Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
1.3. Tinjauan Tentang Kencur
1.3.1. Klasifikasi Kencur
Berdasarkan ciri ciri yang diberikan tanaman kencur diklasifikasikan
sebagai berikut :
- Divisi : Spermatophyta
- Subdivisi : Angiospermae
- Kelas : Monocotyledonae
- Bangsa : Zingiberales
- Suku : Zingiberaceae
- Marga : Kaempferia
- Spesies : Kaempferia galanga Linn.
Tanaman kencur merupakan terna kecil yang tunbuh subur di daerah dataran
rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak air.
Beberapa manfaat kencur bagi kehidupan manusia :
- menyembuhkan batuk
- meningkatkan nafsu makan
- mengatasi keracunan
- menghangatkan dan menambah daya tahan tubuh.
- rempah-rempah untuk pembuatan berbagai macam makanan.
2
dengan air bersih. Lalu ditiriskan hingga sisa-sisa air cucian dapat
dibebaskan.
Pembuatan simplisia :
Rimpang yang sebelumnya sudah bersih dan ditiriskan, diiris-iris melintang
dengan ketebalan 2-5 mm. selanjutnya dikeringkan di bawah panas matahari
dengan alas tikar.
3
dapat larut dalam air, mudah larut dalam etanol 96%, mudah larut dalam
metanol.
Senyawa p-metoksisinamat dapat digunakan sebagai anti fungi,
antiseptik, dan analgesik.
4
menarik senyawa tersebut dari bahan induknya. Tujuan dari proses ekstraksi
berkaitan dengan praktikum ini adalah untuk mengisolasi kandungan senyawa
bhan alam dari tanaman. Ditinjau dari kontak antara pelarut dengan bahan
induk, ekstraksi ada dua macam, yaitu :
1. Ekstraksi kontinyu
Pada ekstraksi jenis ini, pelarut terus menerus mengalami kontak
dengan bahan induk. Pelarut dapat digunakan lagi untuk ekstraksi tetapi
dalam proses pendaurulangan pelarut dibutuhkan panas. Oleh karena itu,
dapat dilakukan ekstraksi habis-habisan tanpa membutuhkan banyak pelarut.
Tetapi ekstraksi ini tidak dapat dilakukan bila senyawa-senyawa yang akan
diekstraksi bersifat thermolabil atau mudah menguap.
2. Ekstraksi Diskontinyu
Pada ekstraksi diskontinyu, pelarut selalu diganti pada setiap satu
tahap ekstraksi terlampaui dan tidak memrlukan panas selama prosesnya.
Sehingga dapat dilaksanakan untuk senyawa-senyawa thermolabil atau
mudah menguap.
Dua macam ekstraksi diskontinyu adalah maserasi dan perkolasi.
Teknik maserasi dilakukan dengan merendam bahan-bahan alam yang masih
segar dengan pelarut yang sesuai selama beberapa waktu lalu hasil
perendaman diambil. Sedangkan teknik perkolasi dilakukan untuk
mengekstraksi bahan-bahan alam yang sudah diserbuk dan dikeringkan
dengan merendamnya dalam pelarut yang sesuai selama beberapa waktu lalu
ekstraknya diteteskan dari perkolator.
1.5.2. Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan proses pembentukan kembali kristal yang
bertujuan untuk mengendalikan pembentukan kristal sehingga didapat kristal
yang baik dan juga untuk memurnikan kristal. Prinsip rekristalisasi adalah
melarutkan senyawa dengan pelarut yang sesuai di dekat titik didih pelarut
lalu didinginkan untuk membentuk kembali kristal. Syarat utama pelarut yang
5
digunakan adalah melarutkan senyawa pada titik didih pelarut tetapi sedikit
atau sama sekali tidak melarutkan senyawa pada suhu kamar dan tidak
bereaksi dengan senyawa. Pelarut campuran digunakan apabila tidak ada
pelarut tunggal yang benar-benar sesuai untuk senyawa tersebut. Syarat
pelarut campuran, salah satu pelarut harus dapat melarutkan senyawa
sedangkan pelarut yang lain sama sekali tidak dapat melarutkan dan kedua
pelarut harus saling campur.
