Vous êtes sur la page 1sur 12

ACARA I.

V
SWELLING POWER BERAS

A. Tujuan
Tujuan pratikum Acara I.V Swelling Power Beras adalah untuk
mengetahui swelling power dari berbagai macam varietas beras.
B. Tinjauan Pustaka
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk
Indonesia dan merupakan komponen penting dalam ketahanan pangan
nasional. Beras menyumbang 60-65% dari total konsumsi energi. Beras tidak
hanya sebagai sumber energi dan protein tetapi juga sebagai sumber vitamin
dan mineral. Sehingga dapat dikatakan beras sebagai sumber bahan pangan
fungsional. Salah satunya adalah beras merah. Beras merah megandung
vitamin B kompleks yang cukup tinggi, asam lemak essensial, serat mauun zat
warna antosianin. Karakteristik beras merah memiliki warna beras merah
yang disebabkan oleh zat warna antosianin. Beras merah memiliki ukuran
butir panjang dan bentuk lonjong/slender. Nilai penyerapan air beras merah
BP1924 sebesar 2,92 dan beras Ciherang sebesar 3,19. Artinya jumlah air
yang dibutuhkan untuk menanak nasi dari beras merah lebih sedikit dibanding
beras Ciherang. Dari keadaan ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
kadar amilosa makin banyak jumlah air yang dibutuhkan untuk menanak nasi.
Nilai penyerapan air (water uptake ratio) atau disebut juga swelling power
dan pengembangan volume biasanya dipakai sebagai indikator mutu tanak.
Nisbah penyerapan air adalah berat nasi dikurangi dengan berat beras dan
dibagi dengan berat beras. Jumlah penyerapan air tergantung kepada
perbedaan kadar amilosa, yang menyebabkan pula perbedaan jumlah gugus
aktifnya (Indrasari dan Made, 2007).
Gambar 1.5.1 Karakteristik Beras Merah
Beras merah mengandung lebih banyak komponen gizi dibanding
beras putih seperti serat pangan, E asam fitat, vitamin B, dan -aminobutyric
acid. Beras merah kaya akan komponen gizi karena adanya lapisan dedak luar
yang menjadi sumber utama untuk unsur-unsur gizi. Meskipun beras merah
lebih bergizi dibanding beras putih, penggunaan beras merah yang masih
terbatas karena beras merah memiliki tekstur yang kurang kenyal dan
mengurangi daya cerna dibanding beras putih (Musa et al., 2011).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan glikosidik.
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-
nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua
fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa
dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Peranan perbandingan amilosa
dan amilopektin terlihat pada serelia, contohnya beras. Semakin kecil
kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektin, semakin
lekat nasi tersebut (Winarno 2008).
Beras mengandung pati. Sifat pati dalam beras sangat berpengaruh
terhadap rasa nasi. Pati beras terdiri dari molekul-molekul besar yag tersusun
atau dirangkai dari unit-unit gula sederhana berupa glukosa. Rangkaian lurus
disebut amilosa dan rantai cabang disebut amilopektin. Rasio
amilosa/amilopektin dapat menentukan tekstur, pera tidaknya nasi, cepat
tidaknya mengeras serta lekat tidaknya nasi. Rasio amilosa/amilopektin
tersebut dapat pula dinyatakan sebagai kadar amilosa saja. Semakin kecil
kadar amilosa atau semakin tinggi kadar amilopektin, semakin lekat nasinya.
Salah satu contoh adalah kadar amilosa beras ketan yang sangat rendah yakni
1-2%. Berdasarkan kandungan amilosanya beras digolongkan menjadi 4
