Vous êtes sur la page 1sur 19

ANALISIS AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

PASAL 21 ATAS KARYAWAN PADA PT CITRA

TUBINDO TBK

Disusun oleh:

Ilham Dwi Novianto 041311333243

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG MASALAH
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang -

undangdengan tidak mendapat timbal balik secara langsung yang

dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran

umum.Sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai

pengeluaran pemerintah dan pembangunan nasional salah satunya

adalah pajak. Pajak mempunyai kontribusi cukup tinggi dalam penerimaan

negara, penerimaan dari sektor fiskal mempunyai proporsi lebih dari 50%

penerimaan dalam APBN (Resmi, 2009). Pajak merupakan kewajiban setiap

Warga Negara Indonesia yang telah memiliki penghasilan yang disebut wajib

pajak. Warga negara yang taat membayar pajak telah ikut andil dalam

pembangunan negara. Dalam ini pajak yg sering ditarik adalah pajak penghasilan

(PPH), pajak penghasilan (PPH) adalah pajak yang dikenakan terhadap

Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam

suatun tahun pajak.Pajak penghasilan memiliki potensi besar bagi

pemerintah dalam sektor perpajakan, pajak penghasilan meliputi pajak

penghasilan umum, PPh 21, PPh 22, PPh23, PPh24, PPh25,PPh26, dan

PPh29.
Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang

dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi subjek pajak dalam negeri, yang

selanjutnya disebut PPh pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji,

upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam

bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang

dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri (Resmi, 2009).
Undang-undang yang mengatur besarnya tarif pajak, tata cara pembayaran dan

pelaporan PPh pasal 21 adalah Undang-undang No.36 tahun 2008. Undang-

undang pajak penghasilan telah menetapkan sistem pemungutan pajak

penghasilan secara self assessment, yaitu sistem pemungutan pajak yang

memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung,

membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang berdasarkan peraturan

perundang-undangan perpajakan. Sistem self assessment ini memberikan

kebebasan dan tanggung jawab yang besar kepada Wajib Pajak untuk

melaksanakan kewajiban perpajakannya. Fiskus hanya bertugas mengawasi

pelaksanaannya saja yaitu dengan melakukan pemeriksaan atas kepatuhan Wajib

Pajak terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam praktiknya

Wajib Pajak mengalami kesulitan dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Salah satu penyebabnya adalah adanya perubahan peraturan pajak mengenai

pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh). Perubahan ini mengatur

tentang perubahan tarif dan jenis objek pajak, sehingga menyebabkan kurang atau

lebih bayar pajak.


Pada tahun 2015 pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan nomor

122/PMK.010/2015 tentang penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak

(PTKP). Peraturan ini ditetapkan dan diundangkan pada periode tahun berjalan

yaitu pada bulan Juli 2015 dan mulai berlaku pada tahun pajak 2015. Dampak dari

PMK tersebut secara administratif pihak perusahaan akan mengalami kesulitan

dalam melakukan pembetulan SPT PPh pasal 21 yang dimulai dari Januari 2015

sampai dengan Juni 2015.


PT Citra Tubindo Tbk adalah perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan

dan industri, pemberian jasa dibidang industri minyak, gas bumi dan
pertambangan. Jumlah karyawan PT Citra Tubindo sampai akhir tahun 2014

berjumlah 1.181 karyawan dalam dua kategori yaitu Blue Collar (BC) pada

tingkat gaji 1 sampai dengan 4 dan White Collar (WC) pada tingkat gaji 5 sampai

dengan 15. Atas penghasilan yang diterima oleh karyawan, PT Citra Tubindo Tbk

memotong, menyetor dan melaporkan Pajak Penghasilan pasal 21 setiap bulan.


Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul Analisis akuntansi pajak penghasilan pasal

21 atas karyawan pada PT Citra Tubindo Tbk. dikarenakan adanya

pemahaman yang baik dan benar dari pemotong pajak terhadap

PPh 21 dinilai sangatlah penting untuk meninjau sampai sejauh

mana pelakasanaan kewajiban serta hak pemotong pajak yang berupa

menghitung pajak, memotong pajak, memungut pajak atau

membayar pajak, lalu menyetor pajak dan melaporkan pajak serta

mempertanggungjawabkanya telah dilaksanakan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme perhitungan, pemotongan serta pelaporan pajak


penghasilan pasal 21 pada PT Citra Tubindo Tbk?
2. Bagaimana mekanisme perhitungan, pemotongan serta pelaporan PPh
Pasal 21 di perusahaan bisa disempurnakan agar tidak menimbulkan kesalahan?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan untuk melakukan penelitian ini adalah :


Mengetahui sejauh mana pemahaman Perhitungan, Pemotong serta pelaporan
mengenai PPh 21 dan mempelajari apakah pemotong pajak telah melaksanakan
kewajiban serta hak mereka sebagai pemotong pajak.

