Vous êtes sur la page 1sur 14

ASKEP PADA KLIEN GANGGUAN

SISTEM PERKEMIHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN :
BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

Pendahuluan :

Masalah yang sering di alami seorang pria usia lanjut yang berhubungan dengan sistem
perkemihan adalah Benign Prostatic Hyperlasia (BPH). Prostat adalah organ perkemihan
yang sering mengalami neoplasma : Benigna atau Maligna.

Masalah ini sering terjadi pada 50 % pria diatas usia 50 tahun, dan 75 % pria di atas 70 tahun.
Di Indonesia insiden ini akan banyak ditemukan sehubungan dengan semakin banyaknya usia
lanjut karena meningkatnya usia harapan hidup. Dengan demikian akan banyak pula kasus ini
tinggal rawat di rumah sakit yang pada umumnya berindikasi pembedahan.

Pada kondisi ini, sebagai seorang perawat akan sering diperhadapkan dengan masalah
keperawatan yang terkait dengan kasus BPH terutama yang berhubungan dengan tindakan
pembedahan. Oleh karena itu perawat perlu memiliki pengetahuan yang cukup untuk
menangani klien BPH khususnya dalam asuhan keperawatan perioperatif (pra bedah, intra
bedah, dan pasca bedah).

Etiologi :

BPH adalah pembesaran jaringan kelenjar prostat yang bersifat jinak. Walaupun tidak
diketahui secara pasti penyebabnya sebab bersifat universal terjadi pada usia lanjut. Namun
demikian diperkirakan bahwa peningkatan jumlah sel prostat sebagai hasil dari adanya
perubahan endokrin yang berhubungan dengan proses penuaan. Terjadinya akumulasi
dihydroxytestosteron (hormonm androgen utama dalam kelenjar prostat), stimulasi estrogen,
dan aktifitas hormon pertumbuhan lokal lainnya dianggap berperan dalam terjadinya BPH
(Lewis, Heitkemper & Dirksen, 2000)
Demikian pula dengan faktor yang berhubungan dengan diet, pengaruh inflamasi kronik,
faktor sosial ekonomi, herediter, dan ras semuanya dapat dipertimbangkan berperan dalam
terjadinya BPH (Black & Jacobs, 1997).

Faktor Resiko :

BPH sering ditemukan pada seorang pria lanjut usia, oleh karena itu tidak ada pencegahan
utamanya. Pria dengan kastraksi atau yang mengalami hypogonadism sebelum pubertas atau
pada pria awal dewasa jarang mengalami BPH. Insiden meningkat pada pria kulit hitam, dan
kurang pada pria Asia (Black & Jacobs, 1997).

Yang utama adalah deteksi dini merupakan pencegahan sekunder yang terbaik. Deteksi dini
diperlukan guna menangani secara cepat sehingga mencegah terjadinya komplikasi yang
berhubungan dengan obstruksi saluran perkemihan bagian bawah.

Sebaiknya pemeriksaan prostat sudah dilakukan pada usia 40 tahun.

Pathophysiology :

Pembesaran prostat yang bersifat junak adalah peningkatan secara abnormal jumlah sel
normal (hyperlasia) dalam prostat, agaknya juga terjadi pembesaran sel-sel prostat
(hypertrophy).

Kelenjar periurethral yang mengalami hiperplasi pada usia lanjut yang secara bertahap
bertumbuh dan menekan pada sekeliling jaringan prostat yang normal yang mendorong
kelenjar kedepan, dan membentuk kapsul.

Komplikasi yang mungkin terjadi akibat pembesaran prostat termasuk hambatan aliran urin
dan juga akan mengakibatkan terjadinya urinary reflux (backward flow) yang akan
menyebabkan dekompensasi uretrovesical junction.

Akibat dekompensasi menyebabkan peningkatan tekanan kandung kemih yang lama,


menipisnya dinding kandung kemih akibat peregangan dan memudahkan terjadinya infeksi
kandung kemih atau terbentuknya batu kandung kemih.

Akibat tekanan kandung kemih, ureter akan mengalami tekanan dan obstruksi sehingga dapat
menyebabkan hydroureter dan selanjutnya dapat menyebabkan hydronephrosis, akibatnya
piala ginjal dan kaliks akan mengalami distensi dan jaringan parenkim ginjal akan mengalami
atrofi. Selanjutnya obstruksi yang terjadi bila berlangsung lama atau mengalami reflux akan
menyebabkan terjadinya insufisensi renal.