Tahapan kerja rekristalisasi :
- Memilih pelarut yang sesuai
- Melarutkan senyawa di dekat titik didih pelarut
- Apabila terdapat kotoran berwarna (larutan tidak jernih), ditambah karbon
lalu disaring panas
- Pendinginan pada susu kamar agar terbentuk kristal
- Menyaring kristal dan menghilangkan sisa pelarut
- Mengeringkan kristal
B A B II
SINTESIS PREPARAT
6
Siapkan perkolator, kontrol krannya apakah ada kebocoran. Timbang 100
gram serbuk kering rimpang kencur. Masukkan kedalam perkolator. Tuang
100ml etanol sampai semua serbuk terendam.
Tahap II :
Teteskan ekstrak pelan pelan, tampung dalam labu erlenmeyer 100ml
tertutup. Apabila sudah tidak menetes lagi, tuangkan etanol kedalam
perkolator sampai semua serbuk terendam. Biarkan 1 jam, setelah 1 jam
teteskan lagi ekstrak, tampung dalam labu erlenmeyer. Setelah tidak menetes
lagi, keluarkan serbuk dari perkolator, apabila masih ada cairan ekstrak
jadikan satu dengan yang ada dalam labu erlenmeyer. Kumpulkan ekstrak,
uapkan dalam Rotary Vacuum Evaporator/Rotavapor (temperatur dijaga
<40oC) sampai volumenya menjadi sepertiga dari volume semula.
Kumpulkan destilat rotavapor yang diperoleh dalam botol yang telah
disediakan (untuk digunakan lagi sebagai perkolasi). Masukkan residu
kedalam gelas beker dan tambahkan 50ml larutan KOH 5% dalam etanol.
Aduk di atas penangas air selama 10 menit, kemudian dinginkan. Saring
kristal yang terbentuk dengan corong Buchner. Larutkan kristal dalam 25ml
air dan asamkan dengan penambahan HCl pekat. Saring kristal yang
terbentuk dengan corong Buchner, dan dicuci beberapa kali dengan air.
Lakukan rekritalisasi kristal yang terbentukdengan cara dilarutkan dalam
pelarut campuran etanol air (70:30) yang dipanaskan, kemudian biarkan
dingin pada suhu kamar. Saring kristal yang terbentuk (jernih, tak berwarna)
dengan corong Buchner, keringkan dalam oven dan timbang serta tentukan
titik lelehnya. Kumpulkan semua filtrat hasil penyaringan (jangan dibuang),
masukkan dalam botol yang telah disediakan.
7
Etil p-metoksisinamat Kalium Kalium Etanol
hidroksida p-metoksisinamat
8
Gambar 5. Mekanisme Reaksi
9
2.3. Bahan dan Alat
2.3.1. Bahan
1. Serbuk rimpang kencur ( Kaempferia galanga L. )
Jumlah : 100 gram
Pemerian : Warna coklat, bau khas, rasa khas pedas, hangat, agak
pahit, dapat menimbulkan rasa tebal
Kegunaan : obat batuk, diforetikum ( peluruh keringat ), dioleskan
pada bengkak-bengkak ( menurut de Bie), dan obat
rematik
2. Etanol 96% ( C2H5OH )
Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna, bersifat
mobile/dapat bergerak/mengalir, mudah terbakar, bau
penenang, rasa membakar, padat pada suhu kurang dari
-30C
Kelarutan : Campur dengan air dan pelarut organik umunya
Titik didih : 78,5C
Titik leleh : -141,5C
n20D : 1,361
BJ : 0,7904-0,7935
BM : 46,07
Kegunaan : Sebagai pelarut untuk alkohol terdenaturasi
Bahaya : Menyebabakan mual, muntah, depresi, mengantuk,
menggangu persepsi, pingsan dan kematian
3. Kalium Hidroksida ( KOH ) 5% dalam 50 ml etanol
Jumlah : (5/10) x 5 garm = 2,5 gram
Pemerian : Kristal putih, higroskopik, deliquescent, menyerap
karbondioksida
Kelarutan : larut dalam 0,9 bagian air: 2,3 bagian gliserin. Saat
dilarutkan dalam air dan alkohol dan larutan asam akan
menghasilkan panas
Titik lebur : 360C
BM : 56,10
10
Kegunaan : Membentuk garam kalium dari ester yang larut dalam
air
Bahaya : Korosif, mengiritasi kulit, mata, dan membran mukosa,
dapat merusak saluran cerna, berbahaya bagi pernafasan
4. Asam klorida ( HCl )
Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang. Jika
diencerkan dengan 2 bagian air bau dan asap akan
menghilang
Kelarutan : Larut dalam air, dietil eter, etanol (95%), metanol
Titik didih : 110C
n20D : 1,342
BJ : 1,18
BM : 36,46
Kegunaan : Sebagai pereaksi ( donor H+ ) dalam pembentukan asam p-
metoksi-sinamat
Bahaya : Korosif, sangat mengiritasi, menurunkan tekanan darah
dengan cepat
5. Etil p-metoksisinamat
Pemerian : Kristal jarum warna putih
Kelarutan : Tidak larut dalam air, larut dalam etanol(95%) p dan
metanol panas.
