Vous êtes sur la page 1sur 5

ACNE VULGARIS

1. Defenisi
Akne Vulgaris adalah peradangan kronis folikel pilosebasea dengan penyebab
multifaktor dan manifestasi klinis berupa komedo, papul, pustul, nodus serta kista.Pada
umumnya AV dimulai pada usia 12-15 tahun dengan puncak tingkat keparahan pada usia 17-
21 tahun. Akne Vulgaris adalah penyakit terbanyak remaja usia 15-18 tahun.
Selain Akne Vulgaris, akne dapat dibagi menjadi beberapa tipe klinis lain yaitu :
Akne juvenilis dan infatil
Occupational-induce acne
Drug-induced acne
Akne kosmetika
Akne ekskorial
Gram negative folliculitis

2. Etiologi
Penyebab pasti belum jelas. Beberapa etiologi yang dapat diduga terlibat, berupa faktor
intrinsik, yaitu genetik, ras hormonal, dan faktir ekstrinsik berupa stres,
iklim/suhu/kelembeban, kosmetik, diet dan obat-obatan.

3. Faktor yang Mempengaruhi


Faktor yang mempengaruhi timbulnya Akne Vulgaris :
Bangsa / ras : kulit putih lebih banyak daripada kulit berwarna.
Makanan : yang banyak mengandung lemak, mempermudah timbulnya acne.
Muslim / iklim : kelembaban dan temperatur yang tinggi berpengaruh terhadap produksi
sebum.
Kebersihan : yang buruk mempermudah timbulnya akne.
Faktor keturunan : berpengaruh terhadap bentuk klinis akne
Infeksi : Propionibacterium Acnes berperan dalam iritasi epitel folikel dan mempermudah
terjadinya terjadinya akne.
Hormonal : androgen lebih mudah menimbulkan penyakit.
Kosmetik : pemakaian kosmetik (pada akne kosmetik) yang bersifat komedogenik dapat
menimbulkan akne.
Kejiwaan/kelelahan : faktor ini tampak jika seseorang susah tidur dan menghadapi pekerjaan
yang memerlukan konsentrasi, akne akan kambuh.

Patogenesis
Terdapat empat patogenis yang paling berpengaruh pada timbulnya AV, yaitu:
1. Produksi sebum yang meningkat
2. Hiperproliferasi folikel pilosebasea
3. Kolonisasi Propionibacterium acnes (PA)
4. Proses Inflamasi

Produksi sebum yang meningkat


Pada individu akne, secara umum ukuran folikel sebasea serta jumlah lobul tiap
kelenjar bertambah. Ekskresi sebum ada dibawah kontrol hormon androgen.
Telah dikeatahui bahwa akibat stimulus hormon androgen kelenjar sebasea mulai
berkembang pada usia individu 7-8 tahun. Hormon androgen berperan pada perubahn sel-sel
sebosit demekian pula sel-sel keratinosit folikular sehingga menyebabkan terjadinya
mikrokomedo dan komedo yang akan berkembang menjadi lesi inflamasi.
Sel-sel sebosit dan keratinosit folikel pilosebasea memiliki mekanisme selular yang
digunakan untuk mencerna hormnon androgen, yaitu enzim-enzim 5--reduktase (tipe 1)
serta 3 dan 7 hidroksisteroid dehidrogenasi yang terdapat pada sel sebosit basal yang
belum diferensiasi. Setelah sel-sel sebosit berdiferensiasi kemudian terjadi ruptur dengan
melepaskan sebum ke dalam duktus pilosebasea. Proses diferensiasi sel-sel sebosit tersebut
dipicu oleh hormon androgen yang akan berikatan dengan reseptornya pada inti sel sebosit,
selanjutnya terjadi stimulasi transkripsi gen dan difernsiasi sebosit.
Pada individu akne, secara umum produksi sebum dikaitkan dengan respons yang
berbeda dari unit folikel pilosebasea masing-masing organ target, atau adanya peningkatan
androgen sirkulasi, atau keduanya. Misalnya, didapatkan produksi sebum berlebih pada
lokasi wajah, dada dan punggung, meskipun didapatkan kadar androgen sirkulasi tetap.
Sebagai kesimpulan, androgen merupakan faktor penyebab pad akne, meskipun pada
umumnya individu dengan AV tidak mengalami gangguan fungsi endokrin secara bermakna.
Pada pasien AV baik laki-laki atau perempuan akan memproduksi sebum lebih banyak
dari individu normal, namun komposisi sebum tidak berbeda dengan orang normal kecuali
terdapat penurunan jumlah asam linoleat yang bermakna. Jumlah sebum yang diproduksi
sangat berhubungan dengan keparahan AV.

