas Bawah : Eutrofi, normotonus, akral hangat, cap.refill < 2 detik, kekuatan 5/5
Refleks fisiologi +/+, refleks patologis -/-
- Alat kelamin: Kesan laki-laki dewasa normal

2. Resume
Pasien laki-laki, 47 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bawah sejak 1 hari
SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus sepanjang hari dan dirasakan bertambah berat secara
tiba-tiba. Pasien pernah mempunyai keluhan nyeri perut kanan bawah 1 tahun SMRS.
Demam (+), mual dan muntah sejak 1 hari SMRS. Muntah sebanyak 4 kali berisi makanan.
Pasien belum BAB selama 2 hari. Tidak ada gangguan dalam BAK pasien
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan Darah : 120/ 80 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Suhu : 36,7oC
- Laju Pernafasan : 20 x/menit
- Berat badan : 65 kg
- Tinggi badan : 170 cm
- IMT : 22,4 kg/m2
- Kesan gizi : baik
Paru dan jantung: dalam batas normal
Abdomen
- I : datar, venektasi (-)
- P : Supel, terdapat nyeri tekan pada kuadran kanan bawah, terdapat benjolan
pada kuadran kanan bawah sebesar 3x2 cm, imobile, kenyal, nyeri tekan (+), hepar
dan limpa tidak teraba, tidak ditemukan undulasi. Mc Burney (+), Dunvy sign (+).
Rovsing sign (-), Obturator sign (-), Psoas sign (-)
- P : Timpani pada ke-4 kuadran abdomen, tidak terdapat shifting dullness
- A : BU normal 5 x/menit

3. Diagnosa
Laki-laki usia 47 tahun dengan diagnosa kerja appendicitis infiltrat
4. Diagnosa Banding
Crohns disease, kolitis ulserativa, dan epididimitis

5. Terapi
IVFD RL 20 tetes per menit
Metronidazole 3x500 mg IV
Ranitidine 2x50 mg IV
Paracetamol 3x500 mg tablet
Saran: USG abdomen

6. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungtionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
APPENDICITIS

1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering1. Apendiks disebut juga umbai cacing.
Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena
yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui
secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali
menimbulkan masalah kesehatan.2

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya
kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks menghasilkan lendir 1-
2ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan
ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu
penyebab timbulnya appendisits. Di dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal
yang merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan
immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun demikian,
adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini
dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila
dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.2

Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Namun
lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.1
2.
Etiologi
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks.
Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit),
hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing
askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi
lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan
penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan
apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica.1,2
Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang
keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan
meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks
dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah
timbulnya apendisitis.2

3.
Patogenesis
Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh
lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir)
setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke
sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian
terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas
dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe,
sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di
sekitar umbilikus.1,2
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini
akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum
setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut.1
Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang
disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika
dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada
dalam keadaan perforasi.1
Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses
peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus halus,
sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat
apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami
perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.1,2
Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang,
dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang,
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena
adanya gangguan pembuluh darah.1
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut
kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi.2
4. Manifestasi Klinik
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu
makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah,
ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang
apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius.2,3,4
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari
apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut
gejala yang timbul tersebut.2,4
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung
oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat
melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini
timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan
rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan
rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan
diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya
baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis
tidak jelas dan tidak khas.2,3
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak
bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah
dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis
diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah
terjadi perforasi.
2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita
baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa
dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul,
atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala
apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang
biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks
terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi
lebih ke regio lumbal kanan.

5. Faktor resiko

- Trauma pada usus di sekitar umbai cacing.

- Cacing pada gastrointestinal.

- Limfadenitis.

- Konstipasi.

- Pergerakan usus yang lambat.

- Pola makanan sehari-hari yang kurang serat.

- Divertikulitis, polip adenomatosa, ca colon, juga meningkatkan resiko terjadinya


apendisitis, walau sangat jarang.

6. Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dibantu dengan pemeriksaan
penunjang laboratorium dan radiologis. Anamnesis dapat ditemukan yang khas, yaitu nyeri
dimulai dari umbilikus atau ulu hati disertai dengan anoreksia, mual, atau muntah. Nyeri
kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah. Terkadang tidak khas, yaitu langsung
dirasakan nyeri di kuadran kanan bawah abdomen. Pemeriksaan penunjang tes kehamilan
diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu. Pemeriksaan
radiologis seperti USG dan CT-scan juga sangat membantu menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan darah dapat terjadi peningkatan leukosit.

Anamnesis

Pada kebanyakan kasus, terjadi perubahan pada fungsi usus. Awalnya terasa nyeri, lalu mual
dan muntah, kemudian timbul demam. Dikatakan sebagai presentasi klasik dari appendicitis
akut. Anoreksia juga dapat timbul kemudian. Nyeri pertama kali timbul umumnya dari
umbilikus atau ulu hati, baru kemudian dirasakan di regio iliaka kanan dalam beberapa jam.
Tekanan yang ringan saja dapat menimbulkan rasa sakit.

Pemeriksaan Fisik

Pada umbai cacing yang terletak di retrocecal, dapat terjadi silent appendix, dimana tekanan
yang dalam pada dinding perut kanan bawah tidak menimbulkan nyeri. Hal ini dikarenakan
caecum penuh dengan gas, sehingga tekanan ke arah umbsi cacing terhalangi dan tidak
sampai merangsang. Demikian pula bila umbai cacing terletak di dalam pelvis, nyeri pada
perangsangan abdomen dapat tidak tampak.

Pemeriksaan rektal dapat menimbulkan perangsangan nyeri pada kantung rektovesikal. Batuk
menyebabkan nyeri di titik McBurney, hal ini merupakan cara pemeriksaan yang paling
sedikit nyeri. Defans muskular pada penekanan dinding perut, meningkatkan kecurigaan
terhadap peritonitis.

Rovsing's sign

Penekanan yang dalam pada regio iliaka sinistra ke arah atas (berlawanan arah jarum jam
sepanjang colon) dapat menyebabkan nyeri pada regio iliaka dextra. Hal ini terjadi karena
usus dan juga isi usus terdorong ke arah ileocaecal, yang akhirnya meningkatkan tekanan di
sekitar umbai cacing.
Psoas sign

Nyeri pada kuadran kanan bawah dengan ekstensi pasif dari panggul kanan (pasien berbaring
ke sisi kiri, dengan lutut difleksikan) atau fleksi aktif panggul kanan saat posisi supine. Nyeri
timbul akibat inflamasi peritoneum di atas M.iliopsoas dan inflamasi dari psoas itu sendiri.
Meluruskan tungkai menyebabkan nyeri karena meregangkan otot-otot tersebut, sedangkan
fleksi dari panggul menggunakan M.iliopsoas.

Obturator sign

Nyeri pada hipogastrium saat umbai cacing yang inflamasi bersentuhan dengan obturator
interna. Spasme dari otot tersebut terjadi dengan melakukan fleksi dan rotasi ke arah dalam
dari sendi panggul.

Dunphy's sign

Nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen bertambah saat batuk.

Kocher/Kosher's sign

Didapati saat anamnesis, nyeri muncul pertama kali di regio epigastrium atau di sekitar
lambung, kemudian menjalar berpindah ke regio iliaka dextra.

Sitkovskiy (Rosenstein)'s sign

Nyeri pada regio iliaka dextra meningkat saat pasien berbaring miring pada sisi kirinya.

Bartomier-Michelson's sign

Nyeri lebih terasa saat ditekan di regio iliaka dextra bila pasien berbaring miring di sisi
kirinya dibandingkan bila pasien terlentang.

