Vous êtes sur la page 1sur 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Struma adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkakan di bagian


depan leher. Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah laring pada kedua sisi dan sebelah anterior
trakea. Tiroid menyekresikan dua hormon utama, tiroksin (T4), dan triiodotironin (T3), serta
hormon kalsitonin yang mengatur metabolisme kalsium bersama dengan parathormon yang
dihasilkan oleh kelenjar paratiroid.1

Kerja kelenjar tiroid ini dipengaruhi oleh kecukupan asupan iodium. Defisiensi
hormon tiroid ini dapat menimbulkan gangguan tertentu yang spesifik. Cretinism, misalnya,
yang ditandai dengan gangguan pertumbuhan dibawah normal disertai dengan retardasi
mental merupakan akibat dari hormon tiroid yang inadekuat pada saat perkembangan janin.
Kekurangan asupan yodium yang biasanya terjadi pada daerah goiter (gondok) endemis
banyak terjadi karena defisiensi yodium menyebabkan hipotiroidisme sehingga
mengakibatkan pembengkakan kelenjar.1,2
BAB II

ISI

2.1 Defenisi

Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan
patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma.1

2.2 Embriologi

Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan. Kelenjar
tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama
kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan
kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah
bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas,
berbentuk sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah.

Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu masih
menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang letaknya abnormal,
seperti persisten duktud tyroglossus, tyroid servikal, tyroid lingual, sedangkan desensus yang
terlalu jauh akan membentuk tyroid substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk
kelenjar tyroid, merupakan asal sel-sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi
kalsitonin.(IPD I). Kelenjar tyroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12
masa kehidupan intrauterin.1
2.3 Anatomi

Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia
prevertebralis. Didalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar,
dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai
tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan
belakang kelenjar tyroid 1

Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin
trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga
pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat
ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan
dengan kelenjar tyroid atau tidak.2

Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a. Karotis
Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi
oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus
perifolikular.2

Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang
kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl.
Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke
duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan.2
2.4 Histologi

Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis terdiri atas
banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 m. Dinding folikel
terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan
basisnya menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40
buah untuk membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel
berisi cairan pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin
(BM 650.000).2

2.5 Fisiologi Hormon Tyroid

Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif
hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4
di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang
diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami
oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat
dalam tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT
yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar
tyroid.
Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar
yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam
sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding
globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA).1

Metabolisme T3 dan T4

Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen
(5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang
mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan
hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3,5 triiodotironin)
yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler.2

Pengaturan faal tiroid :

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : 2

1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)

Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid
stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi hiperplasi dan
hiperfungsi
2. TSH (thyroid stimulating hormone)

Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan
meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek
hormonal yaitu produksi hormon meningkat
3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).

Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya
hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus.
Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid


Efek metabolisme Hormon Tyroid : 2

1. Kalorigenik
2. Termoregulasi

3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam
dosis besar bersifat katabolik

4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat,


cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis
farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.

5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi


kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada
hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol
total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.

6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon


tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.

7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus


gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare, gangguan faal hati,
anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.

2.6 Klasifikasi Struma

Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan)

Menurut American society for Study of Goiter membagi :

1. Struma Non Toxic Diffusa


2. Struma Non Toxic Nodusa

3. Stuma Toxic Diffusa

4. Struma Toxic Nodusa


Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis
kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih
kepada perubahan bentuk anatomi.
1. Struma non toxic nodusa

Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.
Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan
tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui.
Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

1.
Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang
yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah
kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.
2.
Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting
penyakit tiroid autoimun

3.
Goitrogen :

Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide,


expectorants yang mengandung yodium

Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan


resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.

Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina,


brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam
rumput liar.

4.
Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid
5.
Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak
mengakibatkan nodul benigna dan maligna.3
2. Struma Non Toxic Diffusa

Etiologi : 4
1. Defisiensi Iodium
2. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis

3. Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan


penurunan pelepasan hormon tiroid.

4. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis
terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating
immunoglobulin

5. Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis


hormon tiroid.

6. Terpapar radiasi

7. Penyakit deposisi

8. Resistensi hormon tiroid

9. Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)

10. Silent thyroiditis

11. Agen-agen infeksi

12. Suppuratif Akut : bacterial

13. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit

14. Keganasan Tiroid

2. Struma Toxic Nodusa

Etiologi : 5
1. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4
2. Aktivasi reseptor TSH
3. Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G

4. Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth


factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor.