Hiperproliferasi folikel pilosebasea


Lesi akne dimulai dengan mikrokonedo. Lesi mikropis yang tidak terlihat dengan
mata telanjang, komedo pertama kali terbentuk dimulai dengan kesalahan deskuamasi
panjang folikel. Beberpa laporan menjelaskan terjadinya deskuamasi abnormal pada pasien
akne. Epitel tidak dilepaskansatu persatu kedalam lumen seabagaimana biasanya. Penelitian
imunohistokimiawi menunjukkan adanya peningkatan proliferasi keratinosit basal dan
diferensiasi abnormal dari sel-sel keratinosit folikular. Hal ini kemungkinan disebabkan
berkurangnya kadar asal linoleat sebasea. Lapisan granulosm menjadi menebal, tonofilamen
dan butir-butir keratohialin meningkat, kandungan lipit bertambah sehingga lama-kelamaan
menebal dan membentuk sumbatan pada orifisiumfolikel. Proses ini pertama kali ditemukan
pada pertemuan antara duktus sebasea dengan epitel folikel. Bahan-bahan keratin mengisi
folikel sehingga menyebabkan folikel melebar.
Pada akhirnya secara klinis terdapat lesi non inflamasi atau lesi inflamasi, yaitu bila
PA berproliferasi dan menghasilkan mediator-mediator inflamasi.

Kolonisasi Propionibacterium Acnes (PA)


PA merupakan mikroorganisme utama yang ditemukan didaerah infra infundibulum dan PA
dapat mencapai permukaan kulit dengan mengkuti aliran sebum. P.acnes akan meningkat
jumlahnya seiring dengan meningkatnya jumlah trigliserida dalam sebum merupakan nutrisi
bagi PA.

Proses inflamasi
P. acnes diduga berperan penting menimbulkan inflamasi pada AV dengan menghasilkan
inflamasi pada AV dengan menghasilkan faktor kemotaktik dan enzim lipase yang akan
mengubah trigliseridanmenjadi asam lemak bebas, serta dapat menstimulasi aktivasi jalur
klasik dan alternatif komplemen.

5. Patofisiologi
Perubahan pengetian dalam patofisiologi akne membawa perubahan pula pada
tatalaksana akne. Patofisiologi akne yang terjadi menawarkan terapi kombinasi sebagai terapi
inisial, guna menekan secara simultan 2 atau 3 faktor-faktor patogenisis tersebut. Pada akne
vulgaris ringan, terutama akne komedonal dengan beberapa lesi inflamasi, retinoid topikal
merupakan terapi pilihan. Semua retinoid topikal bekerja pada mikrokomedo dan mengurangi
komedo serta lesi inflamasi.
Studi selanjutnya menunjukkan pengurangan secara signifikan lesi inflamasi akne dan
komedo pada terapi dengan retinoid topikal yang dikombinasi dengan antimikroba. Pada akne
dengan lesi inflamasi yang dominan, terapi benzoil peroksida dan/atau antibiotika topikal,
bersama-sama dengan inflamasi. Untuk akne sedang dan berat digunakan antibiotik oral
dikombinasi dengan retinoid topikal. Pada kasus akne berat dan refrakter, misalnya akne
nodular atau akne konglobata, isotretinoin oral adalah terapi pilihan. Untuk kasus yang tidak
responsif dengan terapi konvensional, terapi hormonal dan isotretinoin oral menjadi pilihan.

