Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : An. AK
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 11 bulan
Tempat, Tanggal Lahir : Manado, 30 April 2016
Kebangsaan : Indonesia
Suku Bangsa : Minahasa
Tanggal masuk RS : 4 April 2017
No. Rekam Medis : 44.18.27
Riwayat Anak
Umur Status Masih Hidup Meninggal
Keterangan Usia Sebab
11/
Anak
1 12 Tahun Penderita - -
kandung
IDENTITAS ORANG TUA
Ayah Ibu
Nama S. K F. W
Umur 24 tahun 18 tahun
Pendidikan SMP SMP
Pekerjaan Swasta Swasta
Status perkawinan Perkawinan Pertama Perkawinan Pertama
3
II. ANAMESIS
Anamnesis di lakukan secara alloanamnesis (ibu pasien) pada tanggal 4
April 2017
Keluhan Utama:
Sesak napas 2 hari SMRS
Demam sejak 2 minggu SMRS
Batuk sejak 2 minggu SMRS
4
dan 1 anak. Kamar mandi/WC berada di dalam rumah. Sumber air minum
dari sumur dan sumber listrik dari PLN. Penanganan sampah dengan cara
dibuang.
Riwayat Kehamilan
Perawatan antenatal : Teratur, 7x di puskesmas oleh bidan
Penyakit semasa hamil : Tidak ada
Suntik TT : 2x kali
Riwayat Perkembangan
No. Kegiatan Pertama Kali Pada Bulan ke-
1. Membalik 4
2. Telungkup - telentang 6
sendiri
3. Duduk 7
4. Merangkak 9
5. Berdiri 11
6. Berjalan -
7. Tertawa 4
8. Berceloteh 5
9. Memanggil mama 8
10. Memanggil papa 8
Riwayat Nutrisi
ASI : 0 - <1 Minggu
PASI : 1 minggu 11 Bulan
Bubur Susu : 6 bulan Sekarang
Bubur Saring : 6 bulan 7 bulan
Bubur halus : 7 bulan Sekarang
Nasi Lembek : -
Riwayat Imunisasi
No. Imunisasi Dasar Ulangan
1 BCG
2 Hepatitis B - -
3 Polio - -
4 DPT - -
5 Campak
6 Hib - - - -
7 PCV - - - -
8 Influenza - -
9 MMR - -
10 Tifoid - -
5
11 Hepatitis A - -
12 Varisela -
13 HPV -
14 Rotavirus - - -
Status Lokalis
Kulit
o Warna : Sawo matang
o Efloresensi :-
o Pigmentasi :-
o Jaringan parut :-
o Lapisan lemak : Cukup
o Turgor : Kembali cepat
o Tonus : Eutoni
o Oedema : -
Kepala
o Bentuk : normocephal, deformitas (-), hematoma (-)
o Rambut : hitam dan tidak mudah dicabut
o Ubun-ubun : sudah menutup
Wajah : Simetris, bells palsy (-), tic facialis (-), kelainan
congenital
Mata
o Exophthalmus/Enophthalmus : -/-
o Tekanan bola mata : Normal pada perabaan
o Sklera : tidak ikterik
o Konjungtiva : tidak anemis
o Corneal Refleks : +/+
o Edema palpebral : -/-
o Pupil : 3 mm/ 3mm bulat isokor, RC +/+,
RCTL +/+
o Lensa : jernih
6
o Fundus : Tde
o Visus : Tde
o Gerakan : Tde
Telinga
o Bentuk : normal, simetris
o Serumen : -/-
o Sekret : -/-
Hidung
o Bentuk : normal, deviasi septum nasi (-)
o Sekret : -/-
o Epistaksis : -/-
o PCH : +/+
Mulut
o Bibir : tidak pucat, tidak kering
o Lidah : lembab, ditengah, sianosis (-),
tremor(-)
o Mukosa mulut : lembab
o Gigi : carries (-)
o Gusi : Perdarahan (-)
o Bau pernapasan : Foetor (-)
Tenggorokan
o Tonsil : T1/T1 hiperemis (-)
o Faring : hiperemis (-)
Leher
KGB : tidak ada pembesaran, nyeri tekan
(-)
Trakea : letak tengah
Kaku Kuduk : (-)
JVP : 5+0
Thoraks
Bentuk : normal
Rachitis Rosary : (-)
Ruang Interkostal : Normal
Precordial Bulging : (-)
Xiphosternum : (-)
