Vous êtes sur la page 1sur 23

BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tubuh manusia rentan dengan timbulnya penyakit, baik penyakit yang


disebabkan dengan oleh bakteri dan virus. Maka dari itu, tubuh manusia
memerlukan sistem pertahanan tubuh untuk melawan berbagai benda asing yang
berpotensi menimbulkan penyakit. Sistem pertahanan tubuh terssebut sistem
imun.
Sistem imun dalam tubuh manusia dijalankan oleh sel darah putih atau
leukosit. Leukosit ada berbagai macam jenis, mulai dari neutrofil, basofil,
eusinofil, monosit hingga limfosit. Berbagai jenis leukosit tersebut mempunyai
peranannya masing-masing dalam melawan benda asing atau antigen yang masuk,
mulai dari proses fagositosis hingga menghasilkan antibodi.
Bagaimana mekanisme kerja berbagai jenis leukosit tersebut dalam
menjalankan sistem imun di tubuh manusia merupakan hal yang penting untuk
dibahas dan dipelajari, karena sistem imun merupakan bagian yang erat dengan
sistem pertahanan tubuh manusia terhadap penyakit.

B. Tujuan dan Manfaat Modul

Tujuan dari pembelajaran modul ini adalah mahasiswa mampu memahami


mekanisme dan fungsi sistem imun dan imunitas dalam tubuh manusia. Selain itu,
mahasiswa dapat memahami mengenai respon imun terhadap benda asing yang
masuk ke dalam tubuh manusia. Mahasiswa juga memahami peran-peran berbagai
elemen (sel-sel darah putih) sistem imun untuk menghalau berbagai antigen yang
masuk ke dalam tubuh manusia agar tidak menimbulkan penyakit.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

BAB II
ISI

SKENARIO 4

JERA AKU DIBUATNYA...

Konsul ya dok. Bayi perempuan saya berumur 4 bulan baru imunisasi DPT
yang kedua kalinya. Setelah itu timbul bengkak kemerahan pada paha tempat
suntik imunisasi dan rewel susah tidur setelah beberapa hari kemudian. Apakah
hal ini normal? Kasihan anak saya kalau bolak balik disuntik dok, apakah tidak
bisa imunisasi DPT-nya langsung digabung dan diberikan satu kali? Atau mungkin
dibuat yang vaksinnya cukup dioleskan di kulit begitu? Terima kasih atas
perhatiannya dok.
Surat pembaca dari Bundanangalau
15 November 2012

STEP I
Identifikasi Istilah Sulit

Imunitas : immunity perlindungan terhadap suatu penyakit


infeksi yang diberikan oleh respons imun yang
ditimbulkan oleh imunisasi atau infeksi terdahulu atau
faktor nonimunologis lain. (Dorland, 2010: 90)
Vaksin : vaccine suspensi mikroorganisme yang dilemahkan
atau dimatikan (bakteri, virus, atau riketsia), atau
protein antigenik dari berbagai organisme tadi, yang
diberikan untuk mencegah, meringankan, atau
mengobati penyakit-penyakit menular. (Dorland, 2010:
2350)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

STEP II
Identifikasi Masalah

1. Berapa kali imunisasi DPT diharuskan? Pada kisaran umur berapa dan
dampaknya apa?
2. Mengapa setelah dilakukan imunisasi timbul bengkak kemerahan?
3. Apakah disuntik merupakan cara yang paling efektif dalam melakukan
imunisasi?
4. Mengapa imunisasi harus dilakukan lebih dari satu kali?
5. Dapatkah vaksin dimasukkan ke tubuh selain dengan cara disuntik?
6. Apakah imunisasi dapat digabung menjadi hanya satu kali suntik? Apa
dampak jika tidak disuntik?
7. Apa perbedaan imunisasi dan vaksinasi?

STEP III
Curah Pendapat/ Brainstorming

1. Imunisasi DPT diharuskan untuk dilakukan sebanyak 3 kali. Imunisasi yang


pertama untuk 1 bulan, yang kedua untuk 1 tahun, dan yang ketiga untuk
selamanya. Imunisasi tidak boleh diberikan dibawah umur 6 minggu karena
respon terhadap vaksin tidak optimal. Imunisasi DPT pertama dilakukan pada
saat anak berumur kisaran 6 minggu-2 bulan, DPT kedua pada saat berumur 4
bulan, DPT ketiga saat berumur 6 bulan, lalu dapat dilakukan imunisasi DPT
ulang dengan rentang waktu agak jauh yaitu pada usia pra sekolah saat
berumur sekitar 5-6 tahun dan imunisasi DPT saat usia ini dianjurkan untuk
dilakukan.Penyuntikan imunisasi DPT tidak boleh dilanjutkan jika respon
yang diberikan negatif, seperti kelainan saraf, kejang, menangis lebih dari
biasanya, suhu tubuh diatas 40oC.
Dampak dari adanya komponen pertusis pada imunisasi DPT adalah demam

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

lebih dari 40,5oC, kejang, demam yang disertai kejang, dan syok (kebiruan,
pucat, dan tidak memberikan respon).

