Vous êtes sur la page 1sur 13

Senin, 23 Februari 2009

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT SEBAGAI SUATU SISTEM


MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT SEBAGAI SUATU SISTEM

Oleh : Mahyuliansyah

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan yang digagas oleh WHO
dan UNICEF untuk menyiapkan petugas kesehatan melakukan penilaian, membuat klasifikasi
serta memberikan tindakan kepada anak terhadap penyakit-penyakit yang umumnya
mengancam jiwa. MTBS bertujuan untuk meningkatkan keterampilan petugas, memperkuat
sistem kesehatan serta meningkatkan kemampuan perawatan oleh keluarga dan masyarakat
yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1999.

MTBS dalam kegiatan di lapangan khususnya di Puskesmas merupakan suatu sistem yang
mempermudah pelayanan serta meningkatkan mutu pelayanan. Tabel di bawah ini dapat
dilihat penjelasan MTBS merupakan suatu sistem.

1. Input
Balita sakit datang bersama kelaurga diberikan status pengobatan dan formulir MTBS Tempat
dan petugas : Loket, petugas kartu
2. Proses
- Balita sakit dibawakan kartu status dan formulir MTBS.
- Memeriksa berat dan suhu badan.
- Apabila batuk selalu mengitung napas, melihat tarikan dinding dada dan mendengar stridor.
- Apabila diare selalu memeriksa kesadaran balita, mata cekung, memberi minum anak untuk
melihat apakah tidak bias minum atau malas dan mencubit kulit perut untuk memeriksa
turgor.
- Selalu memerisa status gizi, status imunisasi dan pemberian kapsul VitaminA
Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case manager (Bidan yang telah dilatih MTBS)
3. Output
Klasifikasi yang dikonversikan menjadi diagnosa, tindakan berupa pemberian terapi dan
konseling berupa nasehat pemberian makan, nasehat kunjungan ulang, nasehat kapan harus
kembali segera. Konseling lain misalnya kesehatn lingkungan, imunisasi, Konseling cara
perawatan di rumah. Rujukan diperlukan jika keadaan balita sakit membutuhkan rujukan
Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case manager (Bidan yang telah dilatih MTBS).
Petugas yang berkaitan dengan upaya konseling yang dilakukan

Pemeriksaan balita sakit ditangani oleh tim yang dipimpin oleh pengelola MTBS yang
berfungsi sebagai case manager. Pemilihan case manager oleh pimpinan Puskesmas
berdasarkan pertimbangan pernah mengikuti pelatihan dan sanggup untuk mengelola MTBS.
Dalam Keseharian pengelola bertanggung jawab kepada coordinator KIA Puskesmas. Case
manager bertanggung jawab melakukan pemeriksaan dari penilaian, membuat klasifikasi,
mengambil tindakan serta melakukan konseling dengan dipandu buku bagan dan tercatat
dalam formulir pemeriksaan.
Case manager bertanggung jawab mengelola kasus balita sakit apabila memerlukan konseling
gizi, kesehatan lingkungan, serta imunisasi, petugas dapat meminta petugas yang
bersangkutan muntuk memberikan konseling. Sesudah mendapatkan konseling maka
dilakukan penulisan resep serta penjelasan agar pengantar mematuhi perintah yang diberikan
dalam pengobatan di rumah. Konseling mengenai cara pemberian obat, dosis, lama
pemberian, waktu pemberian, cara pemberian dan lain-lain menjadi hal yang rutin dilakukan.
Hasil kegiatan pemeriksaan dicatat dalam register kunjungan, kemudian direkap setiap akhir
bulan untuk laporan MTBS kepada Dinkes.
Adanya tim sangat mendukung praktik MTBS. Tim yang dipimpin oleh seorang case
manager apabila menemukan masalah maka mengkonsulatasikannya kepada koordinator KIA
yang selanjutnya dikonsultasikan kepada pimpinan Puskesmas. Dalam hal konseling case
manager mendistribusikan tugas pada petugas yang berhubungan dengan masalah konseling
yang dilakukan. Kejelasan tugas dalam pembagian kerja menyebabkan penanganan kasus
lebih efektif. Selain itu adanya fleksibelitas dalam tim memungkinkan petugas lain juga
diharapkan mampu memberikan konseling lain apabila petugas yang bersangkutan tidak ada
sehingga praktik MTBS tetap berjalan.
Pemberian konseling menjadi unggulan dan sekaligus pembeda dengan pelayanan balita sakit
tanpa melakukan praktik MTBS. Dengan pemberian konseling diharapkan pengantar atau ibu
pasien mengerti penyakit yang diderita, cara penanganan di rumah, memperhatikan
perkembangan penyakit anaknya sehingga mampu mengenali kapan harus segera membawa
anaknya ke petugas kesehatan serta diharapkan memperhatikan tumbuh kembang anak
dengan cara memberikan makanan sesuai umurnya. Semua pesan tersebut tercermin dalam
Kartu Nasihat Ibu (KNI) yang biasanya diberikan setelah ibu ayau pengantar balita sakit
mendapatkan konseling ini untuk menjadi pengingat pesan-pesan yang disampaikan serta
pengingat cara perawatan di rumah.
Keterpaduan pelayanan yang dilakukan praktik MTBS menunjukan suatu kerja tim yang
kompak dan fleksibel dengan dipandu buku panduan atau formulir MTBS menggambarkan
bahwa MTBS merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan.