Harrisons groove : (-)
Pernapasan paradoksal : (-)
Retraksi : (+)
Paru
Inspeksi : simetris statis dan dinamis, retraksi
suprasternal (+), interkostal (+), subcostal (+)
Palpasi : fremitus simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : bronkovesikuler, ronkhi (+/+) di seluruh
lapang paru, wheezing (-), stridor (-)
7
Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba 2cm medial dari linea
midklavikula sinistra rongga interkosta V
Perkusi :
Batas Kiri : Midclavicula Sinistra ICS IV V
Batas kanan : parasternal Dekstra
Batas Atas : ICS II III sinistra
Auskultasi : S1 S2 reguler, bising (-)
Bunyi jantung apeks : A1>A2
Bunyi jantung apeks Aorta : M1>M2
Bunyi jantung apkes Pulm : P1<P2
Abdomen
o Inspeksi : datar, massa (-), skar (-)
o Auskultasi : Bising usus (+) normal
o Palpasi : Lemas
Lien : Ttb
Hepar : Ttb
o Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
8
SGOT 46 U/L <33
SGPT 17 U/L <43
Ureum 19 mg/dL 10 40
Creatinin 0.3 mg/dL 0.5 1.5
CRP 6 mg/dL <6
ELEKTROLIT
Na 134 mEq/L 135 153
K 4.5 mEq/L 3.5 5.3
Cl 78.8 mEq/L 98 109
AGD
pH 7.83
pCo2 30.9
pO2 156.3
HCO3 18.5
TCO2 19.5
Beb -5.1
SBC 20.2
PO2/FID2 343.4
9
Thorax AP 4 April 2017
o Tak tampak pelebaran mediastinum superior
o Kedua Sinus costophrenicus dan diafragma normal
o Cor : Tak membesar, batas kanan dan kiri jelas,
apex di kiri
o Kedua Hilus : Kasar
o Pulmo : Tampak bercak-bercak infiltrat pada kedua
lapang paru
o Tulang-tulang dada baik
10
Kesan : Bronchopneumonia
V. RESUME
Seorang anak Laki-laki usia 11 bulan dengan BB 9 kg dan TB 73 cm. Masuk rumah
sakit pada tanggal 04 April 2017 jam 06.05 WITA. Pasien datang dengan keluhan
utama sesak dialami pasien sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya
pasien mengalami batuk sejak 14 hari dan demam sejak 14 hari sebelum masuk
rumah sakit, riwayat kejang (-), tidak terjadi pendarahan hidung dan gusi. Riwayat
kontak disangkal. Pasien dibawa oleh orang tuanya ke RS Walanda Maramis, dan
penderita sudah mendapat, obat panas, antibiotik dan obat batuk serta diberikan
oksigen.
Keluhan : Sesak nafas 2 hari sebelum masuk rumah sakit + batuk + demam
KU : tampak sakit berat Kesadaran : E4M6V5
N : 140 x/m R : 60 x/m S : 37,8 C
Kep : conj. Anemis (-), sklera ikterus (-), PCH (+)
Tho : simetris, retraksi (+) subcostal (+), suprasternal (+), intercostals (+)
Cor : bising (-), sianosis (-)
Pul : Sp. Bronkovesikuler kasar, rh +/+ basah halus di kedua lapang paru
Abd : lemas, datar, BU (+) N, H/L ttb
Eks : akral hangat, CRT 2, cutis marmoratus (-), sianosis (-)
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan:
Leukosit 11.470 /uL
CPR 6
Foto Thorax: Infiltrat di kedua lapang paru
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
Bronkopneumonia Berat
VII. PENATALAKSANAAN
O2 via sungkup 6-8 L/m
Injeksi IVFD KAEN 1B (HS) 12-13 gtt/menit
11
injeksi cefotaxime 3x450 mg iv
injeksi gentamisin 1 x 45 mg iv
injeksi dexametason 3 x 1,5 mg iv
paracetamol drips 100 mg iv (k/p)
GDS/ 24 jam
Observasi Vital sign.