Manifestasi Klinik :

BPH biasanya terjadi secara perlahan-lahan sehingga dalam perkembangannya kadang-


kadang tidak dirasakan sebagai gangguan. Perlu diketahui bahwa pada usia lanjut, akan
terjadi peningkatan frekuensi berkemih. Bila seseorang mengeluh bahwa jumlah dan
kekuatan aliran urin tidak terjadi secara normal, maka patut dicurigai terjadinya BPH dan
perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut.

Pada BPH, aliran urin berkurang derasnya, nampak aliran melemah dan kadang-kadang
hanya menetes. Klien akan merasakan kurang puas dalam berkemih. Mungkin pula terdapat
darah dalam urin.

Akibat pembesaran prostat, akan sangat berbahaya terjadinya obstuksi perkemihan yang
komplit dan terjadi retensi. Retensi dapat dipicu oleh :

1. Demam

2. Peminum alkohol

3. Infeksi

4. Hambatan pengosongan

5. Trah baring.

Beberapa obat dapat memicu terjadinya retensi, seperti obat yang bersifat dekongestan,
anticholinergic, dan antidepressant.

Obstruksi dapat menyebabkan nyeri yang sangat sehingga perlu segera dilakukan
pemasangan kateter.

Beberapa upaya untuk mengkaji BPH :

1. Lakukan pemeriksaan fisik secara umum , termasuk digital rectal examination


(DRE).
2. Pemeriksaan laboratorium : Darah, urine, dan fungsi ginjal.

3. X-ray termasuk intravenous pyelogram dan cystosgraphy

4. prosedur tindakan lain : misalnya kakaterisasi dan cystoscopy.

Komplikasi :

Klien BPH akan meningkatkan resiko infeksi saluran kemih akibat kandung kemih tidak
mengalami pengosongan sempurna yang disebabkan oleh adanya obstruksi sebagian atau
total pada bagian proksimal uretra. Urin residu akan merupakan lingkungan yang baik
sebagai tempat berkembang biaknya bakteri.

Batu dapat teerbentuk sebagai akibat terjadinya alkalinization dari urine residu. Robekan
pembuluh darah akibat peregangan yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hematuria.
Peningkatan tekanan pada kandung kemih akan menyebabkan dinding kandung kemih
mengalami peregangan dan menyebabkan terbentuknya divertikula.

Komplikasi yang sangat serius akibat retensi urin adalah disfungsi kandung kemih,
hydroureter, kerusakan jaringan parenkim ginjal akibat hydronephrosis, dan terjadi
pyelonephritis. Dan komplikasi di atas dapat menyebabkan gagal ginjal.

Tindakan medik :

Tujuan penanganan medik yaitu memperbaiki aliran urin dari kandung kemih,
mengurangi/menghilangkan gejala-gejala, dan mencegah atau menangani komplikasi akibat
BPH.

Apabila ditemukan klien berindikasi peningkatan obstruksi urethra,dilakukan tindakan


penanganan sesuai dengan indikasi. Berbagai tindakan sebagai pilihan penanganan BPH
dapat dikategorikan dalam tindakan pengobatan, nonsurgical invasive (invasif tanpa
tindakan pembedahan, dan surgical invasive (tindakan invasif dengan pembedahan).

1. Terapi Pengobatan :

Pemberian hormon dapat mengurangi/menghambat pertumbuhan jaringan melalui


penghambatan hormon adrogen. Pengobatan dilakukan secara kontinu. Efek samping dari
pengobatan ini adalah disfungsi ereksi, dimana ditemukan 10 % dari klien mengalami
penurunan libido( Lewis,Heitkemper & Dirksen, 2000).

Pengobatan herbal dapat digunakan untuk klien BPH.


2. Nonsurgical Invasive :

Pemasangan indwelling kateter secara temporer dapat digunakan untuk mengurangi gejala.
Pemasangan kateter dalam waktu yang lama agar dihindari guna mencegah terjadinya risiko
infeksi. Pemasangan Ballon dilatasi dalam uretra untuk meregangkan uretra sehingga aliran
urin menjadi bebas dan lancar. Tindakan pemasangan ballon ini merupakan tindakan yang
tidak permanen (bersifat sementara).

