Vous êtes sur la page 1sur 51

askep anak dengan ispa dan vomiting

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.M DENGAN DIAGNOSA MEDIS ISPA (INFEKSI


SALURAN PERNAPASAN AKUT) DAN OBSERVASI VOMITING DI RUANG POLI
UMUM PUSKESMAS BUKIT HINDU
PALANGKA RAYA

STASE KEPERAWATAN ANAK

OLEH:
CICI PAMBRIANI
2013.c.03b.0051

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2016
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.M DENGAN DIAGNOSA MEDIS ISPA (INFEKSI


SALURAN PERNAPASAN AKUT) DAN OBSERVASI VOMITING DI RUANG POLI
UMUM PUSKESMAS BUKIT HINDU
PALANGKA RAYA

STASE KEPERAWATAN ANAK

Disusun untuk Memenuhi Syarat dalam Kelulusan pada Pendidikan


Profesi Ners Stase Keperawatan Anak

OLEH:
CICI PAMBRIANI
2013.c.03b.0051

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2016
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Cici Pambriani
NIM : 2013.c.03b.0051
Program : S1 Keperawatan Ners
: Asuhan Keperawatan pada An.M dengan Diagnosa Medis ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut) dan Observasi Vomiting di Ruang Poli Umum Puskesmas Bukit Hindu
Palangka raya

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa asuhan keperawatan ini merupakan hasil karya
saya sendiri dan bukan plagiat, begitu pula yang terkait di dalamnya baik mengenai isi, sumber
yang dikutip atau dirujuk, maupun teknik di dalam pembuatan dan penyusunan laporan ini.
Pernyataan ini akan dipertanggungjawabkan sepenuhnya, apabila di kemudian hari terbukti
bahwa asuhan keperawatan ini bukan hasil karya sendiri atau plagiat, maka saya bersedia
menerima sanksi atas perbuatan tersebut berdasarkan peraturan yang berlaku.

Dibuat di : Palangka Raya


Tanggal : 30 Agustus 2016
Yang Menyatakan,

Cici Pambriani
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan pada An.M dengan Diagnosa Medis ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan Observasi Vomiting di Ruang Poli Umum Puskesmas
Bukit Hindu Palangka raya. Penulisan laporan asuhan keperawatan anak ini tidak lepas dari
bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penyusun
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dra. Mariaty Darmawan, MM. selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka Raya yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk melaksanakan praktik profesi keperawatan
medikal bedah.
2. Emila Kayawati, S. Kep. selaku preseptor klinik yang telah banyak membantu kami dalam
melaksanakan asuhan keperawatan anak.
3. Lisnae Waty, S.Kep, Ns selaku dosen pendamping dan pembimbing akademik yang telah
banyak membantu kami dalam melaksanakan asuhan keperawatan anak
4. Keluarga dan klien An.M yang telah bersedia untuk menjadi klien dalam pemberian asuhan
keperawatan anak
Kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati dan membalas kebaikan mereka terhadap
penyusun. Semoga laporan yang penyusun buat ini dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Palangka Raya, Agustus 2016

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada era timbulnya ancaman berbagai macam penyakit menular, hendaknya jangan
mengabaikan pentingnya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan
(FPK) untuk mencegah kejadian luar biasa. Pola penyebaran ISPA yang utama adalah melalui
droplet yang keluar dari hidung/mulut penderita saat batuk atau bersin. Penularan juga dapat
terjadi melalui kontak (termasuk kontaminasi tangan oleh sekret saluran pernapasan, hidung, dan
mulut) dan melalui udara dengan jarak dekat saat dilakukan tindakan yang berhubungan dengan
saluran napas.
Karena banyak gejala ISPA yang tidak spesifik dan tes diagnosis cepat tidak selalu
tersedia, maka etiologi kadang sering tidak diketahui dengan segera. Dengan demikian, FPK
menghadapi tantangan untuk memberikan pelayanan kepada pasien ISPA dengan etiologi dan
pola penularan yang diketahui atau pun tidak diketahui. Penting bagi petugas kesehatan untuk
melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang tepat saat menangani pasien ISPA
untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya penyebaran infeksi kepada diri sendiri, petugas
kesehatan yang lain, pasien maupun pengunjung.
Beberapa ISPA dapat menyebabkan KLB dengan angka mortalitas dan morbiditas yang
tinggi, sehingga menyebabkan kondisi darurat pada kesehatan masyarakat dan menjadi masalah
internasional. Langkah-langkah perlindungan lainnya diindikasikan untuk ISPA yang berpotensi
menjadi KLB seperti SARS, flu burung pada manusia, atau patogen lain yang belum diketahui
pola penyebarannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang menjadi fokus pembahasan
dalam Studi Kasus ini yaitu tentang Bagaimana Asuhan Keperawatan pada An. M dengan ISPA
(infeksi saluran pernapasan atas) dan observasi vomiting di Puskesmas Bukit Hindu Palangka
Raya?.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan studi kasus ini yaitu untuk mendapat atau memperoleh
kemampuan dalam menyusun dan menyajikan laporan studi kasus, serta sebagai pengalaman
nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada An.M dengan menggunakan proses
keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada An.M dengan masalah ISPA dan Observasi
Vomiting di Puskesmas Bukit Hindu Palangka Raya.
1.3.2.2 Mampu menegakan diagnosa keperawatan pada An.M dengan masalah ISPA dan Observasi
Vomiting di Puskesmas Bukit Hindu Palangka Raya.
1.3.2.3 Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada An.M dengan masalah ISPA dan
Observasi Vomiting di Puskesmas Bukit Hindu Palangka Raya.
1.3.2.4 Mampu melaksanakan rencana tindakan keperawatan pada An.M dengan masalah ISPA dan
Observasi Vomiting di Puskesmas Bukit Hindu Palangka Raya.
1.3.2.5 Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada An.M dengan masalah ISPA dan Observasi
Vomiting di Puskesmas Bukit Hindu Palangka Raya.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Teoritis
Laporan studi kasus ini sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat untuk
meningkatkan mutu profesi keperawatan dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan keluarga
pada pasien dengan ISPA dan Observasi Vomiting.
1.4.2 Praktis
1) Bagi Puskesmas
Sebagai bahan masukan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan di Puskesmas khususnya bagi perawat di Puskesmas Bukit Hindu dan dapat
dijadikan sebagai suatu referensi dalam membuat asuhan keperawatan keluarga dengan masalah
ISPA dan Observasi Vomiting di Puskesmas Bukit Hindu.

2) Bagi institusi pendidikan


Sebagai salah satu referensi atau bahan belajar bagi pelaksanaan asuhan keperawatan
keluarga dan menambah wawasan mahasiswa STIKES Eka Harap Palangka Raya.
3) Bagi penulis
Sebagai salah satu pengalaman berharga dan nyata yang di dapat dari lapangan praktik
yang di lakukan sesuai dengan ilmu yang di dapat serta sebagai acuan dalam menghadapi kasus
yang sama sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan keluarga yang lebih baik.
.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar ISPA


2.1.1 Definisi
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung,
pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan
akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian
Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam
menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418). ISPA merupakan singkatan dari
infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute
Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan
dan akut, dengan pengertian sebagai berikut (Indah, 2005). Infeksi adalah masuknya kuman atau
mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala
penyakit.
Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis
mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan
paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk
dalam saluran pernafasan (respiratory tract). Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai
dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
2.1.2 Etiologi
1) Virus Utama :
ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus.
ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus.
2) Bakteri Utama: Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza, Staphylococcus aureus.
3) Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah : Mycoplasma
pneumonia.
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut:
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun,
terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia
muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).
b. Jenis Kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia
masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan adanya
perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka
kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al,
2003)
c. Status Gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua
keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya
(Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga
menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu
determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
d. Status Imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan
peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang
mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti
dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).