Kultur darah, DL, CRP
Acc masuk PICU
VIII. PROGNOSIS
ad vitam : dubia ad bonam
ad fungsionam : dubia ad bonam
ad sanationam : dubia ad bonam
IX. FOLLOW UP
12
i
ke-
1 4/4/2017 S. Sesak (+), Demam (+)
O. KU: sakit sedang, K: compos mentis, TTV: Suhu=
37,8C, Nafas= 60x/menit, Nadi = 124x/menit
Ssp : Pupil bulat isokor diameter
2mm/2mm, RC (+/+), RF (+/+), RP (-/-), spastik
(-), klonus (-)
CV : akral hangat, CRT 2, bising (-),
sianosis(-)
RT : Simetris, retraksi (+)SS, SC, IC , Sp.
Bronkovesikuler kasar, rh +/+ basah
halus di kedua lapang paru, wh -/-
GIT : lemas, datar, BU (+) N, H/L ttb
Hemato : konjungtiva anemis (-/-), skelra
ikterik (-/-)
A. Bronkopneumonia berat
P.
- O2 via sungkup 4-6 L/m
- Injeksi IVFD KAEN 1B (HS) 12-13 ml/jam
- injeksi cefotaxime 3x450 mg iv
- injeksi gentamisin 1 x 45 mg iv
- injeksi dexametason 3 x 1,5 mg iv
- paracetamol drips 100 mg iv (k/p)
- Oral stop
- GDS/ 24 jam
2 5/4/2017 S. Sesak (+), Demam (+)
O. KU: sakit sedang, K: compos mentis, TTV: Suhu=
37,5C, Nafas= 56x/menit, Nadi = 110 x/menit
Ssp : Pupil bulat isokor diameter 2mm/2mm,
RC (+/+), RF (+/+), RP (-/-), spastik (-), klonus (-)
CV : akral hangat, CRT 2, bising (-),
sianosis(-)
RT : Simetris, retraksi (+)SS, SC, IC, Sp.
Bronkovesikuler kasar, rh +/+ basah
halus di kedua lapang paru, wh -/-
GIT : lemas, datar, BU (+) N, H/L ttb
Hemato : konjungtiva anemis (-/-), skelra ikterik
(-/-)
A. Bronkopneumonia berat
13
P.
IVFD KAEN 1B (HS) 12 13 ml/jam
Cefotaxime 3x450 mg (IV) 2
Gentamisin 1x45 mg (IV) 2
Dexametason 3x1.5 mg (IV) 2
Parasetamol drip 120 mg (IV) k/P
Nebulisasi Ventolin R + NaCl 0.9 % 2.5 ml/ 8 jam
Oral stop
TPN : IVFD Aminofusin 5% 340 ml/jam
IVFD Ivelip 20% 85/ 2 jam
3 6/4/2017 S.Batuk dan sesak berkurang, demam (-)
O. KU: sakit sedang, K: compos mentis, TTV: Suhu=
36,6C, Nafas= 42x/menit, Nadi = 100x/menit
Ssp : Pupil bulat isokor diameter
2mm/2mm, RC (+/+), RF (+/+), RP (-/-), spastik
(-), klonus (-)
CV : akral hangat, CRT 2, bising (-),
sianosis (-)
RT : Simetris, retraksi (+) SS,SC, Sp.
Bronkovesikuler, rh +/+, wh -/-
GIT : lemas, datar, BU (+) N, H/L ttb
Hemato : konjungtiva anemis (-/-), skelra
ikterik (-/-)
A. Bronkopneumonia berat
P.
- O2 via sungkup 6 L/m ganti O2 via nasal 1-2
L/m
- Injeksi IVFD KAEN 1B (HS) 27 ml/jam
- injeksi cefotaxime 3x45 0 mg iv (H3)
- injeksi gentamisin 1 x 45 mg iv (H3)
- injeksi dexametason 3 x 1,5 mg iv (H3)
- paracetamol drips 100 mg iv (k/p)
- TF 8x34 ml (keb 30 ml/kg/hr)/NGT
- GDS/ 24 jam
Th/ Observasi Vital sign.