Daftar Pustaka
1. Depkes RI, (2007) Modul PelatihanMTBS, Jakarta
2. Pratono, Hari. Dkk, (2008) Manajemen Terpadu Balita Sakit, Evaluasi Pelaksanaan MTBS
di Puskesmas Tanah Laut.. Available from (Accesed 20 Pebruari 2009)

Puskesmas perlu menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit


(MTBS)
Written by dr. Awi Muliadi Wijaya, MKM
Wednesday, 09 December 2009 00:00
Pendahuluan
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Angka
Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebesar 34/1000 kelahiran hidup. Bila angka ini
dikonversikan secara matematis, maka setidaknya terjadi 400 kematian bayi perhari
atau 17 kematian bayi setiap 1 jam di seluruh Indonesia, sedangkan Angka Kematian
Balita (AKBAL) sebesar 44/1000 kelahiran hidup yang berarti terjadi 529
kematian/hari atau 22 kematian balita setiap jamnya. Bila kita mencoba menghitung
lebih jauh lagi, berarti terjadi lebih dari 15.000 kematian balita setiap bulannya,
apakah jumlah ini tidak melebihi jumlah korban akibat bencana alam? Bila
kejadian bencana alam selalu menghebohkan kita, mengapa kematian anak balita
dan bayi seolah menjadi hal biasa?
Apa saja penyebab kematian bayi dan balita? Menurut data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, ada beberapa penyakit utama yang menjadi penyebab
kematian bayi dan balita. Pada kelompok bayi (0-11 bulan), dua penyakit terbanyak
sebagai penyebab kematian bayi adalah penyakit diare sebesar 31,4% dan
pneumonia 24%, sedangkan untuk balita, kematian akibat diare sebesar 25,2%,
pneumonia 15,5%, Demam Berdarah Dengue (DBD) 6,8% dan campak 5,8%.

Penyakit-penyakit penyebab kematian tersebut pada umumnya dapat ditangani di


tingkat Rumah Sakit dan Puskesmas perawatan namun masih sulit untuk ukuran
Puskesmas non-perawatan. Hal ini disebabkan antara lain karena masih minimnya
sarana/peralatan, alat diagnostik, obat-obatan dan ketersediaan SDM di tingkat
Puskesmas terutama Puskesmas non-perawatan dan Puskesmas di daerah
terpencil, selain itu seringkali Puskesmas tidak memiliki tenaga dokter yang siap di
tempat setiap saat. Padahal, Puskesmas merupakan ujung tombak fasilitas
kesehatan yang paling diandalkan di tingkat kecamatan. Kenyataan lain di banyak
provinsi, keberadaan Rumah Sakit pada umumnya hanya ada sampai tingkat
kabupaten/kota sedangkan masyarakat Indonesia banyak tinggal di pedesaan.