Titik didih : 47-48C
6. Asam p-metoksisinamat
Pemerian : Kristal jarum warna putih
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, alkohol, eter
Titik leleh : 168-168,5C
7. Aqua destilata
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
BM : 18,02
Kegunaan : Sebagai pelarut dan pencuci kristal
11
2.3.2. Alat
Alat alat yang digunakan pada praktikum dapat dilihat pada tabel berikut :
No. Nama Alat Jumlah
1. Perkolator 1
2. Labu Erlenmeyer 100 ml 1
3 Erlenmeyer Tertutup 100 ml 1
4. Rotavapor 1
5. Eksikator 1
6. Corong Buchner + labu hisap 1 set
7. Cawan petri 2
8. Gelas Ukur 100 ml 1
9. Beaker Glass 100 ml 1
10. Water Bath 1
11. Batang Pengaduk 1
12. Kertas Saring 3
13. Oven 1
Tabel 1. Daftar alat yang beserta volume dan jumlah
12
6. Dikumpulkan distilat dari Rotavapor yang diperoleh dalam botol yang
telah disediakan (untuk digunakan lagi sebagai perkolasi)
7. Dimasukkan residu dalam beaker glass dan ditambahkan 50 ml KOH 5%
dalam etanol
8. Diaduk di atas penangas air selama 10 menit kemudian didinginkan
9. Disaring kristal yang terbentuk dengan corong Buchner
10. Dilarutkan kristal dengan 25 ml air dan diasamkan dengan penambahan
HCl pekat
11. Disaring kristal yang terbentuk dengan corong Buchner dan dicuci
beberapa kali dengan air
12. Dilakukan rekristalisasi dengan cara dilarutkan dalam campuran etanol-air
(70:30) yang dipanaskan, kemudian dibiarkan dingin pada suhu kamar
13. Disaring kristal yang terbentuk (jernih, tak berwarna) dengan corong
Buchner
14. Dikeringkan dengan eksikator dan ditimbang serta ditentukan titk lelehnya
15. Dikumpulkan semua filtrat hasil penyaringan (jangan dibuang),
dimasukkan dalam botol yang telah disediakan
Ekstrak
Etil p-metoksisinamat
13
dipekatkakan di Rotavapor sampai
volumenya 1/3 volume awal
Etil p-metoksisinamat
+ KOH/etanol
disaring
Endapan Filtrat
Kalium p-metoksisinamat Etanol (C2H5OH)
Endapan Filtrat
Asam p-metoksisinamat KCl,H2O
Rekristalisasi
Asam p-metoksisinamat
14
15
16
Gambar 7. Skema Cara Kerja
Persentase Hasil :
Persen hasil yang diperoleh pada percobaan adalah :
(Berat asam p-metosissinamat/ berat rimpang kencur) x 100%
= (1,32 gram / 75gram) x 100%
= 1,76%
17
BAB III
UJI KEMURNIAN
Pemurnian Asam-p-Metoksisinamat
Rekristalisasi
Pemurnian suatu senyawa dapat dilakukan dengan beberapa metode
salah satunya yaitu dengan rekristalisasi. Rekristalisasi ini dilakukan unutk
menghilangkan pengotor yang terjebak dalam kristal yang didapatkan dari
hasil reaksi. Rekristalisasi ini tidak hanya dilakukan satu kali, namun dapat
dilakukan berkali-kali untuk mendapatkan kristal yang benar-benar murni.