2. Imunisasi DPT berupa antigen yang telah dilemahkan masuk ke dalam


jaringan. Akibatnya, jaringan menjadi rusak dan memicu leukosit. Leukosit
memfagosit antigen dan menyekresikan zat-zat seperti histamin yang dapat
menimbulkan pembengkakan. Kemerahan terjadi karena adanya histamin
yang memicu vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler.

3. Iya, imunisasi tidak bisa dilakukan kalau tidak dengan cara disuntik karena
vaksin harus masuk ke dalam tubuh.

4. Imun mempunyai sifat mengingat (memori) sehingga perlu dilakukan


imunisasi lebih dari satu kali untuk memperkuat imun tubuh sehingga jika
ada antigen yang masuk ke dalam tubuh, sistem imun khususnya limfosit B
akan dengan cepat merespon antigen yang masuk dan membentuk antibodi.

5. Vaksin dapat dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara ditetes di mulut selain
disuntik.

6. Tidak bisa, karena imun tubuh mempunyai sifat memori dimana jika antigen
yang telah dilemahkan dimasukkan lebih dari satu kali, imun tubuh akan
mengingat antigen tersebut dan melakukan respon lebih cepat dan kuat dari
sebelumnya.

7. Imunisasi menstimulasi kekebalan tubuh untuk melakukan perlawanan


terhadap antigen pertama kali sedangkan vaksinasi sebenarnya hampir sama
dengan imunisasi tetapi kerjanya meningkatkan kekebalan di dalam tubuh

STEP IV

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

Strukturisasi Konsep/ Mindmapping

STEP V
Tujuan Pembelajaran/ Learning Objectives

Menjelaskan mengenai:
1. Mekanisme dan fungsi sistem imun
2. Mekanisme dan tanda-tanda inflamasi
3. Respon imun nonspesifik dan respon imun spesifik
4. Sel target, efektor dan komponen sistem imun
5. Pertahanan tubuh eksternal
6. Mekanisme imunitas yang diperantarai oleh antibodi dan sel

STEP VI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

Belajar Mandiri

Dalam tahap belajar mandiri ini, setiap individu kelompok melakukan


kegiatan belajar baik mandiri maupun kelompok dengan mempelajari semua hal
yang berkaitan dengan learning objectives dari berbagai sumber referensi yang
bisa didapat. Kegiatan belajar mandiri ini dilaksanakan dari hari Senin, 17
Desember 2012 sampai dengan hari Rabu, 19 Desember 2012.

STEP VII
Laporan/ Sintesis Masalah

7.1 Mekanisme dan Fungsi Sistem Imun

Sistem imun adalah suatu sistem pertahanan internal yang berperan kunci
dalam mengenal dan menghancurkan atau menetralkan benda-benda di dalam
tubuh yang asing bagi diri normal. (Sherwood, Lauralee, 2011: 447)
Fungsi sistem imun adalah sebagai berikut (Sherwood, 2011: 447):
1. Mempertahankan tubuh dari patogen invasif (mikroorganisme penyebab
penyakit misalnya bakteri dan virus).
2. Menyingkirkan sel yang aus dan jaringan yang rusak oleh trauma atau
penyakit, memudahkan jalan untuk penyembuhan luka dan perbaikan
jaringan.
3. Mengenali dan menghancurkan sle abnormal atau mutan yang berasal dari
tubuh. Fungsi ini dinamai immune surveillance, merupakan mekanisme
pertahanan internal utama terhadap kanker.
4. Melakukan respons imun yang tidak pada tempatnya yang menyebabkan
alergi, yang terjadi ketika tubuh melawan entitas kimiawi lingkungan
yang normalnya tidak berbahaya, atau menyebabkan penyakit autoimun,
yang terjadi ketika sistem pertahanan secara salah menghasilkan antibodi
terhadap tipe tertentu sel tubuh sendiri.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

Imunitas-protektif dihasilkan oleh kerja sama dua komponen sistem imun


yang terpisah tetapi saling bergantung: sistem imun bawaan dan sistem imun
adaptif atau didapat. Respons kedua sistem ini berbeda dalam waktu dan dalam
selektivitas mekanisme pertahanannya.
Sistem imun bawaan mencakup respon imun non spesifiik tubuh yang
bereaksi segera setelah adanya suatu agen yang mengancam. Respons non spesifik
ini adalah mekanisme pertahanan inheren (bawaan atau sudah ada) yang secara
non-selektif mempertahankan tubuh dari benda asing atau materi abnormal
ataupun jenisnya, bahkan meskipun baru pertama kali terpapar. Respons ini
merupakan lini pertama pertahanan terhadap berbagai ancaman, termasuk agen
infeksi, kimiawi, dan cedera jaringan akibat trauma mekanis atau luka bakar.
Semua orang lahir dengan mekanisme respons imun bawaan yang pada
hakikatnya sama, meskipun mungkin terdapat sedikit perbedaan genetik.
Sistem imun adaptif atau didapat, sebaliknya, mengandalkan respons imun
spesifik yang secara selektif menyerang benda asing tertentu yang tubuh pernah
terpajan dan memiliki kesempatan untuk mempersiapkan serangan yang secara
khusus ditujukan kepada musuh tersebut. Karena itu, sistem imun adaptif
memerlukan waktu cukup lama untuk menyerang dan mengalahkan musuh
spesifik. Sistem imun bawaan dan didapat bekerja secara harmonis untuk
menahan, kemudian mengeliminasi bahan-bahan yang menbahayakan. (Sherwoof,
2011: 449)