glongan yaitu beras beramilosa tinggi (25-33%), beras beramilosa sedang (20-
25%), beras beramilosa rendah (9-20%) dan beras dengan kadar amilosa
sanga rendah (2-9%). Kandungan amilosa mempengaruhi sifat pemekaran
volume nasi dan keempukan serta kepulenan nasi. Semakin tinggi kandungan
amilosanya, semakin mekar nasinya. Sebaliknya, semakin rendah amilosa,
semakin pulen nasi tersebut. Sehingga beras ketan tidak banyak mekar. Beras
dengan amilosa rendah menghasilkan nasi dengan sifat tidak kering dan
teksturnya pulen (Koswara, 2009).
Beras ketan putih (Oryza sativa glutinosa) merupakan salah satu
varietas padi termasuk dalam famili Graminae. Butir beras sebagian besar
terdiri dari zat pati sekitar 80-85% yang terdapat dalam endosperma yang
tersusun oleh granula-granula pati yang berukuran 3-10 milimikron. Beras
ketan juga mengandung vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral dan
air. Karbohidrat pennyusun utama beras ketan adalah pati. Beras ketan tidak
memiliki amilosa karena hanya mengandung 1-2% sehingga termasuk
golongan beras dengan kandungan amilosa sangat rendah (Suriani, 2013).
Beras dari berbagai varietas berbeda memiliki kandungan amilosa,
amilopektin, pati, protein, lipid dan kadar abu yang berbeda pula. Pati sebagai
komponen utama beras, yang terdiri dari dua polimer glukosa yakni amilosa
dan amilopektin. Baik amilosa dan amilopektin mempengaruhi sifat
fungsional, gelatinisasi, dan sifat retrogradasi beras. Amilosa bertindak
sebagai inhibitor dari pembengkakan tetapi dapat membuat jaringan gel dan
menetapkan struktur gel jangka pendek (perubahan kurang dari satu hari),
sedangkan amilopektin bertanggung jawab untuk perubahan struktural jangka
panjang. Selain amilosa dan amilopektin, protein dan lipid yang merupakan
komponen kecil dari beras juga mempengaruhi sifat-sifat beras seperti
membatasi perluasan granula pati selama gelatinisasi atau memperlambat
retrogradasi amilopektin (Thumrongchote et al., 2012).
Menurut Ashogbon (2012), pembengkakan pati atau starch swelling
adalah bagian dari amilopektin, sedangkan amilosa membatasi terjadinya
pembengkakan. Perbedaan antara sifat pembengkakan dan penempelan pati
harus dikaitkan dengan variasi dalam unit amilopektin rantai panjang. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kekuatan pembengkakan (swelling power) dan
kelarutan granula pati adalah adanya lipid dan perbedaan dalam struktur
morfologi.
Swelling power pati tergantung pada water holding capacity molekul
pati oleh ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen menstabilkan struktur heliks ganda
dalam kristal yang rusak selama gelatinisasi dan diganti oleh ikatan hidrogen
dengan air, dan pembengkakan diatur oleh kristalinitas pati. Hal ini
berhubungan langsung dengan swelling power, parameter DSC, dan distribusi
rantai amilopektin bahwa bagian kristalin pati dengan tingkat yang lebih
tinggi dari rantai panjang stabil karena heliks ganda lebih lama dan dapat
membentuk lebih banyak obligasi hidrogen dengan air bila dipanaskan dalam
air lebih dari pemanasan pati dengan rantai lebih pendek
(Sasaki and Junko, 1998).
C. Metodologi
1. Alat
a. Mangkok kecil plastik
b. Rice cooker
c. Sendok nasi
d. Timbangan
2. Bahan
a. Air
b. Beras C4
c. Beras hitam
d. Beras ketan
e. Beras merah
f. Beras rojolele
3. Cara Kerja
Beras