Kendala seperti tersebut di atas banyak terjadi di negara-negara berkembang.


Berpijak dari hal tersebut, WHO dan UNICEF telah mengembangkan suatu
strategi/pendekatan yang dinamakan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau
Integrated Management of Childhood Illness (IMCI). Indonesia telah mengadopsi
pendekatan MTBS sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai tahun 1997. Salah
satu kegiatan awal yang penting pada waktu itu adalah mengadaptasi Modul MTBS
WHO melalui kerjasama dengan WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) sehingga menghasilkan 1 set generik Modul MTBS versi Indonesia. Setelah itu
Modul MTBS mengalami revisi beberapa kali sesuai dengan perkembangan situasi
penyakit dan kebijakan pengobatan di Indonesia. Modul MTBS yang dipakai
sekarang (last update) adalah Modul revisi tahun 2008.

Saat ini penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi namun belum semua
Puskesmas dapat menerapkannya karena berbagai kendala antara lain: terbatasnya
jumlah tenaga kesehatan yang dapat dilatih MTBS, perpindahan (mutasi) tenaga
kesehatan yang telah dilatih, kurang lengkapnya sarana dan prasarana pendukung,
dsb. Sebagai gambaran, jumlah Puskesmas di seluruh Indonesia ada sekitar 7500
Puskesmas (data Depkes tahun 2006), untuk menerapkan MTBS perlu dilatih 2
orang tenaga kesehatan di setiap Puskesmas. Dalam 1 kali
penyelenggaraan pelatihan MTBS kita dapat melatih 30-40 tenaga kesehatan yang
dibagi dalam 3-4 kelas dengan lama pelatihan 6 hari. Apabila dalam 1 tahun Depkes
(pusat) hanya menyelenggarakan pelatihan MTBS 10 kali saja (jumlah ini sudah
termasuk banyak, mungkin kurang dari itu), maka berarti Depkes hanya dapat meng-
cover sekitar 300-400 tenaga kesehatan/tahun atau sekitar 5 % saja yang dapat
dilatih MTBS. Belum lagi bila dikurangi jumlah tenaga kesehatan yang pindah atau
pensiun maka jumlah itu sangat tidak memadai. Oleh karena itu Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kabupaten/Kota harus menjadi pemeran utama dalam pelatihan MTBS
agar seluruh Puskesmas di wilayahnya dapat menerapkan MTBS. Caranya dengan
memperbanyak jumlah pelatihan MTBS sesuai kebutuhan Puskesmas di wilayahnya.

Apakah MTBS itu?


MTBS singkatan dari Manajemen Terpadu Balita Sakit atau Integrated Management
of Childhood Illness (IMCI dalam bahasa Inggris) adalah suatu pendekatan yang
terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan
anak usia 0-5 tahun (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu
program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita
sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan kesakitan
dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan anak balita di
unit rawat jalan kesehatan dasar seperti Puskesmas, Pustu, Polindes, Poskesdes,
dll.

Bila dilaksanakan dengan baik, upaya ini tergolong lengkap untuk mengantisipasi
penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita. Dikatakan
lengkap karena meliputi upaya kuratif (pengobatan), preventif
(pencegahan), perbaikan gizi, imunisasi dan konseling (promotif). Badan Kesehatan
Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan
negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan dan
kecacatan pada bayi dan balita.