Adapun tahapan dari proses rekristalisasi adalah sebagai berikut :
1. Kristal dilarutkan dalam etanol-air yang telah dipanaskan ad tepat
larut
2. Bila perlu ditambahkan karbon untuk menghilangkan kotoran
berwarna kemudian disaring panas dan didnginkan pada suhu
kamar sampai terbentuk kristal
3. Kristal yang terbentuk disaring dengan corong Buchner kemudian
dikeringkan di dalam oven
Secara skematis proses rekrisatlisasi dapat digambarkan sebagai berikut :
Kristal + pengotor
dst.
18
3.1.2. Penentuan Titik Lebur
Pemanasan yang dilakukan pada suatu zat padat pada tekanan
atmosfer akan menyebabkan perubahan wujud zat tersebut menjadi bentuk
cair. Perubahan wujud tersebut dapat diamati dari titik lebur maupun dari
jarak leburnya. Jika pengamatan yang dilakukan adalah titk lebur maka
suhu yang diamati adalah ketika senyawa tersebut melebur. Sedangkan
untuk pengamatan jarak lebur maka suhu yang diamati adalah rentang
suhu mulai saat sampel mulai melebur sampai saat padatan terakhir
melebur.
Suatu zat dikatakan murni bila jarak leburnya tajam yaitu kuarang
dari 2C, jarak lebur lebar menunjukkan bahwa senyawa tidak murni.
Jarak lebur suatu zat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, ukuran
partikel, kecepatan pemanasan, adanya pengotor, jumlah zat yang diukur
dan alat yang dipakai. Namun adanya pengotor merupakan penyebab
utama penurunan atau peningkatan titik lebur dan melebarnya jarak lebur
dibandingkan dengan literatur.
Dalam praktikum kali ini asam-p-metoksisinamat ditentukan jarak
leburnya menggunakan metode tabung kapiler dengan alat Electrothermal
Melting Point. Caranya adalah dengan memasukkan kristal asam-p-
metoksisinamat ke dalam pipa kapiler setinggi 1-2 mm lalu dimasukkan ke
dalam tempat pemanasan (Electrothermal Melting Point). Pengamatan
dilakukan melalui kaca pembesar saat kristal mulai meleleh. Pengamatan
dihentikan begitu kristal talah selesai meleleh semuanya, dari sini dapat
ditentukan jarak lebur asam-p-metoksisinamat.
Dari pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil seperti pada
tabel :
Replikasi Jarak Lebur
1 165-168C
2 166-168,5C
Rata-rata 166-168C
Tabel 2. Penentuan titik lebur asam p-metosisinamat
Kristal yang didapatkan dapat dikatakan belum murni karena titik leburnya
yang berubah-ubah dengan jarak yang lebar.
19
BAB IV
IDENTIFIKASI STRUKTUR
20
4.2. Identifikasi dengan Metode Spektrofotometer FT-IR
Spektrofotometri infra merah dapat digunakan untuk mengidentifikasi
gugus fungsi suatu senyawa berdasarkan pada profil spektranya. Pancaran
infra merah akan diserap oleh molekul organik dan diubah menjadi energi
vibrasi molekul. Penyerapan ini akan nampak sebagai pita-pita pada profil
spektra infra merah. Daerah infra merah dibedakan menjadi 3 daerah, daerah
infra merah dekat pada bilangan gelombang kurang dari 650 cm-1, daerah infra
merah tengah pada bilangan gelombang antara 650 cm -1-4000 cm-1, daerah
infra merah jauh pada bilangan gelombang lebih dari 4000 cm-1.