Penimbangan 100 gram beras

Pencucian beras sebanyak 3 kali

Air Penambahan air 350 ml

Penanakan beras hingga matang

Gambar 1.5.2. Diagram Alir Pemasakan Beras


Nasi
D. Hasil dan Pembahasan
Swelling power beras adalah kekuatan beras untuk mengembang..
Penimbangan
Nisbah penyerapan air atau swelling power nasi nasi (berat beras
adalah berat
setelah dimasak) dikurangi dengan berat beras dan dibagi dengan berat beras.
Perhitungan Swelling Power Beras
Jumlah penyerapan air tergantung kepada perbedaan kadar amilosa, yang
menyebabkan pula perbedaan jumlah gugus aktifnya
(Indrasari dan Made, 2007).
Mekanisme Swelling power terjadi diatur oleh derajat kristalinitas dari
granula pati dan daya pembengkakan ditentukan oleh kemampuan granula
pati membengkak dengan adanya kelebihan air jika dipanaskan. Seiring
dengan kenaikan suhu, swelling power semakin meningkat untuk semua jenis
pati. Hal ini disebabkan ketika pati dipanaskan dalam air yang berlebih,
granula pati akan menyerap air sehingga lama kelamaan pati tersebut akan
mengembang swelling power meningkat. Secara umum, kekuatan
pembengkakan pati mencerminkan interaksi antara molekul air dan rantai pati
dalam masing-masing domain amorf dan kristal. Kekuatan pembengkakan
pati (swelling power) tergantung pada water holding capacity dari molekul
glukosa yang ditentukan oleh ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen yang
menstabilkan heliks ganda dalam kristal yang hilang selama gelatinisasi dan
diganti dengan air. Dengan demikian, gangguan struktur kristal melemahkan
ikatan dan memungkinkan peningkatan granula pembengkakan
(Musa et al., 2011).
Pada saat beras yang mengandung pati dipanaskan pada suhu dan
waktu tertentu, akan terjadi proses gelatinisasi. Proses ini meliputi pemutusan
ikatan hidrogen dan perubahan granula pati. Pada suhu sekitar 65 oC, grannula
pati mulai mengembang dan menyerap air dalam jumlah banyak yang bersifat
tidak dapat kkembali. Selama penanaka nasi granula menyerap air dan
mengembag lebih besar dibandingkan ukuran aslinya. Mengembangnya
granula beras pada kondisi adanya air merupakan hubungan antara suhu
dengan struktur amilosa dan amilopektin yang semuanya berhubungan dengan
tekstur nasi. Penyerapan air pada saat penanakan, akan mempengaruhi sifat
fisiko-kimia nasi (Souripet, 2015).
Swelling power dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu rasio jumlah
amilosa dan amilopektin yang terkandung dalam beras, water holding
capacity, adanya lipid dan perbedaan dalam struktur morfologi. Baik amilosa
dan amilopektin mempengaruhi sifat fungsional, gelatinisasi, dan sifat
retrogradasi beras. Amilosa bertindak sebagai inhibitor dari pembengkakan
tetapi dapat membuat jaringan gel dan menetapkan struktur gel jangka pendek
(perubahan kurang dari satu hari), sedangkan amilopektin bertanggung jawab
untuk perubahan struktural jangka panjang. Kandungan amilosa
mempengaruhi sifat pemekaran volume nasi dan keempukan serta kepulenan
nasi. Semakin tinggi kandungan amilosanya, semakin mekar nasinya.
Sebaliknya, semakin rendah amilosa, semakin pulen nasi tersebut, semakin
banyak air yang diserap. Selain amilosa dan amilopektin, protein dan lipid
yang merupakan komponen kecil dari beras juga mempengaruhi sifat-sifat
beras seperti membatasi perluasan granula pati selama gelatinisasi atau
memperlambat retrogradasi amilopektin
(Thumrongchote et al., 2012; Koswara, 2009; Ashogbon, 2012).
Karakteristik beras merah adalah beras merah megandung vitamin B
kompleks yang cukup tinggi, asam lemak essensial, serat mauun zat warna
antosianin. Karakteristik beras merah memiliki warna beras merah yang
disebabkan oleh zat warna antosianin. Beras merah memiliki ukuran butir
panjang dan bentuk lonjong/slender. Nilai penyerapan air beras merah sebesar
2,92. Jumlah air yang dibutuhkan untuk menanak nasi dari beras merah lebih
sedikit beras biasa (Indrasari dan Made, 2007).
Karakteristik beras ketan yakni beras ketan memiliki kadar amilosa
yang sangat rendah yakni 1-2%. Sehingga beras ketan tidak banyak mekar.
Beras dengan amilosa rendah menghasilkan nasi dengan sifat tidak kering dan
teksturnya pulen. . Beras ketan juga mengandung vitamin (terutama pada
bagian aleuron), mineral dan air. Karbohidrat pennyusun utama beras ketan
adalah pati (Koswara, 2009; Suriani 2013).
