Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh : Mahyuliansyah
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan yang digagas oleh WHO
dan UNICEF untuk menyiapkan petugas kesehatan melakukan penilaian, membuat klasifikasi
serta memberikan tindakan kepada anak terhadap penyakit-penyakit yang umumnya
mengancam jiwa. MTBS bertujuan untuk meningkatkan keterampilan petugas, memperkuat
sistem kesehatan serta meningkatkan kemampuan perawatan oleh keluarga dan masyarakat
yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1999.
MTBS dalam kegiatan di lapangan khususnya di Puskesmas merupakan suatu sistem yang
mempermudah pelayanan serta meningkatkan mutu pelayanan. Tabel di bawah ini dapat
dilihat penjelasan MTBS merupakan suatu sistem.
1. Input
Balita sakit datang bersama kelaurga diberikan status pengobatan dan formulir MTBS Tempat
dan petugas : Loket, petugas kartu
2. Proses
- Balita sakit dibawakan kartu status dan formulir MTBS.
- Memeriksa berat dan suhu badan.
- Apabila batuk selalu mengitung napas, melihat tarikan dinding dada dan mendengar stridor.
- Apabila diare selalu memeriksa kesadaran balita, mata cekung, memberi minum anak untuk
melihat apakah tidak bias minum atau malas dan mencubit kulit perut untuk memeriksa
turgor.
- Selalu memerisa status gizi, status imunisasi dan pemberian kapsul VitaminA
Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case manager (Bidan yang telah dilatih MTBS)
3. Output
Klasifikasi yang dikonversikan menjadi diagnosa, tindakan berupa pemberian terapi dan
konseling berupa nasehat pemberian makan, nasehat kunjungan ulang, nasehat kapan harus
kembali segera. Konseling lain misalnya kesehatn lingkungan, imunisasi, Konseling cara
perawatan di rumah. Rujukan diperlukan jika keadaan balita sakit membutuhkan rujukan
Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case manager (Bidan yang telah dilatih MTBS).
Petugas yang berkaitan dengan upaya konseling yang dilakukan
Pemeriksaan balita sakit ditangani oleh tim yang dipimpin oleh pengelola MTBS yang
berfungsi sebagai case manager. Pemilihan case manager oleh pimpinan Puskesmas
berdasarkan pertimbangan pernah mengikuti pelatihan dan sanggup untuk mengelola MTBS.
Dalam Keseharian pengelola bertanggung jawab kepada coordinator KIA Puskesmas. Case
manager bertanggung jawab melakukan pemeriksaan dari penilaian, membuat klasifikasi,
mengambil tindakan serta melakukan konseling dengan dipandu buku bagan dan tercatat
dalam formulir pemeriksaan.
Case manager bertanggung jawab mengelola kasus balita sakit apabila memerlukan konseling
gizi, kesehatan lingkungan, serta imunisasi, petugas dapat meminta petugas yang
bersangkutan muntuk memberikan konseling. Sesudah mendapatkan konseling maka
dilakukan penulisan resep serta penjelasan agar pengantar mematuhi perintah yang diberikan
dalam pengobatan di rumah. Konseling mengenai cara pemberian obat, dosis, lama
pemberian, waktu pemberian, cara pemberian dan lain-lain menjadi hal yang rutin dilakukan.
Hasil kegiatan pemeriksaan dicatat dalam register kunjungan, kemudian direkap setiap akhir
bulan untuk laporan MTBS kepada Dinkes.
Adanya tim sangat mendukung praktik MTBS. Tim yang dipimpin oleh seorang case
manager apabila menemukan masalah maka mengkonsulatasikannya kepada koordinator KIA
yang selanjutnya dikonsultasikan kepada pimpinan Puskesmas. Dalam hal konseling case
manager mendistribusikan tugas pada petugas yang berhubungan dengan masalah konseling
yang dilakukan. Kejelasan tugas dalam pembagian kerja menyebabkan penanganan kasus
lebih efektif. Selain itu adanya fleksibelitas dalam tim memungkinkan petugas lain juga
diharapkan mampu memberikan konseling lain apabila petugas yang bersangkutan tidak ada
sehingga praktik MTBS tetap berjalan.
Pemberian konseling menjadi unggulan dan sekaligus pembeda dengan pelayanan balita sakit
tanpa melakukan praktik MTBS. Dengan pemberian konseling diharapkan pengantar atau ibu
pasien mengerti penyakit yang diderita, cara penanganan di rumah, memperhatikan
perkembangan penyakit anaknya sehingga mampu mengenali kapan harus segera membawa
anaknya ke petugas kesehatan serta diharapkan memperhatikan tumbuh kembang anak
dengan cara memberikan makanan sesuai umurnya. Semua pesan tersebut tercermin dalam
Kartu Nasihat Ibu (KNI) yang biasanya diberikan setelah ibu ayau pengantar balita sakit
mendapatkan konseling ini untuk menjadi pengingat pesan-pesan yang disampaikan serta
pengingat cara perawatan di rumah.