4. Struma Toxic Diffusa

Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang merupakan penyakit
autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya.6

2.7 Patofisiologi :

Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam
struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-
Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan
menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel
maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.4

Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan
produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel
kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan
terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon
tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen.4

Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk
stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten
terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang
memproduksi human chorionic gonadotropin.4

2.8 Diagnosis dan Penatalaksanaan

Diagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan keterangan lainnya, yaitu
morfologi dan faal struma.
Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang diketahui
dengan palpasi atau auskultasi :

1. Bentuk kista : Struma kistik

Mengenai 1 lobus

Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan

Kadang Multilobaris

Fluktuasi (+)

2. Bentuk Noduler : Struma nodusa

Batas Jelas

Konsistensi kenyal sampai keras

Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarcinoma


tiroidea

3. Bentuk diffusa : Struma diffusa

batas tidak jelas

Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek

4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa

Tampak pembuluh darah

Berdenyut

Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa

Kelejar getah bening : Para trakheal dan jugular vein

Dari faalnya struma dibedakan menjadi :


1. Eutiroid
2. Hipotiroid
3. Hipertiroid

Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi :


1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid
2. Toksik : Hipertiroid

Pemeriksaan Fisik :
Status Generalis :

1. Tekanan darah meningkat


2. Nadi meningkat

3. Mata :

Exopthalmus

Stelwag Sign : Jarang berkedip

Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli


waktu melihat ke bawah

Morbus Sign : Sukar konvergensi

Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi

Ressenbach Sign : Temor palpebra jika mata tertutup

4. Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus

5. Jantung : Takikardi

Status Lokalis :
1. Inspeksi
Benjolan

Warna

Permukaan

Bergerak waktu menelan

2. Palpasi

Permukaan, suhu

Batas :

Atas : Kartilago tiroid


Bawah : incisura jugularis

Medial : garis tengah leher

Lateral : M. Sternokleidomastoideus

STRUMA NON TOKSIK

Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak
berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini
disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut
struma nodosa non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah
pegunungan karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mlai membesar pada usia muda
dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada
wanita usia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai
bentuk involusi. Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak
ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan
berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan
kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi
besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak
mengganggu pernapasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan
penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat
dicitrakan dengan foto Roentgen polos (trakea pedang). Penyempitan yang berarti
menyebabkan gangguan pernapasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor
inspirator.7

Manifestasi klinis

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal : 8

1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa
soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat,
dan nodul panas.

3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.

Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau
ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa
besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau
trakea (sesak napas). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena
konsistensinya yang keras. Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan
di dalam nodul.7
Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara
parau.9

Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah
lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening,
sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena
benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium.9

Diagnosis

Anamnesa sangatlah pentinglah untuk mengetahui patogenesis atau macam kelainan


dari struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah
endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik). Apakah
sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan
suhu tubuh (tiroiditis kronis). Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan
penderita (karsinoma tiroid tipe meduler).9

Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai:8

1. jumlah nodul
2. konsistensi

3. nyeri pada penekanan : ada atau tidak

4. pembesaran gelenjar getah bening

Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian depan bawah
yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya
apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.
Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita
dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita.

Pada palpasi harus diperhatikan :

o lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya)
o ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)

o konsistensi

o mobilitas

o infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar

o apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian
yang masuk ke retrosternal)

Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada
umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat
keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih
menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya.
Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher, umumnya
metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler.9
Pemeriksaan penunjang meliputi: 8

1. Pemeriksaan sidik tiroid

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang
utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan
setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap
oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :
o nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.
o Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

o Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti
fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan,
tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat
didiagnosis dengan USG :

o kista
o adenoma

o kemungkinan karsinoma

o tiroiditis

3. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)

Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan
secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul.7
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum
halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberika hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik
biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah
interpretasi oleh ahli sitologi.

4. Termografi

Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan
memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan yang
mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan
sekitarnya > 0,9o C dan dingin apabila <>o C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa pada
yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitif dan spesifik bila dibanding
dengan pemeriksaan lain.
5. Petanda Tumor

Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg
serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada
keganasan rata-rata 424 ng/ml.
Penatalaksanaan

Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah : 9

1. keganasan
2. penekanan

3. kosmetik

Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila
hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan
subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan
juga deseksi kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung
ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.
Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :

1. inoperabel
2. kontraindikasi operasi
3. ada residu tumor setelah operasi

4. metastase yang non resektabel

Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai
supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid
diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase
jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang
inoperabel.
Preparat : Thyrax tablet

Dosis : 3x75 Ug/hari p.o

STRUMA TOKSIK

Struma difus toksik (Graves Disease)

Graves disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Graves terjadi
akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang aktivitas
tiroid itu sendiri . 8

Manifestasi klinis

Pada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal.
Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri- ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar
tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. 9

Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas


simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat
semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu
makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi
ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai
bawah. Oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan
berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan
kegagalan konvergensi. Jaringan orbita dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh limfosit, sel
mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoltalmoa (proptosis bola mata), okulopati
kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler. 9
Diagnosis

Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan
laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien
usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan
diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan
fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti
tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid
Stimulating Hormone sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4)
meningkat.8

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang


berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid
(yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).