Praktek MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan yaitu:


1. Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana balita sakit
(petugas kesehatan non-dokter yang telah terlatih MTBS dapat memeriksa
dan menangani pasien balita)
2. Memperbaiki sistem kesehatan (banyak program kesehatan terintegrasi
didalam pendekatan MTBS)
3. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah
dan upaya pencarian pertolongan balita sakit (berdampak meningkatkan
pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan)
Mengapa MTBS sangat cocok diterapkan di Puskesmas?
Pada sebagian besar balita sakit yang dibawa berobat ke Puskesmas, keluhan
tunggal kemungkinan jarang terjadi, menurut data WHO, tiga dari empat balita
sakit seringkali memiliki banyak keluhan lain yang menyertai dan sedikitnya
menderita 1 dari 5 penyakit tersering pada balita yang menjadi fokus MTBS.
Pendekatan MTBS dapat mengakomodir hal ini karena dalam setiap pemeriksaan
MTBS, semua aspek/kondisi yang sering menyebabkan keluhan anak akan
ditanyakan dan diperiksa.

Menurut laporan Bank Dunia (1993), MTBS merupakan jenis intervensi yang cost
effective yang memberikan dampak terbesar pada beban penyakit secara global. Bila
Puskesmas menerapkan MTBS berarti turut membantu dalam upaya pemerataan
pelayanan kesehatan dan membuka akses bagi seluruh lapisan masyarakat untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang terpadu. Oleh karena itu, bila anda
membawa anak balita berobat ke Puskesmas, tanyakanlah apakah tersedia
pelayanan MTBS disana?

Bagaimana cara menatalaksana balita sakit dengan pendekatan MTBS?


Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh Petugas
kesehatan yang telah dilatih. Petugas memakai tool yang disebut Algoritma MTBS
yang dapat dilihat pada bagan MTBS. untuk melakukan penilaian/pemeriksaan
dengan cara menanyakan kepada orang tua/wali, apa saja keluhan-keluhan/masalah
anak kemudian memeriksa dengan cara 'lihat dan dengar' atau 'lihat dan raba'.
Setelah itu petugas akan mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil tanya-
jawab dan pemeriksaan. Berdasarkan hasil klasifikasi penyakit, petugas akan
menentukan tindakan/pengobatan, misalnya anak dengan klasifikasi Pneumonia
Berat atau Penyakit Sangat Berat akan dirujuk ke dokter Puskesmas.

Contoh begitu sistematis dan terintegrasinya pendekatan MTBS, ketika anak sakit
datang berobat, petugas kesehatan akan menanyakan kepada orang tua/wali secara
berurutan, dimulai dengan memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti:
Apakah anak bisa minum/menyusu?
Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
Apakah anak menderita kejang?

Kemudian petugas akan melihat/memeriksa apakah anak tampak letargis/tidak


sadar?
Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan utama lain:
Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?
Apakah anak menderita diare?
Apakah anak demam?
Apakah anak mempunyai masalah telinga?
Memeriksa status gizi
Memeriksa anemia
Memeriksa status imunisasi
Memeriksa status pemberian vitamin A
Menilai masalah/keluhan-keluhan lain

Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut di atas, petugas akan mengklasifikasi


keluhan/penyakit anak, setelah itu petugas melakukan langkah-langkah
tindakan/pengobatan yang telah ditetapkan dalam penilaian/klasifikasi. Tindakan
yang dilakukan dapat berupa:
Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah
Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah
Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di
rumah, misal aturan penanganan diare di rumah
Memberikan konseling bagi ibu, misal: anjuran pemberian makanan selama
anak sakit maupun dalam keadaan sehat
Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan
dan lain-lain