4 7/4/2017 S.Batuk berkurang, sesak berkurang, demam (-)
O. KU: sakit sedang, K: compos mentis, TTV:
Suhu= 36,8C, Nafas= 38x/menit, Nadi =
108x/menit
Ssp : Pupil bulat isokor diameter
2mm/2mm, RC (+/+), RF (+/+), RP (-/-),
14
spastik (-), klonus (-)
CV : akral hangat, CRT 2, bising (-),
sianosis (-)
RT : Simetris, retraksi (+) SC,SS, Sp.
Bronkovesikuler, rh +/+, wh -/-
GIT : lemas, datar, BU (+) N, H/L ttb
Hemato : konjungtiva anemis (-/-), skelra
ikterik (-/-)
A. Bronkopneumonia Berat
P.
- O2 via nasal 1-2 L
- Injeksi IVFD KAEN 1B (HS) 15 ml/jam
- injeksi cefotaxime 3x450 mg iv (H4)
- injeksi gentamisin 1 x 45 mg iv (H4)
- injeksi dexametason 3 x 1,5 mg iv (H4)
- Parcetamol sirup 3 x 1 (k/p)
- Susu 8 x 68 (keb 60 ml/kg/hr)
Pro : pindah ruangan
5 8/4/2017 S. Sesak (-), Batuk berkurang, panas (-)
O. KU: sakit sedang, K: compos mentis, TTV:
Suhu= 36,0C, Nafas= 36x/menit, Nadi =
106x/menit
Kep : conj. Anemis (-), sklera ikterus (-),
PCH (-)
Tho : simetris, retraksi (-)
c : bising (-),
p : Sp. Bronkovesikuler, rh -/-, wh -/-
Abd : lemas, datar, BU (+) N, H/L ttb
Eks : akral hangat, CRT 2
A. Bronkopneumonia
P.
- O2 via nasal 1-2 L
- IVFD kaen 1 B (HS) 8 ml/jam
- injeksi cefotaxime 3x450 mg iv (H5)
- injeksi gentamisin 1 x 45 mg iv (H5)
- injeksi dexametason 3 x 1,5 mg iv (H5)
- Paracatamol syr 3 x 1 (k/p)
15
- Susu 8 x 90 (keb 80 ml/kg/hr)
Hematologi 6 9/4/2017 S. Sesak (-), Batuk berkurang,
Nilai Rujukan Hasil panas (-)
O. KU: sakit sedang, K: compos mentis, TTV:
Leukosit 4000-10000 /uL 10040/uL
Suhu= 36,6C, Nafas= 36x/menit, Nadi =
Eritrosit 4.70 6.10 10^/uL 4.26 10^/uL
118x/menit
Hemoglobin 13.5-19.5 g/dL 12.5 g/dL
Kep : conj. Anemis (-), sklera ikterus (-),
Hematokrit 37-47 % 39.0 %
PCH (-)
Trombosit 150-450 10^3/uL 413 10^3/uL
Tho : simetris, retraksi (-)
MCH 27-35 pg 27,0 pg
C : bising (-), sianosis (-)
MCHC 30-40 g/dL 32,0 g/dL
P : Sp. Bronkovesikuler kasar, rh -/-,
MCV 80-100 fL 84,4 fL
Kimia Klinik wh -/-
Natrium 135-153 mEq/L 139 mEq/L
Abd : lemas, datar, BU (+) N, H/L ttb
Kalium 3.5-5.3 mEq/LEks : akral4,92 mEq/L CRT 2, cutis
hangat,
Clorida Darah 98-109 mEq/L 97,6 mEq/L
marmoratus (-), sianosis (-)
A. Bronkopneumonia
P.
