Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Nah, fase ini dimulai ketika pasangan memutuskan untuk menikah hingga
istri menyadari bahwa diriya telah mengandung/hamil. jadi ketika istri
telah menyadari bahwa ia hamil maka keluarga fase pemantapan berakhir
dan diganti dengan fase harapan sehingga durasi pada fase ini berbeda-
beda untuk setiap pasangan, bisa hitungan minggu, bulan, bahkan tahun.
Intinya pada fase ini terjadi penyesuaian untuk hidup bersama sebagai
pasangan suami-istri dimana akan adanya dilema tersendiri utamanya
perubahan peran dari yang awalnya pasangan perannya hanya seorang
anak, namun kini setelah menikah perannya berubah menjadi suami-istri.
Oleh karena itu sebelum memasuki gerbang pernikahan setiap individu
HARUS memiliki kesiapan-kesiapan seperti kematangan dalam
kedewasaan utamanya dalam hal fisik, emosi, kemampuan finansial,
tanggung jawab dan kemampuan menikah.
Ternyata pada fase pemantapan ini dibagi lagi menjadi lima tahapan yaitu
(Duvall):
Bulan Madu
Kalau kata difilm-film masa bulan madu itu merupakan masa-masa yang
paliiiiiiinggggg rwoumauantis kenapa romantis? Soalnya pas masa-masa
ini tuh masing-masing pihak berupaya membahagiakan pasangannya
pokoknya nih yang jelek-jelek biasanya nih diumpetin-umpetin dulu,
so...bertingkah seolah-olah sosok pasangan dambaan bin impian adapun
ketika mendapati kekurangan pasangan, pasangan cenderung
memaafkan atau berusaha mengabaikan kekurangan pasangan. Kalau
saya simpulkan sih ini pacaran tahap 2 yang lebih romantis setelah
pernikahan.
Pengenalan Kenyataan
Setelah bulan madu berakhir nah mulai deh masuk tahap pengenalan
kenyataan alias shocking soda banget deh. Mulai deh tuh pasangan
berusaha adaptasi sama kelakuan-kelakuan aneh bin ajaib pasangannya,
dimana kebiasaan-kebiasaan yang sering muncul yang pas masa bulan
madu diumpetin mulai deh secara perlahan ketahuan dimulai dari
kekagetan/terkejut dengan perubahan sikap yang terjadi pada pasangan
dan masing-masing pihak belum terbiasa dengan perubahan sikap di awal
pernikahan, hingga ada salah satu pihak yang ingin merubah kebiasaan
pasangannya, menginginkan pasangannya untuk masuk dalam
kehidupannya, hingga salah satu pasangan menginginkan agar
pasangannya lebih bisa nerima kebiasaan-kebiasaannya serta menerima
dirinya apa adanya.
Kritis Perkawinan
Setelah syok mengetahui keganjilan-keganjilan ajaib pasangan pada
tahap pengenalan kenyataan maka mulailah nih masuk ke tahap kritis,
utamanya keadaan akan semakin memanas jika kedua pihak keukeuh
mempertahankan egonya dan enggak ada yang mau ngalah untuk
menerima keajaiban yang pada awalnya berhasil disembunyikan dan
jangan salah lho ternyata tingginya pendidikan bukanlah suatu jaminan
bahwa pasangan bisa beradaptasi dengan baik.
Menerima Kenyataan
Setelah memasuki tahapan warming-up mulailah masuk tahap cooling-
down dimana mulailah suami-istri menjalankan perkawinannya dengan
cara masing-masing atau ada aturan yang harus disepakati kedua belah
pihak. Intinya masing-masing pihak mulai instropeksi diri dan belajar
untuk dapat menjalani kehidupan keluarga dengan lebih baik dan banyak
belajar dan berkaca pada orang-orang yang sudah berpengalaman.
Kebahagiaan Sejati
Akhirnya berbahagialah pasangan yang bisa sampai pada tahap ini karena
kebahagiaan merupakan salah satu tujuan dari pernikahan. Perbedaan
yang ada bukanlah penghalang bagi pasangan untuk meniti tujuan jangka
panjang dalam perkawinan alias kebahagiaan. Namun tidak semua
pasangan meletakan kebahagiaan sebagai tujuan. Intinya pada tahap ini
pasangan melihat rumah tangga sebagai amanah yang harus dijalani apa
adanya pun jika kebahagiaan gagal dicapai kehadiran seorang anak
seringkali dijadikan alasan untuk mendapatkan kebahagiaan.
5. Perbedaan Prinsip.
5. Bimbingan pranikah.
So...meski sering kali masa pengantin baru merupakan masa yang kalau
dibayangin merupakan masa yang super duper indah, tetapi pada
kenyataannya masa-masa ini justru merupakan masa-masa sulit dimana
pasangan harus mampu menyesuaikan diri bahkan angka perceraian
tertinggi justru pada masa-masa ini. Keadaanpun akan semakin sulit jika
pasangan juga harus melakukan penyesuaian di luar hubungan
suami/istri misalnya: melanjutkan sekolah, tugas luar kota, mobilitas
tinggi, tergantung kepada orangyua (tempat tinggal, finansial) dan
hubungan dengan keluarga besar. Begitupun dengan aspek sosial dan
budaya seperti miskonsepsi dan fiksi tentang cinta, seks, perkawinan
yang dianut masyarakat.