1. Obat antitiroid

Indikasi :
1. terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap,
pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau
sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.

3. Persiapan tiroidektomi

4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia

5. Pasien dengan krisis tiroid

Obat antitiroid yang sering digunakan :

Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)


Karbimazol 30-60 5-20

Metimazol 30-60 5-20

Propiltourasil 300-600 5-200

2. Pengobatan dengan yodium radioaktif

Indikasi :
1. pasien umur 35 tahun atau lebih
2. hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi

3. gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid

4. adenoma toksik, goiter multinodular toksik

2. Operasi

Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi :


1. pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat
antitiroid.
2. pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis
besar

3. alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif

4. adenoma toksik atau struma multinodular toksik

5. pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

Struma nodular toksik


Struma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummers disease (Sadler et al, 1999).
Paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik.

Manifestasi klinis

Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi
digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan
pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang
berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. Penderita goiter
nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura
palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun
demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada
penyakit Graves.9 Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter
terletak di retrosternal 9

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukung oleh


tingkat TSH serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat. Antibodi antitiroid
biasanya tidak ditemukan9

Penatalaksanaan

Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi
biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti
penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan
dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah
terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada
satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan9

PENYAKIT TIROID YANG LAIN

Tiroiditis

Ditandai dengan pembesaran, peradangan dan disfungsi kelenjar tiroid.


Klasifikasi :7

1. Akut (supuratif)

Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur. Bentuk khas infeksi
bakterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman penyebab antara lain Staphylococcus aureus,
Streptococcus hemolyticus, dan Pneumococcus. Infeksi terjadi melalui aliran darah,
penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan
duktus tiroglosus yang persisten. Kelainan yang tejadi dapat disertai abses atau tanpa abses.
Gejala klinis berupa nyeri di leher mendadak, malaise, demam, menggigil, dan takikardi.
Nyeri bertambah pada pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak
dengan tanda-tanda radang lain dan sangat nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan leukositosis, LED meninggi, sidikan tiroid menunjukkan nodul dingin.
Pengobatan utama adalah antibiotik. Kokus gram positif biasanya diatasi dengan penisilin
atau derivatnya, tetrasiklin atan kloramfenikol. Apabila terjadi abses melibatkan satu lobus
diperlukan lobektomi (dengan lindungan antibiotik). Jika infeksi sudah menyebar melalui
kapsul dan mencapai jaringan sekitarnya, diperlukan insisi dan drainage.

2. Subakut

Etiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai antibodi autoimun.
Pasien mengeluh di leher bagian depan menjalar ke telinga, demam, malaise, disertai
hipertiroidisme ringan atau sedang. Pada pameriksaan fisik ditemukan tiroid membesar, nyeri
tekan, biasanya disertai takikardi berkeringat, demam, tremor dan tanda-tanda lain
hipertiroidisme. Pemeriksaan laboratorium sering di jumpai leukositosis, laju endap darah
meningkat. Pada 2/3 kasus kadar hormon tiroid meninggi karena penglepasan yang
berlebihan akibat destruksi kelenjar tiroid oleh proses inflamasi. Penyakit ini biasanya
sembuh sendiri sehingga pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis. Dapat diberikan
asetosal untuk mengurangi nyeri. Pada keadaan berat dapat diberikan glukokortokoid
misalnya prednison dengan dosis awal 50 mg/hari.
3. Menahun
1. limfositik (Hashimoto)
Merupakan suatu tiroiditis autoimun dengan nama lain yaitu struma limfomatosa,
tiroiditis autoimun. Umumnya menyerang wanita berumur 30-50 tahun. Kelenjar tiroid
biasanya membesar lambat, tidak terlalu besar, simetris, regular dan padat. Kadang-kadang
ada nyeri spontan dan nyeri tekan. Bisa eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid.
Kelainan histopatologisnya antara lain infiltrasi limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid
dan fibrosis. Diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan pasti secara histologis melalui biopsi.
Bila kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan pengangkatan, tetapi operasi ini
sebaiknya ditunda karena kelenjar tiroid dapat mengecil sejalan denagn waktu. Pemberian
tiroksin dapat mempercepat hal tersebut.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Fungsi utama hormon tiroid adalah meningkatkan aktivitas metabolik seluler, sebagai
hormon pertumbuhan, dan mempengaruhi mekanisme tubuh yang spesifik seperti
sistem kardiovaskuler dan regulasi hormon lain.