e. Pemberian Suplemen Vitamin A


Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya
tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk
mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama
kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber
zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis
membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian
antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan,
1994).
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung
yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna
untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu
(WHO, 1989).
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA
daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).
b. Kepadatan Hunian (Crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat
diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan
bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.
c. Status Sosial Ekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak
ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang
bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi (Darmawan,1995).
d. Kebiasaan Merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena
ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari
penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok
(Koch et al, 2003)
e. Polusi Udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain
adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik
maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan
Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara terhadap gangguan saluran
pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di
wilayah pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara
rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau
insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah pencemaran
udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah
dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang
untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara
sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA. Adanya ventilasi rumah yang kurang
sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan
mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra, 2003).
2.1.3 Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe,
1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran
cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut
menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA
yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat
infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-
bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia,
haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending
dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan
batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu
serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan
anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain
dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran
nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas,
sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia
bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis
saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri
dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas
yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun
mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas
sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat
berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi
bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan
ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.
2.1.4 Manifestasi Klinik
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi
hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi
gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts;
1990; 451).
Tanda dan gejala yang muncul ialah:
1. Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa
mencapai 39,5 oC-40,5 oC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi
selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada
punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum
dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut
mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat
infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis
mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat
oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini
merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan
(Whaley and Wong; 1991; 1419)
Tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan
yaitu (Suyudi, 2002) :
2.1.5 Komplikasi
Adapun komplikasinya adalah
1) Meningitis: Radang selaput pelindung sistem
2) OMA:Otitis Media Akut
3) Mastoiditis.
4) Kematian
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian terutama pada jalan nafas: Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah
pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.
1) Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2) Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui
pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3) Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
4) Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
5) Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada
rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
a) pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+)
sesuai dengan jenis kuman.
b) Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan
adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia, dan
c) Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan
2.1.7 Penatalaksanaan Medis
1. medis
a. Diet cair dan lunak slama tahap akut
b. Untuk menggontrol infeksi, memulihkan kondisi mukosa yang anti biotik, misalnya amoxili,
ampixilin.
c. Antistetik topikal seperti lidokain, orabase atau diklorin memberikan tindakan peredaan nyeri
oral
2. Keperawatan
a. Penyuluhan pada pasien tentang cara memutuskan infeksi
b. Meningkatkan masukan cairan
c. Menginstrusikan pada pasien untuk meningkatkan drainase seperti antalasi uap.
2.1.8 Pengkajian
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelelahan dan Insomnia.
Tanda : Letargi dan Penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya kronis
Tanda : Takikardia dan Penampilan kemerahan atau pucat
3) Integritas Ego
4) Gejala : Banyakya stressor, masalah finansial
5) Makanan/Cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah
Tanda : Distensi abdomen, Hiperaktif bunyi usus, Kulit kering dengan turgor buruk Penampilan kakeksia
(malnutrisi)
6) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala daerah frontal (influnza)
Tanda : Perubahn mental (bingung, samnolen )

7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, Nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk, nyeri dada
subternal(influenza)mialgia,artralgia, nyeri tenggorokan.
8) Pernafasan
Gejala : Riwayat adanya kronis, merokok sigaret.
Tanda : Adanya sputum atau sekret
Perkusi : Pekak di atas area yang konsolidasi
Bunyi nafas : Menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat , atau nafas yang bronkhial
Warna : Pucat atau sianosis bibir/kuku
9) Keamanan
Gejala : Demam (mis : 38,5 - 39,7 C)
Tanda : Berkeringat, Menggigil berulang, gementar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola
atau varisela
10) Penyuluhan/Pembelajaran
Tanda : Bantuan dengan perawatan diri : tugas pemeliharaan rumah Oksigen mungkin
diperlukan, bila ada kondisi pencetus
2.1.9 Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan,
aadanya secret.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan nafas
oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi secret.
3) Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
4) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi
pada anak.
2.1.10 Intervensi Keperawatan
DX : 1
Tujuan : Pola nafas kembali efektif dengan
Kriteria hasil : Usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
No Intervensi Rasional
1. Observasi tanda vital, adanya Sebagai dasar dalam menentukan
cyanosis, serta pola, kedalaman intervensi selanjutnya
dalam pernafasan
2. Berikan posisi yang nyaman Semi fowler dapat meningkatkan
pada pasien ekspansi paru dan memperbaiki
ventilasi
3. Ciptakan dan pertahankan jalan Untuk memperbaiki ventilasi
nafas yang bebas.
4. Anjurkan untuk tidak Agar tidak terjadi aspirasi
memberikan minum selama
periode tachypnea
5. Kolaborasi Pemberian oksigen untuk memenuhi kebutuhan
oksigen
6. Kolaborasi pemberian Nebulizer Mengencerkan sekret dan
memudahkan pengeluaran secret
7. Pemberian obat bronchodilator Untuk vasodilatasi saluran
pernapasan

DX : 2
Tujuan : Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret
eria Hasil : Jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret, suara napas bersih
No Intervensi Rasional
1. Kaji bersihan jalan napas klien Sebagai indicator dalam
menentukan tindakan
selanjutnya
2. Auskultasi bunyi napas Ronchi menandakan adanya
sekret pada jaan nafas
3. Berikan posisi yang nyaman Mencegah terjadinya aspirasi
sekret (semiprone dan side lying
position).
4. Lakukan suction sesuai indikasi Membantu mengeluarkan sekret
5. Anjurkan keluarga untuk membantu mengencerkan dahak
memberikan air minum yang sehingga mudah untuk
hangat dikelurkan
6. Kolaborasi Pemberian Untuk mengencerkan dahak
Ekspectorant
7. Kolaborasi Pemberian antibiotik Mengobati infeksi sehingga
terjadi penurunan produksi
sekret

DX : 3
Tujuan : Nyeri terkontrol atau menghilang
iteria Hasil : Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang, ekspresi wajah rileks, klien
tidak gelisah dan rewel
No Intervensi Rasional
1. Kaji nyeri yang dirasakan klien, Sebagai indicator dalam
perhatikan respon verbal dan menentukan intervensi
nonverbal. selajutnya
2. Anjurkan keluarga memberikan Mengurangi nyeri pada
minum air hangat tenggorokan
3. Berikan lingkungan yang Meningkatkan kenyamanan dan
nyaman meningkatkan istirahat
4. Kolaborasi Pemberian antibiotik Mengobati infeksi
5. Kolaborasi pemberian Memudahkan pengeluaran sekret
Ekspectoran sehingga mengurang rasa sakit
saat batuk
DX : 4
Tujuan : Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan melakukan koping.
Kriteria Hasil : Orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat, mendiskusikan kondisi dan perawatan anak
dengan tenang, terlibat secara positif dalam perawatan anak.
No Intervensi Rasional
1. Kenali kekhawatiran dan Sebagai dasar dalam
kebutuhan orang tua untuk menentukan tindakan
informasi dukungan. selanjutnya
2. Gali perasaan keluarga dan Mengetahui masalah dan
masalah sekitar hospitalisasi perasaan yang dirasakan oleh
keluarga. Dapat mengurangi
kecemasan
3. Berikan dukungan sesuai Dukungan yang adekuat
kebutuhan menghasilkan mekanisme
coping yang efektif
4. Anjurkan kepada keluarga agar Dapat mengurangi rasa cemas
terlibat secara langsung dan aktif karena dapat memantau
dalam perawatan pasien. langsung perkembangan pasiean
5. Jelaskan terapi yang diberikan Peningkatan pengetahuan
dan respon pasien terhadap mengembangkan kooperatif dan
terapi yang diberikan. mengurangi kecemasan

2.1.11 IMPLEMENTASI
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal. Implementasi
adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap
pencanaan. (Nasrul Effendy, 1995).

2.1.12 EVALUASI
Evaluasi adalah pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian
tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001). Evaluasi yang diharapkan pada pasien
dengan ISPA adalah :
1) Pola nafas kembali efektif ditandai dengan usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai
oksigen ke paru-paru.
2) Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret ditandai dengan jalan nafas yang bersih dan patent,
meningkatnya pengeluaran sekret, suara napas bersih.
3) Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang, ekspresi wajah rileks,
klien tidak gelisah dan rewel.
4) Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan melakukan koping ditandai dengan
orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat, mendiskusikan kondisi dan perawatan anak dengan
tenang, terlibat secara positif dalam perawatan anak.
5) Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh ditandai dengan suhu tubuh dalam batan norma, keluarga
melaporkan anaknya tidak demam.
6) Volume cairan tetap seimbang ditandai dengan turgor kulit baik, membrane mukosa lembab,
TTV dalam batas normal.
7) Pola tidur membaik ditandai dengan orang tua melaporkan anaknya sudah dapat tidur, klien
nampak segar.
8) Nutrisi adekuat ditandai dengan nafsu makan klien meningkat, porsi makan yang diberikan
nampak dihabiska, tidak terjadi penurunan berat badan 15-20%

2.2 Konsep Dasar Vomiting


2.2.1 Definisi
Muntah adalah suatau refleks kompleks yang diperantarai oleh pusat muntah di medulla
oblongata otak.
Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara eksklusif melalui mulut dengan bantuan
kontraksi otot- otot perut. Perlu dibedakan antara regurgitasi, ruminasi, ataupun refluesophagus.
Regurgitasi adalah makanan yang dikeluarkan kembali kemulut akibat gerakan peristaltic
esophagus, ruminasi adalah pengeluaran makanan secra sadar untuk dikunyah kemudian ditelan
kembali. Sedangkan refluesophagus merupakan kembalinya isi lambung kedalam esophagus
dengan cara pasif yang dapat disebabkan oleh hipotoni spingter eshopagus bagian bawah, posisi
abnormal sambungan esophagus dengan kardial atau pengosongan isi lambung yang lambat.
2.2.2 Etiologi
Pembahasan etiologi muntah pada bayi dan anak berdasarkan usia adalah sebagai berikut
Usia 0 2 Bulan :
1) Kolitis Alergika
Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai. Biasanya diikuti dengan
diare, perdarahan rektum, dan rewel.
2) Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal
Kelainan kongenital, termasuk stenosis atau atresia. Manifestasinya berupa intoleransi terhadap
makanan pada beberapa hari pertama kehidupan.
3) Refluks Esofageal
Regurgitasi yang sering terjadi segera setelah pemberian susu. Sangat sering terjadi pada
neonatus; secara klinis penting bila keadaan ini menyebabkan gagal tumbuh kembang, apneu,
atau bronkospasme.
4) Peningkatan tekanan intrakranial
Rewel atau letargi disertai dengan distensi abdomen, trauma lahir dan shaken baby syndrome.
5) Malrotasi dengan volvulus
80% dari kasus ini ditemukan pada bulan pertama kehidupan, kebanyakan disertai emesis
biliaris.
6) Ileus mekonium
Inspissated meconium pada kolon distal; dapat dipikirkan diagnosis cystic fibrosis.
7) Necrotizing Enterocolitis
Sering terjadi khususnya pada bayi prematur terutama jika mengalami hipoksia saat lahir. Dapat
disertai dengan iritabilitas atau rewel, distensi abdomen dan hematokezia.
8) Overfeeding
Regurgitasi dari susu yang tidak dapat dicerna, wet-burps sering pada bayi dengan kelebihan
berat badan yang diberi air susu secara berlebihan.
9) Stenosis pylorus
Puncaknya pada usia 3-6 minggu kehidupan. Rasio laki-laki banding wanita adalah 5:1 dan
keadaan ini sering terjadi pada anak laki-laki pertama. Manifestasi klinisnya secara progresif
akan semakin memburuk, proyektil, dan emesis nonbiliaris.
Usia 2 bulan-5 tahun
1. Tumor otak
Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntah-muntah, ataksia, dan tanpa
nyeri perut.
2. Ketoasidosis diabetikum
Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi.
3. Korpus alienum
Dihubungkan dengan kejadian tersedak berulang, batuk terjadi tiba-tiba atau air liur yang
menetes.
4. Gastroenteritis
Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan orang yang sakit, biasanya diikuti
oleh diare dan demam.
5. Trauma kepala
Muntah sering atau progresif menandakan konkusi atau perdarahan intrakranial.
6. Hernia inkarserasi
Onset dari menangis, anoreksia dan pembengkakan skrotum yang terjadi tiba-tiba.
7. Intussusepsi
Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan; pasien jarang mengalami diare atau demam
dibandingkan dengan anak yang mengidap gastroenteritis.
8. Posttusive
Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau batuk yang dipaksakan.
9. Pielonefritis
Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin mempunyai riwayat
infeksi traktus urinarius sebelumnya
Usia 6 tahun ke atas
1. Adhesi
Terutama setelah operasi abdominal atau peritonitis.
2. Appendisitis
Manifestasi klinis dan lokasi nyeri bervariasi. Gejala sering terjadi termasuk nyeri yang semakin
meningkat, menjalar ke kuadran kanan bawah, muntah didahului oleh nyeri, anoreksia, demam
subfebril, dan konstipasi.
3. Kolesistitis
Lebih sering terjadi pada perempuan, terutama dengan penyakit hemolitik (contohnya, anemia
sel sabit). Ditandai dengan nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas yang terjadi secara tiba-
tiba setelah makan.
4. Hepatitis
Terutama disebabkan oleh infeksi virus atau akibat obat; pasien mungkin mempunyai riwayat
buang air besar berwarna seperti dempul atau urin berwarna seperti teh pekat.
5. Inflammatory bowel disease
Berkaitan dengan diare, hematokezia, dan nyeri perut. Striktura bisa menyebabkan terjadinya
obstruksi.
6. Intoksikasi
Lebih sering terjadi pada anak yang sedang belajar berjalan dan remaja. Dicurigai jika
mempunyai riwayat depresi. Bisa juga disertai oleh gangguan status mental.