Blumbergs sign

Disebut juga nyeri lepas/rebound tenderness. Penekanan yang dalam pada jaringan di
sekitar lokasi yang diperkirakan umbai cacing berada, diikuti pelepasan tekanan secara tiba-
tiba, menyebabkan nyeri hebat. Hal ini menandakan Blumbergs sign positif dan peritonitis.
7. Pemeriksaan Penunjang.

Tes darah.

Leukositosis menunjukkan adanya inflamasi atau infeksi terjadi di dalam tubuh. CRP (Cryo-
Reactive Proteins) adalah protein respon fase akut yang dibentuk oleh hati, yang merespon
(meningkat) bila terdapat proses infeksi atau inflamasi dalam tubuh. Dapat pula ditemukan
netrofil segmen yang meningkat (shift to the left) pada hitung jenis. Semua tes tersebut tidak
spesifik untuk menunjukkan mengalami apendisitis.

Tes urin.

Biasanya memberi hasil normal pada apendisitis. Mungkin diperlukan untuk mengeliminasi
diagnosis banding yang ada. Pada wanita juga dilakukan tes kehamilan untuk menyingkirkan
kemungkinan kehamilan ektopik terganggu.

Foto polos abdomen

Pada 10% pasien dengan apendisitis, foto polos abdomen ditemukan feses keras di dalam
lumen appendiks (fekalit). Dapat juga ditambah dengan pemberian kontras barium enema.
Lumen appendiks yang tersumbat tidak dapat terisi kontras secara keseluruhan.

Ultrasonography

USG dan USG Doppler memberikan arti yang besar pada diagnosis apendisitis, terutama
lebih jelas pada anak-anak. Selain itu dapat juga melihat cairan bebas terkumpul di sekitar
kanan bawah abdomen, atau aliran darah pada umbai cacing yang terganggu (oleh USG
Doppler). Pada kurang lebih 15% kasus apendisitis, terjadi USG tidak menemukan kelainan
apa pun. Hal ini banyak terjadi pada apendisitis permulaan saat umbai cacing belum terlalu
mengalami distensi atau pada kasus dimana udara usus terlalu banyak. USG dapat
membedakan apendisitis dengan limfadenitis atau inflamasi dari organ di pelvis.
USG dari apendisitis akut.

CT-Scan

CT-scan lebih banyak digunakan bila tersedia dan pasien mampu. Namun karena radiasinya,
seringkali tidak banyak digunakan pada wanita hamil. Selain itu, karena perlu ketenangan dan
sikap kooperatif dari pasien, maka agak sulit dilakukan pada anak-anak. Dapat terlihat
pembesaran diameter appendiks (>6mm), dengan kontras intravena tampak lebih terang
(karena adanya proses inflamasi) pada dinding appendiks. Kontras enema tidak tampak pada
lumen appendiks. Dapat terjadi "fat stranding", oleh karena inflamasi pada lemak peritoneal
di sekitar mengalami inflamasi.

CT-scan pada apendisitis akut ( diameter umbai cacing mencapai 17,1mm ).

Terdapat fecalith yang menjadi penyebab terjadinya apendisitis akut.


CT-scan lebih akurat dibanding USG untuk diagnosis apendisitis. CT-scan mempunyai
sensitivitas = 94%, spesifisitas = 95%. Sedangkan USG mempunyai sensitivitas = 86%,
spesifisitas = 81%.

Alvarado Score

Gejala :

- Nyeri berpindah ke regio iliaka dextra : 1 poin

- Anoreksia : 1 poin

- Mual dan muntah : 1 poin

Tanda :

- Nyeri tekan pada regio iliaka dextra : 2 poin

- Nyeri lepas : 1 poin

- Demam : 1 poin

Pemeriksaan Laboratorium :

- Leukositosis : 2 poin

- Netrofil segmen meningkat : 1 poin

(shift to the left)

Skor maksimal adalah 10. Skor <5 menunjukkan tidak ada apendisitis. Skor 5-6 meragukan,
sehingga sebaiknya ditambah dengan pemeriksaan penunjang CT-scan atau USG. Skor 7
menunjukkan kemungkinan cukup besar terjadi apendisitis.
Tzanakis Scoring. Dibuat tahun 2005. Terdapat 4 variabel, yaitu nyeri perut kanan bawah =
4 poin dan nyeri lepas = 3 poin, leukosit >12.000 = 2 poin, hasil USG positif apendisitis = 6
poin. Maksimal skor adalah 15. Skor 8 poin menyatakan kemungkinan >96% menderita
apendisitis.

Tes lainnya. Kadar matriks metalloproteinase (MMP) dapat dipakai sebagai biomarker untuk
resiko terjadinya ruptur pada pasien apendisitis akut. MMP-1 lebih tinggi pada apendisitis
gangrenous dan perforasi. MMP-9 kebanyakan muncul pada apendisitis.

8. Diagnosis Banding

Pada wanita:

- Kehamilan di luar kandungan.

Hampir selalu ada riwayat terlambat haid. Nyeri dapat timbul mendadak difus di daerah
pelvis dan dapat disertai syok hipovolemik bila terjadi ruptur tuba. Dapat terjadi penonjolan
pada rongga Douglas. Bila dilakukan kuldosentesis terdapat darah.

- Infeksi panggul.

Salfingitis kanan akut mirip gejalanya, suhu lebih tinggi dari pada apendisitis. Pada wanita
biasa disertai keputihan dan infeksi rutin. Pemeriksaan colok vagina timbul nyeri hebat saat
uterus diayunkan (atau saat colok dubur dan menekan ke arah uterus).

- Kista ovarium terpuntir.

Sangat nyeri timbul mendadak pada pelvis, teraba massa dalam rongga pelvis pada
pemeriksaan colok vagina/rektal. Tidak demam. Pemeriksaan USG dapat memastikannya.

- Kelainan ovulasi.

Nyeri perut kanan bawah karena folikel ovarium yang pecah (ovulasi), tidak ada tanda
radang. Nyeri biasa hilang dalam waktu 1-2 hari.

- Endometriosis eksterna.
Nyeri di tempat endometriosis berada, darah terkumpul di tempat tersebut.

Pada pria dan wanita:

- Gastroenteritis.
Mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Nyeri lebih ringan dan tidak berbatas tegas.
Sering ditemukan hiperperistaltik. Demam dan leukositosis kurang menonjol.
- Demam Dengue.
Nyeri perut yang terjadi kadang menyerupai peritonitis, namun didapati adanya hasil positif
pada tes Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit yang meningkat
- Urolithiasis pada pielum/ureter kanan.
Ada riwayat kolik yang berasal dari pinggang atau punggung baru kemudian menjalar ke
perut kanan bawah. Eritrosituria sering dapat terjadi. Foto polos atau urografi dapat
memastikan penyakitnya. Pielonefritis disertai demam tinggi dan nyeri kostovertebral.
- Penyakit saluran cerna lainnya.
Peradangan di perut, divertikulitis Meckel, mukokel appendiks, perforasi tukak lambung atau
duodenum, obstruksi usus awal, perforasi kolon, tifoid abdominalis, dan karsinoma dapat
menimbulkan gejala yang mirip.

9. Penatalaksanaan

Sebagian besar dengan pembedahan. Pada kasus tertentu, pembedahan ditunda dan diberikan
terapi konservatif (dengan medikamentosa) sampai cukup baik untuk dioperasi, namun tetap
siap untuk pembedahan bila tiba-tiba terjadi perforasi pada umbai cacing.

Medikamentosa

- Cairan infus intravena (untuk bila ada dehidrasi karena anoreksia dan untuk maintenance).

- Antibiotik (contohnya ceftriaxone 2x1gram dan metronidazole 3x500mg secara IV).


- Anti nyeri (contohnya dapat diberikan ketorolac 30mg IV atau tramadol supp).
- Obat simptomatik lainnya sesuai gejala.

Pembedahan

Prosedur bedah untuk mengangkat umbai cacing disebut apendektomi. Apabila telah terjadi
apendisitis supuratif, perforasi, abses, atau perlengketan, tindakan laparotomi eksplorasi
mungkin diperlukan.

