Vous êtes sur la page 1sur 24

KEPERAWATAN PERKEMIHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIDRONEFROSIS

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV
KELAS AJ2/B17

Zun Nurainy 131411123044


C. Ketut Subiyanto 131411123045
Hasanah Eka W. 131411123048
Nur Maziyya 131411123050
Siwi Sabdasih 131411123052
Diyah Hita M. 131411123054
Dessy Era P. 131411123056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2015
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Ginjal


Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang
terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Berbentuk
menyerupai kacang dengan sisi cekung menghadap ke
medial. Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis yang
didalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain
yang merawat ginjal, yaitu pembuluh darah, sistem limfatik
dan sistem syaraf. Besar dan berat ginjal sangat bervariasi
tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya
ginjal pada sisi yang lain. Ukuran rerata ginjal orang dewasa
antara 120 170 gram atau kurang lebih 0,4% dari berat
badan (Purnomo, 2011).
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian, yaitu
korteks dan medulla ginjal. Didalam korteks ginjal terdapat
berjuta-juta nefron yang merupakan unit fungsional terkecil
dari ginjal. Sedangkan didalam medulla ginjal terdapat
banyak duktuli atau saluran kecil yang mengalirkan hasil
ultrafiltrasi berupa urin. Nefron terdiri atas glomerulus,
tubulus kontortus (TC) proksimalis, tubulus kontortus (TC)
distalis dan duktus kolegentes. Darah yang membawa sisa
hasil metabolism tubuh difiltrasi (disaring) didalam
glomerulus dan setelah sampai di tubulus ginjal beberapa zat
yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat
hasil metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh
mengalami sekresi membentuk urin (Purnomo, 2011).
Suplai darah ginjal diperankan oleh arteri dan vena
renalis. Arteri renalis merupakan cabang langsung dari aorta
abdominalis dan vena renalis bermuara langsung ke dalam
vena kava inferior. Ginjal adalah organ yang mempunyai
pembuluh darah yang sangat banyak (sangat vaskuler)
tugasnya pada dasarnya adalah menyaring / membersihkan
darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter / menit atau
1.700 liter / hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat
sebanyak 120 ml / menit (170 liter / hari) ke Tubulus. Cairan
filtrat ini diproses dalam tubulus sehingga akhirnya keluar
dari kedua ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter / hari.

Ginjal mendapatkan persyarafan melalui pleksus renalis,


yang seratnya berjalan bersama dengan arteri renalis. Saraf
ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk
kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan
pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Ginjal
memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi
kehidupan, yakni:

1) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat


toksik atau racun.
2) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh.
3) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa
dari cairan tubuh.
4) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein
ureum, kreatinin dan amoniak.
5) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan
tulang.
6) Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
7) Produksi hormon erythropoietin yang membantu
pembuatan sel darah merah (Purnomo, 2011).

2.2 Pengertian
Hidronefrosis merupakan suatu keadaan pelebaran dari pelvis
ginjal dan kalises (Muttaqin & Sari, 2011).
Hidronefrosis yakni dilatasi abnormal pada pelvis ginjal dan
kaliks di satu atau kedua ginjal akibat obtruksi aliran urine di
saluran genitourinari dan dapat bersifat akut maupun kronis
(Corwin, 2009).

2.3 Etiologi
Banyak faktor yang memungkinkan terbentuknya kondisi
hidronefrosis, diantaranya sebagai berikut (Muttaqin & Sari,
2011):

Ureter
Intrinsik Fungsional Ekstrinsik
Uretropelvic Infeksi gram Retroperitonial
junction stricture negatif lymphoma
Uretrovesical Neurogenik Retroperitoneal
junction bladder sarcoma
obstruction Kanker serviks
Papillary necrosis Kanker prostat
Ureteral folds Retroperitoneal
Ureteral valves fibrosis
Ureteral sticture Aortic aneurysm
(iatrogenic) Inflammatory
Blood clot bowel disease
Benign Retrocaval ureter
fibroepithelial Uterine prolapse
polyps Kehamilan
Ureteral tumor Iatrogenic ureteral
Fungus ball ligation
Ureteral calculus Ovarian cysts
Ureterocele Diverticulitis
Endometriosis Tuboovarian
Tuberculosis abscess
Retrocaval ureter Retroperitoneal
hemorrhage
Kandung Kemih
Intrinsik Fungsional Ekstrinsik
Karsinoma Neurogenic 1. Pelvic lipomatosis
kandung kemih bladder
Bladder calculi Vesicouretral
Bladder neck reflux
contracture
Cystocele
Primary bladder
neck hypertrophy
Bladder diverticula
Uretra
Intrinsik Ekstrinsik
2. Urethral stricture 7. Benign prostatic
3. Urethral valves hyperplasia dan
4. Urethral prostate cancer
diverticula
5. Urethral atresia
6. Labial fusion