Adapun yang menjadi manfaat untuk melakukan penelitian ini adalah :

1. Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan data menjadi tambahan pengetahuan bagi penulis
tentang keterkaitan antara teori yang diperoleh dengan kenyataan yang ada dalam
penlitian.
2. Bagi ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapakan dapat member data atau informasi mengenai
hal tersebut sehingga bermanfaat bila diperlukan.
3. Bagi ditjen pajak
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi kontribusi yang baik bagi ditjen
pajak dalam meningkatkan potensi pajakyang ada dan dapat meningkatkan
pelayanan bagi para wajib pajak
BAB II

DASAR TEORI

2.1Definisi Pajak

Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum

(undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung bisa

ditunjuk untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan

dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (Prasetyono, 2012).

Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011), pajak adalah iuran rakyat

kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan

tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan

yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

2.2 Fungsi Pajak

Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011), terdapat dua fungsi pajak yaitu:

1. Fungsi Penerimaan (budgetair)

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-

pengeluarannya.
2. Fungsi Mengatur (regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

dalam bidang sosial dan ekonomi.

2.3 Pengelompokkan Pajak


Pajak dapat dikelompokan kedalam 3 kelompok (Waluyo, 2009), adalah sebagai
berikut:
1) Menurut Golongannya
Pajak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak
lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan, contoh:
Pajak Penghasilan.
Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan
kepada pihak lain, Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
2) Menurut Sifatnya
Pajak Subyektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya
yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari
Wajib Pajak.
Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya,
tanpa memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak.
3) Menurut lembaga pemungutannya.
Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara, contoh: Pajak Penghasilan, Pajak
Pertamabahan Nilai, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan
Bangunan, dan Bea Materai.
Paja Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga daerah, contoh: Pajak reklame, pajak hiburan.

2.4 Sistem Pemungutan Pajak


Sistem pemungutan pajak menurut waluyo, 2009, dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Official Assessment system
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenangkepada pemerintah
(fiskus) untuk menentukan besarnya pajakyang terutang oleh Wajib Pajak.
2) Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenangsepenuhnya kepada
Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
sendiribesarnya pajak yang terutang.
3) With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenangkepada pihak ketiga
(bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

2.5 Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-31/PJ/2012 pasal 2,

pemotong PPh pasal 21 adalah:

1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi atau badan, baik merupakan

pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah,

honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk

apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;

2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau

pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI,

Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga

negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang

membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan

nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,

jasa, dan kegiatan;


3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-

badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan

hari tua;

4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta

badan;

5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat

nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya

yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau

penghargaan dalam bentuk apapun kepada wajib pajak orang pribadi dalam

negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

2.6 Wajib Pajak PPh Pasal 21

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-31/PJ/2012 pasal 3,

penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang pribadi yang

merupakan:

1. Pegawai

2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari

tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnnya

3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan

dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:

a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,

akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaries, penilai, dan aktuaris

b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang

sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan

peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya


c. Olahragawan

d. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator

e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah

f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik computer dan system

aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial

serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan

g. Agen iklan

h. Pengawas atau pengelola proyek

i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi

perantara

j. Petugas penjaja barang dagangan

k. Petugas dinas luar asuransi

l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan

kegiatan sejenisnya

4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan

dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:

a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan

olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan

lainnya
b. Peserta rapat, konfrensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja
c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara

kegiatan tertentu
d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang
e. Peserta kegiatan lainnya

2.7 Objek Pajak PPh Pasal 21


Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER31/PJ/2012 pasal 5,

penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa

penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur

berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.

3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan

sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang

pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan

pembayaran lain sejenis.

4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian,

upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan

secara bulanan.