Laparotomi telah dilakukan untuk mengobati apendisitis sejak lama. Dilakukan dengan
mengangkat umbai cacing yang terinfeksi melalui insisi tunggal pada kuadran kanan bawah
dinding abdomen, umumnya sepanjang 5-8 cm. Laparotomi eksplorasi dikerjakan bila perlu
untuk melihat dan memeriksa seluruh isi dari rongga abdomen. Umbai cacing diidentifikasi,
lalu dipisahkan dan diangkat dari jaringan sekitar. Jaringan di sekitarnya juga diperhatikan
apakah terdapat kerusakan atau terinfeksi. Setelah itu luka operasi ditutup kembali.

Pada kebanyakan penderita, air putih dapat diberikan sehari setelah operasi, dan bila keadaan
pasien tetap stabil, dapat dilanjutkan pemberian makanan secara bertahap dimulai dari
makanan yang lunak dan lembut.

Apendektomi dengan pembedahan terbuka.

Pembedahan secara laparoskopi

Suatu metode yang lebih baru adalah dengan pembedahan laparoskopi. Dilakukan 3-4 insisi
pada abdomen, masing-masing panjangnya 1-1,5cm. Lalu dimasukkan alat bedah khusus
berupa laparoskop, yang terhubung dengan monitor di luar tubuh pasien. Dua insisi lainnya
dimasukkan alat bedah untuk mengangkat umbai cacing. Narkose umum diperlukan, operasi
dapat memakan waktu kurang lebih 2 jam.
Prosedur laparoskopi memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan pembedahan terbuka.
Dikatakan prosedur laparoskopi memberi resiko infeksi yang lebih kecil, perdarahan yang
lebih sedikit, relatif lebih cepat selesai, nyeri post operasi yang lebih ringan. Dikatakan pula
dapat dipulangkan dan beraktivitas kembali lebih cepat dibandingkan dengan pembedahan
terbuka. Kelemahannya adalah dari sisi biaya yang relatif lebih tinggi, alat yang belum
banyak tersedia di semua rumah sakit, dan dikatakan angka kejadian abses intra abdomen
post operasi meningkat dengan ratio 2,48.

Apendektomi secara laparoskopi.

Prognosis

Apendisitis akut pada umumnya dapat diatasi dengan apendektomi. Apendisitis supuratif
lebih sulit terdiagnosa dan dapat memberikan hasil yang kurang baik bila dioperasi saat awal.
Walau demikian, kebanyakan kasus apendisitis memberikan hasil yang baik dengan diagnosis
dini dan apendektomi, umumnya dapat pulih sempurna dalam waktu 2-5 minggu. Apabila
telat terdiagnosa atau tidak ditangani, dapat terjadi peritonitis, yang dapat membahayakan
nyawa. Pada kasus yang jarang, dapat terjadi stump appendicitis, yakni terjadi inflamasi
pada sisa appendiceal stump yang tertinggal pada apendektomi yang tidak komplit.

Apendisitis infiltrat, yang kadang disebut sebagai appendicular lump, terjadi bila umbai
cacing tidak diangkat saat awal terjadi infeksi lalu omentum dan usus halus di sekitar
menutupinya, sehingga terbentuk massa yang dapat teraba. Pada keadaan itu, operasi sangat
beresiko, sehingga dilakukan pengobatan secara medikamentosa terlebih dahulu. Kecuali
didapatkan bukti telah terjadi kebocoran pus, yaitu demam dan tampak toksik, atau dari USG.
Resiko terjadinya komplikasi meningkat tajam apabila umbai cacing telah ruptur atau terjadi
perforasi. Kemungkinannya terjadi komplikasi dari awalnya hanya 3% menjadi 59%.
Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain pneumonia, hernia karena luka insisi,
tromboplebitis, perdarahan, dan perlengketan.

Vous aimerez peut-être aussi