3. Surgical Therapy :

Tindakan pembedahan dilakukan guna mnengatasi adanya obstruksi urin akibat BPH. Bagian
dari kelenjar prostat yang menyebabkan obstruksi dilakukan pengangkatan yang disebut
Prostatectomy. Indikasi prostatectomy adalah sebagai berikut ;

a. Bagian atas saluran kemih mengalami dilatasi (hydroureter, hydronephrosis) dan


adanya gangguan fungsi ginjal.

b. Nyeri yang hebat.

c. Total urinary obstruction.

d. Pengobatan yang diberikan kurang berespon.

e. Adanya batu kandung kemih, sebagai bukti adanya obstruksi yang lama sehubungan
dengan BPH dan adanya infeksi.

f. Obstruksi yang lama dengan adanya hydroureter dan hydronephrosis yang


mengganggu fungsi ginjal.

g. Hematuria yang lama dan hebat.

h. Menurunnya kualitas hidup sebagai akibat BPH.

i. Retensi urinary yang kronik.

j. Adanya infeksi saluran kemih yang berulang-ulang.

Penanganan Pra-Bedah :
Tujuan persiapan klien pra-bedah adalah mempertahankan output urin dan mencegah
komplikasi.

Klien yang mengalami retensi akut memerlukan tindakan pembedahan. Biasanya pada
kondisi ini perlu dipertimbangkan pemasangan kateter.

Prosedur pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat jaringan prostat yang membesar,
yaitu :

1. Transurethral resection of the prostat (TURP).

2. Suprapubic prostatectomy.

3. Retropubic prostatectomy.

4. Perineal prstatectomy.

Prosedur di atas ditentukan oleh ukuran dari prostat dan kondisi umum kesehatan klien.

a. Transurethral Resection of the Prostate (TURP) adalah tinmdakan yang sering dilakukan
dengan mengangkat sebagian prostat. Tidak dilakukan insisi eksternal, karena dilakukan
melalui resectoscope melalui uretra dan dilaukan kauter pada jaringan prostat.. Setelah
dilakukan tindakan ini melalui three-way indwelling catheter dimasukkan cairan steril
sebanyak 30 60 ml guna hemostasis dan memfasilitasi aliran urin. Irigasi kandung kemi
dilakukan 24 jan pertama guna mencegah obstruksi bekuan darah. Tindakan ini digunakan
bila klien mengalami pembesaran prostat sedang.

Keuntungan tindakan ini adalah tidak dilakukan insisi eksternal dan tidak menyebabkan
gangguan disfungsi seksual (gangguan ereksi), dan tidak mengakibatkan inkontinen yang
lama.

Kerugiannmya yaitu dengan tidak seluruhnya jaringan prostat diangkat akan memebrikan
potensi untuk mengalami kembali hyperplasia, dan dapat terjadi kanker prostat.

b. Transurethral Incision of the Prostat (TUIP).

Dilakukan pada klien dengan risiko tinggi, juga pada obstruksi ringan, atau pada klien
usia yang masih mudah. Insisi dilakukan kedalam jaringan prostat guna mengurangi
obstruksi pada bagian leher kandung kemih. Insisi dapat dibuat secara unilateral atau
bilateral. Dilakukan monitor output urin dan kemungkinan hematuria yang dilakukan
pada 24 jam pertama melalui indwelling kateter.

c. Suprapubic Resection.

Pengangkat massa jaringan dilakukan secara luas (diatas 60 g) yang biasa dilakukan pada
kanker prostat. Insisi dilakukan dibagian bawah garis tengah abdomen melalui kandung
kemih sampai pada bagian depan prostat. Tindakan ini dengan menggangkat seluruh kelenjar
dan selanjutnya uretra dijahitkan pada kandung kemih. Setelah pembedahan, dipasang kateter
pada bagian suprapubis yang dipasang melalui insisi abdominal yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya terkanan pada ahitan dan menungkin untuk penyembuhan kandung
kemih. Indwelling kateter dipasang kedalam kandung kemih melalui urethra guna mencegah
terjadinya striktur. Dilakukan irigasi kandung kemih pada 24 jam pertama.