7. Migrain
Nyeri kepala yang berat; sering terdapatnya aura sebelum serangan seperti skotoma. Pasien
mungkin mempunyai riwayat nyeri kepala kronis atau riwayat keluarga dengan migrain.
8. Pankreatitis
Faktor resiko termasuk trauma perut bagian atas, riwayat infeksi sebelumnya atau sedang infeksi,
penggunaan kortikosteroid, alkohol dan kolelitiasis.
9. Ulkus peptikum
Pada remaja, ratio wanita:pria = 4:1. Nyeri epigastrium kronik atau berulang, sering memburuk
pada waktu malam.
2.2.3 Patofisiologi
Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena memungkinkan
pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah
yang berasal dari, gastrointestinal, vestibulo okular, aferen kortikal yang lebih tinggi, menuju
CVC kemudian dimulai nausea, retching, ekpulsi isi lambung.
Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor trigger zone
(CTZ) dan 2) central vomiting centre (CVC). CTZ terletak di area postrema pada dasar ujung
caudal ventrikel IV di luar blood brain barrier (sawar otak). Koordinasi pusat muntah dapat
dirangsang melalui berbagai jaras. Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras
yang kortek serebri dan sistem limbik menuju pusat muntah (CVC) dan jika pusat muntah
terangsang melalui vestibular atau sistim vestibuloserebelum dari labirin di dalam telinga.
Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS ) akan terdeteksi oleh CTZ.
Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik. Nervus vagus dan visera merupakan
jaras keempat yang menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna dan pengosongan lambung
yang lambat. Sekali pusat muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan
menyebabkan timbulnya muntah. Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini.
D. Prognosa
Prognosis pasien dengan gejala muntah tergantung pada derajat dehidrasi dan
penatalaksanaan dehidrasi, etiologi penyakit yang menyebabkan muntah, serta komplikasi yang
terjadi dari muntah itu sendiri.
2.2.4 Komplikasi
a. Komplikasi metabolik :
Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa, deplesi kalium, natrium.
Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat muntah atau masukan yang kurang
oleh karena selalu muntah. Alkalosis sebagai akibat dari hilangnya asam lambung, hal ini
diperberat oleh masuknya ion hidrogen ke dalam sel karena defisiensi kalium dan berkurangnya
natrium ekstraseluler. Kalium dapat hilang bersama bahan muntahan dan keluar lewat ginjal
bersama-sama bikarbonat. Natrium dapat hilang lewat muntah dan urine. Pada keadaan alkalosis
yang berat, pH urine dapat 7 atau 8, kadar natrium dan kalium urine tinggi walaupun terjadi
deplesi Natrium dan Kalium
b. Gagal Tumbuh Kembang
Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena intake menjadi sangat
berkurang dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan terjadi kegagalan tumbuh kembang.
c. Aspirasi Isi Lambung
Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi ringan berulang
menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi
GERD.
d. Mallory Weiss syndrome
Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung. Biasanya terjadi pada
muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopi ditemukan kemerahan pada
mukosa esofagus bagian bawah daerah LES. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila anemia
terjadi karena perdarahan hebat perlu dilakukan transfusi darah
e. Peptik esofagitis
Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasi mukosa esophagus oleh
asam lambung.
F. Pencegahan
Untuk mencegah hal tersebut posisi bayi dapat dimiringkan atau tengkurap dan bukannya
terlentang.
2.2.5 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap
b) Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi.
c) Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi atau kelainan
saluran kemih atau adanya kelainan metabolik.
d) Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai adanya penyakit
metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang yang tidak jelas penyebabnya.
e) Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan kemungkinan defek
pada siklus urea.
f) Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila dicurigai ke arah
penyakit hati.
g) Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar lipase serum
lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama beberapa hari setelah serangan akut.
h) Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai gastroenteritis atau infeksi
parasit.
2. Ultrasonografi
Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua pertiga bayi akan memiliki
hasil yang negatif sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium meal.
3. Foto polos abdomen
a) Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi malformasi anatomik
kongenital atau adanya obstruksi.
b) Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini tidak spesifik karena
dapat ditemukan pada gastroenteritis
c) Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah diafragma menandakan
adanya perforasi.
4. Barium meal
Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut air. Dilakukan bila curiga
adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang menyebabkan obstruksi pada pengeluaran
gaster.
5. Barium enema
Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada intususepsi.
2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah mengkoreksi keadaan
hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit gastroenteritis akut dengan muntah, obat
rehidrasi oral biasanya sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi.
Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya adalah
dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta memasang nasogastic tube yang
dihubungkan dengan intermittent suction. Pada keadaan ini memerlukan konsultasi dengan
bagian bedah untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat diidentifikasi.
Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui penyebab yang jelas tidak
dianjurkan. Bahkan kontraindikasi pada bayi dan anak dengan gastroenteritis sekunder atau
kelainan anatomis saluran gastrointestinal yang merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic
pyoric stenosis (HPS), apendisitis, batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan
intrakranial. Hanya pada keadaan tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif,
misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness), mual dan muntah pasca operasi, kemoterapi
kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan motilitas saluran gastrointestinal.
Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :
1) Antagonis dopamin
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena biasanya
merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada muntah pasca operasi,
mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh obat-obatan sitotoksik, dan penyakit refluks
gastroesofageal. Contohnya Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4
kali per hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal
pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi obat ini sekarang sudah jarang digunakan karena
mempunyai efek ekstrapiramidal seperti reaksi distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karenadapat dikatakan
lebih aman. Domperidon merupakan derivate benzimidazolin yang secara invitro merupakan
antagonis dopamine. Domperidon mencegah refluks esophagus berdasarkan efek peningkatan
tonus sfingter esophagus bagian bawah.
2) Antagonisme terhadap histamine (AH1)
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan etanolamin.
Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara antihistamin (AH1) lainnya.
Kedua obat ini bermanfaat untuk mengatasi mabuk perjalanan (motion sickness) atau kelainan
vestibuler. Dosisnya oral: 1-1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5
mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.
3) Prokloperazin dan Klorpromerazin
Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan
oleh rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi antikolinergik dan antihistamin untuk
mengatasi muntah akibat obat-obatan, radiasi dan gastroenteritis. Hanya boleh digunakan untuk
anak diatas 2 tahun dengan dosis 0.40.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4 dosis, dosis
maksimal berat badan <20>
4) Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor vestibular atau
stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari
dibagi dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis.
5) 5-HT3 antagonis serotonin
Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan
dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di area postrema otak dan
mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan
motion sickness. Dosis mengatasi muntah akibat kemoterapi 418 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30
menit senelum kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama diberikan
kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis pascaoperasi: 212 yr <40>40 kg: 4 mg
IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.
2.2.7 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi
3) Nausea berhubungan dengan iritasi gastric
4) ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
5) resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic
6) cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
2.2.8 Rencana asuhan keperawatan
1) Diagnosa : Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan : Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteriahasil : Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan
seimbang.
Intervensi :
- Observasi tanda-tanda vital.
- Observasi tanda-tanda dehidrasi.
- Ukur infut dan output cairan (balanc ccairan).
- Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000
2500 cc per hari. - Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan, pemeriksaan lab
elektrolit.
Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.
2) Diagnosa : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan
muntah
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan.
Kriteria Hasil : Klien tidak mual dan muntah.
Intervensi :
- Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.
- Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan
sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan. \
- Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.
- Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai
dengan : Suhu tubuh di atas normal. Frekuensi pernapasan meningkat.
3) Diagnosa : Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu makan
menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual muntah.
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
Intervensi :
- Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien
Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
- Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat
suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
- Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet.
- Beri makan sedikit tapi sering
Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
- Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
- Tawarkan minum saat makan bila toleran.
Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
- Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.
Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol
dan mendorong untuk makan.
- Memberi makanan yang bervariasi
Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.
BAB 3
TINJAUAN KASUS

2.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tangga 30 Agustus 2016, Pukul: 08.30 WIB.
2.1.1 Identitas Klien
Klien bernama An. M, klien berjenis kelamin perempuan usia kronologis klien sekarang 8
tahun 4 bulan 11 hari (TTL: 19 April 2008), klien beragama Islam. Klien adalah orang Jawa,
alamat klien di JL.ir. Juanda Palangka Raya. Pasien di diagnosa medis ISPA dan Observasi
Vomiting
2.1.2 Identitas Penanggung Jawab
Klien mempunyai orang tua yang bernama Ny. S umur 39 tahun, beragama Islam. Ny.M
bersuku Jawa , alamat di JL.ir. Juanda Palangka Raya.Pendidikan terakhir Ny.M adalah SMA.
2.1.3 Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan Anak saya batuk berdahak kurang lebih selama 4 hari dan muntah
sebanyak 2-3 kali di malam hari kurang lebih selama 4 hari
2.1.4 Riwayat Kesehatan
2.1.4.1 Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada tanggal 27 Agustus 2016, An.M mengalami batuk berdahak dan muntah pada
malam hari sebanyak 1-2 kali setelah batuk, dan menurut keluarga di dalam rumah sebelumnya
kakak An.M menderita batuk pilek juga akan tetapi sudah sembuh. Oleh keluarga dibelikan obat
dan di berikan kepada an.m yaitu paracetamol dan OBH syrup, karena tidak ada perubahan, ibu
membawa anaknya berobat ke Puskesmas Bukit Hindu pada tanggal 30 Agustus 2016.
2.1.4.2 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Ibu An.M mengatakan bahwa sering mengalami batuk pilek akan tetapi tidak memiliki
penyakit seperti typus, maag dan lain-lain.
2.1.4.3 Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
1) Riwayat Prenatal: P4, A1 selama hamil ibu pernah sakit, Ibu pasien memeriksakan
kandungannya rutin ke bidan dan lengkap dalam melakukan imunisasi TT di Puskesmas.
2) Riwayat Natal: Ibu mengatakan persalinannya ditolong oleh Bidan di RS Doris Sylvanus karena
kehamilan lewat waktu (10 bulan)
3) Riwayat Postnatal: Anak lahir sehat, Berat Badan 4000 gram.
2.1.4.4 Status Imunisasi
Anak telah memperoleh imunisasi BCG pada usia 1 bulan, DPT pada usia 2 bulan,
Polio pada usia 3 bulan, Campak pada usia 6 bulan, dan Hepatitis 8 bulan.
2.1.4.5 Riwayat Kesehatan Keluarga
Ny.S mengatakan bahwa dalam Keluarga Ny.S tidak memiliki riwayat penyakit
menular seperti TBC, Hepatitis, dan hipertensi.
2.1.4.6 Susunan Genogram 3 (tiga) Generasi