- O2 via nasal 1-2 L
- injeksi cefotaxime 3x450 mg iv (H6)/ INT
- injeksi gentamisin 1 x 45 mg iv (H6)/ INT
- injeksi dexametason 2 x 1,5 mg iv (H6) tapp off /INT
- paracetamol syr 3 x 1 (k/p)
10/4/201
7 7 S. Sesak(-), Batuk (-), panas (-)
A. Bronkopneumonia
P.
- injeksi cefotaxime 3x450 mg iv (H7)/INT
16
- injeksi gentamisin 1 x 45 mg iv (H7)/INT
- injeksi dexametason 1 x 1,5 mg iv (H6) tapp
off/INT
- Susu ad libitum
11/4/201
S. Sesak(-), Batuk (-), panas (-)
8 7
O. KU: sakit sedang, K: compos mentis, TTV:
Suhu= 36,6C, Nafas= 32x/menit, Nadi = 116
x/menit
Kep : conj. Anemis (-), sklera ikterus (-), PCH (-)
Tho : simetris, retraksi (-)
C : bising (-), sianosis (-)
P : Sp. Bronkovesikuler kasar, rh -/-, wh -/-
Abd : lemas, datar, BU (+) N, H/L ttb
Eks : akral hangat, CRT 2
A. Bronkopneumonia
P.
- O2 nasal 1-2 L/m (k/p)
- Cefixime syr 2 X 0,5 cth
- Paracetamol syr 3X1 cth (k/p)
- Susu ad libitum
Pro : rawat jalan, konsul poli anak
17
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien berusia 11 bulan dengan keluhan sesak 2 hari SMRS dan demam sejak
2 minggu SMRS yang diawali gejala batuk sejak 1 minggu yang lalu mengarahkan
diagnosis ke infeksi saluran napas bawah. Adanya faktor resiko, seperti ASI eksklusif
kurang dari 6 bulan, tidak adanya riwayat imunisasi pneumokokus dan Haemophilus
influenzae tipe B, dan gizi kurang meningkatkan kecurigaan ke arah pneumonia.
Walaupun kecurigaan utama mengarah ke pneumonia, namun kemungkinan diagnosis
bronkiolitis belum dapat disingkirkan mengingat frekuensinya yang tinggi pada anak
berusia dibawah 2 tahun.Adanya riwayat asma dan alergi di dalam keluarga harus
dipikirkan pula sebagai tanda yang dapat mengarahkan diagnosis ke asma bronkiale.
Tidak ditemukannya riwayat kontak ataupun penggunaan obat TB menyingkirkan
diagnosis TB pada pasien ini. Manifestasi klinis pneumonia adalah gejala infeksi umum
(demam, sakit kepala, penurunan nafsu makan) dan gejala gangguan respiratori (batuk,
sesak nafas). Dari anamnesis, manifestasi klinis pneumonia didahului beberapa hari
dengan gejala infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), yaitu batuk dan rinitis (pada pasien
ini didahului dengan batuk), peningkatan usaha bernafas, demam tinggi mendadak (pada
pneumonia bakteri), dan penurunan nafsu makan. Keluhan yang paling menonjol pada
pasien penumonia adalah batuk dan demam.5-7
Penemuan dari pemeriksaan fisik didapatkan takipnea (laju nafas 60 kali/menit),
demam (suhu 37.9C), napas cuping hidung, retraksi suprasternal, interkostal, dan
subcostal, adanya ronki bilateral di seluruh lapang paru, suara napas bronkovesikular,
dan tidak ditemukannya mengi pada pemeriksaan fisik serta gambaran foto rontgen
toraks menegakkan diagnosis bronkopneumonia pada pasien ini. Takipnea, sebagaimana
didefinisikan oleh WHO, merupakan tanda klinis dengan sensitivitas (74%) dan
spesifisitas (67%) yang paling tinggi untuk pneumonia yang dikonfirmasi dengan
radiologi, sedangkan crackles (ronki basah) dan suara nafas bronkial memiliki
sensitivitas 75% dan spesifisitas 57%.1,7,13,14
WHO membagi bronkopneumonia dalam beberapa klasifikasi yang dapat di lihat
pada (tabel 6).14
18
Bronkopneumoni Bila Terjadi Sianosis Sentral
a Sangat Berat Anak Tidak Sanggup Minum
Anak Harus Dirawat Dirumah Sakit Dan
Diberi Antibiotika
