Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV
KELAS AJ2/B17
2.2 Pengertian
Hidronefrosis merupakan suatu keadaan pelebaran dari pelvis
ginjal dan kalises (Muttaqin & Sari, 2011).
Hidronefrosis yakni dilatasi abnormal pada pelvis ginjal dan
kaliks di satu atau kedua ginjal akibat obtruksi aliran urine di
saluran genitourinari dan dapat bersifat akut maupun kronis
(Corwin, 2009).
2.3 Etiologi
Banyak faktor yang memungkinkan terbentuknya kondisi
hidronefrosis, diantaranya sebagai berikut (Muttaqin & Sari,
2011):
Ureter
Intrinsik Fungsional Ekstrinsik
Uretropelvic Infeksi gram Retroperitonial
junction stricture negatif lymphoma
Uretrovesical Neurogenik Retroperitoneal
junction bladder sarcoma
obstruction Kanker serviks
Papillary necrosis Kanker prostat
Ureteral folds Retroperitoneal
Ureteral valves fibrosis
Ureteral sticture Aortic aneurysm
(iatrogenic) Inflammatory
Blood clot bowel disease
Benign Retrocaval ureter
fibroepithelial Uterine prolapse
polyps Kehamilan
Ureteral tumor Iatrogenic ureteral
Fungus ball ligation
Ureteral calculus Ovarian cysts
Ureterocele Diverticulitis
Endometriosis Tuboovarian
Tuberculosis abscess
Retrocaval ureter Retroperitoneal
hemorrhage
Kandung Kemih
Intrinsik Fungsional Ekstrinsik
Karsinoma Neurogenic 1. Pelvic lipomatosis
kandung kemih bladder
Bladder calculi Vesicouretral
Bladder neck reflux
contracture
Cystocele
Primary bladder
neck hypertrophy
Bladder diverticula
Uretra
Intrinsik Ekstrinsik
2. Urethral stricture 7. Benign prostatic
3. Urethral valves hyperplasia dan
4. Urethral prostate cancer
diverticula
5. Urethral atresia
6. Labial fusion
2.4 Patofisiologi
2.7 Penatalaksanaan
Peran pengobatan hidronefrosis terbatas untuk
mengontrol rasa sakit dan pengobatan atau pencegahan
infeksi. Sebagian besar kondisi pasien memerlukan tindakan
invasif atau intervensi bedah dengan prognosis pascabedah
yang baik.
1. Nefrostomi
a. Drainase Nefrostomi
Selang nefrostomi dimasukkan langsung ke dalam ginjal
untuk pengalihan aliran urin temporer atau permanen
secara percutan atau melalui luka insisi. Sebuah selang
tunggal atau selang nefrostomi sirkuler atau U-loop yang
dapat tertahan sendiri dapat digunakan. Drainase
nefrostomi diperlukan utuk drainase cairan dari ginjal
sesudah pembedahan, memelihara atau memulihkan
drainase dan memintas obstruksi dalam ureter atau
traktus urinarius inferior. Selang nefrostomi dihubungkan
ke sebuah system drainase tertutup.
b. Nefrostomi Perkutaneus
Pemasangan sebuah selang melalui kulit ke dalam pelvis
ginjal. Tindakan ini dilakukan untuk drainase eksternal
urin dari ureter yang tersumbat, membuat suatu jalur
pemasangan stunt ureter, menghancurkan batu ginjal,
melebarkan striktur, menutup fistula, memberikan obat,
memungkinkan penyisipan alat biopsy bentuk sikat dan
nefroskop atau untuk melakukan tindakan bedah tertentu.
Daerah kulit yang akan diinsisi dipersiapkan serta
dianestesi, dan pasien diminta untuk menarik nafas serta
menahannya pada saat sebuah jarum spinal ditusukkan
ke dalam pelvis ginjal. Urin diaspirasi untuk pemeriksaan
kultur dan media kontras dapat disuntikkan ke dalam
system pielokaliks.Seutas kawat pemandu kateter
angiografi disisipkan lewat jarum tersebut ke dalam ginjal.
Jarum dicabut dan saluran dilebarkan dengan melewatkan
selang atau kawat pemandu. Selang nefrostomi
dimasukkan dan diatur posisinya dalam ginjal atau ureter,
difiksasi dengan jahitan kulit serta dihubungkan dengan
system drainase tertutup.
2.8 Komplikasi
Jika hidronefrosis tetap tidak diobati, peningkatan tekanan di dalam ginjal
bisa menurunkan kemampuan ginjal untuk menyaring darah, mengeluarkan
produk sampah, dan membuat urin serta mengatur elektrolit dalam tubuh.