Keterangan :
: Laki-laki : Orang terdekat
: Perempuan : Tinggal serumah
: Pasien
: Meninggal
Bagan 2.1 Genogram Keluarga
Sumber: Data Primer (2016)

2.2 Pemeriksaan Fisik


2.2.1 Keadaan Umum
Tingkat kesadaran klien adalah compos mentis/sadar penuh, tampak lemah, kontak mata
baik. Klien dapat berbicara dengan belum lancar, penampilan cukup rapi.
2.2.2 Tanda Vital
Tanda-tanda vital klien saat dikaji adalah suhu 36,4 C, RR 19 x/Menit, Nadi 81x/Menit
2.2.3 Kepala dan Wajah
2.2.3.1 Ubun-ubun
Ubun-ubun pasien dalam keadaan sudah menutup sempurna dan tidak ada kelainan pada
ubun-ubun klien.
2.2.3.2 Rambut
Klien memiliki rambut berwarna hitam, tidak rontok, tidak mudah di cabut dan tidak
kusam.
2.2.3.3 Kepala
Keadaan kulit kepala bersih tidak berketombe, pada kepala tidak ada perlukaan serta tidak
ada peradangan atau benjolan.
2.2.3.4 Mata
Pada saat dilakukan pemeriksaan bentuk mata simetris, konjungtiva berwarna normal
(merah muda), sklera berwarna putih, reflek pupil positif yaitu pada saat diberikan reflek cahaya
pupil mengecil. Ketajaman penglihatan klien baik dibuktikan klien dapat melihat benda dari
kejauhan.
2.2.3.5 Telinga
Bentuk telinga simetris, tidak ada serumen, tidak ada peradangan dan ketajaman
pendengaran klien baik, klien menoleh saat ada suara memanggil namanya.
2.2.3.6 Hidung
Bentuk hidung simetris dan fungsi penciuman baik
2.2.3.7 Mulut
Pada saat dilakukan pemeriksaan keadaan bibir kering dan bibir utuh. Serta lidah kotor

2.2.3.8 Gigi
Klien mempunyai gigi lengkap dan tidak ada caries gigi.
2.2.3.9 Leher dan Tenggorokan
Pada saat dilakukan pemeriksaan bentuk leher simetris, pada saat minum anak menelan
dengan baik, pada saat anak membuka mulut tidak ada pembesaran tonsil,. Tidak tampak adanya
pembesaran vena jugularis, tidak ada benjolan, anak tampak tidak bisa mengeluarkan dahak saat
batuk.
Masalah Keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif
2.2.3.10 Dada
Pada saat baju anak dibuka bentuk dada simetris, batuk produktif/berdahak, tidak terdapat
retraksi dada, irma pernapasan teratur, bunyi nafas yang terdengar menggunakan stetoskop yaitu
vesikuler dan terdapat suara napas tambahan Ronkhi di sebelah kanan , tipe pernafasan dada ,
bunyi jantung normal saat diauskultasi terdengar (lub dub/S1,S2). Tidak terlihat iktus kordis,
Masalah Keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif
2.2.3.11 Punggung
Bentuk punggung simetris, tidak ada peradangan dan benjolan.
2.2.3.12 Abdomen
Bentuk abdomen kiri dan kanan simetris, warna kulit putih, tidak terdapat nyeri tekan di
semua lapang abdomen, bising usus (+),
2.2.3.13 Ekstremitas
Pergerakan atau tonus otot bebas, klien dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan.
Tidak terdapat adanya oedema, sianosis dan clubbing finger. Keadaan kulit agak kering, turgor
kulit elastis dapat kembali dalam waktu <2 detik dan kulit teraba hangat (normal)
2.2.3.14 Genitalia
Tidak dilakukan pengkajian
2.3 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
2.3.1 Gizi: BB sekarang 22 kg, Tinggi badan 120 cm, Lingkar Lengan Atas 18,5 cm.
IMT = = = = 15,27 (normal)
BBI = (umur(tahun)x2)+8= (8,4.2)+8= 16,8+8= 24,8 kg (- 2,8 kg)
Masalah Keperawatan: Resiko Ketidakseimbangan Nutrisi
2.3.2 Kemandirian Dalam Bergaul: An.M mampu berkondinasi dengan petugas kesehatan saat
memeriksaan kesehatannya dan kooperatif.
2.3.3 Motorik Halus:Ibu mengatakan anaknya mampu menulis dengan baik dengan ukuran lebih
kecil dan rata
2.3.4 Motorik Kasar:Ibu mengatakan anaknya anaknya dapat bermain sepak bola bersama temannya.
2.3.5 Kognitif dan Bahasa: Ibu mengatakan anaknya sudah mampu berkomunikasi secara verbal dan
nonverbal.
2.3.6 Psikososial:Anak dapat bergabung dengan teman sebayanya.
2.4 Pola Aktivitas Sehari-hari
Tabel 2.1 Pola Aktivitas Sehari-hari
No Pola Kebiasaan Sebelum Sakit Saat Sakit
1 Nutrisi:
a. Frekuensi 2x sehari 2x sehari (1/2 porsi)
b. Nafsu makan
Baik Kurang baik
c. Jenis makanan
d. Minum Nasi, Ayam goreng Nasi, ayam goreng
1000-1500 ml 1000-1200 ml
2 Eliminasi
a. BAB
Frekuensi
1 kali sehari 1 kali sehari
Konsistensi
b. BAK Lunak Lunak
Frekuensi
Konsistensi
3-4 kali sehari, 3-4 kali sehari,
warna kuning warna kuning
3 Istirahat/tidur
a. Siang/jam 1 jam/siang 2-3 jam/siang
b. Malam/jam
7-8 jam/malam 7 jam/malam
4 Personal Hygiene
a. Mandi 2-3 kali sehari 1-2 kali sehari

b. Oral Hygiene
2 kali sehari 1 kali sehari
Keluhan lain: ibu pasien mengatakan anak saya nafsu makannya kurang saat
sakit
Masalah Keperawatan: Resiko Ketidakseimbangan Nutrisi

2.5 Data Penunjang


Tidak ada dilakukan pemeriksaan Penunjang
2.6 Penatalaksanaan Medis
Tabel 2.2 Penatalaksaan Medis tanggal 24Juni 2016
Nama obat Dosis Golongan dan farmakokinetik
Cotrimoksazole 240 2x 5 ml
mg syrup
Glyceryl Guaiacolate 2x Tablet Mengencerkan dahak pada saluran napas
100 mg sehingga mampu mempermudah
pengeluaran dahak
Antasida Doen 400 mg
Sumber: Indikasi dan kontraindikasi dari ISO (Informasi Spesialite Obat).
Palangka Raya,30 Agustus 2016
Mahasisawa

Cici Pambriani
2.7 Analisa Data
Berdasarkan data-data yang didapat dari hasil pengkajian maka dapat dilakukan analisis
data, yaitu.
Tabel 2.3 Analisa Data
Data Subyektif dan Data Kemungkinan
Masalah
Obyektif Penyebab
DS: Anak saya batuk Factor pencetus Bersihan jalan napas
berdahak kurang lebih tidak efektif
selama 4 hari Reaksi antigen/antibodi
.
DO: Produksi substansi
Bunyi napas tambahan: vasoaktif
Ronki di sebelah kanan
Anak tampak tidak bisa
mengeluarkan sekret Sekresi mukus
Irama pernapasan teratur
meningkat/produksi
Tipe pernapasan dada
RR = 19x/menit mukus meningkat
Nadi = 81x/menit