Bronkopneumoni Bila Dijumpai Adanya Retraksi
a Berat Tanpa Sianosis
Masih Sanggup Minum
Anak Harus Dirawat Dirumah Sakit Dan
Diberi Antibiotika
Bronkopneumoni Tidak Ada Retraksi Tetapi Dijumpao
a Pernafasan Yang Cepat
> 60 X/Menit Pada Anak Usia < 2 Bulan
>50x/Menit Pada Anak Usia 2 Bulan-1 Tahun
Bukan Tanda Dan Gejala Seperti Diatas
Bronkopneumoni Tidak Perlu Dirawat Dan Tidak Perlu Diberi
a Antibiotika
Tabel 6. Bronkopneumonia berdasarkan WHO14
Gambaran bronkopneumonia pada radiologi merupakan bercak-bercak
konsolidasi merata di seluruh lapangan paru yang biasanya ditemukan pada anak-anak
yang lebih kecil dan sering diduga penyebab utamanya adalah Streptococcus
pneumoniae atau sering disebut juga pneumokokus.6 Namun, kelainan foto rontgen
toraks tersebut pada faktanya tidak cukup sensitif serta spesifik untuk membedakan
etiologi antara pneumonia oleh virus atau bakteri.6,7,10,11Menurut Virkki et al, sensitivitas
temuan infiltrat alveolar pada foto rontgen untuk infeksi karena bakteri adalah 72% dan
spesifisitas 51%, sedangkan infiltrat interstisial untuk virus 49% dan 72%. 10 Gambaran
bronkopneumonia atau sering disebut patchy pneumonic changes lebih umum ditemukan
pada anak berusia dibawah 5 tahun, sedangkan lobar pneumonia pada usia 5-15 tahun.5,7
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan foto thorax dan diperoleh gambaran bercak
infiltrate di kedua lapang paru yang menunjang diagnosis bronkopneumonia.
Selain itu, untuk mendukung diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang,
yaitu, darah perifer lengkap, C-reaktif Protein (CRP), uji serologis, pemeriksaan
mikrobiologis. Pemeriksaan darah lengkap perfier pada pneumonia yang disebabkan oleh
virus biasanya leukosit dalam batas normal, namun pada pneumonia yang disebabkan
oleh bakteri didapatkan leukositosis (15.00040.000/mm3). Dengan dominan PMN.
Leukopenia (<5000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Pada infeksi Chlamydia
kadangkadang ditemukan eosinofilia. Pada efusi pleura didapatkan sel PMN pada
cairan eksudat berkisar 300-100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa relatif lebih
rendah daripada glukosa darah. Kadangkadang terdapat anemia ringan dan LED yang
meningkat. CRP adalah suatu protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit. Sebagai
19
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh
sitokin, terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP
sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel rusak, secara klinis
CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan
noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi superfisial atau profunda. 8-11 Menurut
Korppi, kombinasi dari CRP > 6 mg/dL, leukosit > 17 x 10 3/L dengan dominan PMN,
prokalsitonin > 0,8 mg/L, dan laju endap darah (LED) > 63 mm/jam hanya memiliki
sensitivitas sebesar 61% dan spesifisitas 65% untuk pneumonia yang disebabkan
pneumokokus, bila infiltrat alveolar pada gambaran radiologi dimasukkan maka
spesifisitas meningkat menjadi 82% sedangkan sensitivitas menjadi 34%.11 Pada pasien
ini dilakukan pemeriksaan darah pada 4 April 2017 dan 9 April 2017 menunjukan
perbedaan jumlah leukosit yaitu 11970 / L dan 10040/ L, CRP 6, dan pemeriksaan
foto thoraks dengan gambaran infiltrat di kedua lapang paru.