Tindakan ini berisiko terjadinya infeksi saluran kemih, spasme kandung kemih, dan
perdarahan.

d. Retropubic Resection

Digunakan untuk mengangkat secara radikal yang dilakukan pada kanker prostat. Insisi pada
bagian bawah garis abdomen sampai pada kelenjar prostat. Setelah pembedahan, dipasang
indwelling kateter yang dipasang melalui urethra kedalam kandung kemih. Dipasang drain
pada daerah insisi abdomen guna mengeluarkan cairan melalui area tersebut. Pada tindakan
ini tidak dilakukan insisi kandung kemih. Prosedur ini berisiko terjadinya perdarahan. Pada
klien yang kegemukan, agak sulit dilakukan reseksi suprapubis dan retropubis.

e. Perineal Resection.

Tindakan ini jarang dilakukan, tetapi dilakukan pada kanker prostat. Insisi dibuat melalui
antara skrotum dan anus. Oleh karena kemungkinan dapat meluas ke area rektum maka klien
sebelumnya dilakukan huknah, diberi antibiotik, dan diet rendah serat. Setelah pembedahan
dipasang indwelling kateter melalui urethra. Dipasang drain pada daerah insisi.Dilakukan
pergantian balutan setiap kali defekasi guna mencegah terjadinya infeksi pada daerah insisi.

Kerugian : Walaupun semua tindakan berisiko disfungsi ereksi, tetapi tindakan Perineal
Resection merupakan insiden tertinggi, inkontinen urin, risiko infeksi karena berdekatan
dengan anus.

Asuhan Keperawatan pada Klien BPH:

Perawat sangat berkepentingan dalam asuhan keperawatan klien, karena pada umumnya klien
BPH tinggal rawat di rumah sakit karena dilakukan pembedahan. Fokus asuhan keperawatan
terutama pada pra-bedah dan pasca-bedah.

Pengkajian Keperawatan :
Data objektif dan data subjektif harus dikumpulkan dari klien BPH, yaitu :

Data Subjektif :

- Informasi tentang status kesehatan : Pengobatan : testosteron dan estrogen yang


diberikan pada klien sebagai pengobatan BPH.

- Persepsinya tentang kesehatan : pengetahuan sehubungan dengan BPH, kurang minum,


pola eliminasi : berkemih yang mendesak (uninary urgency), aliran urin yang lemah,
merasa tidak sempurna dalam berkemih, urin menetes, retensi urin, inkontinen,
nocturia

- Persepsi kognitif : dysuria, merasa kurang nyaman pada kandung kemih.

- Reprodusi/Seksual : Kecemasan tentang disfungsi seksual.

Data Objektif :

- Umumnya terjadi pada pria lanjut usia.

- Adanya distensi kandungkemih teraba pada palpasi, dan teraba adanya pembesaran pada
prostat (dilakukan pemeriksaan rektal).

- Ditemukan pembesaran prostat pada ultrasonography, pada pemeriksaan laboratorium


ditemukan adanya lekosit, bakteri, atau hematuria, meningkatnya BUN dan kreatinin
serum .

Asuhan Keperawatan sebelum pembedahan :

Pengkajian :

Klien mungkin secara samar-samar mengetahui tentang mengapa kelenjar prostat membesar,
dan klien mungkin merasa ketakutan sehubungan dengan pengkajian/test dan hasilnya. Hati-
hati menjelaskan setiap bagian dari proses pengakajian yang dilakukan. Bila perlu perlihatkan
pada klien/keluarganya gambar organ reproduksi dan kelenjar prostat dan jelaskan pengaruh
adanya pembesaran prostat dengan ekresi urin.
Tanyakan pada klien manifestasi klinik yang terjadi pada klien termasuk pola berkemih,
adanya urgency, frequency, menurunnya atau terjadinya gangguan aliran urin, hambatan
berkemih, dan nocturia. Tanyakan juga kemungkinan adanya hematuria.

1. NDx : Retensi urin berhubungan dengan Pembesaran prostat/obstruksi urethra.

Tujuan : Klien akan bebas dari gejala-gejala BPH ditandai dengan : tidak ditemukan adanya
Frequency, urgency, hesitancy, aliran yang melemah, retensi, atau nocturia.

Implementasi ;

- Observasi kekuatan aliran urin.

Rasional : Aliran yang melemah, menunjukkan adanya obstruksi pada saluran


perkemihan bagian bawah.