Hidronefrosis bisa menyebabkan
1. Infeksi ginjal (pyelonephrosis)
2. Gagal ginjal
3. Sepsis
4. Ginjal kehilangan fungsi (dalam beberapa kasus), atau kematian.
Menurut Corwin (2009), komplikasi yang mungkin muncul
akibat hidronefrosis adalah batu ginjal dan sepsis.
2.9 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Nama
Nama klien sangat dibutuhkan sebagai identitas klien
2) Umur
Banyak ditemukan pada usia diatas 60 tahun.
3) Jenis kelamin
Lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki.
4) Pekerjaan
Pekerjaan klien dapat berpengaruh terhadap penyebab klien menderita
hidronefrosis, misalnya sopir atau sekretaris yang pekerjaannya banyak
untuk duduk sehingga meningkatkan statis urine.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat pasien terdahulu mungkin pernah mengalami penyakit batu
ginjal, tumor, pembesaran prostat, ataupun kelainan kongenital.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang ialah status kesehatan klien saat ini seperti
klien berkemih sedikit tergantung periode penyakit, nyeri saat
berkemih,nyeri panggul.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, gout,
diabetes
c. Data fokus berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000)
riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1) Makanan/cairan
Gejala
a) Mual/muntah, nyeri tekanan abdomen
b) Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air
dengan cukup
Tanda
a) Distensi abdominal, penurunan/tidak ada usus
b) Muntah
2) Aktivitas dan istirahat
Gejala
a) Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan
pada lingkungan bersuhu tinggi
b) Keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisi
sebelumnya
3) Eliminasi
Gejala: riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya,
penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh
Tanda: oliguri, hematuri, pluria, perubahan pola berkemih
4) Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal
ginjal), kulit hangat dan kemurahan, pucat
5) Nyeri/ kenyamanan
Gejala
a) episode akut: flank pain (nyeri sangat berat), lokasi
seperti pada kolik renal yaitu punggung dan tidak
dapat terlokalisir hingga menyebabkan mual, muntah
serta hematuria.
b) Episode kronis: nyeri terjadi intermiten, tidak hebat,
lokasi tergantung pada lokasi obstruksi, contoh pada
panggul diregio sudut kortovertebral dan menyebar ke
punggung, abdomen dan turun kelipatan paha juga
kadang disertai dengan malaise.
Tanda : melindungi perilaku distriksi, nyeri tekan pada
area ginjal yang dipalpasi
6) Keamanan
Gejala : menggigil, demam
7) Persepsi diri
Gejala : kurang pengetahuan, gangguan body image
d. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
a) Darah : hematologi; GD I/II, BGA
b) Urine : kultur urine, urine 24 jam
2) Radiodiagnostik
a) USG/CR abdomen
b) BNO IVP
c) Renogram / RPG
d) Foto thorax
2. Diagnosa Keperawatan
a. Preoperatif
1) Nyeri berhubungan dengan adanya tekanan di ginjal
yang meningkat.
2) Retensi urine berhubungan dengan obstruksi saluran
kemih.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat mual,
muntah .
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan statis urine di
pelviks ginjal.
5) Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi, prosedur
pembedahan, kurang pengetahuan tentang penyakit.
b. Postopertif
1) Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat
pembedahan
2) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan
obstruksi sekunder dari Sachse berupa bekuan darah dan
edema.
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port
de entree dari luka pembedahan.
4) Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan
jaringan pasca prosedur pembedahan.
3. Intervensi Keperawatan
a. Preoperatif
1. Nyeri berhubungan dengan adanya tekanan ginjal yang
meningkat
Tujuan : nyeri terkontrol / berkurang
Kriteria hasil :
a) pasien mengatakan nyeri berkurang dengan spasme
terkontrol
b) tampak rileks
c) mampu istirahat dengan tepat
d) VAS: 1-3
Intervensi:
a) Catat lokasi, lamanya, intensitas dan penyebaran,
pertahankan TTV
Rasional: bantu mengevaluasi tempat obstruksi dan
kemajuan gerakan kalkulus.
b) Bantu dan dorong penggunaan nafas, berfokus bimbingan
imajinasi dan aktivitas terapeutik.
Rasional: memberikan kesempatan untuk pemberian
perhatian dan membantu relaksasi otot.
c) Dorong dengan ambulasi sesuai indikasi
Rasional: hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu,
mencegah statis urine dan mencegah pembentukan batu .
d) Perhatikan keluhan penambahan / menetapnya nyeri
abdomen.
Rasional: obstruksi dapat menyebabkan perforasi dan
ekstravasasi urine ke dalam arca perianal.
e) Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional: biasanya diberikan sebelum episode akut untuk
meningkatkan relaksasi otot / mental.
2. Retensi urine berhubungan dengan obstruksi saluran kemih.
Tujuan: dapat berkemih dengan jumlah normal dewasa 1
ml/kgbb/jam
Kriteria hasil:
a) Tidak mengalami tanda obstruksi.
b) Urine lancar
Intervensi
a) Bantu klien untuk meningkatkan pemasukan cairan bila
tidak ada kontra indikasi.
Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri darah dan
membantu lewatnya batu.
b) Tentukan pola berkemih normal dan perhatikan variasi.
Rasional: biasanya frekuensi meningkat bila kalkulus
mendekati pertemuan uretrovesikal.
c) Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat
kesadaran.
Rasional: akumulasi sisa berkemih dan
ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik di ssp.
d) Catat Px laboratorium, ureum, creatinin.
Rasional: peningkatan ureum, creatinin mengindikasikan
disfungsi ginjal
e) Amati keluhan Vu penuh, palpasi untuk distensi
suprabubik, pertahankan penurunan keluaran urine.
Rasional: retensi urine dapat terjadi, menyebabkan
distansi jaringan dan resiko infeksi, gagal ginjal.
f) Kolaborasi dalam pemasangan kateter
Rasional: IWL catether dapat membantu dalam
meminimalkan injury, serta koreksi urine dalam 24 jam.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, mual,
muntah.
Tujuan: kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil:
a) Nafsu makan meningkat
b) Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut
c) Klien tidak mual dan muntah
d) Klien mampu menghabiskan porsi makan yang diberikan.
Intervensi:
a) Kaji dan catat pemasukan diet.
Rasional : membantu mengidentifikasi defisiensi dan
kebutuhan diet.
b) Berikan makan sedikit tapi sering.
Rasional : meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan
dengan status uremik.
c) Timbang BB setiap hari.
Rasional : perubahan kelebihan 0,5 kg dapat
menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan.
d) Awasi Px lab, contoh BUN, albumin serum, natrium, kalium
Rasional : indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan
aktivitas terapi.
e) Berikan / Kolaborasi obat antidiuretik.
Rasional : menghilangkan mual, muntah, meningkatkan
pemasukan oral.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan dengan statis
urine di pelviks ginjal.
Tujuan: tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil: tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi.
a) Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan
perawat.
Rasional: menurunkan resiko kontaminasi silang.
b) Bantu nafas dalam, batuk dan pengubahan posisi.
Rasional: mencegah atelektosis dan kemobilisasi secret
untuk menurunkan resiko infeksi.
c) Kaji integritas kulit.
Rasional: ekskorisasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi
sekunder.
d) Awasi tanda vital.
Rasional: demam dengan peningkatan nadi dan
pernafasan adalah tanda peningkatan laju metabolik dan
proses inflamasi.
5. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi, prosedur
pembedahan, kurang pengetahuan tentang penyakit
Tujuan: Cemas berkurang / hilang sehingga klien mau
kooperatif dalam tindakan perawatan.
Kriteria hasil:
a) Klien melaporkan cemas menurun / berkurang.
b) Klien memahami dan mau mendiskusikan rasa cemas.
c) Klien dapat menunjukan dan mengidentifikasi cara yang
sehat dalam menghadapi cemas.
d) Klien tampak rileks dan dapat beristirahat yang cukup.
e) Tanda - tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
a) Bina hubungan saling percaya dengan klien atau keluarga.
Rasional: Menunjukan perhatian dan keinginan untuk
membantu dalam mendiskusikan masalah klien
b) Dorong klien atau keluarga untuk menyatakan perasaan
atau masalah.
Rasional: Mengidentifikasi masalah, memberikan
kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas
kesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah.
c) Beri informasi tentang prosedur atau tindakan yang akan
dilakukan.
Rasional: Membantu klien memahami tujuan dari apa
yang dilakukan dan mengurangi masalah karena
ketidaktahuan.
d) Jelaskan pentingnya peningkatan asupan cairan.
Rasional: Kelancaran produksi urine dapat menghambat
pembentukkan klot.
e) Jelaskan pembatasan aktifitas yang diharapkan :
1) Tirah baring untuk hari pertama post operasi.
2) Ambulasi progresif yang dimulai hari pertama post
operasi dan hindari aktifitas yang mengencangkan
daerah kandung kemih.
Rasional: Pemahaman klien dapat membantu mengurangi
cemas yang berhubungan dengan kecemasan akibat
ketidaktahuan.
b. Postoperatif
1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat
pembedahan
Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
a) Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
b) Ekspresi wajah klien tenang.
c) Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
d) Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
e) Tanda - tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
a) Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung
kemih.
Rasional: Untuk mendeteksi gajala dini spasmus kandung
kemih
b) Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48
jam, untuk mengenal gejala - gejala dini dari spasmus
kandung kemih.
Rasional: Menentukan terdapatnya spasmus sehingga
obat - obatan bisa diberikan.
c) Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi nyeri
akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam.