Karakteristik beras C4 adalah mempunyai kandungan amilosa sebesar
19%. Dalam pemasakan beras C4 penambahan volume air sebesar 1,4 dari
volume beras. Penambahan air pada pemasakan nasi tergantung pada
kandungan amilosa beras (Souripet, 2015).
Karakteristik beras rojolele yakni beras rojolele merupakan beras
berkualitas terbaik untuk dikonsumsi. Beras rojolele merupakan beras organic.
Beras rojelele tidak mengandung residu kimia, memiliki tekstur lebih pulen,
warna dan masa simpannya lebih baik dibandingkan dengan beras non
organik, karena tekstur nasi pada beras organik maupun non organic
berkenaan dengan kandungan amilosa dan amilopektin yang berbeda antara
kedua jenis beras tersebut. Beras rojolele mengandung amilosa berkisar 18-
24% (Wahyudin, 2008).
Analisis swelling power berfungsi untuk mengetahui daya
pembengkakan suatu bahan. Analisis yang dilakukan akan memudahkan
dalam melakukan pencampuran suatu bahan yang mengandung pati seperti
tepung-tepungan. Sehingga dalam pencampuran suatu bahan dapat diketahui
perbandingan jumlah bahan yang digunakan untuk menghasilkan tingkat
pengembangan yang diinginkan. Semakin tinggi nilai swelling power
menunjukkan bahwa kandungan amilopektin yang tinggi juga
(Sasaki and Junko, 1998).
Tabel 1.5.1 Data Hasil Uji Swelling Power Beras
Kel. Sampel Berat Berat SP SP %SP %SP
awal akhir (g/g)
(gr) (gr)
Beras
1 100 174,85 0,7485 74,85
Hitam
0,8316 83,16
Beras
6 100 191,47 0,9147 91,47
Hitam
Beras
2 100 233,27 1,3327 133,27
Merah
1,2513 125,13
Beras
7 100 217 1,17 117
Merah
Beras
3 100 328,46 2,2846 228,46
Ketan
2,0673 206,73
Beras
8 100 285 1,85 185
Ketan
Beras
4 100 281,96 1,8196 181,96
Rajalele
1,5798 157,98
Beras
9 100 234 1,34 134
Rajalele
5 Beras C4 100 247,05 1,4705 147,05
1,7502 175,02
10 Beras C4 100 303 2,03 203
Sumber : Laporan Sementara
Pada pratikum Acara I.V Swelling Power digunakan lima macam
varietas beras yakni beras merah, beras hitam, beras ketan, beras rojolele,
beras C4. Dalam menentukan swelling power beras, masing-masing varietas
beras diambil 100 gram dan dilakukan pemasakan beras dengan rice cooker
yang ditambahkan air sebanyak 350 ml. Setelah beras masak (nasi), nasi
didinginkan sebentar dan dilakukan penimbangan berat akhir berat masa untuk
menghitung swelling power. Berdasarkan Tabel 1.5.1 dapat diketahui bahwa
persen rata-rata swelling power dari jenis beras yang sama adalah beras hitam
83,16%; beras merah 125,13%; beras ketan 206,73%; beras rojolele 157,98%;
beras C4 17,02%. Beras yang memiliki swelling power tertinggi adalah beras
ketan sedangkan beras yang memiliki swelling power terendah adalah bers
hitam. Hal ini disebabkan karena kandungan amilosa yang terkandung dalam
beras ketan sangatlah rendah, berbeda dengan beras hitam yang memiliki
kandungan amilosa cukup tinggi (Koswara, 2009; Suriani 2013). Kandungan
amilosa yang sangat rendah, mengakibatkan swelling power beras meningkat,
yang mana banyak air yang terserap selama pemasakan sehingga beras
semakin pulen. Hal ini sesuai teori Koswara (2009), kandungan amilosa
mempengaruhi sifat pemekaran volume nasi dan keempukan serta kepulenan
nasi. Semakin tinggi kandungan amilosanya, semakin mekar nasinya.
Sebaliknya, semakin rendah amilosa, semakin pulen nasi tersebut. Sehingga
beras ketan tidak banyak mekar. Beras dengan amilosa rendah menghasilkan
nasi dengan sifat tidak kering dan teksturnya pulen. Amilosa yang terkandung
dalam beras akan menghambat pembengkakan atau membtasi terjadinya
pembengkakan. Pembengkakan pati dalam beras dipengaruhi oleh kandungan
amilopektin, semakin tinggi amilopektin maka pembengkakan pati semakin
tinggi dan semakin banyak menyerap air.
Kelebihan penggunaan metode swelling power adalah biaya lebih
murah sehingga lebih mudah apabila digunakan dalam industri pangan, dan
waktu yang dibutuhkan relatif sedikit.
Metode swelling power (SP) pada sampel yang berbentuk tepung
ditentukandenganmengukurserapanairsampel.500mgtepungditimbangke
dalam tabung sentrifuse dan 15 ml air suling ditambahkan. Suspensi
dipanaskandalamwaterbathpadasuhu80oCselama30menitdankemudian
disentrifugasipada4.000rpmselama20menit.Supernatandituangkandengan
hatihatikedalampiringaluminium (beratdiketahui) sebelumpengeringan
pada105oCsampaiberatkonstandanditimbang.Sedimendikumpulkandan
ditimbang.SPdihitungmenggunakanpersamaansebagaiberikut:

(Thumrongchote et al., 2012).


E. Kesimpulan
Berdasarkan pratikum Acara I.V. Swelling Power Beras dapat
diambil kesimpula sebagai berikut:
1. Swelling power masing-masing varietas beras adalah beras hitam 83,16%;
beras merah 125,13%; beras ketan 206,73%; beras rojolele 157,98%; beras
C4 175,02%.
2. Swelling power tertinggi adalah beras ketan dan terendah adalah beras
hitam. Semakin tinggi nilai swelling power menunjukkan bahwa
kandungan amilopektin yang tinggi dan rendah amilosa
DAFTAR PUSTAKA

Asogbon, A.O and Akintayo, E.T. 2012. Morphologicaal, Functional and Pasting
Properties of Starches Separated from Rice Cultivars Grown in Nigeria.
International Food Research Journal, Vol.19, No.2.
Indrasari, Siti Dewi dan Made Oka Adnyana. 2007. Preferensi Konsumen
terhadap Beras Merah sebagai Sumber Pangan Fungsional. Iptek Tanaman
Pangan, Vol.2, No.2.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Beras. Ebookpangan.com.
Musa, Asma S.N., Imam Mustapha Umar and Maznah Ismail. 2011.
Physicochemical Properties of Germinated Brown Rice (Oryza sativa L.)
Starch. African Journal of Biotechnology, Vol.10, No.33.
Sasaki, Tomoko and Junko Matsuki. 1998. Effect of Wheat Structure on Swelling
Power. American Association of Cereal Chemist Vol.75, No.4.
Souripet, gustina. 2015. Komposisi, Sifat Fisik dan Tingkat Kesukaan Nasi Ungu.
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol.4, No.1.
Suriani. 2013. Analisis Proksimat pada Beras Ketan Varietas Putih (Oryza sativa
glutinosa). Jurnal Al Kimia, Vol.7, No.3.
Thumrongchote, Duangrutai., Toru Suzuki., Kalaya Laohasongkram and Saiwarun
Chaiwanichsiri. 2012. Properties of Non-glutinous Thai Rice Flour: Effect
of Rice Variety. Research Journal of Pharmaceuticl Biological and
Chemical Sciences, Vol.3, No.1.
Wahyudin, Imam. 2008. Analisis Perbandingan Kandungan Karbohidrat,
Protein, Zat Besi dan Sifat Organoleptik pada Beras Organik dan Beras
Non Organik. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio Press.
LAMPIRAN
A. Perhitungan

SP (g/g) =

%SP = SP x 100% = 228,46%

SP = rata-rata SP dari jenis beras yang sama

= = 2,0673

%SP = SP x 100% = 206,73%

B. Dokumentasi

Gambar 1.5.3. Macam varietas beras


Gambar 1.5.4 Pemasakan beras Gambar 1.5.5 Beras Ketan Masak

Vous aimerez peut-être aussi