Penumpukan sekret

DS: ibu pasien mengatakan Factor pencetus Resik


anak saya nafsu makannya Ketidakseimbangan
kurang saat sakit Invasi kuman nutrisi

DO: Kuman melepas


- BB = 22 kg endotoksin
- TB = 120 cm
- LILA = 18,5 cm
- IMT = 15,2 (Normal) Sistem imun menurun
- BBI = 24,8 kg
- Frekuensi makan 2x/hari
(1/2 porsi) Melepaskan mediator
inflamasi
Anoreksia, mual, muntah

DS: anak saya muntah Factor pencetus Resiko


sebanyak 2-3 kali di malam ketidakseimbangan
hari kurang lebih selama 4 Invasi kuman Cairan
hari
Kuman melepas
DO: endotoksin
- kulit agak kering
- turgor kulit elastis dapat
Sistem imun menurun
kembali dalam waktu <2
detik
- minum 1000-1200 ml.hari
Melepaskan mediator
inflamasi

Anoreksia, mual, muntah

2.8 Diagnosa berdasarkan Skala Prioritas Keperawatan


1) Bersihan jalan tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret
2) Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan output yang adekuat (muntah)
3) Resiko Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan nafsu makan yang kurang
2.9 Intervensi Keperawatan
Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
Bersihan jalan tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji RR, pola pernapasan, suara1. Unt
napas tambahan, dan terb
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x
karakteristik sputum klie
penumpukan sekret kunjungan diharapkan bersihan 2. Jelaskan kepada klien dan men
keluarga tentang ISPA dan inte
jalan napas kembali efektif
penanganannya 2. Me
dengan criteria hasil: 3. Ajarkan klien batuk efektif dan klie
etika batuk 3. Me
Suara nafas verikuler
4. Anjurkan klien untuk minum air men
Tidak ada suara napas tambahan
hangat 4. Me
Tidak ada sekret
5. Anjurkan klien untuk tidak men
RR dalam batas normal
meminum es dan memakan 5. Me
makanan berminyak 6. Sec
6. Kolaborasi dalam pemberian men
terapi

Resiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status cairan (intake dan 1. Unt
output) cair
cairan berhubungan dengan keperawatan selama 3x
2. Anjurkan klien untuk mengganti men
output yang adekuat (muntah) kunjungan diharapkan resiko cairan setiap kali muntah dengan inte
minum air hangat 2. Unt
ketidakseimbangan cairan dapat
3. Jelaskan kepada klien dan 3. Unt
diatasi dengan criteria hasil: keluarga tanda-tanda dehidrasi pen
4. Kolaborasi dalam pemberian seca
Tidak ada muntah
terapi anak
Intake yang adekuat
4. Sec
Tidak adanya tanda-tanda
mun
dehidrasi
Resiko Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status nutrisi klien 1. Unt
2. Anjurkan klien dan keluarga nutr
nutrisi berhubungan dengan keperawatan selama 3 x
untuk memenuhi kebutuhan men
nafsu makan yang kurang kunjungan rumah diharapkan nutrisi dengan memberikan inte
makanan seimbang dengan 2. Me
resiko ketidakseimbangan nutrisi
dimodifikasi sesuai makanan 3. Sec
dapat diatasi dengan criteria kesukaan klien tanpa men
kontraindikasi seperti sayuran,
hasil:
ikan, nasi, susu, dan buah-
- BB dalam batas normal buahan.
- Nafsu makan baik 3. Kolaborasi dalam pemberian
- Mampu menghabiskan porsi terapi
makanan
2.10 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Tabel 2.6Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Hari/Tanggal Tanda Tangan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Perawat
Selasa, 30 Agustus Diagnosa 1 Cici pambriani
2016 1. Mengkaji RR, pola S: klien mengatakan
pernapasan, suara
Pukul 08.45 dahaknya masih
napas tambahan, dan
karakteristik sputum belum bisa keluar
2. Menjelaskan kepada
O: RR 19x/menit, pola
klien dan keluarga
tentang ISPA dan napas teratur, suara
penanganannya
napas vesikuler
3. Mengajarkan klien
batuk efektif dan etika dengan suara napas
batuk
tambahan ronki
4. Menganjurkan klien
untuk minum air sebelah kanan,
hangat
sputum belum keluar,
5. Menganjurkan klien
untuk tidak meminum klien mampu
es dan memakan
mempraktekkan etika
makanan berminyak
6. Berkolaborasi dalam batuk dan batuk
pemberian terapi : efektif.
Glyceryl Guaiacolate
A : masalah Belum
100 mg
teratasi
P: lanjutkan intervensi
pada kunjungan
rumah 1-6
Diagnosa 2
1. Kaji status cairan S: -
(intake dan output)
O: intake 1000-1200
2. Anjurkan klien untuk
mengganti cairan ml/hri, muntah 2-3
setiap kali muntah
kali malam hari,
dengan minum air
hangat turgor kulit elastis <2
3. Jelaskan kepada klien
hari, kulit agak kering
dan keluarga tanda-
tanda dehidrasi A: masala belum teratasi
4. Kolaborasi dalam
P: lanjutkan intervensi
pemberian terapi:
Cotrimoksazole syrup pada kunjungan
rumah 1-4
Diagnosa 3
1. Kaji status nutrisi S: -
klien
O:BB 22 kg, TB 120
2. Anjurkan klien dan
keluarga untuk cm, LILA 18,5 cm,
memenuhi kebutuhan
BBI 24,8 kg,
nutrisi dengan
memberikan makanan frekuensi makan
seimbang dengan
2x/hari
dimodifikasi sesuai
makanan kesukaan A:masalah belum
klien tanpa
teratasi
kontraindikasi seperti
sayuran, ikan, nasi, P:lanjutkan intervensi
susu, dan buah-
pada kunjungan
buahan.
3. Kolaborasi dalam rumah 1-3
pemberian terapi:
Antasida Doen 400
mg
Catatan Perkembangan saat kunjungan rumah
Tabel 2.8 Catatan Perkembangan saat kunjungan rumah hari pertama
Hari/Tanggal Tanda Tangan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Perawat
Selasa, 30 Agustus Diagnosa 1
2016 1. Mengkaji RR, pola S: klien mengatakan
pernapasan, suara
Pukul 16.30 WIB dahaknya masih
napas tambahan, dan
karakteristik sputum susah keluar tapi
2. Menganjurkan klien
sudah bisa
untuk minum air
hangat mengeluarkan dahak
3. Menganjurkan klien
O: RR 20x/menit, pola
untuk tidak meminum
es dan memakan napas teratur, suara
makanan berminyak
napas vesikuler
4. Memotivasi pasien
dalam mengkonsumsi dengan suara napas
obat sesuai terapi
tambahan ronki
sebelah kanan,
sputum berwarna
bening pekat, klien
mampu
mempraktekkan etika
batuk dan batuk
efektif.
A : masalah Belum
teratasi
P: lanjutkan intervensi
pada kunjungan
rumah 1-4