Perlu diketahui, untuk bayi yang berusia s/d 2 bulan, dipakai penilaian dan klasifikasi
bagi Bayi Muda (0-2 bulan) memakai Bagan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM)
yang terintegrasi di dalam bagan MTBS. Penilaian dan klasifikasi bayi muda di dalam
MTBM terdiri dari:
Menilai dan mengklasifikasikan untuk kemungkinan penyakit sangat berat
atau infeksi bakteri
Menilai dan mengklasifikasikan diare
Memeriksa dan mengklasifikasikan ikterus
Memeriksa dan mengklasifikasikan kemungkinan berat badan rendah dan
atau masalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Petugas kesehatan akan
mengajari ibu yang memiliki bayi muda tentang cara meningkatkan produksi
ASI, cara menyusui yang baik, mengatasi masalah pemberian ASI secara
sistematis dan terperinci, cara merawat tali pusat, menjelaskan kepada ibu
tentang jadwal imunisasi pada bayi kurang dari 2 bulan, menasihati ibu cara
memberikan cairan tambahan pada waktu bayinya sakit, kapan harus
kunjungna ulang, dll.
Memeriksa status penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi.
Memeriksa masalah dan keluhan lain.

Pemeriksaan dan tindakan secara lengkap tentunya tidak akan diuraikan disini
karena terlalu panjang. Sebagai gambaran, untuk penilaian dan tindakan/pengobatan
bagi setiap balita sakit, pendekatan MTBS memakai 1 set Bagan Dinding yang
ditempelkan di tembok ruang pemeriksaan dan dapat memenuhi hampir semua sisi
tembok ruang pemeriksaan MTBS di Puskesmas dan formulir pencatatan baik bagi
bayi muda (0-2 bulan) maupun balita umur 2 bulan - 5 tahun. Sedangkan untuk
pelatihan petugas, diperlukan 1 paket buku yang terdiri dari 7 buku Modul, 1 buku
Foto, 1 buku Bagan, 1 set bagan dinding serta 1 set buku Pedoman Fasilitator
dengan lama pelatihan selama 6 hari ditambah pelajaran pada sesi malam.

Dinas Kesehatan perlu memonitor secara berkala apakah Puskesmas di wilayah


kerjanya menerapkan MTBS? Bila belum menerapkan, mungkin Tenaga Kesehatan
yang bertugas disana perlu dilatih. Untuk itu perlu merencanakan kegiatan pelatihan
MTBS dengan jadwal penuh seperti yang dipersyaratkan.

Referensi
1. Departemen Kesehatan RI, 2008, Modul MTBS Revisi tahun 2008.
2. Direktorat Bina Kesehatan Anak, Depkes, salah satu materi yang disampaikan
pada Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak, 2009, Manajemen
Terpadu Balita Sakit.

Scribd

Upload a Document

Search Documents

Explore

Documents
Books - Fiction
Books - Non-fiction
Health & Medicine
Brochures/Catalogs
Government Docs
How-To Guides/Manuals
Magazines/Newspapers
Recipes/Menus
School Work
+ all categories

Featured
Recent
People
Authors
Students
Researchers
Publishers
Government & Nonprofits
Businesses
Musicians
Artists & Designers
Teachers
+ all categories

Most Followed
Popular
Sign Up
|
Log In

/ 3

Search w it

8da447ab369235
Download this Document for Free

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT


Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan yang digagas oleh
WHO dan UNICEF untuk menyiapkan petugas kesehatan melakukan penilaian, membuat
klasifikasi serta memberikan tindakan kepada anak terhadap penyakit-penyakit yang
umumnya mengancam jiwa. MTBS bertujuan untuk meningkatkan keterampilan petugas,
memperkuat sistem kesehatan serta meningkatkan kemampuan perawatan oleh keluarga
dan masyarakat yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1999.

MTBS dalam kegiatan di lapangan khususnya di Puskesmas merupakan suatu sistem


yang mempermudah pelayanan serta meningkatkan mutu pelayanan. Tabel di bawah ini
dapat dilihat penjelasan MTBS merupakan suatu sistem.

