Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Kerja kelenjar tiroid ini dipengaruhi oleh kecukupan asupan iodium. Defisiensi
hormon tiroid ini dapat menimbulkan gangguan tertentu yang spesifik. Cretinism, misalnya,
yang ditandai dengan gangguan pertumbuhan dibawah normal disertai dengan retardasi
mental merupakan akibat dari hormon tiroid yang inadekuat pada saat perkembangan janin.
Kekurangan asupan yodium yang biasanya terjadi pada daerah goiter (gondok) endemis
banyak terjadi karena defisiensi yodium menyebabkan hipotiroidisme sehingga
mengakibatkan pembengkakan kelenjar.1,2
BAB II
ISI
2.1 Defenisi
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan
patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma.1
2.2 Embriologi
Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan. Kelenjar
tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama
kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan
kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah
bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas,
berbentuk sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah.
Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu masih
menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang letaknya abnormal,
seperti persisten duktud tyroglossus, tyroid servikal, tyroid lingual, sedangkan desensus yang
terlalu jauh akan membentuk tyroid substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk
kelenjar tyroid, merupakan asal sel-sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi
kalsitonin.(IPD I). Kelenjar tyroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12
masa kehidupan intrauterin.1
2.3 Anatomi
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia
prevertebralis. Didalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar,
dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai
tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan
belakang kelenjar tyroid 1
Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin
trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga
pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat
ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan
dengan kelenjar tyroid atau tidak.2
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a. Karotis
Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi
oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus
perifolikular.2
Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang
kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl.
Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke
duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan.2
2.4 Histologi
Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis terdiri atas
banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 m. Dinding folikel
terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan
basisnya menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40
buah untuk membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel
berisi cairan pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin
(BM 650.000).2
Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif
hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4
di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang
diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami
oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat
dalam tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT
yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar
tyroid.
Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar
yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam
sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding
globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA).1
Metabolisme T3 dan T4
Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen
(5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang
mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan
hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3,5 triiodotironin)
yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler.2
Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid
stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi hiperplasi dan
hiperfungsi
2. TSH (thyroid stimulating hormone)
Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan
meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek
hormonal yaitu produksi hormon meningkat
3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).
Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya
hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus.
Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TSH.
1. Kalorigenik
2. Termoregulasi
3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam
dosis besar bersifat katabolik
Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.
Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan
tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui.
Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1.
Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang
yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah
kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.
2.
Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting
penyakit tiroid autoimun
3.
Goitrogen :
4.
Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid
5.
Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak
mengakibatkan nodul benigna dan maligna.3
2. Struma Non Toxic Diffusa
Etiologi : 4
1. Defisiensi Iodium
2. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis
4. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis
terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating
immunoglobulin
6. Terpapar radiasi
7. Penyakit deposisi
Etiologi : 5
1. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4
2. Aktivasi reseptor TSH
3. Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G
Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang merupakan penyakit
autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya.6
2.7 Patofisiologi :
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam
struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-
Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan
menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel
maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.4
Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan
produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel
kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan
terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon
tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen.4
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk
stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten
terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang
memproduksi human chorionic gonadotropin.4
Diagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan keterangan lainnya, yaitu
morfologi dan faal struma.
Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang diketahui
dengan palpasi atau auskultasi :
Mengenai 1 lobus
Kadang Multilobaris
Fluktuasi (+)
Batas Jelas
Berdenyut
Pemeriksaan Fisik :
Status Generalis :
3. Mata :
Exopthalmus
5. Jantung : Takikardi
Status Lokalis :
1. Inspeksi
Benjolan
Warna
Permukaan
2. Palpasi
Permukaan, suhu
Batas :
Lateral : M. Sternokleidomastoideus
Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak
berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini
disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut
struma nodosa non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah
pegunungan karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mlai membesar pada usia muda
dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada
wanita usia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai
bentuk involusi. Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak
ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan
berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan
kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi
besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak
mengganggu pernapasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan
penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat
dicitrakan dengan foto Roentgen polos (trakea pedang). Penyempitan yang berarti
menyebabkan gangguan pernapasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor
inspirator.7
Manifestasi klinis
1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa
soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat,
dan nodul panas.
Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau
ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa
besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau
trakea (sesak napas). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena
konsistensinya yang keras. Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan
di dalam nodul.7
Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara
parau.9
Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah
lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening,
sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena
benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium.9
Diagnosis
1. jumlah nodul
2. konsistensi
Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian depan bawah
yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya
apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.
Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita
dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita.
o lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya)
o ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)
o konsistensi
o mobilitas
o apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian
yang masuk ke retrosternal)
Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada
umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat
keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih
menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya.
Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher, umumnya
metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler.9
Pemeriksaan penunjang meliputi: 8
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang
utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan
setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap
oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :
o nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.
o Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
o Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti
fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan,
tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat
didiagnosis dengan USG :
o kista
o adenoma
o kemungkinan karsinoma
o tiroiditis
Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan
secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul.7
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum
halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberika hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik
biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah
interpretasi oleh ahli sitologi.