7.2 Mekanisme dan Tanda-tanda Inflamasi

Berikut ini adalah mekanisme dan tanda-tanda inflamasi (Sherwood, 2011:


451):

Meningkatnya Permeabelitas Kapiler


Pelepas histamin juga meningkatkan permeabilitas kapiler dengan

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

memperbesar pori kapiler (celah antara sel-sel endotel) sehingga protein plasma
yang biasanya dihambat untuk keluar dari darah kini dapat masuk ke jaringan
yang meradang.

Edema Lokal
Akumulasi protein plasma yang bocor tersebut di cairan interstisium
meningkatkan tekanan osmotik koloid cairan interstisium. Selain itu,
meningkatnya aliran darah lokal meningkatkan tekanan darah kapiler. Karena
kedua tekanan cenderung memindahkan cairan keluar kapiler maka perubahan-
perubahan tersebut mendorong ultrafiltrasi dan mengurangi reabsorpsi cairan di
kapiler. Hasil akhir dari pergeseran keseimbangan cairan ini adalah edema lokal.
Karena itu, pembengkakan yang biasa terlihat menyertai peradangan disebabkan
oleh perubahan-perubahan vaskular yang dipicu oleh histamin. Demikian juga,
manifestasi mencolok lain pada peradangan, misalnya kemerahan dan panas,
sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya aliran darah arteri hangat ke
jaringan yang rusak. Nyeri disebabkan oleh peregangan lokal di dalam jaringan
yang membengkak dan oleh efek langsung bahan-bahan yang diproduksi lokal
pada ujung reseptor neuron-neuron aferen yang menyarafi daerah tersebut.
Karakteristik proses peradangan yang mudah kita amati ini (pembengkakan,
kemerahan, panas, dan nyeri) berkaitan dengan tujuan utama perubahan vaskular
di daerah yang cedera meningkatkan jumlah fagosit leukositik dan protein-protein
plasma yang penting di daerah tersebut.

7.3 Respons Imun Non Spesifik dan Respon Imun Spesifik

Respons Imun Non Spesifik

Pertahanan bawaan ini mencakup (Sherwood, 2011: 450):


1. Peradangan, suatu respons non spesifik terhadap cedera jaringan dimana
spesialis-spesialis fagositik neutrofil dan makrofag berperan besar,

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

bersama dengan asupan suportif dari tipe sel imun lain.


2. Interferon, sekelompok protein yang secara non spesifik mempertahankan
sel dari infeksi virus. Interferon secara singkat menghasilkan resistensi non
spesifik terhadap infeksi virus yang sama atau yang tidak berkaitan di sel-
sel penjamu lain (Sherwood, 2011: 455).
3. Natural killer cells, suatu kelompok khusus sel mirip limfosit yang secara
spontan dan non spesifik melisiskan (memecahkan) dan menghancurkan
sel pejamu yang terinfeksi virus dan sel kanker.
4. Sistem komplemen, sekelompok protein plasma inaktif yang jika diaktifkan
secara berurutan, akan merusak sel-sel asing dengan menyerang membran
plasmanya. Sistem ini diaktifkan melalui dua cara (Sherwood, 2011: 455):
a. Oleh pajanan ke rantai karbohidrat tertentu yang terdapat di
permukaan mikroorganisme tetapi tidak terdapat di sel manusia, suatu
respons imun bawaan non spesifik.
b. Oleh pajanan ke antibodi yang dihasilkan terhadap mikroorganisme
penginvasi spesifik, suatu respons imun didapat.

Respons Imun Adaptif Spesifik


Respons imun adaptif spesifik adalah serangan selektif yang ditujukan untuk
membatasi atau menetralkan sasaran tertentu yang secara spesifik tubuh telah
bersiap menghadapinya setelah mengalami pajanan sebelumnya.
Terdapat dua kelas respons imun spesifik, yakni imunitas yang diperantarai
oleh antibodi atau imunitas humoral, yang melibatkan pembentukan antibodi oleh
turunan limfosit B yang dikenal sebagai sel plasma; dan imunitas yang
diperantarai oleh sel atau imunitas selular yang melibatkan pembentukan limfosit
T aktif, yang secara langsung menyerang sel yang tidak diinginkan.
Limfosit dapat secara spesifik mengenal dan secara selektif berespons
terhadap hampir semua agen asing serta sel kanker. Proses pengenalan dan
respons sel B dan sel T berbeda. Secara umum, sel B mengenali mikroba atau
benda asing yang berada dalam keadaan bebas misalnya bakteri dan toksinnya

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

serta beberapa virus, yang dilawan dengan mengeluarkan antibodi spesifik


terhadap benda-benda asing tersebut. Sel T secara khusus mengenal dan
menghancurkan sel tubuh yang kacau, termasuk sel yang terinfeksi oleh virus
dan sel kanker. (Sherwood, 2011: 457)

7.4 Sel Target, Efektor dan Komponen Sistem Imun

Sel Target Sistem Imun

Sel target atau sasaran sistem imun merupakan musuh asing utama yang
dilawan oleh sistem imun. Sel target utama yang diincar oleh sistem imun adalah
bakteri dan virus. (Sherwood, 2011: 447)
Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal tidak berinti yang dilengkapi
oleh semua perangkat yang esensial untuk kelangsungan hidup dan reproduksi.
Bakteri patogenik yang menginvasi tubuh menyebabkan kerusakan jaringan san
menimbulkan penyakit terutama dengan cara mengeluarkan enzim atau toksin
yang secara fisik mencederai atau mengganggu fungsi sel dan organ. Kemampuan
suatu patogen menimbulkan penyakit disebut virulensi.
Berbeda dari bakteri, virus bukanlah suatu entitas sel yang dapat berdiri
sendiri. Virus hanya terdiri dari asam nukleat (bahan genetik-DNA atau RNA)
yang terbungkus oleh suatu selubung protein. Karena tidak memiliki perangkat sel
untuk menghasilkan energi dan sintesis protein maka virus tidak dapat melakukan
metabolisme dan berkembang biak kecuali jika menginvasi sel penjamu (sel tubuh
orang yang terinfeksi) dan mengambil alih fasilitas biokimia sel untuk mereka
gunakan sendiri. Virus tidak saja mengisap sumber daya energi sel penjamu tetapi
asam nukleat virus juga mengendalikan sel penjamu untuk mensintesis protein-
protein yang dibutuhkan untuk replikasi sel.
Ketika virus telah menyatu ke dalam sel penjamu, mekanisme pertahanan
tubuh penjamu dapat menghancurkan sel tersebut karena tubuh tidak lagi

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


10
BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

memandang sel sebagai sel diri normal. Cara lain yang digunakan virus untuk
merusak atau mematikan sel adalah dengan menguras komponen-komponen
esensial sel, mendikte sel agar menghasilkan bahan-bahan yang toksik bagi sel itu
sendiri, atau mengubah sel menjadi sel kanker.

Efektor Sistem Imun

Leukosit (sel darah putih, atau SDP) dan turunan-turunannya, adalah sel
efektor sistem imun, bersama dengan beragam protein plasma, bertanggung jawab
melaksanakan beragam strategi pertahanan imun.
Fungsi Leukosit
Sebagai ulasan singkat, fungsi kelima jenis leukosit adalah sebagai berikut :
1. Neutrofil adalah spesialis fagositik yang memiliki mobilitas tinggi serta
mampu menelan dan menghancurkan bahan yang tidak diinginkan
2. Eosinofil megeluarkan bahan-bahan kimia yang menghancurkan cacing
parasitic dan berperan dalam reaksi alergik.
3. Basofil mengeluarkan histamin dan heparin serta juga berperan dalam
reaksi alergik.
4. Monofit berubah menjadi makrofag, yaitu spesialis fagositik besar yang
berada di jaringan.
5. Limfosit terdiri dari tipe :
a. Limfosit B (sel B) berubah menjadi sel plasma, yang mengeluarkan
antibodiyang secaratidak langsung menyebabkan destruksi benda
asing (imunitas ang diperantarai oleh antibody, imunitas humoral)
b. Limfosit T (sel T)secara langsung menghancurkan sel dengan
mengeluarkan bahan-bahan kimia yang melubangi sel korban
(imunitas yang diperantarai oleh sel, imunitas selular)
Suatu leukosit hanya berada dalam darah dalam waktu singkat. Sebahagian besar
leukosit keluar dari darah menuju ke jaringan dalam misi pertahanan. Karena itu,

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


11
BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

sel-sel efektor system imun tersebar luas di seluruh tubuh dan dapat
mempertahankan tubuh di lokasi manapun. (Sherwood, 2011: 448)

Komponen Sistem Imun

Ada dua komponen sistem imun, yakni sistem imun bawaan atau nonspesifik
dan sistem imun yang didapat atau spesifik.

Sistem Imun Bawaan


Komponen-komponen sistem imun bawaan selalu berada dalam keadaan
siaga, siap melaksanakan tindakan-tindakan pertahanan yang terbatas dan relatif
kasar terhadap semua dan setiap penyerang. Dari berbagai sel efektor imun,
neutrofil dan makrofag-keduanya adanya spesialis fagositik sangat penting dalam
pertahanan bawaan. Berbagai respons imun non spesifik diaktifkan sebagai
tanggapan terhadap pola molekular generik yang berkaitan dengan agen yang
mengancam, misalnya karbohidrat yang biasanya ada di dinding sel bakteri tetapi
tidak ditemukan di sel manusia. Sel-sel fagositik dipenuhi oleh protein membran
plasma yang baru-baru ini saja diketahui dan dinamai toll-like receptors (TLR).
TLR dijuluki mata system imun bawaan karena sensor imun ini mengenali dan
mengikat penanda-penanda di bakteri sehingga sel efektor sistem imun bawaan
melihat patogen sebagai suatu yang berbeda dari sel diri. Dikenalinya patogen
oleh TLR memicu fagosit untuk menelan dan menghancurkan mikroorganisme
infeksius tersebut. Selain itu, pengaktifkan TLR memicu sel fagositik
mengeluarkan bahan-bahan kimia, yang sebgaian berperan dalam peradangan,
suatu respons bawaan penting terhadap invasi mikroba.
TLR menghubungkan sistem imun bawaan dan adaktif, karena bahan-bahan
kimia lain yang dikeluarkan oleh fagosit penting untuk merekrut sel-sel imun
adaktif. Selain itu, partikel asing secara sengaja ditandai agar dapat ditelan oleh
fagosit yaitu dengan melapisinya dengan antibodi yang dihasilkan oleh sel B

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


12
BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

system imun adaktif-hubungan lain antara system imun bawaan dan adaktif. Ini
adalah sebagian kecil dari contoh-contoh bagaimana berbagai komponen-
komponen sistem imun saling bergantung dan berinteraksi.
Mekanisme sistem imun bawaan memberi kita respons yang cepat tetapi
terbatas dan nonselektif terhadap segala jenis ancaman, seperti para prajurit abad
pertengahan yang menghantam dengan kekuatan besar semua lawan yang
mendekati dinding puri yang mereka jaga. Imunitas bawaan menahan dan
membatasi penyebaran infeksi. Respons nonspesifik ini penting untuk menahan
lawan sampai sistem imun adaptif, dengan senjatanya yang sangat selektif, dapat
dipersiapkan untuk mengambil alih dan melakukan penyerangan untuk
memusnahkan musuh. (Sherwood, 2011: 449-450)

Sistem Imun yang Didapat


Respons sistem imun didapat atau adaptif diperantarai oleh limfosit B dan T.
Setiap sel B dan T dapat mengenal dan mempertahankan diri terhadap hanya 1
tipe benda asing, misalnya satu jenis bakteri. Di antara jutaan sel B dan T di
tubuh, hanya beberapa yang secara khusus dilengkapi untuk mengenal fitur
molekular khusus suatu agen infeksi tertentu sehingga diminta beraksi untuk
mempertahankan tubuh hanya terhadap agen ini. Spesialisasi ini mirip dengan
tentara modern yang telah dilatih secara khusus yang dipanggil bertugas untuk
melaksanakan misi yang sangat spesifik. Limfosit yang terpilih tersebut kemudian
memperbanyak diri, meningkatkan jumlah spesialis yang dapat melakukan
serangan terarah terhadap agen penginvasi tersebut.
Sistem imun adaptif adalah alat tercanggih terhadap sebagian besar patogen.
Ragam sel B dan T terus aktif berubah sebagai respons terhadap patogen yang
dijumpai. Karena itu, sistem imun didapat beradaptasi untuk melancarkan perang
terhadap patogen patogen spesifik di lingkungan masing-masing orang. Sasaran
sistem imun adaptif bervariasi di antara orang-orang, bergantung pada jenis
serangan imun yang dijumpai oleh orang tersebut. Selain itu, sistem ini

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


13
BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

memperoleh kemampuan untuk secara lebih efisien memusnahkan musuh tertentu


jika bertemu kembali dengan patogen yang sama di masa depan. Hal ini dilakukan
dengan membentuk kumpulan sel memori setelah berjumpa dengan suatu patogen
tertentu sehingga jika kembali bertemu dengan patogen tersebut maka sistem
imun akan menghasilkan pertahanan yang lebih cepat dan kuat. (Sherwood, 2011:
449)

7.5 Pertahanan Tubuh Eksternal

Selain sistem pertahanan imun internal, tubuh dilengkapi oleh mekanisme


pertahanan eksternal yang dirancang untuk mencegah penetrasi mikroba setiap
kali jaringan tubuh terpajan ke lingkungan eksternal (Sherwood, 2011: 485).
Pertahanan eksternal yang paling jelas adalah kulit atau integumen yang
membungkus bagian luar tubuh (integere berarti menutupi):

Kulit
Kulit terdiri atas 2 lapisan, yakni:
a. Epidermis
Epidermis mengandung empat jenis sel residen berbeda yang turut
serta dalam pertahanan imun (Sherwood, 2011: 486 dan 491), yaitu:
- Melanosit, menghasilkan suatu pigmen, melanin, yang warna dan
jumlahnya menentukan warna kulit. Melanin melindungi kulit
dengan menyerap radiasi UV yang berbahaya.
- Keratinosit, penghasil keratin yang kuat membentuk lapisan
protektif luar kulit. Sawar fisik ini menghambat bakteri dan bahan
lingkungan merugikan lainnya masuk ke tubuh dan mencegah
keluarnya air dan bahan-bahan penting lain dari tubuh. Keratinosit
juga memiliki fungsi imunologis dengan mengeluarkan interleukin-
1, yang meningkatkan pematangan sel T pascatimus di kulit.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


14
BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

- Sel Langerhans juga berfungsi dalam imunitas spesifik menyajikan


antigen kepada sel T penolong.
- Sel Granstein menekan respons imun yang diaktifkan oleh kulit.
- Selain itu, di epidermis kulit membentuk vitamin D dengan
keberadaan sinar matahari.
b. Dermis
Dermis mengandung (Sherwood, 2011: 486 dan 491):
- Pembuluh darah, yang memberi makan kulit dan berperan penting
dalam mengatur suhu tubuh.
- Ujung saraf sensorik, yang memberi informasi mengenai
lingkungan eksternal.
- Beberapa kelenjar eksokrin dan folikel rambut, yang terbentuk
melalui invaginasi khusus epitel di atasnya. Kelenjar eksokrin kulit
terdiri dari kelenjar sebasea, yang menghasilkan sebum, suatu
bahan berminyak yang melunakkan kulit dan menyebabkannya
kedap air; dan kelenjar keringat, yang menghasilkan keringat untuk
mendinginkan tubuh. Folikel rambut menghasilkan rambut, yang
distribusi dan fungsinya pada manusia minimal.

7.6 Mekanisme Imunitas yang Diperantarai oleh Antibodi dan Sel

Imunitas yang Diperantarai oleh Antibodi

Setiap sel B dan T memiliki reseptor dipermukaannya untuk mengikat satu


jenis tertentu dari beragam kemungkinan antigen. Reseptor ini adalah mata bagi
sistem imun didapat, meskipun satu limfosit hanya dapat melihat satu jenis
antigen. Hal ini berbeda dari TLR sel efektor bawaan, yang mengenali merek
umum yang khas bagi semua mikroba. Selain itu, limfosit tidak dapat berespon
langsung terhadap antigen baru. Antigen mula-mula harus diproses dan disajikan

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


15
BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

kepada limfosit oleh antigen-presenting cells (sel penyaji antigen). (Sherwood,


2011: 458)

Antigen merangsang sel B untuk berubah menjadi sel plasma yang


menghasilkan antibodi
Pengikatan antigen menyebabkan klon sel B aktif berkembang biak dan
berdiferensiasi menjadi dua jenis sel-sel plasma dan sel memori. Sebagian besar
turunan klon ini berkembang menjadi sel plasma, yaitu produsen antibodi yang
mengandung tempat pengikatan antigen yang sama dengan yang terdapat di
reseptor permukaan. Namun, sel plasma menghasilkan antibody IgG, yang
disekresikan dan tidak tetap terikat ke membrane sel. Dalam darah, antibody
tersebut berikatan dengan antigen bebas (tidak terikat ke limfosit), menandainya
untuk kemudian untuk kemudian dihancurkan oleh system komplemen, ingesti
fagosit, atau cara lain. (Sherwood, 2011: 461)

Sel Plasma
Sel plasma menghasilkan antibodi yang dapat berikatan dengan jenis tertentu
antigen yang merangsang pengaktifan sel plasma tersebut. selama diferensiasi
menjadi sel plasma, sel B membengkak karena retikulum endoplasma kasar
(tempat pembentukan protein yang akan diekspor) bertambah. Karena antibodi
adalah protein maka sel plasma pada hakikatnya adalah pabrik protein yang
produktif, menghasilkan hingga 2000 molekul antibodi per detik. Sedemikian
besarnya komitmen perangkat pembentukan protein sel plasma untuk
menghasilkan antibodi sehingga sel tersebut tidak dapat mempertahankan sintesis
protein untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhannya sendiri. Karena itu, sel
plasma mati setelah menjalani masa produktif yang singkat (lima sampai tujuh
hari).
Antibodi disekresikan ke dalam darah atau limfe, bergantung pada lokasi sel
plasma, tetapi semua antibodi akhirnya memperoleh akses ke daarah, tempat zat

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


16
BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

ini dikenal sebagai globulin gama atau imunoglobulin.


Pengikatan antigen menyebabkan klon sel B aktif berkembang biak dan
berdiferensiasi menjadi dua jenis sel-sel plasma dan sel memori. Sebagian besar
turunan klon ini berkembang menjadi sel plasma, yaitu produsen antibodi yang
mengandung tempat pengikatan antigen yang sama dengan yang terdapat di
reseptor permukaan. Namun, sel plasma menghasilkan antibodi IgG, yang
disekresikan dan tidak tetap terikat ke membran sel. Dalam darah, antibodi
tersebut berikatan dengan antigen bebas (tidak terikat ke limfosit), menandainya
untuk kemudian untuk kemudian dihancurkan oleh system komplemen, ingesti
fagosit, atau cara lain. (Sherwood, 2011: 461)