1. Input
Balita sakit datang bersama keluarga diberikan status pengobatan dan formulir MTBS
Tempat dan petugas : Loket, petugas kartu
2. Proses
- Balita sakit dibawakan kartu status dan formulir MTBS.
- Memeriksa berat dan suhu badan.
- Apabila batuk selalu mengitung napas, melihat tarikan dinding dada dan mendengar
stridor.
- Apabila diare selalu memeriksa kesadaran balita, mata cekung, memberi minum anak
untuk melihat apakah tidak bias minum atau malas dan mencubit kulit perut untuk
memeriksa turgor.
- Selalu memerisa status gizi, status imunisasi dan pemberian kapsul VitaminA
Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case manager (Bidan yang telah dilatih MTBS)
3. Output
Klasifikasi yang dikonversikan menjadi diagnosa, tindakan berupa pemberian terapi dan
konseling berupa nasehat pemberian makan, nasehat kunjungan ulang, nasehat kapan
harus kembali segera. Konseling lain misalnya kesehatn lingkungan, imunisasi,
Konseling cara perawatan di rumah. Rujukan diperlukan jika keadaan balita sakit
membutuhkan rujukan
Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case manager (Bidan yang telah dilatih MTBS).
Petugas yang berkaitan dengan upaya konseling yang dilakukan

Pemeriksaan balita sakit ditangani oleh tim yang dipimpin oleh pengelola MTBS yang
berfungsi sebagai case manager. Pemilihan case manager oleh pimpinan Puskesmas
berdasarkan pertimbangan pernah mengikuti pelatihan dan sanggup untuk mengelola
MTBS. Dalam Keseharian pengelola bertanggung jawab kepada coordinator KIA
Puskesmas. Case manager bertanggung jawab melakukan pemeriksaan dari penilaian,
membuat klasifikasi, mengambil tindakan serta melakukan konseling dengan dipandu
buku bagan dan tercatat dalam formulir pemeriksaan.
Case manager bertanggung jawab mengelola kasus balita sakit apabila memerlukan

konseling gizi, kesehatan lingkungan, serta imunisasi, petugas dapat meminta petugas
yang bersangkutan muntuk memberikan konseling. Sesudah mendapatkan konseling
maka dilakukan penulisan resep serta penjelasan agar pengantar mematuhi perintah yang
diberikan dalam pengobatan di rumah. Konseling mengenai cara pemberian obat, dosis,
lama pemberian, waktu pemberian, cara pemberian dan lain-lain menjadi hal yang rutin
dilakukan. Hasil kegiatan pemeriksaan dicatat dalam register kunjungan, kemudian
direkap setiap akhir bulan untuk laporan MTBS kepada Dinkes.
Adanya tim sangat mendukung praktik MTBS. Tim yang dipimpin oleh seorang case
manager apabila menemukan masalah maka mengkonsulatasikannya kepada koordinator
KIA yang selanjutnya dikonsultasikan kepada pimpinan Puskesmas. Dalam hal konseling
case manager mendistribusikan tugas pada petugas yang berhubungan dengan masalah
konseling yang dilakukan. Kejelasan tugas dalam pembagian kerja menyebabkan
penanganan kasus lebih efektif. Selain itu adanya fleksibelitas dalam tim memungkinkan
petugas lain juga diharapkan mampu memberikan konseling lain apabila petugas yang
bersangkutan tidak ada sehingga praktik MTBS tetap berjalan.
Pemberian konseling menjadi unggulan dan sekaligus pembeda dengan pelayanan balita
sakit tanpa melakukan praktik MTBS. Dengan pemberian konseling diharapkan
pengantar atau ibu pasien mengerti penyakit yang diderita, cara penanganan di rumah,
memperhatikan perkembangan penyakit anaknya sehingga mampu mengenali kapan
harus segera membawa anaknya ke petugas kesehatan serta diharapkan memperhatikan
tumbuh kembang anak dengan cara memberikan makanan sesuai umurnya. Semua pesan
tersebut tercermin dalam Kartu Nasihat Ibu (KNI) yang biasanya diberikan setelah ibu
ayau pengantar balita sakit mendapatkan konseling ini untuk menjadi pengingat pesan-
pesan yang disampaikan serta pengingat cara perawatan di rumah.
Keterpaduan pelayanan yang dilakukan praktik MTBS menunjukan suatu kerja tim yang
kompak dan fleksibel dengan dipandu buku panduan atau formulir MTBS
menggambarkan bahwa MTBS merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan.
SEJARAH MTBS