- Lakukan perkusi/palpasi area suprapubis.

Rasional : Distensi kandung kemih dapat dirasakan pada area suprapubis.

- Monitor vital sign, observasi kemungkinan hipertensi, edema perifer, perobahan


kesadaran.

Rasional : Kehilangan fungsi ginjal akan menghasilkan penurunan eliminasi cairan dan
akumulasi zat-zat toksik.

- Berikan rendaman hangat bila ada indikasi.

Rasional : Memungkinkan relaksasi otot, menurnkan edema, dan dapat mendorong


terjadinya pengosongan.

- Pasang indwelling kateter sesuai indikasi.

Rasional : Indwelling kateter sebagai alat memperetahankan aliran urin dari kandung
kemih secara adekuat/lancar.

2. NDx : Nyeri akut sehubungan dengan adanya iritasi mukosa sebagai akibat adanya distensi
kandung kemih

Tujuan : Klien akan melaporkan nyeri terkontrol/berkurang, ditandai dengan ;


- Klien nampak relaksasi.

- Tidur cukup.

- Melaporkan nyeri hilang/berkurang.

- Vital sgn dalam batas normal.

Implementasi :

- Kaji adanya nyeri.

Rasional : Nyeri akibat obstruksi saluran kemih dirasakan pada area sekitar kandung
kemih/suprapubis.

- Lakukan tindakan relaksasi misalnya deep breathing exercise atau pengalihkan perhatian
dengan memberikan aktifitas yang bervariasi.

Rasional : Meningkatnya relaksasi, mengalihkan perhatian akan meningkatkan


kemampuan koiping klien.

- Gunakan rendaman air hangat terutama pada daerah genitalia dan sekitarnya.

Rasional : Rangsang hangat akan mengakibatkan vasodilatasi, sehingga akan terjadi


relaksasi.

- Pertahankan tirah baring .

Rasional : Nyeri akan meningkatkan stres sehingga penggunaan energi akan


meningkatkan. Energi diperlukan untuk mendorong kekuatan/desakan
pengeluaran urin.

- Pasang indwelling kateter.

Rasional : Mengeluarkan urin akan mengurangi distensi kandung kemih dan mencegah
kegelisahan klien.

- Diskusikan dengan dokter tentang pemberian obat :

- Golongan narkotik
Rasional : Memberikan relaksasi fisik dan mental.

- Antibiotik

Rasional : Mencegah adanya bakteri dalam saluran kemih.

3, NDx : Kurangnya pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi/pemahaman


tentang penyakit, manifestasinya, dan tindakan.

Tujuan : Klien akan meningkat pengetahuannya tentang penyaki, manifestasi dan tindakan
yang dilakukan, yang ditandai dengan :

- Klien menunjukkan kepatuhan dalam menjalani tindakan/pengobatan.

- Klien pernyataan klien mendukung tindakan yang diberikan.

- Klien mampu menjelaskan kembali tentang pengetahuan, manfestasi penyakit


dan tindakan yang dilakukan.

Implementasi :

- Dorong klien untuk mengungkapkan ketakutannya/perasaannya dan keprihatinannya.

Rasional : Klien merasa diberi perhatian serius, klien yakin perawat akan membantu
dengan baik.

- Berikan informasi bahwa penyakit ini bukan akibat hubungan seksual.

Rasional ; Informasi yang adekuat akan mengurangi kecemasannya.

- Sarankan:untuk menghindari minuman yang beralkohol/stimulan.

Rasional : Stimulan akan meningkatkan GFR sehingga produk urin akan meningkat
sehingga distensi kandung kemih akan bertambah.

- Diskusikan dengan dokter tentang pemberian informasi mengenai penyakit dan


tindakannya.
Rasional : Pemahaman yang keliru tentang penyakit dan tindakannya/pengobatan akan
meningkatkan kecemasannya atau kurang kooperatif dalam tindakan
yang dilakukan.

Asuhan Keperawatan Perioperatif :

Pengkajian :

Kaji kemampuan klien mengosongkan kandung kemihnya. Kandung kemih klien di palpasi
kemungkinan adanya distensi kandung emih. Palpasi dilakukan di area suprapubis. Jika klien
tidak dapat berkemih dengan sempurna, pertimbangkan kemungkinan pemasangan
indwelling kateter. Oleh karena itu kaji adanya kebutuhan pemasangan kateter.