Sel Memori
Tidak semua limfosit B yang baru dibentuk oleh klon aktif berdiferensiasi
menjadi sel plasma penghasil antibodi. Sebagian kecil berubah menjadi sel
memori, yang tidak ikut serta dalam serangan imun yang sedang berlangsung
terhadap antigen tetapi dorman memperbanyak klon spesifik tersebut. Jika
individu yang bersangkutan kembali terpajan ke antigen yang sama maka sel-sel
memori ini akan diaktifkan dan siap beraksi bahakan lebih cepat daripada yang di
lakukan limfosit awal dalam klon tersebut.
Meskipun masing-masing dari kita memiliki kumpulan ragam klon sel B yang
pada hakikatnya sama, namun kumpulan tersebut secara bertahap berubah untuk
berespons paling efisien terhadap lingkungan antigen masing-masing orang. Klon-
klon yang spesifik terhadap antigen yang tidak pernah di jumpai oleh seseorang
akan tetap dorman seumur hidup, sementara klon yang spesifik terhadap antigen-
antigen yang ada di lingkungan orang tersebut biasanya akan berkembang dan
meningkan dengan membentuk sel memori yang sangat peka. Berbagai klon naif
tersebut memberi perlindungan terhadap patogen baru yang belum dikenal,
sementara populasi sel memori yang terus berkembang memberi perlindungan
terhadap kekambuhan infeksi yang pernah di alami sebelumnya. (Sherwood,

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


17
BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

2011: 461-463)

Respons Primer dan Sekunder


Selama kontak awal denga suatu antigen mikroba, respons antibodi yang
terjadi beberapa hari kemudian setelah sel plasma terbentuk dan belum mencapai
puncaknya dalam dua minggu. Respons ini dikenal sebagai respons primer.
Sementara itu, gejala-gejala khas invasi mikroba menetap sampai mikroba
tersebut kalah oleh serangan imun spesifik yang ditujukan kepadanya orang yang
terinfeksi meninggal. Setelah mencapai puncak, kadar antibodi secara perlahan
berkurang seiring waktu, namun sebagian antibodi dalam darah mungkin menetap
dalam waktu yang lebih lama. Perlindungan jangka panjang terhadap antigen yang
sama terutam dilaksanakan oleh sel memori. Jika antigen yang sama muncul
kembali, maka sel memori yang berumur panjang tersebut akan melancarkan
respons sekunder yang lebih cepat, lebih kuat, dan berlangsung lebih lama
daripada yang terjadi pada respons primer. Serangan imun yang lebih cepat dan
kuat ini sering memadai untuk mencegah atau memperkecil memadai untuk
mencegah atau memperkecilinfeksi pada pajanan berikutnya terhadap mikroba
yang sama, dan membentuk dasar dari imunitas jangka panjang terhadap penyakit
spesifik. (Sherwood, 2011: 463)

Imunitas yang Diperantarai oleh Sel

Sementara sel B antibodi melindungi tubuh dari benda asing di CES, sel T
menghadapi benda asing yang bersembunyi di dalam sel yang tidak dapat dicapai
oleh antibodi atau sistem komplemen. Tidak seperti sel B, yang mengeluarkan
antibodi yang dapat menyerang antigen jarak jauh. Sel T tidak mengeluarkan
antibody. Sel T harus berkontak langsung dengan sasaran, suatu proses yang
dikenal sebagai imunitas selular. Sel T tipe pemusnah mengeluarkan bahan-bahan
kimia yang menghancurkan sel sasaran yang berkontak dengannya, misalnya sel

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


18
BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

yang terifeksi oleh virus dan sel kanker.


Seperti sel B, sel T bersifat klonal dan sangat spesifik antigen. Di membrane
plasmanya, setiap sel T memiliki protein reseptor unik yang disebut reseptor sel T,
serupa namun tidak identik dengan reseptor di permukaan sel B. limfosit imatur
memperoleh reseptornya di timus sewaktu berdiferensiasi.menjadi sel T. Tidak
seperti sel B, sel T diaktifkan oleh antigen asing hanya jika antigen tersebut
berada di permukaan suatu sel yang juga membawa penanda identitas individu
yang bersangkutan, yaitu antigen asing dan antigen diri harus bersama-sama
berada di premukaan sel sebelum sel T dapat berikatan dengannya. Selama
pendidikan di timus, sel T belajar mengenai mengenal antigen asing hanya dalam
kombinasi dengan antigen asing hanya dalam kombinasi dengan antigen jaringan
sendiri, suatu pelajaran yang diturunkan kepada semua progeni sel T di kemudian
hari. Pentingnya persyaratan antigen rangkap ini.
Setelah pemajanan ke antigen yang sesuai biasanya terdapat jeda waktu
beberapa hari sebelum sel T yang telah tersensitisasi atau teraktifkan siap
melancarkan serangan imun selular. Ketika terpajan ke kombinasi antigen
spesifik, sel-sel dari klon sel T komplementer berpoliferasi dan berdifensiasi
selama beberapa hari, menghasilkan sel T efektor aktif dalam jumlah besar yang
melaksanakan berbagai respons selular. (Sherwood, 2011: 468-469)
Beberapa tipe sel T dan berbagai fungsinya (Guyton, Arthur C., dan John E.
Hall, 2007: 468-469)
1. Sel T Pembantu - Perannya dalam Seluruh Pengaturan Imunitas
Sel T pembantu, sejauh ini merupakan sel T yang jumlahnya paling
banyak, biasanya meliputi lebih dari tiga perempat jumlah sel T. Sel-sel ini
bertindak sebagai pengatur utama bagi seluruh fungsi imun. Sel ini
melakukan hal tersebut dengan membentuk serangkaian mediator protein,
yang disebut limfokin, yang bekerja pada sel-sel lain dari sistem imun dan
sel-sel dalam sumsum tulang. Limfokin yang penting yang disekresikan
oleh sel T pembantu sebagai berikut :