Keterpaduan pelayanan yang dilakukan praktik MTBS menunjukan suatu kerja tim yang
kompak dan fleksibel dengan dipandu buku panduan atau formulir MTBS menggambarkan
bahwa MTBS merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan.
Daftar Pustaka
1. Depkes RI, (2007) Modul PelatihanMTBS, Jakarta
2. Pratono, Hari. Dkk, (2008) Manajemen Terpadu Balita Sakit, Evaluasi Pelaksanaan MTBS
di Puskesmas Tanah Laut.. Available from (Accesed 20 Pebruari 2009)
Saat ini penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi namun belum semua
Puskesmas dapat menerapkannya karena berbagai kendala antara lain: terbatasnya
jumlah tenaga kesehatan yang dapat dilatih MTBS, perpindahan (mutasi) tenaga
kesehatan yang telah dilatih, kurang lengkapnya sarana dan prasarana pendukung,
dsb. Sebagai gambaran, jumlah Puskesmas di seluruh Indonesia ada sekitar 7500
Puskesmas (data Depkes tahun 2006), untuk menerapkan MTBS perlu dilatih 2
orang tenaga kesehatan di setiap Puskesmas. Dalam 1 kali
penyelenggaraan pelatihan MTBS kita dapat melatih 30-40 tenaga kesehatan yang
dibagi dalam 3-4 kelas dengan lama pelatihan 6 hari. Apabila dalam 1 tahun Depkes
(pusat) hanya menyelenggarakan pelatihan MTBS 10 kali saja (jumlah ini sudah
termasuk banyak, mungkin kurang dari itu), maka berarti Depkes hanya dapat meng-
cover sekitar 300-400 tenaga kesehatan/tahun atau sekitar 5 % saja yang dapat
dilatih MTBS. Belum lagi bila dikurangi jumlah tenaga kesehatan yang pindah atau
pensiun maka jumlah itu sangat tidak memadai. Oleh karena itu Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kabupaten/Kota harus menjadi pemeran utama dalam pelatihan MTBS
agar seluruh Puskesmas di wilayahnya dapat menerapkan MTBS. Caranya dengan
memperbanyak jumlah pelatihan MTBS sesuai kebutuhan Puskesmas di wilayahnya.
Bila dilaksanakan dengan baik, upaya ini tergolong lengkap untuk mengantisipasi
penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita. Dikatakan
lengkap karena meliputi upaya kuratif (pengobatan), preventif
(pencegahan), perbaikan gizi, imunisasi dan konseling (promotif). Badan Kesehatan
Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan
negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan dan
kecacatan pada bayi dan balita.
Menurut laporan Bank Dunia (1993), MTBS merupakan jenis intervensi yang cost
effective yang memberikan dampak terbesar pada beban penyakit secara global. Bila
Puskesmas menerapkan MTBS berarti turut membantu dalam upaya pemerataan
pelayanan kesehatan dan membuka akses bagi seluruh lapisan masyarakat untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang terpadu. Oleh karena itu, bila anda
membawa anak balita berobat ke Puskesmas, tanyakanlah apakah tersedia
pelayanan MTBS disana?
Contoh begitu sistematis dan terintegrasinya pendekatan MTBS, ketika anak sakit
datang berobat, petugas kesehatan akan menanyakan kepada orang tua/wali secara
berurutan, dimulai dengan memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti:
Apakah anak bisa minum/menyusu?
Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
Apakah anak menderita kejang?
Perlu diketahui, untuk bayi yang berusia s/d 2 bulan, dipakai penilaian dan klasifikasi
bagi Bayi Muda (0-2 bulan) memakai Bagan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM)
yang terintegrasi di dalam bagan MTBS. Penilaian dan klasifikasi bayi muda di dalam
MTBM terdiri dari:
Menilai dan mengklasifikasikan untuk kemungkinan penyakit sangat berat
atau infeksi bakteri
Menilai dan mengklasifikasikan diare
Memeriksa dan mengklasifikasikan ikterus
Memeriksa dan mengklasifikasikan kemungkinan berat badan rendah dan
atau masalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Petugas kesehatan akan
mengajari ibu yang memiliki bayi muda tentang cara meningkatkan produksi
ASI, cara menyusui yang baik, mengatasi masalah pemberian ASI secara
sistematis dan terperinci, cara merawat tali pusat, menjelaskan kepada ibu
tentang jadwal imunisasi pada bayi kurang dari 2 bulan, menasihati ibu cara
memberikan cairan tambahan pada waktu bayinya sakit, kapan harus
kunjungna ulang, dll.