2.4 Patofisiologi

Hidronefrosis merupakan respons hasil dari proses


anatomis atau fungsional dari suatu gangguan aliran urine.
Gangguan ini dapat terjadi dimana saja di sepanjang saluran
urine dari ginjal sampai ke meatus uretra.

Kenaikkan tekanan ureter menyebabkan perubahan yang


ditandai difiltrasi glomelural, fungsi tubular, dan aliran darah
ginjal. Laju filtrasi glomerulus (GFR) menurun secara
signifikan dalam hitungan jam setelah obstruksi akut.
Penurunan signifikan GFR dapat bertahan selama berminggu-
minggu setelah relief obstruksi. Selain itu, kemampuan
tubular ginjal untuk mengangkut natrium, kalium, dan proton;
serta berkonsentrasi dan untuk mencairkan urine sangat
terganggu.

Tingkat gangguan fungsional secara langsung berkaitan


dengan durasi dan luasnya obstruksi. Pada gangguan
fungsional yang terjadi bersifat reversibel dengan sedikit
peribahan anatomis. Sementara itu, pada kondisi gangguan
kronis akan mengakibatkan atrofi tubulus mendalam dan
kehilangan nefron pemanen.

Peningkatan tekanan ureter juga menghasilkan refluks


pyelovenous dan pyelolymphatic. Perubahan bruto dalam
saluran kemih bergantung pada durasi, derajat, dan tingkat
obstruksi. Dalam sistem pengumpulan intrarenal, derajat
dilatasi dibatasi oleh parenkim ginjal (Muttaqin & Sari, 2011).

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis hidronefrosis menurut Smeltzer (2002), adalah sebagai
berikut:
1. Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap.
2. Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang.
3. Jika terjadi infeksi maka disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta
piuria akan terjadi.
4. Hematuri dan piuria mungkin juga ada.
5. Jika kedua ginjal kena maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan
muncul, seperti:
a. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium);
b. Gagal jantung kongestif;
c. Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi);
d. Pruritis (gatal kulit);
e. Butiran uremik (kristal urea pada kulit);
f. Anoreksia, mual, muntah, cegukan;
g. Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang;
h. Amenore, atrofi testikuler.

6. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (hidronefrosis


akut), biasanya akan menyebabkan kolik renalis ( nyeri
yang luar biasa di daerah antara tulang rusuk dan tulang
panggul) pada sisi ginjal yang terkena.
7. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan
(hidronefrosis kronis), bisa tidak menimbulkan gejala atau
nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang
pinggul).
8. Nyeri yang hilang timbul terjadi karena pengisian
sementara pelvis renalis atau karena penyumbatan
sementara ureter akibat ginjal bergeser ke bawah.
9. Air kemih dari 10% penderita mengandung darah.
10. Sering ditemukan infeksi saluran kemih (terdapat
nanah di dalam air kemih), demam dan rasa nyeri di
daerah kandung kemih atau ginjal
11. Jika aliran air kemih tersumbat, bisa terbentuk batu
(kalkulus).
12. Hidronefrosis bisa menimbulkan gejala saluran
pencernaan yang samar-samar, seperti mual, muntah dan
nyeri perut.
13. Gejala ini kadang terjadi pada penderita anak-anak
akibat cacat bawaan, dimana sambungan ureteropelvik
terlalu sempit
14. Jika tidak diobati, pada akhirnya hidronefrosis akan
menyebabkan kerusakan ginjal dan bisa terjadi gagal
ginjal (Smeltzer dan Bare, 2002).