Diagnosa 2
1. Kaji status cairan S: klien mengatakan
ulang (intake dan
tidak ada muntah,
output)
2. Anjurkan klien untuk biasanya muntah pada
mengganti cairan
malam hari
setiap kali muntah
dengan minum air O: intake 1000-1200
hangat
ml/hri, tidak ada
3. Jelaskan kepada klien
dan keluarga tanda- muntah, turgor kulit
tanda dehidrasi
elastis <2 hari, kulit
4. Memotivasi klien
untuk mengkonsumsi agak kering
obat sesuai terapi
A: masalah belum
teratasi
P: lanjutkan intervensi
pada kunjungan
rumah 1-4
Diagnosa 3
1. Kaji status nutrisi S: -
klien
O:BB 22 kg, TB 120
2. Anjurkan klien dan
keluarga untuk cm, LILA 18,5 cm,
memenuhi kebutuhan
BBI 24,8 kg,
nutrisi dengan
memberikan makanan frekuensi makan
seimbang dengan
2x/hari
dimodifikasi sesuai
makanan kesukaan A:masalah belum
klien tanpa
teratasi
kontraindikasi seperti
sayuran, ikan, nasi, P:lanjutkan intervensi
susu, dan buah-
pada kunjungan
buahan.
3. Memotivasi klien rumah 1-3
untuk mengkonsumsi
obat sesuai terapi
Catatan Perkembangan saat kunjungan rumah
Tabel 2.8 Catatan Perkembangan saat kunjungan rumah hari ke dua
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam
Rabu, 31 Agustus 2016 Diagnosa 1
Pukul 16.30 WIB 1. Mengkaji RR, pola pernapasan, S: klien mengatakan saya sudah bisa
suara napas tambahan, dan
mengeluarkan dahak
karakteristik sputum
2. Menganjurkan klien untuk O: RR 20x/menit, pola napas teratur,
minum air hangat
suara napas vesikuler, sputum
3. Menganjurkan klien untuk tidak
meminum es dan memakan berwarna bening pekat, klien
makanan berminyak
mampu mempraktekkan etika
4. Memotivasi pasien dalam
mengkonsumsi obat sesuai terapi batuk dan batuk efektif
A : masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi pada
kunjungan rumah 1-4

Diagnosa 2
1. Kaji status cairan ulang (intake S: klien mengatakan masih ada
dan output)
muntah tadi malam 1x
2. Anjurkan klien untuk mengganti
cairan setiap kali muntah denganO: intake 1000-1200 ml/hri, muntah
minum air hangat
1x malam hari, turgor kulit elastis
3. Jelaskan kepada klien dan
keluarga tanda-tanda dehidrasi <2 hari, kulit agak kering
4. Memotivasi klien untuk
A: masalah belum teratasi
mengkonsumsi obat sesuai terapi
P: lanjutkan intervensi pada
kunjungan rumah 1-4
Diagnosa 3
1. Kaji status nutrisi klien S: -
2. Anjurkan klien dan keluarga
O:BB 22,1 kg, TB 120 cm, LILA 18,5
untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi dengan memberikan cm, BBI 24,8 kg, frekuensi makan
makanan seimbang dengan
3x/hari
dimodifikasi sesuai makanan
kesukaan klien tanpa A:masalah belum teratasi
kontraindikasi seperti sayuran,
P:lanjutkan intervensi pada
ikan, nasi, susu, dan buah-
buahan. kunjungan rumah 1-3
3. Memotivasi klien untuk
mengkonsumsi obat sesuai terapi

Catatan Perkembangan saat kunjungan rumah


Tabel 2.8 Catatan Perkembangan saat kunjungan rumah hari ketiga
Hari/Tanggal Tanda Tangan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Perawat
BAB 4
PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan membahas masalah ISPA pada An.M sesuai dengan Judul
pembahasan meliputi kesenjangan antara teori dan kasus dengan cara membandingkan dan
mengemumukan alasannya. Adapun yang membahas yang meliputi permasalahan. Permasalahan
timbul faktor-faktor pendukung dan penghambat serta respon keluarga selama menerima asuhan
keperawatan. Sesuai tahap laporan kasus yang digunakan yaitu pendekatan proses keperawatan
maka pembahasan juga mencakup pengkajian, dignosa keperawatan, perencanaan, implementasi
dan evaluasi.
4.1 Pengkajian
Sesuai dengan konsep yang terdapat pada pengkajian menurut struktur keluarga An.M
mempunyai kedua orang tua dan kakak dalam keluarga, bisa dikatakan memenuhi fungsi sesuai
konsep yang ada pada teoritis yaitu : fungsi biologis ada pada anak tersebut. Untuk masalah
ISPA sesuai dengan teori tanda dan gejala dari ISPA adalah batuk, pilek yang lebih dari satu
minggu dan faktor penyebab adalah lingkungan yang kurang sehat. Upaya keluarga An.M
menanggulangi hal-hal tersebut dengan berobat ke puskesmas terdekat.
Dalam melakukan pengkajian, ditemukan bebrapa faktor yang mempengaruhi ketika
penulis melakukan pengumpulan data, adapun factor-factor tersebut adalah Faktor
pendukungnya Adapun kerjasama antar penulis dan keluarga dalam melakukan pengkajian,
terdapat format pengkajian yang memudahkan penulis melakukan pengkajian. Dalam melakukan
pengkajian penulis tidak mendapatkan kesulitan yang berarti karena pada saat usia An.M adalah
8,4 tahun jadi sudah sangat kooperatif dalam terlibat dalam proses pengkajian.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Asuhan keperawatan pada An.M ditemukan diagnosa keperawatan yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret, resiko ketidakseimbangan cairan
berhubungan dengan output yang adekuat (muntah), dan resiko ketidakseimbangan nutrisi
berhubungan dengan nafsu makan yang kurang/menurun . Penulis mengangkat diagnosa ini
karena ditemukan data antara lain An.M mengatakan mengalami batuk berdahak sejak kurang
lebih 4 hari yang lalu, dan data objektifnya adalah An.M tampak lemah, ada sekret, TTV: N: 102
x/menit, S: 36,4 oC, RR: 30 x/menit, terdengar suara nafas tambahan (Ronkhi) Bunyi napas
tambahan: Ronki di sebelah kanan, Anak tampak tidak bisa mengeluarkan sekret, Irama
pernapasan teratur, Tipe pernapasan dada, RR = 19x/menit, Nadi = 81x/menit,muntah 2-3 kali di
rumah pada malam hari, BB 22 kg, TB 120 cm, LILA 18,5 cm, IMT 15,2, BBI 24,8 Kg, terapi:
Cotrimoksazole syrup (2x2 sdt), Glyceryl Guaioate 100 mg (3x ), Antasida doen AC (3x
1/2).
Pada teori dengan ISPA, diagnosa keperawatan yang muncul menurut Muttaqin, Arif
(2008), yaitu ada Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran
pernafasan, adanya secret, Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi
mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi secret, Nyeri
berhubungan dengan proses inflamasi, Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit
yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak dan kurang pengetahuan serta untuk diagnosa
observasi vomitin disini dengan diagnosa gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan
output yang berlebihan,dan ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan intake yan tidak
adekuat/gangguan absorbsi.
Dari tiga diagnosa yang diangkat oleh penulis tersebut sama dengan diagnosa yang
mungkin muncul menurut Muttaqin, Arif (2008), yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif, resiko
ketidakseimbangan nutrisi dan resiko ketidakseimbangan cairan faktor pendukungnya adalah
terdapat data-data yang menunjang untuk merumuskan diagnosa keperawatan dan terdapat
referensi yang dapat membantu penulis serta adanya partisipasi keluarga dalam proses
pengkajian. Faktor penghambatnya adalah Waktu pengkajian data dan merumuskan masalah
yang tepat bagi keluarga.
4.3 Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk An.M dilakukan berdasarkan prioritas
masalah yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan keluarga tidak dapat
memelihara lingkungan, bertujuan batuk dan sekret pada An.M dapat berkurang dengan
memodifikasi lingkungan rumah utuk menunjang kesehatan keluarga, dengan standar klien dan
keluarga dapat melakukan batuk efektif,etika batuk, klien dan keluarga dapat memodifikasi
lingkungan untuk menunjang kesehatan keluarga. dengan rencana keperawatan yaitu kaji berapa
lama batuk An.M, kaji TTV An.M, dengar suara nafas An.M, anjurkan untuk minum obat sesuai
resep dokter.
Dalam membuat perencanaan penulis menetapkan berdasarkan hasil pengumpulan data
dan rumusan masalah diagnosa keperawatan yang merupakan petunjuk dalam membuat tujuan
dan asuhan keperawatan keluarga. cara membuat perencanaan yang penulis lakukan yaitu
menentukan prioritas masalah, menulis tujuan umum dan tujuan khusus, menulis kriteria dan
standar, serta rencana tindakan.
4.4 Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada
perawat untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam melaksanakan asuhan
keperawatan, penulis bekerja sama dengan keluarga dalam mencapai tujuan yang diharapkan dari
diagnosa keperawatan yang muncul untuk , masalah ISPA dan observasi vomiting. Penulis dapat
melakukan tindakan yang dilakukan adalah memberi penyuluhaan kepada keluarga.
Diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektik pada An.R berhubungan dengan
penumpukan sekret, penulis melakukan lima tindakan keperawatan meliputi: Mengkaji RR, pola
pernapasan, suara napas tambahan, dan karakteristik sputum, Menjelaskan kepada klien dan
keluarga tentang ISPA dan penanganannya, Mengajarkan klien batuk efektif dan etika batuk,
Menganjurkan klien untuk minum air hangat, Menganjurkan klien untuk tidak meminum es dan
memakan makanan berminyak, Berkolaborasi dalam pemberian terapi : Glyceryl Guaiacolate
100 mg. Diagnosa ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan output yang adekuat penulis
melakukan tindakan: Kaji status cairan (intake dan output), Anjurkan klien untuk mengganti
cairan setiap kali muntah dengan minum air hangat, Jelaskan kepada klien dan keluarga tanda-
tanda dehidrasi, Kolaborasi dalam pemberian terapi: Cotrimoksazole syrup, dan diagnosa
ketidakseimbangan nutrisi penulis melakukan tindakan: Kaji status nutrisi klien, Anjurkan klien
dan keluarga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dengan memberikan makanan seimbang dengan
dimodifikasi sesuai makanan kesukaan klien tanpa kontraindikasi seperti sayuran, ikan, nasi,
susu, dan buah-buahan, dan Kolaborasi dalam pemberian terapi: Antasida Doen 400 mg
Adapun Faktor pendukung dalam pelaksanaan keperawatan pada An.M adalah Selama
penulis melakukan implementasi keperawatan keluarga dari An.M mau bekerja sama dengan
penulis.