5. Imbalan kepada bukan pegawai, antaralain berrupa honorarium, komisi, fee,

dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan.

6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang

representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama

dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang

diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang

tidak merangkap sepagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.

8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain

yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai.
9. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun

yang masih bersetatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya

telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

10. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama

dan dalam bentuk apa pun.

2.8 Penghasilan Yang Dikecualikan Dari Pengenaan PPh Pasal 21

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER31/PJ/2012 pasal 8,

penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan PPh pasal 21 adalah :

adalah:

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi

sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,

asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun

diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, yang diberikan Wajib Pajak yang

dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak

Penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus.

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah

disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan

hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan

penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.

4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga

amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan

keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia
yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang

dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

5. Beasiswa.

2.9 Biaya Jabatan Dan Biaya Pensiun

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008, besarnya

biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan

pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap ditetapkan sebesar 5% dari

penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp6.000.000 setahun atau Rp500.000

sebulan.

Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk

penghitungan pemotongan pajak Penghasilan bagi pensiun, ditetapkan sebesar 5%

dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp2.400.000 setahun atau Rp200.000

sebulan.

2.10 Tarif PPh Pasal 21

Berdasarkan Undang-Undang No.36 tahun 2008, tarif PPh pasal 21 adalah:

1. Tarif pasal 17 undang-undang Nomor 7 Tahun1983 sebagaimana diubah

terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008, dengan ketentuan

seperti pada Tabel 2.1 :

Tabel 2.1 Lapisan Penghasilan Kena Pajak


Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Rp0,00 s.d Rp50.000.000,00 5%


Di atas Rp50.000.000,00 s.d Rp250.000.000,00 15%
Di atas Rp250.000.000,00 s.d Rp500.000.000,00 25%
Di atas Rp500.000.000,00 30%

Sumber: Tjahjono, 2005


2. Tarif Khusus

Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan yang bersumber dari APBN

yang diterima Pejabat PNS, anggota TNI/POLRI, dan pensiunnya, yaitu:

a. Tarif 0% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan PNS Golongan I dan

Golongan II, anggota TNI/POLRI golongan pangkat perwira Tamtama dan

Bintara, dan pensiunnya.

b. Tarif 5 % dari jumlah bruto honorarium atau imbalan PNS Golongan III,

anggota TNI/POLRI golongan pangkat perwira pertama, dan pensiunnya

c. Tarif 15 % dari jumlah bruto honorarium atau imbalan PNS Golongan IV,

anggota TNI/POLRI golongan pangkat perwira menengah dan tinggi, dan

pensiunnya.

2.11 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Mulai 1 Januari 2015, Wajib Pajak Orang Pribadi akan mendapatkan kenaikan

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar 48% atau setara dengan

Rp11.700.000,00 menjadi Rp36.000.000,00 setahun, dari sebelumnya sebesar

Rp24.300.000,00. Peningkatan PTKP diperoleh setelah ditetapkannya Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015. Besarnya penghasilan tidak kena

pajak disesuaikan menjadi sebagai berikut:

1. Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang

pribadi

2. Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin

3. Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri

yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983


tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

4. Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga

sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat,

yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk

setiap keluarga.

Tabel 2.2 Perbandingan PTKP


PTKP 162/PMK.011/2012 122/PMK.010/2015
Wajib Pajak Orang Pribadi Rp 24.300.000,00 Rp 36.000.000,00
Tambahan untuk WP kawin Rp 2.025.000,00 Rp 3.000.000,00
Tambahan untuk tanggungan Rp 2.025.000,00 Rp 3.000.000,00
Tambahan apabila penghasilan
Rp 24.300.000,00 Rp 36.000.000,00
isteri digabung dengan suami
Sumber: DJP, 2015
2.12 Perhitungan PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap

Menurut Resmi (2009), contoh perhitungan PPh pasal 21 bagi pegawai tetap atas

penghasilan yang bersifat tetap secara umum dapat dilihat pada table 2.3:
Tabel 2.3 Perhitungan PPh Pasal 21 Bagi pegawai tetap

Penghasilan Bruto:
1 Gaji sebulan XXX
2 Tunjangan PPh XXX
3 Tunjangan honorarium lainnya XXX
4 Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja XXX
5 Penerimaan dalam bentuk natura yang dikenakan
pemotongan PPh pasal 21 XXX
6 Jumlah penghasilan bruto (jumlah 1 s.d 5) XXX