Adanya tanda-tanda distres pernapasan berupa retraksi dada merupakan indikasi
untuk rawat inap pada pasien ini. Beberapa kriteria rawat inap yaitu: 14,15
Bayi
Saturasi oksigen < 92 %, sianosis
Frekuensi napas > 60x/menit
Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
Tidak mau minum atau menetek
Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Anak
Saturasi oksigen <92 %, sianosis
Frekuensi napas >50x/menit
Distres pernapasan
Grunting
Terdapat tanda dehidrasi
Keluarga tidak dapat merawat di rumah
Hal utama dalam tatalaksana pneumonia adalah pengobatan dari etiologinya,
dalam hal ini berupa pengobatan terhadap bakteri sebagai etiologi utama pneumonia
dalam negara berkembang.8,14-16 Pada pasien rawat inap, beberapa antibiotik parenteral
yang direkomendasikan dan beredar di Indonesia adalah sefotaksim atau seftriakson.8
20
Terapi ditentukan sesuai dengan gejala klinis dan hasil pemeriksaan penunjang. Terapi
yang diberikan yaitu :16
1. Terapi oksigen
1) Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat. Bila tersedia pulse
oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen (berikan pada anak dengan
saturasi oksigen < 90%, bila tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba
tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila
saturasi tetap stabil > 90%. penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk
menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala tidak
direkomendasikan.
2) Oksigen harus tersedia secara terus-menerus setiap waktu.
3) Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit) tidak ditemukan lagi.
4) Perawat sebaiknya memeriksa sedikitnya setiap 3 jam bahwa kateter atau prong
tidak tersumbat oleh mukus dan berada di tempat yang benar serta memastikan
semua sambungan baik.
5) Sumber oksigen utama adalah silinder. Penting untuk memastikan bahwa semua alat
diperiksa untuk kompatibilitas dan dipelihara dengan baik, serta staf diberitahu
tentang penggunaannya secara benar.
2. Perawatan suportif
1) Bila anak disertai demam (> 39o C) yang tampaknya menyebabkan distres, beri
parasetamol.
2) Bila ditemukan adanya wheezing, beri bronkodilator kerja cepat. Bila terdapat sekret
kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat
pengisap secara perlahan.
3) Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak, tetapi hati-
hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi.
4) Jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang keduanya pada
lubang hidung yang sama.
5) Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan.
6) Beri makanan sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai kemampuan anak dalam
menerimanya
21
3. Antibiotik
1) Beri ampisilin/amoksisilin (100 mg/kgBB/hari setiap 6 jam), yang harus dipantau
dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka
diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit
dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.
2) Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat
(tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang,
letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan
kloramfenikol (100 mg/kgBB/hariIV setiap 8 jam).
3) Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
4) Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IV sekali sehari).
5) Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto dada.
6) Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk pneumonia
stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM sekali sehari)
dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15
mg/kgBB/hari3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin
(atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3
minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.
4. Terapi berdasarkan usia menurut ikatan dokter anak indonesia:14,16
1) Neonatus 2 bulan : ampisilin + gentamisin
2) 2 bulan 5 tahun : Ampisilin/amoksisilin (bila dalam 3 hari tidak membaik bisa
ditambahkan kloramfenikol), Seftriakson ,Co-amoxiclav, Cefaclor ,Eritromisin
,Claritromisin Azitromisin.
3) Anak 5 tahun : makrolid
22
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini
pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan masa kanak-
kanak dapat diturunkan sampai kurang 1% sesuai dengan kenyataan ini morbiditas yang
berlangsung lama juga rendah. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang
datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.14
Pemilihan antibiotik lini pertama untuk pneumonia dapat menggunakan golongan
beta laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta
laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik seperti gentamisin, amikasin, atau
sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Antibiotik diteruskan
selama 7 10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi. Pada balita dan
anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik beta laktam
dengan/tanpa klavulanat.Pada kasus yang lebih berat diberikan beta laktam/klavulanat
dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila
pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan
antibiotik oral dan berobat jalan selama 10 hari.7,14,16
Pada kasus ini diberikan terapi berupa:
a. IVFD KaEN 1B 18-19 ml/jam, yang ditujukan untuk menjaga status hidrasi pasien,
serta sebagai jalur pemberian obat parenteral.