4.5 Evaluasi
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa
jauh diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, dan pelaksanaan keperawatannya. Meskipun
tahap evaluasi diletakan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada
setiap tahap keperawatan.
Pada saat melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada An.M pada diagnosa bersihan
jalan tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret ditemukan data subjektif ibu An.R
mengatakan anaknya masih batuk berdahak. Pada data objektifnya An.R masih tampak batuk
berdahak, TTV: N: 102x/menit, S: 36,4oC, RR: 30x/menit, masih terdengar suara nafas
tambahan (Ronkhi). Setelah dilakukan tindakan pada An.R, masalah belum teratasi dan lanjutkan
intervensi yang ada pada kunjungan rumah.Pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi dan cairan,
anak masih sangat memiliki resiko.
Pada saat kunjungan rumah yang pertama, maslaah yang ditemukan yaitu anak masih
batuk berdahak dan dahak sudah bisa keluar walaupun sedikit, muntah tidak ada, dan makannya
sudah mulai membaik. Pada saat kunjungan rumah yang keduam anak masih batuk berdahak dan
dahak sudah bisa keluar dengan warna dahak bening kental, muntah ada 1x pada malam hari, dan
makannya sudah mulai membaik dengan frekuensi 3x sehari dengan BB 22,1 kg.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Dalam bab ini penulis akan menyimpulkan dari asuhan keperawatan pada An.M dengan
diagnosa medis ISPA dan Vomiting di Puskesmas Bukit Hindu Palangka Raya. Kesimpulan ini
merupakan sintesis dari pembahasan terdiri dari rumusan masalah dan tujuan khusus penulis.
Adapun kesimpulan yang penulis lakukan sebagai berikut:
5.1.1 Pengkajian
Saat pengkajian yang dilakukan pada An.R data yang ditemukan yaitu An.M mengalami
batuk berdahak sejak 4 hari lalu. An.M tampak batuk berdahak, ada sekret, S: 36,4 oC, RR:
19x/menit, terdengar suara nafas tamabahan pada paru kanan(ronkhi),muntah 2x BB 22 kg, TB
120 cm, LILA 18,5 cm, IMT 15,2, BBI 24,8 Kg, terapi: Cotrimoksazole syrup (2x2 sdt),
Glyceryl Guaioate 100 mg (3x ), Antasida doen AC (3x 1/2).
5.1.2 Diagnosa Keperawatan
Asuhan keperawatan pada An.M ditemukan diagnosa keperawatan yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret, resiko ketidakseimbangan cairan
berhubungan dengan output yang adekuat (muntah), dan resiko ketidakseimbangan nutrisi
berhubungan dengan nafsu makan yang kurang/menurun.
5.1.3 Perencanaan Keperawatan
Perencanaan yang dibuat pada An.M berdasarkan prioritas masalah yaitu prioritas
masalah yang muncul adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
penumpukan sekret, resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan output yang adekuat
(muntah), dan resiko ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan nafsu makan yang
kurang/menurun.
5.1.4 Pelaksanaan Keperawatan
Tahap-tahap pelaksanaan yaitu dengan persiapan terlebih dahulu, setelah itu baru
dilakukan pelaksanaan tindakan keperawatan. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada An.M
penulis sesuaikan dengan rencana tindakan yang telah penulis susun berdasarkan prioritas
masalah yang dilakukan selama 1x 30 menit pelaksanaan pada An.R menyangkut mengatasi
masalah ISPA dan vomiting yang diderita An.M
5.1.5 Evaluasi
Saat evaluasi yang dilakukan pada An.M data yang ditemukan adalah dari diagnosa
keperawatan yang ditegakan pada An.M diagnosa tersebut teratasi dan intervensi yang ada
dilanjutkan.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Puskesmas Bukit Hindu
Bagi perawat di Puskesmas Bukit Hindu disarankan mengajarkan secara langsung
bagaimana cara pengkajian terutama pada pemeriksaan fisik yang sesuai dengan pasien ISPA dan
Vomiting menegakan diagnosa keperawatan, menentukan prioritas masalah, perencanaan,
pelaksanaan, sampai evaluasi pada pasien dengan ISPA.
5.2.2 Bagi Pendidikan
Kepada dosen disaarankan lebih banyak menjelaskan dan menerangkan langkah-langkah
yang sesuai dalam pemberian asuhan keperawatan keluaraga pada pasien dengan ISPA.
5.2.3 Bagi Penulis
Bagi penulis disarankan lebih banyak belajar tentang asuhan keperawatan keluarga pada
pasien dengan ISPA seperti melakukan pengkajian, menegakan diagnosa keperawatan, membuat
rencana tindakan keperawatan, melaksanakan rencana tindakan keperawatan dan melakukan
hasil evaluasi tindakan.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:EGC.


Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Hidayat, Alimul.2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikas Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Kemenkes RI. 2007. Profil Kesehatan Kalimantan Tengah 2007. [http://www.depkes.go.id/profil/prov-
kalteng-2007.pdf]. Diakses tanggal 27 Juli 2016.
____. [http://www.depkes.go.id/berita/410-pneumonia-penyebab-kematian-utama-balita.html]. Diakses
tanggal 27 Juli 2016.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta : Salemba Medika.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta :
EGC.

Purnawan Junadi, Atiek S. Soemasto, dan Husna Amelz ed. 1977. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2.
Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 1. Jakarta : EGC.
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan Ed 2.
Jakarta: Salemba Medika.

Sudoyo, Aru W dan Bambang Setiyohadi dkk ed. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V Jilid
III. Jakarta : Interna Publishing.

Vous aimerez peut-être aussi