4. Termografi
Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan
memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan yang
mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan
sekitarnya > 0,9o C dan dingin apabila <>o C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa pada
yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitif dan spesifik bila dibanding
dengan pemeriksaan lain.
5. Petanda Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg
serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada
keganasan rata-rata 424 ng/ml.
Penatalaksanaan
1. keganasan
2. penekanan
3. kosmetik
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila
hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan
subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan
juga deseksi kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung
ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.
Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :
1. inoperabel
2. kontraindikasi operasi
3. ada residu tumor setelah operasi
Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai
supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid
diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase
jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang
inoperabel.
Preparat : Thyrax tablet
STRUMA TOKSIK
Graves disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Graves terjadi
akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang aktivitas
tiroid itu sendiri . 8
Manifestasi klinis
Pada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal.
Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri- ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar
tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. 9
Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan
laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien
usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan
diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan
fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti
tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid
Stimulating Hormone sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4)
meningkat.8
Penatalaksanaan
1. Obat antitiroid
Indikasi :
1. terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap,
pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau
sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
3. Persiapan tiroidektomi
Indikasi :
1. pasien umur 35 tahun atau lebih
2. hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
2. Operasi
3. alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
5. pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
Manifestasi klinis
Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi
digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan
pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang
berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. Penderita goiter
nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura
palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun
demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada
penyakit Graves.9 Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter
terletak di retrosternal 9
Diagnosis
Penatalaksanaan
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi
biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti
penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan
dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah
terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada
satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan9
Tiroiditis
1. Akut (supuratif)
Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur. Bentuk khas infeksi
bakterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman penyebab antara lain Staphylococcus aureus,
Streptococcus hemolyticus, dan Pneumococcus. Infeksi terjadi melalui aliran darah,
penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan
duktus tiroglosus yang persisten. Kelainan yang tejadi dapat disertai abses atau tanpa abses.
Gejala klinis berupa nyeri di leher mendadak, malaise, demam, menggigil, dan takikardi.
Nyeri bertambah pada pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak
dengan tanda-tanda radang lain dan sangat nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan leukositosis, LED meninggi, sidikan tiroid menunjukkan nodul dingin.
Pengobatan utama adalah antibiotik. Kokus gram positif biasanya diatasi dengan penisilin
atau derivatnya, tetrasiklin atan kloramfenikol. Apabila terjadi abses melibatkan satu lobus
diperlukan lobektomi (dengan lindungan antibiotik). Jika infeksi sudah menyebar melalui
kapsul dan mencapai jaringan sekitarnya, diperlukan insisi dan drainage.
2. Subakut
Etiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai antibodi autoimun.
Pasien mengeluh di leher bagian depan menjalar ke telinga, demam, malaise, disertai
hipertiroidisme ringan atau sedang. Pada pameriksaan fisik ditemukan tiroid membesar, nyeri
tekan, biasanya disertai takikardi berkeringat, demam, tremor dan tanda-tanda lain
hipertiroidisme. Pemeriksaan laboratorium sering di jumpai leukositosis, laju endap darah
meningkat. Pada 2/3 kasus kadar hormon tiroid meninggi karena penglepasan yang
berlebihan akibat destruksi kelenjar tiroid oleh proses inflamasi. Penyakit ini biasanya
sembuh sendiri sehingga pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis. Dapat diberikan
asetosal untuk mengurangi nyeri. Pada keadaan berat dapat diberikan glukokortokoid
misalnya prednison dengan dosis awal 50 mg/hari.
3. Menahun
1. limfositik (Hashimoto)
Merupakan suatu tiroiditis autoimun dengan nama lain yaitu struma limfomatosa,
tiroiditis autoimun. Umumnya menyerang wanita berumur 30-50 tahun. Kelenjar tiroid
biasanya membesar lambat, tidak terlalu besar, simetris, regular dan padat. Kadang-kadang
ada nyeri spontan dan nyeri tekan. Bisa eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid.
Kelainan histopatologisnya antara lain infiltrasi limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid
dan fibrosis. Diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan pasti secara histologis melalui biopsi.
Bila kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan pengangkatan, tetapi operasi ini
sebaiknya ditunda karena kelenjar tiroid dapat mengecil sejalan denagn waktu. Pemberian
tiroksin dapat mempercepat hal tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Fungsi utama hormon tiroid adalah meningkatkan aktivitas metabolik seluler, sebagai
hormon pertumbuhan, dan mempengaruhi mekanisme tubuh yang spesifik seperti
sistem kardiovaskuler dan regulasi hormon lain.
1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC.,
Jakarta
7. Anonim, 1994., Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan Terapi.,
Lab/UPF Ilmu Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya
9. Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and Parathyroid.,
In : Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2., 7th Ed., McGraw-Hill.,
Newyork.