Identifikasi asam p-metoksisinamat dengan spektrofotometer FT-IR
dilakukan dengan menggerus sedikit kristal asam p-metoksisinamat yang
ditambahkan KBr sebagai pembawa. Penggerusan dilakukan dalam mortir
Agate sampai halus dan homogen untuk dijadikan pellet. Campuran
dikompresi dengan kekuatan sekitar 1500 ton pada ruang hampa 10-15 menit
sampai didapatkan lapisan tipis (pellet) yang transparan. Pellet tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam spektrofotometer infra merah. Hasil spektrum
yang didapatkan berupa puncak-puncak serapan antara lain :
Absorbsi uluran yang kuat pada bilangan gelombang 1687,07 cm-1
menunjukkan adanya gugus C = O karbonil
Absorbsi uluran yang lebar pada bilangan gelombang 3414,58 cm-1
menunjukkan adanya gugus O H asam karboksilat
Absorbsi uluran yang sedang pada bilangan gelombang 1622,48 cm -1
menunjukkan adanya ikatan C = C aromatik
Absorsi uluran yang kuat pada bilangan gelombang 1598,44 cm -1
menunjukkan adanya ikatan C C aromatik
21
4.3. Identifikasi Struktur dengan Resonansi Magnetik Inti
Spektroskopi NMR berdasarkan pada penyerapan gelombang radio oleh
inti-inti tertentu dalam molekul organik, apabila molekul ini berada di dalam
medan magnetik yang kuat.
Spektrum NMR merupakan grafik yang menunjukkan banyaknya energi
yang diserap oleh kuat medan magnet. Spektrum NMR merupakan spektrum
NMR karbon-13 (13C) yang menghasilkan informasi struktur mengenai
karbon-karbon dalam sebuah molekul organik dan merupakan spektrum
NMR1H yang memberikan informasi struktural atom H dimana dapat
diketahui bahwa letak atom H berbeda-beda dalam suatu molekul akan
memberikan puncak spektrum yang berbeda bergantung pada kuatnya medan
magnet lokal yang mengitarinya.
Pada penentuan NMR, kristal asam p-metoksisinamat dianalisis dengan
pembawa CdCl3. Spektra NMR1H dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
22
1
Spektrum NMR H menunjukkan bahwa asam p-metoksisinamat
mengandung 6 macam atom H dengan jumlah 10, yaitu:
Posisi proton Jumlah atom H Pergeseran kimia (ppm)
Ha 1 12,05
Hb 2 7,651
Hc 1 7,577
Hd 2 6,984
He 1 6.405
Hf 3 3,896
Tabel 3. Interpretasi Spektrum NMR1H Asam p-metoksisinamat
23
Spektrum massa adalah alur kelimpahan dengan nisbah massa/muatan
(m/e atau m/z). Dari fragmen-fragmen itu, suatu spektrum massa dipaparkan
sebagai grafik batangan. Setiap peak dalam spektrum menyatakan suatu
fragmen molekul. Frragmen-fragmen disusun sedemikian rupa sehingga peak-
peak ditata menurut kenaikan m/e dari kiri ke kanan dalam spektrum.
Suatu molekul atau ion pecah menjadi fragmen-fragmen bergantung pada
kerangka karbon dan gugus fungsional yang ada. Oleh karena itu struktur dan
massa fragmen memberikan petunjuk mengenai struktur molekul induknya.
Hasil spektrometer massa menunjukkan bahwa asam p-metoksisinamat
mempunyai berat molekul 178.
BAB V
24
PEMBAHASAN
25
Pada reaksi tahap pertama, ekstrak etil p-metoksisinamat yang sudah
dipekatkan direaksikan dengan KOH 5% dalam etanol. Kalium Hidroksida (KOH)
bertindak sebagai nukleofil yang menyerang gugus karbonil pada etil p-
metoksisinamat. Reaksi yang terjadi adalah reaksi hidrolisis basa
(saponifikasi/penyabunan) yang bersifat irreversible. Hal ini disebabkan karena
gugus karbonil pada ion karboksil yang terbentuk mengalami resonansi sehingga
atom karbonnya selalu bermuatan negatif. Tidak didapat atom karbon bermuatan
positif yang mudah diserang kembali membentuk reaktan awal. Mekanisme reaksi
tahap pertama ini juga mirip dengan reaksi substitusi nukleofilik (SN) tetapi tidak
dapat dikatakan sebagai reaksi SN-1 ataupun reaksi SN-2. Walaupun mula-mula
terjadi adisi gugus OH- pada gugus karbonil dan kemudian gugus etoksi akhirnya
melepaskan diri, tetapi ternyata tidak benar-benar terjadi eliminasi. Gugus etoksi
yang pergi, tidak stabil, kembali menyerang gugus OH - untuk mengambil H+ .