Dasar Pemikiran Situasi kesehatan bayi dan anak Indonesia belum stabil, banyak yang
menderita sakit atau cacat
Sama halnya dengan negara berkembang lain
Sebab kematian dan kesakitan masih menunjukan pola lama yaitu Diare, ISPA, Malaria,
Gizi kurang dan gizi buruk
Jangkauan imunisasi belum mencakup semua golongan anak
Dari 1000 bayi yang lahir, 85 orang akan meninggal sebelum usia 5 tahun

HUBUNGAN PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS)


DIARE DENGAN KESEMBUHAN DIARE AKUT PADA BALITA DI
PUSKESMAS I KARTASURA
Abstract

Latar Belakang : Diare akut masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan

mortalitas anakanak di berbagai negara yang sedang berkembang, dengan perkiraan

sekitar 1,5 milyar episode dan 1,5 2,5 juta kematian setiap tahun pada anak dibawah
usia 5 tahun. Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO dan UNICEF mengembangkan
suatu program yang disebut Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) . IMCI
ini mulai dikembangkan di Indonesia pada tahun 1997 dengan nama Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS). MTBS yaitu suatu program yang bersifat menyeluruh dalam
menangani balita sakit yang datang ke pelayanan kesehatan dasar. Program ini dapat
mengklasifikasi penyakit penyakit secara tepat, mendeteksi semua penyakit yang
diderita oleh balita sakit, melakukan rujukan secara cepat apabila diperlukan, melakukan
penilaian status gizi dan memberikan imunisasi kepada balita yang membutuhkan, serta
bagi ibu balita diberikan bimbingan mengenai tata cara memberikan obat kepada
balitanya di rumah, pemberian nasihat mengenai makanan yang seharusnya diberikan
kepada balita tersebut dan memberi tahu kapan harus kembali ataupun segera kembali
untuk mendapatkan pelayanan tindak lanjut. Metodologi Penelitian : Penelitian ini
menggunakan desain penelitian prospektif dengan pendekatan kuantitatif dengan
mengukur Chi Square untuk mengukur nilai p. Dalam penelitian ini digunakan sampel
sebanyak 64 balita dengan diare akut yang datang berkunjung di Puskesmas I Kartasura.
64 balita tersebut, 32 diantaranya diterapi berdasarkan MTBS dan 32 balita lainnya
diterapi tanpa berdasarkan MTBS. Hasil Penelitian : Didapatkan balita yang tidak
sembuh berdasarkan MTBS dengan rencana terapi A untuk diare akut tanpa dehidrasi
sebesar 13,33% dan balita yang tidak sembuh dengan rencana terapi B untuk diare akut
dehidrasi ringan sebesar 50%, tetapi tidak bermakna secara statistik. Dan hanya 6,25%
balita dengan diare akut yang tidak sembuh dengan terapi tanpa MTBS. Kesimpulan :
Tidak ada hubungan antara penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) diare
dengan kesembuhan diare akut pada balita di Puskesmas I Kartasura.

Manajemen Terpadu Balita Sakit Sifa


Download this Document for FreePrintMobileCollectionsReport Document
8da447ab369235

doc

This is a private document.

Info and Rating

metode terpadu

berdasarkan manajemen

klasifikasi status

diare mtbs

mengenai diare

mtbs indonesia

(more tags)

Follow

rizky purnomo

scribd. scribd. scribd.