6. Gejala Klinis
Akne vulgaris mempunyai tempat predileksi diwajah dan dileher (99%), punggung
(60%), dada (15%) serta bahu dan lengan atas. Kadang-kadang pasien mengeluh gatal dan
nyeri. Sebagian pasien merasa terganggu secara estetis. Kulit AV cenderung lebih berminyak
atau sebore, tetapi tidak semua orang dengan sebore disertai AV.
Eflorensi akne berupa komedo hitam (terbuka) dan putih (tertutup), papul, pustul,
nodus, kista, jaringan parut, perubahan pigmentasi. Komedo terbuka (black head) dan
komedon tertutup (white head) merupakan lesi non-inflamasi, papul, pustul, nodus dan kista
merupakan lesi inflamasi.

7. Diagnosis
Akne vulgaris ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Saat ini klasifikasi
yang digunakan di Indonesia (oleh FKUI/RSCM) untuk menentukan derajat AV, yaitu ringan,
sedang dan berat adalah klasifikasi menurut Lehmann dkk. (2002). Klasifikasi tersebut
diadopsi dari 2nd Acne Round Table Meeting (South East Asia), Regional Consensus on Acne
Management, 13 Januari 2003, Ho Chi Minh City-Vietnam.
Tabel. Gradasi Akne
Derajat Lesi
Akne Ringan Komedo <20, atau lesi inflamasi <15, atau total lesi <30
Akne Sedang Komedo 20-100 atau lesi inflamasi 15-50, atau total lesi 30-125
Kista >5 atau komedo <100. Atau lesi inflamasi >50, atau total lesi
Akne Berat
>125

Berdasarkan bentuk efloresensi terbanyak :


Akne sistika : efloresnsi terutama berbentuk kista.
Akne papulosa : efloresensi terutama berupa papul.
Akne pustulosa : eflorensensi terutama berupa pustula.
Akne konglobata : efloresensi terutama berupa nodus yang mengalami infeksi.
Akne sikatrisial : banyak sikatrik atrofis.
Berdasarkan penyebab :
Akne tropika
Akne mekanik
Akne neonatorum
Akne kosmetika
Akne klor
Akne jabatan
Akne minyak
Akne senilis
Akne radiasi
8. Pemeriksaan Pembantu / Laboratorik
Analisa komposisi asam lemak di kulit
Pemeriksaan terhadap mikroorganisme Propionibacterium acnes, Staphyllococcus
epidermidis dan Pityrosporum ovale.

9. Diagnosa Banding
Erupsi akneiformis : biasanya berupa papul, vesikel berkelompok, lokalisasi seluruh tubuh.
Akne rosasea : lebih merah dan khas, daerah hidung dan pipi
Folikulitis : biasanya nyeri, tidak ada komedo, tetapi terlihat pustula miliar.

10. Tatalaksana Akne

Tujuan :
Mempercepat penyembuhan
Mencegah pembentukan akne baru
Mencegah jaringan parut yang permanen

Tatalaksana AV secara garis besar dibagi atas :


a. Prinsip Umum
- Diperlukan kerjasama antara dokter dan pasien
- Harus berdasarkan :
Penyebab/faktor pencetus
Patogenesis
Keadaan klinis, gradasi akne
Aspek psikologis

b. Menentukan gradasi dan diagnosis klinis

Diagnosis klinis dan gradasi (lihat : DIAGNOSIS)


Aspek psikologis : sebagian pasien AV memiliki rasa malu yang berlebihan, rendah diri,
perasaan cemas dan menyendiri, sehingga memerlukan terapi lebih efektif.

c. Penatalaksanaan Umum
Mencuci wajah minimal 2 kali sehari

d. Penatalaksanaan Medikamentosa
- Berdasarkan gradasi (berat-ringan) akne
- Diikuti dengan terapi pemeliharaan/pencegahan.

e. Tindakan
Kotrikosteroid intralesi (KIL), ektraksi komedo, laser (misalnya laser V-
beam), electrosurgery, krioterapi, terapi ultraviolet, blue light (405-420 nm), Red
light (660 nm), chemical peeling dan lain-lain.

Vous aimerez peut-être aussi