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


19
BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

Interlukin-2
Interlukin-3
Interlukin-4
Interlukin-5
Interlukin-6
Faktor perangsangan-koloni granulosit-monosit
Interferon-7

2. Sel T Sitotoksik
Sel T sitotoksik merupakan sel penyerang langsung yang mampu
membunuh mikroorganisme dan pada suatu saat bahkan membunuh sel-sel
tubuh sendiri. Dengan alasan tersebut, sel ini disebut sel pembunuh.
Protein reseptor pada permukaan sel sitotoksik menyebabkan sel ini
berikatan dengan organism atau sel yang mengandung antigen spesifik.
Setelah berikatan, sel T sitotoksik menyekresikan protein pembentuk-
lubang, yang disebut perforin, yang membuat lubang berbentuk bulat pada
membran sel yang diserang. Kemudian cairan dari ruangan interstisial
akan mengalir secara cepat ke dalam sel. Selain itu, sel sitotoksik juga
melepaskan substansi sitotoksik secara langsung ke dalam sel yang
diserang. Hampir dengan segera, sel yang diserang menjadi sangat
membengkak dan biasanya tidak lama kemudian akan terlarut.
Hal yang paling penting adalah sel pembunuh sitotoksik ini dapat
terdorong keluar dari sel korban setelah sel pembunuh membuat lubang
dan mengirimkan substansi sitotoksik, dan kemudian pindah untuk
membunuh lebih banyak sel lagi. Sesungguhnya, beberapa sel-sel
pembunuh ini dapat menetap selama berbulan bulan dalam jaringan.
Beberapa sel T sitotoksik bersifat mematikan terhadap sel-sel jaringan
yang telah diinvasi oleh virus, karena banyak partikel virus yang
terperangkap dalam membran sel jaringan dan menarik sel T sebagai

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


20
BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

respons terhadap antigenisitas virus. Sel sitotoksik juga berperan penting


dalam penghancuran sel kanker, sel cangkok jantung, atau jenis-jenis sel
lain yang dianggap asing oleh tubuh orang itu sendiri.

3. Sel T Supresor
Dibandingkan dengan sel-sel yang lain, perihal sel T supresor masih
sedikit yang diketahui, namun sel ini mempunyai kemampuan untuk
menekan fungsi sel T sitotoksik dan sel T pembantu. Fungsi supresor ini
diduga bertujuan untuk mencegah sel sitotoksik agar tidak menyebabkan
reaksi imun yang berlebihan yang dapat merusak jaringan tubuh sendiri.
Dengan alasan ini, maka sel-sel supresor, bersama dengan sel T pembantu,
digolongkan sebagai sel T regulator. Sel T supresor mungkin berperan
penting dalam membatasi kemampuan sistem imun untuk menyerang
jaringan tubuh sendiri, yang disebut sebagai toleransi imun.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


21
BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari hasil diskusi dan laporan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Sistem imun berfungsi mengenal dan menghancurkan atau menetralkan
benda-benda di dalam tubuh yang asing bagi diri normal. Mekanisme
kerjanya ada yang bersifat non spesifik dan spesifik.
2. Respons imun ada yang bersifat bawaan (inflamasi, interferon, natural killer
cells dan sistem komplemen) dan ada yang bersifat adaptif atau didapat
(limfosit dan limfosit B).
3. Sel target utama sistem imun adalah bakteri dan virus. Efektornya adalah
leukosit yang terdiri atas neutrofil, eusinofil, basofil, monosit dan limfosit (T
dan B). Komponen sistem imun ada yang bersifat sistem imun bawaan/
nonspesifik dan ada sistem imun yang bersifat didapat/ spesifik.
4. Selain pertahanan tubuh melalui sistem imun yang bersifat internal, ada pula
pertahanan tubuh yang bersifat eksternal, contoh nyatanya adalah kulit.
5. Imunitas ada yang diperantarai oleh antibodi (dengan melibatkan limfosit B)
dan ada imunitas yang diperantarai oleh sel (dengan melibatkan limfosit T).

B. SARAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


22
BLOK 3 MODUL 4 IMUNISASI

Mahasiswa diharapkan lebih memahami mengenai sistem imun dan imunitas


dalam tubuh manusia, agar bisa memahami sistem pertahanan tubuh manusia
terhadap antigen penyebab penyakit, cara mencegahnya dan juga cara
mengobatinya.

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A. Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland, 31th ed. Retna Neary
Elseria, [et al.] (Terj.). Albertus Agung Mahode, [et al.] (Ed.). Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C., dan John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 11th
ed. Irawati [et al.] (Terj.). Luqman Yanuar Rachman [et al.] (Ed.). Jakarta:
EGC.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, 6th ed. Brahm
U. Pendit (Terj.). Nella Yesdelita (Ed.). Jakarta: EGC.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2012


23

Vous aimerez peut-être aussi