Dikes Bone Bolango Menerapkan MTBS di Seluruh Puskesmas di Kabupaten Bone


Bolango
Ditulis Oleh administrator
Wednesday, 03 February 2010
Dinkes Bonbol : Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana
balita sakit yang datang berobat ke Puskesmas yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak,
malaria, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi, pemberian Vitamin A dan
konseling pemberian makanan yang bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Anak Balita serta
menekan morbiditas karena penyakit tersebut.
Berdasarkan hasil Evaluasi tahun 2009 seksi Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Bone Bolango, dari 18 Puskesmas se
Kabupaten Bone Bolango, hanya 3 Puskesmas yang secara rutin menangani pasien balita sakit dengan metode MTBS yaitu
Puskesmas Kabila, Puskesmas Tilongkabila dan Puskesmas Toto Utara.
Untuk itu tahun 2010 Seksi Pengendalian Penyakit mengupayakan memperluas jangkauannya dengan melatih petugas
kesehatan Puskesmas se Kabupaten Bone Bolango dalam bentuk bimbingan khusus MTBS pada perawat dan dokter yang
belum dilatih MTBS dan penyegaran kembali untuk petugas MTBS yang sudah dilatih tapi belum merealisasikannya di
Puskesmas.
Sampai dengan minggu ini Puskesmas yang telah dikunjungi adalah Puskesmas Dumbayabulan, Puskesmas Kabila,
Puskesmas Bulango Timur, Puskesmas Bulango selatan, Puskesmas Tapa, Puskesmas Botupingge, Puskesmas Tilongkabila
dan Puskesmas Bulawa.
Masih 10 Puskesmas yang belum mendapatkan bimbingan MTBS. Dinas Kesehatan Bone Bolango seksi Pengendalian
Penyakit terus berupaya memberikan bimbingan khusus MTBS tersebut, Agar pelaksanaan MTBS segera diterapkan
diseluruh Puskesmas yang ada di Bone Bolango.
Sumber : Seksi P2

MTBS (1) Manajemen Terpadu Balita sa kit (MTBS)


merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana bayi dan balita sakit yang dating
berobat ke fasilitas rawat jalan di pelayanan kesehatan dasar. MTBS mencakup upaya
perbaikan manajemen penatalaksanaan terhadap penyakit seperti pneumonia, diare, campak,
malaria, infeksi telinga, malnutrisi serta upaya peningkatan pelayanan kesehatan, pencegahan
penyakit seperti imunisasi, pemberian Vit K, Vit A dan konseling pemberian ASI atau makan.
MTBS digunakan sebagai standar pelayanan bayi dan balita sakit sekaligus sebagai pedoman
bagi tenaga keperawatan (bidan dan perawat) khususnya di fasilitas pelayanan kesehatan
dasar. Data SKRT 2001, menyebutkan penyebab kematian balita di Indonesia adalah infeksi
saluran napas 22, 8%, diare 13,2% peny. Saraf 11,8%, tifus 11%, kelainan saluran cerna 5,9%
dan lain-lain 35,3%. MTBS adalah pendekatan yang mampu mengintegrasi dan memadukan
penanganan berbagai masalah di atas. Penerapan MTBS dengan baik dapat meningkatkan
upaya penemuan kasus dini, memperbaiki manajemen penanganan dan pengobatan, promosi
serta peningkatan pengetahuan ibu dalam perawatan anak di rumah serta upaya
menoptimalkan system rujukan dari masyarakat ke fasilitas pelayanan primer dan rumah sakit
sebagai pusat rujukan. Oleh karena itu MTBS sebagi salah satu intervensi berbasis data (EBI)
dapat berdampak langsung pada penurunan kematian neonates, bayi dan balita bila dapat
dilaksanakan secara luas dan benar. Depkes RI bekerjasama dengan IDAI telah melaksanakan
revisi modul MTBS yang telah 10 tahun diterapkan di Indonesia. Revisi ini didasarkan pada
rekomendasi WHO 2005, kebijakan terbaru lintas program terkait MTBS dan protocol
terbaru UKK IDAI terkait dengan tatalaksana balita sakit di Puskesmas dan jaringannya.

Vous aimerez peut-être aussi