Sedangkan menurut Corwin (2009), gejala hidronefrosis


yakni:
1. Penurunan haluaran urin
2. Nyeri panggul.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Laboratorium
Urinalisis. Pyuria menunjukkan adanya infeksi. Hematuria
mikroskopik dapat menunjukkan adanya batu atau tumor.
Hitung jumlah sel darah lengkap: leukositosis mungkin
menunjukkan infeksi akut. Kimia serum: hidronefrosis
bilateral dapat mengakibatkan peningkatan kadar BUN dan
kreatinin. Selain itu, hiperkalemia dapat menjadi kondisi
yang mrngancam kehidupan.
2. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi adalah metode yang cpat, murah, dan cukup
akurat untuk mendeteksi hidronefrosis, namun akurasi
dapat bergantung pada pengguna. Ultrasonografi umunya
berfungsi sebagai tes skrining pilihan untuk menetapkan
diagnosis dari hidronefrosis.
3. Pyelography Intravena (IVP)
Pyelography intravena berguna untuk mengidntifikasi
keberadaan dan penyebab hidronefrosis. Intraluminal
merupakan penyebab paling mudah yang dapat
diidentifikasi berdasarkan temuan IVP.
4. CT Scan
CT Scan memiliki peran penting dalam evaluasi
hidronefrosis. Proses retroperitonial menyebabkan
obstruksi ekstrinsik dari ureter dan kandung kemih dapat
dievaluasi dengan sangat baik pada CT Scan.

2.7 Penatalaksanaan
Peran pengobatan hidronefrosis terbatas untuk
mengontrol rasa sakit dan pengobatan atau pencegahan
infeksi. Sebagian besar kondisi pasien memerlukan tindakan
invasif atau intervensi bedah dengan prognosis pascabedah
yang baik.

Intervensi bedah. Teknik yang dilakukan pada pasien


dengan hidronefrosis bergantung pada etiologi. Secara
umum, intervensi bedah dilakukan segera bila terdapat
adanya tanda-tanda infeksi pada saluran perkemihan karena
infeksi dengan hidronefrosis memberikan predisposisi penting
terjadinya sepsis.

1. Nefrostomi
a. Drainase Nefrostomi
Selang nefrostomi dimasukkan langsung ke dalam ginjal
untuk pengalihan aliran urin temporer atau permanen
secara percutan atau melalui luka insisi. Sebuah selang
tunggal atau selang nefrostomi sirkuler atau U-loop yang
dapat tertahan sendiri dapat digunakan. Drainase
nefrostomi diperlukan utuk drainase cairan dari ginjal
sesudah pembedahan, memelihara atau memulihkan
drainase dan memintas obstruksi dalam ureter atau
traktus urinarius inferior. Selang nefrostomi dihubungkan
ke sebuah system drainase tertutup.
b. Nefrostomi Perkutaneus
Pemasangan sebuah selang melalui kulit ke dalam pelvis
ginjal. Tindakan ini dilakukan untuk drainase eksternal
urin dari ureter yang tersumbat, membuat suatu jalur
pemasangan stunt ureter, menghancurkan batu ginjal,
melebarkan striktur, menutup fistula, memberikan obat,
memungkinkan penyisipan alat biopsy bentuk sikat dan
nefroskop atau untuk melakukan tindakan bedah tertentu.
Daerah kulit yang akan diinsisi dipersiapkan serta
dianestesi, dan pasien diminta untuk menarik nafas serta
menahannya pada saat sebuah jarum spinal ditusukkan
ke dalam pelvis ginjal. Urin diaspirasi untuk pemeriksaan
kultur dan media kontras dapat disuntikkan ke dalam
system pielokaliks.Seutas kawat pemandu kateter
angiografi disisipkan lewat jarum tersebut ke dalam ginjal.
Jarum dicabut dan saluran dilebarkan dengan melewatkan
selang atau kawat pemandu. Selang nefrostomi
dimasukkan dan diatur posisinya dalam ginjal atau ureter,
difiksasi dengan jahitan kulit serta dihubungkan dengan
system drainase tertutup.