Memeriksa status penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi.
Memeriksa masalah dan keluhan lain.
Pemeriksaan dan tindakan secara lengkap tentunya tidak akan diuraikan disini
karena terlalu panjang. Sebagai gambaran, untuk penilaian dan tindakan/pengobatan
bagi setiap balita sakit, pendekatan MTBS memakai 1 set Bagan Dinding yang
ditempelkan di tembok ruang pemeriksaan dan dapat memenuhi hampir semua sisi
tembok ruang pemeriksaan MTBS di Puskesmas dan formulir pencatatan baik bagi
bayi muda (0-2 bulan) maupun balita umur 2 bulan - 5 tahun. Sedangkan untuk
pelatihan petugas, diperlukan 1 paket buku yang terdiri dari 7 buku Modul, 1 buku
Foto, 1 buku Bagan, 1 set bagan dinding serta 1 set buku Pedoman Fasilitator
dengan lama pelatihan selama 6 hari ditambah pelajaran pada sesi malam.
Referensi
1. Departemen Kesehatan RI, 2008, Modul MTBS Revisi tahun 2008.
2. Direktorat Bina Kesehatan Anak, Depkes, salah satu materi yang disampaikan
pada Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak, 2009, Manajemen
Terpadu Balita Sakit.
Scribd
Upload a Document
Search Documents
Explore
Documents
Books - Fiction
Books - Non-fiction
Health & Medicine
Brochures/Catalogs
Government Docs
How-To Guides/Manuals
Magazines/Newspapers
Recipes/Menus
School Work
+ all categories
Featured
Recent
People
Authors
Students
Researchers
Publishers
Government & Nonprofits
Businesses
Musicians
Artists & Designers
Teachers
+ all categories
Most Followed
Popular
Sign Up
|
Log In
/ 3
Search w it
8da447ab369235
Download this Document for Free
1. Input
Balita sakit datang bersama keluarga diberikan status pengobatan dan formulir MTBS
Tempat dan petugas : Loket, petugas kartu
2. Proses
- Balita sakit dibawakan kartu status dan formulir MTBS.
- Memeriksa berat dan suhu badan.
- Apabila batuk selalu mengitung napas, melihat tarikan dinding dada dan mendengar
stridor.
- Apabila diare selalu memeriksa kesadaran balita, mata cekung, memberi minum anak
untuk melihat apakah tidak bias minum atau malas dan mencubit kulit perut untuk
memeriksa turgor.
- Selalu memerisa status gizi, status imunisasi dan pemberian kapsul VitaminA
Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case manager (Bidan yang telah dilatih MTBS)
3. Output
Klasifikasi yang dikonversikan menjadi diagnosa, tindakan berupa pemberian terapi dan
konseling berupa nasehat pemberian makan, nasehat kunjungan ulang, nasehat kapan
harus kembali segera. Konseling lain misalnya kesehatn lingkungan, imunisasi,
Konseling cara perawatan di rumah. Rujukan diperlukan jika keadaan balita sakit
membutuhkan rujukan
Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case manager (Bidan yang telah dilatih MTBS).
Petugas yang berkaitan dengan upaya konseling yang dilakukan
Pemeriksaan balita sakit ditangani oleh tim yang dipimpin oleh pengelola MTBS yang
berfungsi sebagai case manager. Pemilihan case manager oleh pimpinan Puskesmas
berdasarkan pertimbangan pernah mengikuti pelatihan dan sanggup untuk mengelola
MTBS. Dalam Keseharian pengelola bertanggung jawab kepada coordinator KIA
Puskesmas. Case manager bertanggung jawab melakukan pemeriksaan dari penilaian,
membuat klasifikasi, mengambil tindakan serta melakukan konseling dengan dipandu
buku bagan dan tercatat dalam formulir pemeriksaan.
Case manager bertanggung jawab mengelola kasus balita sakit apabila memerlukan
konseling gizi, kesehatan lingkungan, serta imunisasi, petugas dapat meminta petugas
yang bersangkutan muntuk memberikan konseling. Sesudah mendapatkan konseling
maka dilakukan penulisan resep serta penjelasan agar pengantar mematuhi perintah yang
diberikan dalam pengobatan di rumah. Konseling mengenai cara pemberian obat, dosis,
lama pemberian, waktu pemberian, cara pemberian dan lain-lain menjadi hal yang rutin
dilakukan. Hasil kegiatan pemeriksaan dicatat dalam register kunjungan, kemudian
direkap setiap akhir bulan untuk laporan MTBS kepada Dinkes.
