Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
I. Definisi
Menurut Nelson (2007) asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronis
yang terjadi di salur pernafasan sehingga menyebabkan penyempitan pada salur
pernafasan tersebut. Asma merupakan sindrom yang kompleks dengan karakteristik
obstruksi jalan nafas, hiperresponsif bronkus dan inflamasi pada salur pernafasan
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat
bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap
dan mengganggu aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti menurun akibat
mangkir kerja atau sekolah, dan dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga
menambah penurunan produktiviti serta menurunkan kualiti hidup.
C. Patofisiologi
INFLAMASI AKUT
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara
lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang
terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma
tipe lambat.
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
INFLAMASI KRONIK
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut
ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot
polos bronkus.
Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe Th2).
Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan
mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF.
Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-
sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-
CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup
eosinofil.
Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti
molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.
Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya masih
diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil
granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic
enzym dan metaloprotease sel epitel.
EOSINOFIL
Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-
linking reseptor IgE dengan factors pada sel mast mengaktifkan sel mast.
Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed
mediator seperti histamin dan protease serta newly generated
mediators antara lain prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga
mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF.
Makrofag
AIRWAY REMODELING
IV. DD
No Tanda klinis Eksserbasi asma dengan COPD
asidosis respiratory et causa
ispa
1 Batuk berdahak + +
2 Sesak nafas + +
3 Demam + -
4 Eosinofil sputum + -
5 Neutrofil sputum - +
6 Wheezing + +
V. Penatalaksanaan
Sasaran utama sebagai strategi pertahanan terhadap asma adalah zat zat iritan
dan alergen. Keduanya bisa merangsang timbulnya reaksi pada salur pernafasan.
Penghindaran terhadap faktor lingkungan adalah saran yang paling ampuh dalam
usaha menghadapi asma. Cara ini sangat alami, tidak perlu mengkonsumsi obat-
obatan, tiada akibat sampingannya serta udara dan lingkungan yang bersih membawa
manfaat bagi seluruh anggota keluarga yang lain. Terdapat dua kategori obat untuk
penyembuhan asma yaitu obat pelega yang bekerja dengan cepat (quick-relief) dan
obat kontrol untuk jangka panjang (long-term control). Obat pelega yang digunakan
adalah short-acting 2 agonist (SABA), anti kolinergik dan kotikosteroid oral. SABA
(seperti albuterol, levalbuterol dan pirbuterol) merupakan antara bronkodilator yang
efektif. SABA bekerja dengan memberikan efek relaksasi pada otot polos bronkus
dan mula bekerja 5 hingga 10 menit setelah administrasi. Ipratropium bromida
merupakan antikolinergik bronkodilator yang mengurangkan hipersekresi mukus dan
irritabilitas reseptor batuk dengan mengikat asetilkolin di reseptor muskarinik yang
terdapat pada otot polos bronkus. Anak asma dengan eksaserbasi akut diberikan
kortikosteroid untuk 3 hingga 10 hari. Dosis awal diberikan 1-2 mg/kg/hari dengan
Prednison untuk 2 hingga 5 hari yang berikutnya. Untuk obat kontrol jangka panjang
pula digunakan obat long-acting 2 agonist (LABA), kortikosteroid inhalasi, teofilin
dan leukotrien modifiers. LABA (salmeterol, formoterol dan bambuterol)
memberikan efek relaksasi otot polso bronkus dan bekerja selama 12 jam tapi obat ini
tidak memberikan efek anti inflamatori yang signifikan. Leukotriene modifiers dibagi
menjadi dua kelompok yaitu cysteinyl leukotriene reseptor antagonists(zafirlukast dan
montelukast) dan leukotriene synthesis inhibitors (zileuton). Leukotriene modifiers
bekerja sebagai anti inflamasi dan bronkodilator. Manakala teofilin bekerja dengan
cara menghambat fosfodiesterase seterusnya menghambat pemecahan cyclic-AMP.
Teofilin merupakan terapi tambahan bagi kortikosteroid inhalasi (Iwan dan Syamsir,
2006).
VI. Referensi
Arvin, Behrman, Kliegman. 2007. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
M. jusuf., Winariani., Slamet Hariadi (2010). Buku Ajar Ilmu penyakit Paru.
departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Lorraine M. Wilson & Sylvia A. Price (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses
Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC.
Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma . Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama