Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II
ISI
SKENARIO 4
Konsul ya dok. Bayi perempuan saya berumur 4 bulan baru imunisasi DPT
yang kedua kalinya. Setelah itu timbul bengkak kemerahan pada paha tempat
suntik imunisasi dan rewel susah tidur setelah beberapa hari kemudian. Apakah
hal ini normal? Kasihan anak saya kalau bolak balik disuntik dok, apakah tidak
bisa imunisasi DPT-nya langsung digabung dan diberikan satu kali? Atau mungkin
dibuat yang vaksinnya cukup dioleskan di kulit begitu? Terima kasih atas
perhatiannya dok.
Surat pembaca dari Bundanangalau
15 November 2012
STEP I
Identifikasi Istilah Sulit
STEP II
Identifikasi Masalah
1. Berapa kali imunisasi DPT diharuskan? Pada kisaran umur berapa dan
dampaknya apa?
2. Mengapa setelah dilakukan imunisasi timbul bengkak kemerahan?
3. Apakah disuntik merupakan cara yang paling efektif dalam melakukan
imunisasi?
4. Mengapa imunisasi harus dilakukan lebih dari satu kali?
5. Dapatkah vaksin dimasukkan ke tubuh selain dengan cara disuntik?
6. Apakah imunisasi dapat digabung menjadi hanya satu kali suntik? Apa
dampak jika tidak disuntik?
7. Apa perbedaan imunisasi dan vaksinasi?
STEP III
Curah Pendapat/ Brainstorming
lebih dari 40,5oC, kejang, demam yang disertai kejang, dan syok (kebiruan,
pucat, dan tidak memberikan respon).
3. Iya, imunisasi tidak bisa dilakukan kalau tidak dengan cara disuntik karena
vaksin harus masuk ke dalam tubuh.
5. Vaksin dapat dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara ditetes di mulut selain
disuntik.
6. Tidak bisa, karena imun tubuh mempunyai sifat memori dimana jika antigen
yang telah dilemahkan dimasukkan lebih dari satu kali, imun tubuh akan
mengingat antigen tersebut dan melakukan respon lebih cepat dan kuat dari
sebelumnya.
STEP IV
STEP V
Tujuan Pembelajaran/ Learning Objectives
Menjelaskan mengenai:
1. Mekanisme dan fungsi sistem imun
2. Mekanisme dan tanda-tanda inflamasi
3. Respon imun nonspesifik dan respon imun spesifik
4. Sel target, efektor dan komponen sistem imun
5. Pertahanan tubuh eksternal
6. Mekanisme imunitas yang diperantarai oleh antibodi dan sel
STEP VI
Belajar Mandiri
STEP VII
Laporan/ Sintesis Masalah
Sistem imun adalah suatu sistem pertahanan internal yang berperan kunci
dalam mengenal dan menghancurkan atau menetralkan benda-benda di dalam
tubuh yang asing bagi diri normal. (Sherwood, Lauralee, 2011: 447)
Fungsi sistem imun adalah sebagai berikut (Sherwood, 2011: 447):
1. Mempertahankan tubuh dari patogen invasif (mikroorganisme penyebab
penyakit misalnya bakteri dan virus).
2. Menyingkirkan sel yang aus dan jaringan yang rusak oleh trauma atau
penyakit, memudahkan jalan untuk penyembuhan luka dan perbaikan
jaringan.
3. Mengenali dan menghancurkan sle abnormal atau mutan yang berasal dari
tubuh. Fungsi ini dinamai immune surveillance, merupakan mekanisme
pertahanan internal utama terhadap kanker.
4. Melakukan respons imun yang tidak pada tempatnya yang menyebabkan
alergi, yang terjadi ketika tubuh melawan entitas kimiawi lingkungan
yang normalnya tidak berbahaya, atau menyebabkan penyakit autoimun,
yang terjadi ketika sistem pertahanan secara salah menghasilkan antibodi
terhadap tipe tertentu sel tubuh sendiri.
memperbesar pori kapiler (celah antara sel-sel endotel) sehingga protein plasma
yang biasanya dihambat untuk keluar dari darah kini dapat masuk ke jaringan
yang meradang.
Edema Lokal
Akumulasi protein plasma yang bocor tersebut di cairan interstisium
meningkatkan tekanan osmotik koloid cairan interstisium. Selain itu,
meningkatnya aliran darah lokal meningkatkan tekanan darah kapiler. Karena
kedua tekanan cenderung memindahkan cairan keluar kapiler maka perubahan-
perubahan tersebut mendorong ultrafiltrasi dan mengurangi reabsorpsi cairan di
kapiler. Hasil akhir dari pergeseran keseimbangan cairan ini adalah edema lokal.
Karena itu, pembengkakan yang biasa terlihat menyertai peradangan disebabkan
oleh perubahan-perubahan vaskular yang dipicu oleh histamin. Demikian juga,
manifestasi mencolok lain pada peradangan, misalnya kemerahan dan panas,
sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya aliran darah arteri hangat ke
jaringan yang rusak. Nyeri disebabkan oleh peregangan lokal di dalam jaringan
yang membengkak dan oleh efek langsung bahan-bahan yang diproduksi lokal
pada ujung reseptor neuron-neuron aferen yang menyarafi daerah tersebut.
Karakteristik proses peradangan yang mudah kita amati ini (pembengkakan,
kemerahan, panas, dan nyeri) berkaitan dengan tujuan utama perubahan vaskular
di daerah yang cedera meningkatkan jumlah fagosit leukositik dan protein-protein
plasma yang penting di daerah tersebut.
Sel target atau sasaran sistem imun merupakan musuh asing utama yang
dilawan oleh sistem imun. Sel target utama yang diincar oleh sistem imun adalah
bakteri dan virus. (Sherwood, 2011: 447)
Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal tidak berinti yang dilengkapi
oleh semua perangkat yang esensial untuk kelangsungan hidup dan reproduksi.
Bakteri patogenik yang menginvasi tubuh menyebabkan kerusakan jaringan san
menimbulkan penyakit terutama dengan cara mengeluarkan enzim atau toksin
yang secara fisik mencederai atau mengganggu fungsi sel dan organ. Kemampuan
suatu patogen menimbulkan penyakit disebut virulensi.
Berbeda dari bakteri, virus bukanlah suatu entitas sel yang dapat berdiri
sendiri. Virus hanya terdiri dari asam nukleat (bahan genetik-DNA atau RNA)
yang terbungkus oleh suatu selubung protein. Karena tidak memiliki perangkat sel
untuk menghasilkan energi dan sintesis protein maka virus tidak dapat melakukan
metabolisme dan berkembang biak kecuali jika menginvasi sel penjamu (sel tubuh
orang yang terinfeksi) dan mengambil alih fasilitas biokimia sel untuk mereka
gunakan sendiri. Virus tidak saja mengisap sumber daya energi sel penjamu tetapi
asam nukleat virus juga mengendalikan sel penjamu untuk mensintesis protein-
protein yang dibutuhkan untuk replikasi sel.
Ketika virus telah menyatu ke dalam sel penjamu, mekanisme pertahanan
tubuh penjamu dapat menghancurkan sel tersebut karena tubuh tidak lagi
memandang sel sebagai sel diri normal. Cara lain yang digunakan virus untuk
merusak atau mematikan sel adalah dengan menguras komponen-komponen
esensial sel, mendikte sel agar menghasilkan bahan-bahan yang toksik bagi sel itu
sendiri, atau mengubah sel menjadi sel kanker.
Leukosit (sel darah putih, atau SDP) dan turunan-turunannya, adalah sel
efektor sistem imun, bersama dengan beragam protein plasma, bertanggung jawab
melaksanakan beragam strategi pertahanan imun.
Fungsi Leukosit
Sebagai ulasan singkat, fungsi kelima jenis leukosit adalah sebagai berikut :
1. Neutrofil adalah spesialis fagositik yang memiliki mobilitas tinggi serta
mampu menelan dan menghancurkan bahan yang tidak diinginkan
2. Eosinofil megeluarkan bahan-bahan kimia yang menghancurkan cacing
parasitic dan berperan dalam reaksi alergik.
3. Basofil mengeluarkan histamin dan heparin serta juga berperan dalam
reaksi alergik.
4. Monofit berubah menjadi makrofag, yaitu spesialis fagositik besar yang
berada di jaringan.
5. Limfosit terdiri dari tipe :
a. Limfosit B (sel B) berubah menjadi sel plasma, yang mengeluarkan
antibodiyang secaratidak langsung menyebabkan destruksi benda
asing (imunitas ang diperantarai oleh antibody, imunitas humoral)
b. Limfosit T (sel T)secara langsung menghancurkan sel dengan
mengeluarkan bahan-bahan kimia yang melubangi sel korban
(imunitas yang diperantarai oleh sel, imunitas selular)
Suatu leukosit hanya berada dalam darah dalam waktu singkat. Sebahagian besar
leukosit keluar dari darah menuju ke jaringan dalam misi pertahanan. Karena itu,
sel-sel efektor system imun tersebar luas di seluruh tubuh dan dapat
mempertahankan tubuh di lokasi manapun. (Sherwood, 2011: 448)
Ada dua komponen sistem imun, yakni sistem imun bawaan atau nonspesifik
dan sistem imun yang didapat atau spesifik.
system imun adaktif-hubungan lain antara system imun bawaan dan adaktif. Ini
adalah sebagian kecil dari contoh-contoh bagaimana berbagai komponen-
komponen sistem imun saling bergantung dan berinteraksi.
Mekanisme sistem imun bawaan memberi kita respons yang cepat tetapi
terbatas dan nonselektif terhadap segala jenis ancaman, seperti para prajurit abad
pertengahan yang menghantam dengan kekuatan besar semua lawan yang
mendekati dinding puri yang mereka jaga. Imunitas bawaan menahan dan
membatasi penyebaran infeksi. Respons nonspesifik ini penting untuk menahan
lawan sampai sistem imun adaptif, dengan senjatanya yang sangat selektif, dapat
dipersiapkan untuk mengambil alih dan melakukan penyerangan untuk
memusnahkan musuh. (Sherwood, 2011: 449-450)
Kulit
Kulit terdiri atas 2 lapisan, yakni:
a. Epidermis
Epidermis mengandung empat jenis sel residen berbeda yang turut
serta dalam pertahanan imun (Sherwood, 2011: 486 dan 491), yaitu:
- Melanosit, menghasilkan suatu pigmen, melanin, yang warna dan
jumlahnya menentukan warna kulit. Melanin melindungi kulit
dengan menyerap radiasi UV yang berbahaya.
- Keratinosit, penghasil keratin yang kuat membentuk lapisan
protektif luar kulit. Sawar fisik ini menghambat bakteri dan bahan
lingkungan merugikan lainnya masuk ke tubuh dan mencegah
keluarnya air dan bahan-bahan penting lain dari tubuh. Keratinosit
juga memiliki fungsi imunologis dengan mengeluarkan interleukin-
1, yang meningkatkan pematangan sel T pascatimus di kulit.
Sel Plasma
Sel plasma menghasilkan antibodi yang dapat berikatan dengan jenis tertentu
antigen yang merangsang pengaktifan sel plasma tersebut. selama diferensiasi
menjadi sel plasma, sel B membengkak karena retikulum endoplasma kasar
(tempat pembentukan protein yang akan diekspor) bertambah. Karena antibodi
adalah protein maka sel plasma pada hakikatnya adalah pabrik protein yang
produktif, menghasilkan hingga 2000 molekul antibodi per detik. Sedemikian
besarnya komitmen perangkat pembentukan protein sel plasma untuk
menghasilkan antibodi sehingga sel tersebut tidak dapat mempertahankan sintesis
protein untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhannya sendiri. Karena itu, sel
plasma mati setelah menjalani masa produktif yang singkat (lima sampai tujuh
hari).
Antibodi disekresikan ke dalam darah atau limfe, bergantung pada lokasi sel
plasma, tetapi semua antibodi akhirnya memperoleh akses ke daarah, tempat zat
Sel Memori
Tidak semua limfosit B yang baru dibentuk oleh klon aktif berdiferensiasi
menjadi sel plasma penghasil antibodi. Sebagian kecil berubah menjadi sel
memori, yang tidak ikut serta dalam serangan imun yang sedang berlangsung
terhadap antigen tetapi dorman memperbanyak klon spesifik tersebut. Jika
individu yang bersangkutan kembali terpajan ke antigen yang sama maka sel-sel
memori ini akan diaktifkan dan siap beraksi bahakan lebih cepat daripada yang di
lakukan limfosit awal dalam klon tersebut.
Meskipun masing-masing dari kita memiliki kumpulan ragam klon sel B yang
pada hakikatnya sama, namun kumpulan tersebut secara bertahap berubah untuk
berespons paling efisien terhadap lingkungan antigen masing-masing orang. Klon-
klon yang spesifik terhadap antigen yang tidak pernah di jumpai oleh seseorang
akan tetap dorman seumur hidup, sementara klon yang spesifik terhadap antigen-
antigen yang ada di lingkungan orang tersebut biasanya akan berkembang dan
meningkan dengan membentuk sel memori yang sangat peka. Berbagai klon naif
tersebut memberi perlindungan terhadap patogen baru yang belum dikenal,
sementara populasi sel memori yang terus berkembang memberi perlindungan
terhadap kekambuhan infeksi yang pernah di alami sebelumnya. (Sherwood,
2011: 461-463)
Sementara sel B antibodi melindungi tubuh dari benda asing di CES, sel T
menghadapi benda asing yang bersembunyi di dalam sel yang tidak dapat dicapai
oleh antibodi atau sistem komplemen. Tidak seperti sel B, yang mengeluarkan
antibodi yang dapat menyerang antigen jarak jauh. Sel T tidak mengeluarkan
antibody. Sel T harus berkontak langsung dengan sasaran, suatu proses yang
dikenal sebagai imunitas selular. Sel T tipe pemusnah mengeluarkan bahan-bahan
kimia yang menghancurkan sel sasaran yang berkontak dengannya, misalnya sel
Interlukin-2
Interlukin-3
Interlukin-4
Interlukin-5
Interlukin-6
Faktor perangsangan-koloni granulosit-monosit
Interferon-7
2. Sel T Sitotoksik
Sel T sitotoksik merupakan sel penyerang langsung yang mampu
membunuh mikroorganisme dan pada suatu saat bahkan membunuh sel-sel
tubuh sendiri. Dengan alasan tersebut, sel ini disebut sel pembunuh.
Protein reseptor pada permukaan sel sitotoksik menyebabkan sel ini
berikatan dengan organism atau sel yang mengandung antigen spesifik.
Setelah berikatan, sel T sitotoksik menyekresikan protein pembentuk-
lubang, yang disebut perforin, yang membuat lubang berbentuk bulat pada
membran sel yang diserang. Kemudian cairan dari ruangan interstisial
akan mengalir secara cepat ke dalam sel. Selain itu, sel sitotoksik juga
melepaskan substansi sitotoksik secara langsung ke dalam sel yang
diserang. Hampir dengan segera, sel yang diserang menjadi sangat
membengkak dan biasanya tidak lama kemudian akan terlarut.
Hal yang paling penting adalah sel pembunuh sitotoksik ini dapat
terdorong keluar dari sel korban setelah sel pembunuh membuat lubang
dan mengirimkan substansi sitotoksik, dan kemudian pindah untuk
membunuh lebih banyak sel lagi. Sesungguhnya, beberapa sel-sel
pembunuh ini dapat menetap selama berbulan bulan dalam jaringan.
Beberapa sel T sitotoksik bersifat mematikan terhadap sel-sel jaringan
yang telah diinvasi oleh virus, karena banyak partikel virus yang
terperangkap dalam membran sel jaringan dan menarik sel T sebagai
3. Sel T Supresor
Dibandingkan dengan sel-sel yang lain, perihal sel T supresor masih
sedikit yang diketahui, namun sel ini mempunyai kemampuan untuk
menekan fungsi sel T sitotoksik dan sel T pembantu. Fungsi supresor ini
diduga bertujuan untuk mencegah sel sitotoksik agar tidak menyebabkan
reaksi imun yang berlebihan yang dapat merusak jaringan tubuh sendiri.
Dengan alasan ini, maka sel-sel supresor, bersama dengan sel T pembantu,
digolongkan sebagai sel T regulator. Sel T supresor mungkin berperan
penting dalam membatasi kemampuan sistem imun untuk menyerang
jaringan tubuh sendiri, yang disebut sebagai toleransi imun.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil diskusi dan laporan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Sistem imun berfungsi mengenal dan menghancurkan atau menetralkan
benda-benda di dalam tubuh yang asing bagi diri normal. Mekanisme
kerjanya ada yang bersifat non spesifik dan spesifik.
2. Respons imun ada yang bersifat bawaan (inflamasi, interferon, natural killer
cells dan sistem komplemen) dan ada yang bersifat adaptif atau didapat
(limfosit dan limfosit B).
3. Sel target utama sistem imun adalah bakteri dan virus. Efektornya adalah
leukosit yang terdiri atas neutrofil, eusinofil, basofil, monosit dan limfosit (T
dan B). Komponen sistem imun ada yang bersifat sistem imun bawaan/
nonspesifik dan ada sistem imun yang bersifat didapat/ spesifik.
4. Selain pertahanan tubuh melalui sistem imun yang bersifat internal, ada pula
pertahanan tubuh yang bersifat eksternal, contoh nyatanya adalah kulit.
5. Imunitas ada yang diperantarai oleh antibodi (dengan melibatkan limfosit B)
dan ada imunitas yang diperantarai oleh sel (dengan melibatkan limfosit T).
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A. Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland, 31th ed. Retna Neary
Elseria, [et al.] (Terj.). Albertus Agung Mahode, [et al.] (Ed.). Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C., dan John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 11th
ed. Irawati [et al.] (Terj.). Luqman Yanuar Rachman [et al.] (Ed.). Jakarta:
EGC.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, 6th ed. Brahm
U. Pendit (Terj.). Nella Yesdelita (Ed.). Jakarta: EGC.