Sedangkan menurut jenisnya, penatalaksanaan


hidronefrosis dibagi menjadi 2 yakni Hidronefrosis Akut dan
Hidronefrosis Kronis.
1. Hidronefrosis akut
a. Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau
nyeri yang hebat, maka air kemih yang terkumpul
diatas penyumbatan segera dikeluarkan (biasanya
melalui sebuah jarum yang dimasukkan melalui kulit).
b. Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau
terdapat batu, maka bisa dipasang kateter pada pelvis
renalis untuk sementara waktu.
2. Hidronefrosis kronik
a. Dilatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi
penyumbatan air kemih.
b. Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat
melalui pembedahan dan ujung-ujungnya
disambungkan kembali.
c. Dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter
dari jaringan fibrosa.
Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat,
maka dilakukan pembedahan untuk melepaskan ureter
dan menyambungkannya kembali di sisi kandung kemih
yang berbeda
d. Jika uretra tersumbat, maka pengobatannya meliputi:
1) terapi hormonal untuk kanker prostat
2) pembedahan
3) pelebaran uretra dengan dilator

2.8 Komplikasi
Jika hidronefrosis tetap tidak diobati, peningkatan tekanan di dalam ginjal
bisa menurunkan kemampuan ginjal untuk menyaring darah, mengeluarkan
produk sampah, dan membuat urin serta mengatur elektrolit dalam tubuh.
Hidronefrosis bisa menyebabkan
1. Infeksi ginjal (pyelonephrosis)
2. Gagal ginjal
3. Sepsis
4. Ginjal kehilangan fungsi (dalam beberapa kasus), atau kematian.
Menurut Corwin (2009), komplikasi yang mungkin muncul
akibat hidronefrosis adalah batu ginjal dan sepsis.
2.9 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Nama
Nama klien sangat dibutuhkan sebagai identitas klien
2) Umur
Banyak ditemukan pada usia diatas 60 tahun.
3) Jenis kelamin
Lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki.
4) Pekerjaan
Pekerjaan klien dapat berpengaruh terhadap penyebab klien menderita
hidronefrosis, misalnya sopir atau sekretaris yang pekerjaannya banyak
untuk duduk sehingga meningkatkan statis urine.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat pasien terdahulu mungkin pernah mengalami penyakit batu
ginjal, tumor, pembesaran prostat, ataupun kelainan kongenital.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang ialah status kesehatan klien saat ini seperti
klien berkemih sedikit tergantung periode penyakit, nyeri saat
berkemih,nyeri panggul.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, gout,
diabetes
c. Data fokus berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000)
riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1) Makanan/cairan
Gejala
a) Mual/muntah, nyeri tekanan abdomen
b) Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air
dengan cukup
Tanda
a) Distensi abdominal, penurunan/tidak ada usus
b) Muntah
2) Aktivitas dan istirahat
Gejala
a) Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan
pada lingkungan bersuhu tinggi
b) Keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisi
sebelumnya
3) Eliminasi
Gejala: riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya,
penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh
Tanda: oliguri, hematuri, pluria, perubahan pola berkemih
4) Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal
ginjal), kulit hangat dan kemurahan, pucat
5) Nyeri/ kenyamanan
Gejala
a) episode akut: flank pain (nyeri sangat berat), lokasi
seperti pada kolik renal yaitu punggung dan tidak
dapat terlokalisir hingga menyebabkan mual, muntah
serta hematuria.
b) Episode kronis: nyeri terjadi intermiten, tidak hebat,
lokasi tergantung pada lokasi obstruksi, contoh pada
panggul diregio sudut kortovertebral dan menyebar ke
punggung, abdomen dan turun kelipatan paha juga
kadang disertai dengan malaise.
Tanda : melindungi perilaku distriksi, nyeri tekan pada
area ginjal yang dipalpasi
6) Keamanan
Gejala : menggigil, demam
7) Persepsi diri
Gejala : kurang pengetahuan, gangguan body image
d. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
a) Darah : hematologi; GD I/II, BGA
b) Urine : kultur urine, urine 24 jam
2) Radiodiagnostik
a) USG/CR abdomen
b) BNO IVP
c) Renogram / RPG
d) Foto thorax

2. Diagnosa Keperawatan
a. Preoperatif
1) Nyeri berhubungan dengan adanya tekanan di ginjal
yang meningkat.
2) Retensi urine berhubungan dengan obstruksi saluran
kemih.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat mual,
muntah .
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan statis urine di
pelviks ginjal.
5) Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi, prosedur
pembedahan, kurang pengetahuan tentang penyakit.

b. Postopertif
1) Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat
pembedahan
2) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan
obstruksi sekunder dari Sachse berupa bekuan darah dan
edema.
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port
de entree dari luka pembedahan.
4) Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan
jaringan pasca prosedur pembedahan.

3. Intervensi Keperawatan
a. Preoperatif
1. Nyeri berhubungan dengan adanya tekanan ginjal yang
meningkat
Tujuan : nyeri terkontrol / berkurang
Kriteria hasil :
a) pasien mengatakan nyeri berkurang dengan spasme
terkontrol
b) tampak rileks
c) mampu istirahat dengan tepat
d) VAS: 1-3
Intervensi:
a) Catat lokasi, lamanya, intensitas dan penyebaran,
pertahankan TTV
Rasional: bantu mengevaluasi tempat obstruksi dan
kemajuan gerakan kalkulus.
b) Bantu dan dorong penggunaan nafas, berfokus bimbingan
imajinasi dan aktivitas terapeutik.
Rasional: memberikan kesempatan untuk pemberian
perhatian dan membantu relaksasi otot.
c) Dorong dengan ambulasi sesuai indikasi
Rasional: hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu,
mencegah statis urine dan mencegah pembentukan batu .
d) Perhatikan keluhan penambahan / menetapnya nyeri
abdomen.
Rasional: obstruksi dapat menyebabkan perforasi dan
ekstravasasi urine ke dalam arca perianal.
e) Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional: biasanya diberikan sebelum episode akut untuk
meningkatkan relaksasi otot / mental.
2. Retensi urine berhubungan dengan obstruksi saluran kemih.
Tujuan: dapat berkemih dengan jumlah normal dewasa 1
ml/kgbb/jam
Kriteria hasil:
a) Tidak mengalami tanda obstruksi.
b) Urine lancar
Intervensi
a) Bantu klien untuk meningkatkan pemasukan cairan bila
tidak ada kontra indikasi.
Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri darah dan
membantu lewatnya batu.
b) Tentukan pola berkemih normal dan perhatikan variasi.
Rasional: biasanya frekuensi meningkat bila kalkulus
mendekati pertemuan uretrovesikal.
c) Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat
kesadaran.
Rasional: akumulasi sisa berkemih dan
ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik di ssp.
d) Catat Px laboratorium, ureum, creatinin.
Rasional: peningkatan ureum, creatinin mengindikasikan
disfungsi ginjal
e) Amati keluhan Vu penuh, palpasi untuk distensi
suprabubik, pertahankan penurunan keluaran urine.
Rasional: retensi urine dapat terjadi, menyebabkan
distansi jaringan dan resiko infeksi, gagal ginjal.
f) Kolaborasi dalam pemasangan kateter
Rasional: IWL catether dapat membantu dalam
meminimalkan injury, serta koreksi urine dalam 24 jam.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, mual,
muntah.
Tujuan: kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil:
a) Nafsu makan meningkat
b) Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut
c) Klien tidak mual dan muntah
d) Klien mampu menghabiskan porsi makan yang diberikan.
Intervensi:
a) Kaji dan catat pemasukan diet.
Rasional : membantu mengidentifikasi defisiensi dan
kebutuhan diet.
b) Berikan makan sedikit tapi sering.
Rasional : meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan
dengan status uremik.
c) Timbang BB setiap hari.
Rasional : perubahan kelebihan 0,5 kg dapat
menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan.
d) Awasi Px lab, contoh BUN, albumin serum, natrium, kalium
Rasional : indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan
aktivitas terapi.
e) Berikan / Kolaborasi obat antidiuretik.
Rasional : menghilangkan mual, muntah, meningkatkan
pemasukan oral.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan dengan statis
urine di pelviks ginjal.
Tujuan: tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil: tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi.
a) Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan
perawat.
Rasional: menurunkan resiko kontaminasi silang.
b) Bantu nafas dalam, batuk dan pengubahan posisi.
Rasional: mencegah atelektosis dan kemobilisasi secret
untuk menurunkan resiko infeksi.
c) Kaji integritas kulit.
Rasional: ekskorisasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi
sekunder.
d) Awasi tanda vital.
Rasional: demam dengan peningkatan nadi dan
pernafasan adalah tanda peningkatan laju metabolik dan
proses inflamasi.
5. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi, prosedur
pembedahan, kurang pengetahuan tentang penyakit
Tujuan: Cemas berkurang / hilang sehingga klien mau
kooperatif dalam tindakan perawatan.
Kriteria hasil:
a) Klien melaporkan cemas menurun / berkurang.
b) Klien memahami dan mau mendiskusikan rasa cemas.
c) Klien dapat menunjukan dan mengidentifikasi cara yang
sehat dalam menghadapi cemas.
d) Klien tampak rileks dan dapat beristirahat yang cukup.
e) Tanda - tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
a) Bina hubungan saling percaya dengan klien atau keluarga.
Rasional: Menunjukan perhatian dan keinginan untuk
membantu dalam mendiskusikan masalah klien
b) Dorong klien atau keluarga untuk menyatakan perasaan
atau masalah.
Rasional: Mengidentifikasi masalah, memberikan
kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas
kesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah.
c) Beri informasi tentang prosedur atau tindakan yang akan
dilakukan.
Rasional: Membantu klien memahami tujuan dari apa
yang dilakukan dan mengurangi masalah karena
ketidaktahuan.
d) Jelaskan pentingnya peningkatan asupan cairan.
Rasional: Kelancaran produksi urine dapat menghambat
pembentukkan klot.
e) Jelaskan pembatasan aktifitas yang diharapkan :
1) Tirah baring untuk hari pertama post operasi.
2) Ambulasi progresif yang dimulai hari pertama post
operasi dan hindari aktifitas yang mengencangkan
daerah kandung kemih.
Rasional: Pemahaman klien dapat membantu mengurangi
cemas yang berhubungan dengan kecemasan akibat
ketidaktahuan.

b. Postoperatif
1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat
pembedahan
Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
a) Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
b) Ekspresi wajah klien tenang.
c) Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
d) Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
e) Tanda - tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
a) Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung
kemih.
Rasional: Untuk mendeteksi gajala dini spasmus kandung
kemih
b) Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48
jam, untuk mengenal gejala - gejala dini dari spasmus
kandung kemih.
Rasional: Menentukan terdapatnya spasmus sehingga
obat - obatan bisa diberikan.
c) Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi nyeri
akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam.
Rasional: Meberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya
temporer..
d) Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan
nafas dalam, visualisasi.
Rasional: Menurunkan tegangan otot, memfokuskan
kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan
koping.
e) Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk
mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih.
Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.
Rasional: Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan
darah dapat menyebabkan distensi kandungkemih
dengan peningkatan spasme.
f) Observasi tanda - tanda vital.
Rasional: Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
g) Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat - obatan
( analgesik atau anti spasmodik ).
Rasional: Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus
kandung kemih.
2. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan
obstruksi sekunder dari Sachse berupa bekuan darah dan
edema.
Tujuan: Eliminasi urine normal dan tidak terjadi retensi urine.
Kriteria hasil:
a) Klien akan berkemih dalam jumlah normal tanpa retensi.
b) Klien akan menunjukan perilaku yang meningkatkan
kontrol kandung kemih.
c) Tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancar lewat
kateter.
Intervensi:
a) Kaji output urine dan karakteristiknya.
Rasional: Mencegah retensi pada saat dini.
b) Pertahankan irigasi kandung kemih yang konstan selama
24 jam pertama.
Rasional: Mencegah bekuan darah yang dapat
menghambat aliran urine
c) Pertahankan posisi dower kateter dan irigasi kateter.
Rasional: Mencegah bekuan darah yang bisa menyumbat
aliran urine.
d) Anjurkan intake cairan 2500-3000 ml sesuai toleransi.
Rasional: Melancarkan aliran urine yang berguna dalam
proses pembilasan kuman disaluran kemih.
e) Setelah kateter diangkat, pantau waktu, jumlah urine dan
ukuran aliran. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung
kemih, ketidakmampuan berkemih, urgensi atau gejala -
gejala retensi.
Rasional: Mendeteksi dini gangguan miksi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de
entree dari luka pembedahan.
Tujuan :setelah dilakukan asuhan keperawatani infeksi tidak
terjadi.
Kriteria hasil :
a) tidak tampak tanda-tanda infeksi dan peradangan pada
area luka pembedahan.
b) Pemeriksaan leukosit dalam batas normal
c) Observasi TTV dalam batas normal
Intervensi:
a) Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan dan apakah ada
pesanan khusus dari tim dokter bedah dalam melakukan
perawatan luka.
Rasional: Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan
dari tujuan yang diharapkan.
b) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional: Menurunkan kontak tindakan dengan luka yang
dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi
kuman ke jaringan luka.
c) Monitor adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan
disekitar luka operasi.
Rasional: Infeksi luka operasi memberikan manifestasi
adanya tanda-tanda peradangan disekitar luka seperti
kemerahan ,bengkak, atau panas lokal dan nyeri.Tanda
tanda infeksi seperti keluarnya pus da permukaan luka
operasi, peningkatan suhu tubuh dan leukositosis menjadi
parameter dalam memonitor kondisi luka operasi.
d) Evaluasi kondisi luka setiap melakukan perawatan luka.
Rasional: Memantau penyembuhan terhadap luka operasi
4. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan
jaringan pasca prosedur pembedahan.
Tujuan : Dalam waktu 5x24 jam tidak mengalami trauma
pasca bedah.
Kriteria hasil :
a) Tidak ada keluhan subjektif seperti disuria dan urgensi.
b) Eliminasi uurine tanpa menggunakan kateter.
c) Pasca bedah tanpa ada komplikasi.
Intervensi:
a) Monitor adanya keluhan subjektif pada saat melakukan
eliminasi urine.
Rasional: Parameter penting dalam mengevaluasi
intervensi yang telah dilaksanakan.
b) Istirahatkan pasien setelah pembedahan.
Rasional: Klien dianjurkan tirah baring selama 24-48 jam,
tergantung pada sejauh mana prosedur yang telah
dilakukan.
c) Lepas kateter pada hari ke-1-3 pascaoperasi.
Rasional: Menurunkan resiko cedera pada uretra.
d) Evaluasi pasca intervensi pelebaran uretra.
Rasional: Kekambuhan striktur uretra dari intervensi
pelebaran uretra adalah komplikasi yang paling umum,
tetapi meskipun jarang, intervensi untuk melebarkan
uretra dapat menyebabkan trauma uretra.
e) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik intravena pasca
operasi dan agen antimuskarinik.
Rasional: Menurunkan resiko infeksi yang akan
meningkatkan respons trauma jaringan pasca bedah dan
mencegah kejang kandung kemih.
BAB 3
WEB of CAUTATION (WOC)