2. Penatalaksanaan hipertiroidisme meliputi tindakan bedah dan pemberian bahan


penghambat sintesis tiroid, seperti antitiroid, penghambat ion iodida, yodium
konsentrasi tinggi, dan yodium radioaktif.
DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC.,
Jakarta

2. Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam :


Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta

3. Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,


http://www.emedicine.com/med/topic919.htm

4. Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,


http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm
5. Davis, Anu Bhalla., 2005, Goiter, Toxic Nodular.,
eMedicine.,http://www.emedicine.com/med/topic920.htm

6. Adediji., Oluyinka S.,2004., Goiter, Diffuse Toxic., eMedicine.,


http://www.emedicine.com/med/topic917.htm

7. Anonim, 1994., Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan Terapi.,
Lab/UPF Ilmu Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya

8. Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta


Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta

9. Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and Parathyroid.,
In : Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2., 7th Ed., McGraw-Hill.,
Newyork.

Vous aimerez peut-être aussi

  • Referat BBLR
    Referat BBLR
    Document32 pages
    Referat BBLR
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Anatomi Penis
    Anatomi Penis
    Document2 pages
    Anatomi Penis
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Anatomi Penis
    Anatomi Penis
    Document2 pages
    Anatomi Penis
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Pneumotoraks
    Pneumotoraks
    Document34 pages
    Pneumotoraks
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Plasenta Previa
    Plasenta Previa
    Document10 pages
    Plasenta Previa
    Nor Baizura Mohd Ismail
    Pas encore d'évaluation
  • Pneumotoraks
    Pneumotoraks
    Document34 pages
    Pneumotoraks
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Plasenta Previa Obgyn
    Plasenta Previa Obgyn
    Document11 pages
    Plasenta Previa Obgyn
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Ikterus Menyusui
    Ikterus Menyusui
    Document8 pages
    Ikterus Menyusui
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Hernia
    Hernia
    Document7 pages
    Hernia
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Partus Spontan
    Partus Spontan
    Document17 pages
    Partus Spontan
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Laporan Kasus Obgyn
    Laporan Kasus Obgyn
    Document16 pages
    Laporan Kasus Obgyn
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Laporan Kasus LBP
    Laporan Kasus LBP
    Document11 pages
    Laporan Kasus LBP
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Laporan Kasus Ppok
    Laporan Kasus Ppok
    Document5 pages
    Laporan Kasus Ppok
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • MDR TB
    MDR TB
    Document8 pages
    MDR TB
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Laporan Kasus Jiwa
    Laporan Kasus Jiwa
    Document16 pages
    Laporan Kasus Jiwa
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Asidosis Respiratorik
    Asidosis Respiratorik
    Document19 pages
    Asidosis Respiratorik
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Fisiologis Bilirubin
    Fisiologis Bilirubin
    Document6 pages
    Fisiologis Bilirubin
    Mario Fransisco Tukan
    0% (1)
  • Partus Normal
    Partus Normal
    Document18 pages
    Partus Normal
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Stroke Lengkap
    Stroke Lengkap
    Document52 pages
    Stroke Lengkap
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Airway Management
    Airway Management
    Document44 pages
    Airway Management
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Laporan Kasus Stroke
    Laporan Kasus Stroke
    Document29 pages
    Laporan Kasus Stroke
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Refrat Penurunan Kesadaran
    Refrat Penurunan Kesadaran
    Document22 pages
    Refrat Penurunan Kesadaran
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Fam
    Fam
    Document5 pages
    Fam
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Kasus
    Kasus
    Document5 pages
    Kasus
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Alan 6
    Alan 6
    Document13 pages
    Alan 6
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Airway Management
    Airway Management
    Document44 pages
    Airway Management
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Mengenal Tanda Bahaya Kehamilan
    Mengenal Tanda Bahaya Kehamilan
    Document23 pages
    Mengenal Tanda Bahaya Kehamilan
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Case Report Trauma Tumpul Pada Mata
    Case Report Trauma Tumpul Pada Mata
    Document19 pages
    Case Report Trauma Tumpul Pada Mata
    Mario Fransisco Tukan
    Pas encore d'évaluation
  • Referat EDH
    Referat EDH
    Document9 pages
    Referat EDH
    Mario Fransisco Tukan
    0% (1)