Oleh karena itu terbentuk etanol dan ion karboksil yang akan berikatan secara
ionik dengan ion Kalium dari KOH membentuk garam Kalium p-metoksisinamat.
Garam kalium p-metoksisinamat bersifat larut dalam air tetapi tidak larut
dalam etanol. Sehingga garam kalium ini akan membentuk endapan dalam larutan
KOH 5% dalam etanol. Garam kalium ini lalu disaring untuk dipisahkan dari
filtratnya (etanol) dan direaksikan dengan asam klorida pekat (HCl p.) pada reaksi
tahap 2. Penambahan asam dilakukan hingga larutan memberikan warna biru pada
lakmus merah. Reaksi dengan asam bertujuan untuk mengganti ion kalium dengan
H+ sehingga terbentuk asam p-metoksisinamat. Ion Cl- akan menarik ion K+ lalu
berikatan secara ionik membentuk KCl. Lalu ion karboksil akan berikatan dengan
ion karboksil membentuk asam p-metoksisinamat. Kristal yang terbentuk disaring
dengan corong Buchner dan harus dicuci beberapa kali dengan air untuk
menghilangkan sisa-sisa asam dan garam.
Untuk mendapatkan kristal yang murni, maka kristal asam p-
metoksisinamat harus direkristalisasi menggunakan pelarut campur etanol:air =
70:30. Kristal asam p-metoksisinamat memiliki sifat larut dalam etanol panas
tetapi tidak larut dalam etanol dingin dan air. Dengan adanya air dalam pelarut
camput, maka air akan menurunkan kelarutan asam p-metoksisinamat dalam
etanol sehingga lebih mudah terbentuk kristal. Saat kristal dilarutkan, ternyata
26
terdapat pengotor karena larutan tidak jernih. Pengotor ini dihilangkan dengan
penambahan norit (karbon) yang berfungi untuk menarik kotoran tersebut.
Apabila ditambah norit, maka norit harus disaring dengan cara saring panas. Lalu
filtrat didiamkan pada suhu kamar hingga kristal terbentuk. Larutan tidak boleh
didinginkan mendadak dengan perendaman dengan air es, karena inti kristal yang
terbentuk akan kecil-kecil dan bersifat metastabil. Setelah kristal terbentuk,
disaring dengan corong Buchner lalu dikeringkan dalam oven.
Hasil praktikum didapatkan kristal asam p-metoksisinamat berwarna
kuning pucat sebanyak 1, 32 gram dengan jarak lebur 166-168C. Kristal asam p-
metoksisinamat seharusnya berwarna putih, tetapi kristal yang didapatkan ternyata
berwarna kuning puca. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya pencucian
pada Kristal untuk menghilangkan pelarut ataupun senyawa-senyawa hasil
samping. Menurut literatur, jarak lebur kristal asam p-metoksisinamat adalah
168-168,5C. Hasil praktikum menunjukkan perbedaan yang cukup jauh, maka
kristal yang kami dapatkan adalah asam p-metoksisinamat yang tidak murni.
BAB VI
KESIMPULAN
27
6.1. Kesimpulan :
Dari ekstraksi 75 gram serbuk rimpang kencur didapatkan kristal asam p-
metoksisinamat :
Kristal berwarna kuning pucat
Sebanyak 1,32 gram
Dengan presentase hasil 1,76%
Jarak lebur : 166-168C
6.2. Saran
Setelah melakukan tahap rekristalisasi kristal yang didapatkan disaring
dengan corong Buchner. Ketika melakukan penyaringan dengan corong
Buchner kristal yang didapatkan sebaiknya dicuci dengan air berkali-kali
untuk mendapatkan kristal yang benar-benar murni dan berwarna putih.
DAFTAR PUSTAKA
28
Budavari, S., The Merck Index, An Encyclopedia of Chemical Drugs and
Biological, 12th ed, New York: Merc & Co Inc, 1996.
Departemen Kesehatan R.I. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV,
Departemen Kesehatan R.I. Jakarta
Anonim. 1997. Materia Medica Indonesia, Vol.1. Departemen Kesehatan R.I.
Jakarta
Fessenden & Fessenden, Kimia Organik, Edisi ketiga, jilid 1, Airlangga,
Jakarta, 1982.
29