Adanya tim sangat mendukung praktik MTBS. Tim yang dipimpin oleh seorang case
manager apabila menemukan masalah maka mengkonsulatasikannya kepada koordinator
KIA yang selanjutnya dikonsultasikan kepada pimpinan Puskesmas. Dalam hal konseling
case manager mendistribusikan tugas pada petugas yang berhubungan dengan masalah
konseling yang dilakukan. Kejelasan tugas dalam pembagian kerja menyebabkan
penanganan kasus lebih efektif. Selain itu adanya fleksibelitas dalam tim memungkinkan
petugas lain juga diharapkan mampu memberikan konseling lain apabila petugas yang
bersangkutan tidak ada sehingga praktik MTBS tetap berjalan.
Pemberian konseling menjadi unggulan dan sekaligus pembeda dengan pelayanan balita
sakit tanpa melakukan praktik MTBS. Dengan pemberian konseling diharapkan
pengantar atau ibu pasien mengerti penyakit yang diderita, cara penanganan di rumah,
memperhatikan perkembangan penyakit anaknya sehingga mampu mengenali kapan
harus segera membawa anaknya ke petugas kesehatan serta diharapkan memperhatikan
tumbuh kembang anak dengan cara memberikan makanan sesuai umurnya. Semua pesan
tersebut tercermin dalam Kartu Nasihat Ibu (KNI) yang biasanya diberikan setelah ibu
ayau pengantar balita sakit mendapatkan konseling ini untuk menjadi pengingat pesan-
pesan yang disampaikan serta pengingat cara perawatan di rumah.
Keterpaduan pelayanan yang dilakukan praktik MTBS menunjukan suatu kerja tim yang
kompak dan fleksibel dengan dipandu buku panduan atau formulir MTBS
menggambarkan bahwa MTBS merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan.
SEJARAH MTBS
Dasar Pemikiran Situasi kesehatan bayi dan anak Indonesia belum stabil, banyak yang
menderita sakit atau cacat
Sama halnya dengan negara berkembang lain
Sebab kematian dan kesakitan masih menunjukan pola lama yaitu Diare, ISPA, Malaria,
Gizi kurang dan gizi buruk
Jangkauan imunisasi belum mencakup semua golongan anak
Dari 1000 bayi yang lahir, 85 orang akan meninggal sebelum usia 5 tahun
Latar Belakang : Diare akut masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan
sekitar 1,5 milyar episode dan 1,5 2,5 juta kematian setiap tahun pada anak dibawah
usia 5 tahun. Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO dan UNICEF mengembangkan
suatu program yang disebut Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) . IMCI
ini mulai dikembangkan di Indonesia pada tahun 1997 dengan nama Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS). MTBS yaitu suatu program yang bersifat menyeluruh dalam
menangani balita sakit yang datang ke pelayanan kesehatan dasar. Program ini dapat
mengklasifikasi penyakit penyakit secara tepat, mendeteksi semua penyakit yang
diderita oleh balita sakit, melakukan rujukan secara cepat apabila diperlukan, melakukan
penilaian status gizi dan memberikan imunisasi kepada balita yang membutuhkan, serta
bagi ibu balita diberikan bimbingan mengenai tata cara memberikan obat kepada
balitanya di rumah, pemberian nasihat mengenai makanan yang seharusnya diberikan
kepada balita tersebut dan memberi tahu kapan harus kembali ataupun segera kembali
untuk mendapatkan pelayanan tindak lanjut. Metodologi Penelitian : Penelitian ini
menggunakan desain penelitian prospektif dengan pendekatan kuantitatif dengan
mengukur Chi Square untuk mengukur nilai p. Dalam penelitian ini digunakan sampel
sebanyak 64 balita dengan diare akut yang datang berkunjung di Puskesmas I Kartasura.
64 balita tersebut, 32 diantaranya diterapi berdasarkan MTBS dan 32 balita lainnya
diterapi tanpa berdasarkan MTBS. Hasil Penelitian : Didapatkan balita yang tidak
sembuh berdasarkan MTBS dengan rencana terapi A untuk diare akut tanpa dehidrasi
sebesar 13,33% dan balita yang tidak sembuh dengan rencana terapi B untuk diare akut
dehidrasi ringan sebesar 50%, tetapi tidak bermakna secara statistik. Dan hanya 6,25%
balita dengan diare akut yang tidak sembuh dengan terapi tanpa MTBS. Kesimpulan :
Tidak ada hubungan antara penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) diare
dengan kesembuhan diare akut pada balita di Puskesmas I Kartasura.
doc
metode terpadu
berdasarkan manajemen
klasifikasi status
diare mtbs
mengenai diare
mtbs indonesia
(more tags)
Follow
rizky purnomo