Pengurangan:
7 Biaya jabatan (5% x penghasilan bruto) XXX
8 Iuran pensiun atau iuran THT/JHT (yang dibayarkan XXX
oleh penerima penghasilan
9 Jumlah pengurangan (jumlah 7 + 8) (XXX)

Penghitungan PPh pasal 21:


1
0 Penghasilan neto sebulan (6 - 9) XXX
Penghasilan neto setahun / disetahunkan (10 x 12
11 bulan) XXX
1
2 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) XXX
1
3 Penghasilan Kena Pajak setahun (11 - 12) XXX
1
4 PPh pasal 21 yang terutang XXX
(13 x tarif pasal 17 ayat (1) huruf a.)
1
5 PPh yang dipotong sebulan (14/12 bulan) XXX
Sumber: Resmi, 2009

2.13 Pedoman Teknis Pemotongan Dan Pelaporan PPh Pasal 21

Menindak lanjuti penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak,


Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor

PER-32/PJ/2015 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan

Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26

Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015

tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, maka penghitungan

PPh Pasal 21 untuk tahun pajak 2015 berlaku ketentuan sebagai berikut:

1. Penghitungan dan penyetoran PPh Pasal 21 serta pelaporan SPT Masa PPh

Pasal 21 untuk Masa Pajak Juli sampai dengan Desember 2015 dihitung

dengan menggunakan Penghasilan Tidak Kena Pajak berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015;

2. PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Juni 2015 yang telah

dihitung, disetor, dan dilaporkan dengan menggunakan Penghasilan Tidak

Kena Pajak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

162/PMK.011/2012 dilakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21, dan dalam

hal terdapat kelebihan setor, maka dapat dikompensasikan mulai Masa Pajak

Juli 2015 sampai dengan Desember 2015; dan

3. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada pembetulan SPT Masa PPh Pasasl

21 Masa Pajak Januari sampai dengan Juni 2015 sebagaimana dimaksud pada

angka 2 dilakukan berdasarkan Peraturan ini.


BAB 3
3.1 Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah studi kasus yang bersifat deskriptif
untuk tujuan analisis. Adapun sampel yang diambil berdasarkan pertimbangan terhadap pegawai
tetap dan tenaga harian lepas yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Pegawai tetap yang penghasilan neto-nya melebihi PTKP
2. Pegawai tetap yang bekerja mulai awal tahun hingga akhir tahun
3. Pegawai tetap yang bekerja mulai awal tahun dan berhenti pada pertengahan tahun
3.1.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara objektif tentang
keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti. Penelitian ini dlakukan dengan cara mendeskripsi
masalah yang telah diindentifikasikan dan terbatas pada sejauh mana usaha untuk mengungkap
masalah dan keadaan sebagaimana adanya, sehingga merupakan pengungkapan fakta-fakta yang
ada.
3.1.2 Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang memiliki
kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian
ditarik kesimpulan.Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah perhitungan dan pelaporan
PPh Pasal 21 pada PT citra tubindo tbk.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Untukbesarnya sampel yang akan dipakai dalam penelitian ini maka penulis mengambil sampel
perhitungan danpelaporan PPh Pasal 21 pada PT Citra Tubindo Tbk karena perhitungandan
pelaporan PPh Pasal 21 telah menggunakan Undang Undang terbaru dan data dari perusahaan
bisa didapatkan.
3.2 Operasionalisasi Variabel
Sesuai dengan judul tugas akhir yang dipilih yaitu analisis akuntansi pajak penghasilan
pasal 21 atas karyawan di PT X, ada 1variabel yaitu Variabel Independen (Variabel X).Variable
Independent atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabellainnya atau
penyebab perubahan pada variabel dependen atau variabel tak bebas (terikat).Data yang menjadi
variabel bebas (Variabel X) adalah perhitungan bagi hasil.
3.3 Pengukuran Varibel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a) Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Perhitungan PPh Pasal 21.Variabel ini
menggunakan skala data rasio dan diukur denganjumlah setoran pembayaran pajaknya.
Penghitungannya adalah sebagai berikut Realisasi Target
b) Variabel Bebas (X1)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Kualitas Pelayanan Publik.

Vous aimerez peut-être aussi