Faktor Faktor Faktor


intrinsik ekstrinsik fungsional

Obstruksi pada saluran kemih Iritas Nye


(ginjal) i ri

Laju GFR

Gangguan aliran
urin

Pelebaran pelvis ginjal &


kaliks

tekanan pelvis ginjal HIDRONEFROSI


S

Nye Pe tekanan cairan


dalam pelvis ginjal Retensio
ri Urin

Resti Urin statis di


Refluk Obstruksi
Infeksi pelvic ginjal
s Akut

Menekan Akumulasi
serabut urine dalam
aferen di kaliks

Akumulasi
Tindakan Nye cairan
pembedahan ri

Pre- Kerusaka Discontinuitas


op n Gangguan motilitas
jaringan
integritas usus
Kurang kulit Resti
pengetahu Trauma Mual &
Luka post- Muntah
an Nye
op Abdomen
ri
Port de distended
Ansiet entry Perubahan
as Dilakukan nutrisi kurang
Sachse dari
Resti kebutuhan
Infeksi
Obstruksi
sekunder

Bekuan darah +
edem

Perubahan
eliminasi
urine
Daftar Pustaka

Corwin, E. J., 2009. Buku Saku Patofisiologi. 3 penyunt. Jakarta:


EGC.

Muttaqin, A. & Sari, K., 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan


Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Purnomo, B. B., 2011. Dasar-Dasar Uroogi. Jakarta: Sagung Seto.

Vous aimerez peut-être aussi