Rasional: Meberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya
temporer..
d) Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan
nafas dalam, visualisasi.
Rasional: Menurunkan tegangan otot, memfokuskan
kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan
koping.
e) Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk
mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih.
Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.
Rasional: Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan
darah dapat menyebabkan distensi kandungkemih
dengan peningkatan spasme.
f) Observasi tanda - tanda vital.
Rasional: Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
g) Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat - obatan
( analgesik atau anti spasmodik ).
Rasional: Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus
kandung kemih.
2. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan
obstruksi sekunder dari Sachse berupa bekuan darah dan
edema.
Tujuan: Eliminasi urine normal dan tidak terjadi retensi urine.
Kriteria hasil:
a) Klien akan berkemih dalam jumlah normal tanpa retensi.
b) Klien akan menunjukan perilaku yang meningkatkan
kontrol kandung kemih.
c) Tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancar lewat
kateter.
Intervensi:
a) Kaji output urine dan karakteristiknya.
Rasional: Mencegah retensi pada saat dini.
b) Pertahankan irigasi kandung kemih yang konstan selama
24 jam pertama.
Rasional: Mencegah bekuan darah yang dapat
menghambat aliran urine
c) Pertahankan posisi dower kateter dan irigasi kateter.
Rasional: Mencegah bekuan darah yang bisa menyumbat
aliran urine.
d) Anjurkan intake cairan 2500-3000 ml sesuai toleransi.
Rasional: Melancarkan aliran urine yang berguna dalam
proses pembilasan kuman disaluran kemih.
e) Setelah kateter diangkat, pantau waktu, jumlah urine dan
ukuran aliran. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung
kemih, ketidakmampuan berkemih, urgensi atau gejala -
gejala retensi.
Rasional: Mendeteksi dini gangguan miksi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de
entree dari luka pembedahan.
Tujuan :setelah dilakukan asuhan keperawatani infeksi tidak
terjadi.
Kriteria hasil :
a) tidak tampak tanda-tanda infeksi dan peradangan pada
area luka pembedahan.
b) Pemeriksaan leukosit dalam batas normal
c) Observasi TTV dalam batas normal
Intervensi:
a) Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan dan apakah ada
pesanan khusus dari tim dokter bedah dalam melakukan
perawatan luka.
Rasional: Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan
dari tujuan yang diharapkan.
b) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional: Menurunkan kontak tindakan dengan luka yang
dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi
kuman ke jaringan luka.
c) Monitor adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan
disekitar luka operasi.
Rasional: Infeksi luka operasi memberikan manifestasi
adanya tanda-tanda peradangan disekitar luka seperti
kemerahan ,bengkak, atau panas lokal dan nyeri.Tanda
tanda infeksi seperti keluarnya pus da permukaan luka
operasi, peningkatan suhu tubuh dan leukositosis menjadi
parameter dalam memonitor kondisi luka operasi.
d) Evaluasi kondisi luka setiap melakukan perawatan luka.
Rasional: Memantau penyembuhan terhadap luka operasi
4. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan
jaringan pasca prosedur pembedahan.
Tujuan : Dalam waktu 5x24 jam tidak mengalami trauma
pasca bedah.
Kriteria hasil :
a) Tidak ada keluhan subjektif seperti disuria dan urgensi.
b) Eliminasi uurine tanpa menggunakan kateter.
c) Pasca bedah tanpa ada komplikasi.
Intervensi:
a) Monitor adanya keluhan subjektif pada saat melakukan
eliminasi urine.
Rasional: Parameter penting dalam mengevaluasi
intervensi yang telah dilaksanakan.
b) Istirahatkan pasien setelah pembedahan.
Rasional: Klien dianjurkan tirah baring selama 24-48 jam,
tergantung pada sejauh mana prosedur yang telah
dilakukan.
c) Lepas kateter pada hari ke-1-3 pascaoperasi.
Rasional: Menurunkan resiko cedera pada uretra.
d) Evaluasi pasca intervensi pelebaran uretra.
Rasional: Kekambuhan striktur uretra dari intervensi
pelebaran uretra adalah komplikasi yang paling umum,
tetapi meskipun jarang, intervensi untuk melebarkan
uretra dapat menyebabkan trauma uretra.
e) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik intravena pasca
operasi dan agen antimuskarinik.
Rasional: Menurunkan resiko infeksi yang akan
meningkatkan respons trauma jaringan pasca bedah dan
mencegah kejang kandung kemih.
BAB 3
WEB of CAUTATION (WOC)
Laju GFR
Gangguan aliran
urin
Menekan Akumulasi
serabut urine dalam
aferen di kaliks
Akumulasi
Tindakan Nye cairan
pembedahan ri
Bekuan darah +
edem
Perubahan
eliminasi
urine
Daftar Pustaka