Pada pengkajian pra-bedah, perhatikan pengkajian yang berhubungan dengan aspek fisik dan
psikososial. Kaji tingkat pengetahuan klien sehubungan dengan pembedahan dan hasilnya.
Oleh karena banyak jenis tindakan pembedahan yang dapat dilakukan, jadi mungkin klien
tidak mengerti implikasi dari tindakan yang akan dilakukan.

implikasi dari tindakan yang diterima klien.

1. NDx : Ketakutan sehubungan dengan masalah yang dialami saat ini, tindakan dan fungsi
seksual

Tujuan : Klien akan dapat mengontrol ketakutannya ditandai dengan pernyataan sehubungan
dengan pemahamannya yang adekuat, kemampuan untuk bertanya secara jelas,
dan kemampuan untuk berisitrahat dengan baik.

Implementasi :

2, NDx : Nyeri akut sehubungan dengan tindakan invasif/edema daerah trauma. Ditandai
dengan : Klien melaporkan nyeri, gelisah, murung, perhatian terfokus, respon
otonomi. pada dirinya, ketegangan otot.

Tujuan : Klien akan melaporkan bahwa nyeri terkontrol /berkurang., ditandai dengan :

- Klien nampak relaksasi.

- Tidur cukup.
- Tenang.

Implementasi :

- Kaji tingkat nyeri, radiasi, dan tanda-tanda vital.

Rasional : Semakin kearak skor yang tinggi semakin menunjukkan tingkat nyeri hebat.
Bila ditemukan peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan klien dalam
kondisi stres akibat nyeri.

- Jelaskan pada klien terjadinya nyeri.

Rasional : Pemahaman yang keliru tentang nyeri akan meningkatkan stress sehingga
nyeri akan semakin meningkat intensitasnya.

- Kaji kemungkinan terjadinya distensi kandung kemih setelah pembedahan.

Rasional : Distensi kandung kemih terjadi sebagai akibat sumbatan bekuan darah pada
saluran perkemihan. Peregangan kandung kemih akan menyebabkan
nyeri.

- Kolaborasi : Obat analgetik atau antispasmodik.

Rasional : Obat ini akan mengurangi nyeri dan mencegah terjadinya spasme kandung
kemih

- Berikan diet tinggi serat.

Rasional : Diet rendah serat akan mendorong klien mengedan saat defekasi sehingga
menimbulkan tarikan/regangan pada area jahitan atau menyebabkan
perdarahan.

3. NDx : Risiko terjadinya injury sehubungan dengan adanya pemasangan kateter, irigasi atau
drai pada suprapubis.

Tujuan : Klien akan bebas dari injury seperti adanya infeksi, sumbatan kateter, atau injury
akibat pemasangan kateter. Ditandai dengan ;

- Tidak ada demam.


- Laboratorium lekosit normal.

- Penyembuhan luka pembedahan baik.

- Katater berfungsi dengan baik.

- Tidakj ada perdarahan.

- Aliran urin lancar.

Implementasi :

- Kaji aliran urin melalui kateter.

Rasional : ketidaklancaran aliran urin melalui kater sebagai akibat adanya sumbatan
bekiuan darah pada lumen kateter.

- Lakukan irigasi kandung kemih melalui kateter.

Rasional : irigasi akan mempertahankan aliran lancar dan membersihkan kandung kemih
dari bekuan darah dan jaringan nekrotis lainnya sehingga urin warna urin
kembali normal, dan mencegah terjadinya overdistensi kandung kemih yang
dapat menyebabkan perdarahan.

- Berikan informasi kepada klien tentang pemasangan drain dan kateter.

Rasional : Kurangnya pengetahuan klien tentang tindakan yang dilakukan akan


memungkinkan klien menarik/memegang kateter/drain.

- Observasi keadaan luka pembedahan apakah ada tanda-tanda radang.

Rasional : Adanya edema, kemerahan pada permukaan kulit di area pembedahan


menunjukkan terjadinya infeksi skunder.

- Pertahankan tehnik aseptik terutama saat perawatan luka pembedahan, hindari lakukan
enema, rectal tube, atau pemasangan termometer rektal.

http://kliknelti.blogspot.com/2010/12/askep-pada-klien-gangguan-sistem.html

Vous aimerez peut-être aussi