b. Oksigen nasal 1-2 L/m diberikan untuk mencegah terjadinya hipoksia karena
dispnae dan gagal nafas yang mungkin terjadi, menurunkan usaha untuk bernapas,
dan mengurangi kerja miokardium.
c. Injeksi Cefotaxime 3x450 mg (IntraVenous). Cefotaxime adalah sefalosporin yang
paling aktif terhadap pneumokokus dan direkomendasikan untuk terapi empiris
infeksi berat, indikasi potensial penggunaan sefalosporin generasi ketiga adalah
terapi empiris untuk sepsis yang tidak diketahui penyebabnya, sefalosporin
merupakan obat yang paling tidak toksik. Pada pasien immunocompromise yang
mengalami demam dan neutropenik, sefalosporin generasiketiga sering digunakan
dalam kombinasi dengan aminoglikosida.
d. Injeksi Gentamisin 1x45 mg (intravena) gentamisin merupakan suatu
aminoglikosida, aminoglikosida digunakan secara luas terhadap bakteri enterik
gram-negatif terutama pada bakteremia dan sepsis. Obat ini efektif terhadap
organisme gram-positif dan gram-negatif.
e. Inj. Dexamethasone 3 x 1,5 mg. Pemberian kortikosteroid pada pasien bertujuan
sebagai anti inflamasi, pada pasien diberikan kortikosteroid saat awal tatalaksana. .
23
Pada pasien ini, pengobatan yang rasional dengan diberikan terapi oksigen,
kombinasi jenis antibiotik, dan antipiretik.
Pasien ini menunjukan penyembuhan yang sesuai dengan literatur yaitu panas
turun dalam 48-72 jam setelah pemberian antibiotik.11 Pasien dianjurkan rawat jalan
setelah hari ke enam perawatan atas indikasi klinis yaitu perbaikan kondisi klinis.
Kriteria rawat jalan:
Gejala dan tanda pneumonia menghilang
Asupan per oral adekuat
Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana Kontrol
Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya bronkopneumonia ini. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara
memberikan ASI pada bayi sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada
balita. Menjaga higenis dapat mengurangi terjadinya ISPA. Penelitian menunjukkan cuci
tangan menggunakan sabun dan air dapat mengurangi insidens dari ISPA sampai 50
persen. Ibu sebaiknya memperhatikan tanda-tanda seperti bernapas menjadi sulit,
pernapasan menjadi cepat, anak tidak dapat minum, kondisi anak memburuk, jika
terdapat tanda-tanda seperti itu segera membawa anak ke petugas kesehatan.18
Simpulan, dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
pasien didiagnosa dengan bronkopneumonia. Tatalaksana dengan pengobatan
simptomatis dan suportif. Prognosis pada kasus ini baik, Umumnya penderita bahkan
dapat sembuh spontan dalam 2-3 minggu. Apalagi jika dilihat berdasarkan gambaran
klinis selama perawatan pasien sudah sangat membaik.Keluhan juga telah berkurang
secara berangsur-angsur. Hal ini ditandai dengan batuk yang sudah mulai menghilang,
demikian pula dengan retraksi serta pernapasan cuping hidung sudah
menghilang.Prognosis penderita ini adalah dubia ad bonam untuk quo advitam dan
functionam karena pada pasien ini telah dilakukan pengobatan yang adekuat serta belum
ada tanda-tanda yang mengarah pada komplikasi.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
15. Pudjadi AH, Hegar B, Handryastuti , Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman pelayanan medis Edisi 1.Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014.
h. 250-5.
16. Bradley JS, Byington CL, Shah SS, et al. The management of community-
acquired pneumonia (CAP) in infants and children older than 3 months of age:
clinical practice guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society (PIDS)
and the Infectious Diseases Society of America (IDSA). Clin Infect Dis.
2012;53(7):e25e76
17. European Respiratory Sociaty Task Force Report Guidelines for management of
community acquired lower respiratory tract infections, Sheffield, European
Respiratory Sociaty, 2013; in press
18. Departement Kesehatan RI. Pedoman pemberantasan penyakit infeksi saluran
penafasan akut untuk penanggulangan bronkopneumonia pada balita. Jakarta.
2012.h.15-20.
26