Vous êtes sur la page 1sur 21

BERKAS PORTOFOLIO

Nama Peserta: Ahmad Masyfuq Kasim Yahiji, dr.


Nama Wahana : RSUD Prof. Dr. dr. H. M. Anwar Makkatutu
Topik :Kasus Medis Tuberkulosis Anak
Tanggal (kasus) : 23 april 2017
Nama Pasien : An. AA No. RM : 142609
Tanggal Presentasi : 6 juni 2016 Nama Pendamping : dr. Hikmawaty M.Kes

Tempat Presentasi : kabupaten bantaeng


Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaj Dewas Lansi Bumi
a a a l
Deskripsi :

Seorang pasien laki-laki berumur 8 tahun MRS dengan keluhan batuk berdahak
sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga sering sesak ketika batuk terutama di pagi
hari. Pasien juga sering demam terutama di malam hari sejak 3 minggu yang lalu.
Demam tidak sampai menggigil ataupun kejang. Pasien saat ini malas makan,
ditambah ibu mengeluh berat badan anaknya terus menurun. Nyeri kepala (-),
muntah (-). BAB sangat jarang tapi konsistensi seperti biasa. BAK baik dan
minum baik. Ayah, ibu, dan nenek yang tinggal serumah dengan pasien memiliki
gejala batuk lama tapi belum memeriksakan diri. Riwayat penyakit jantung
bawaan, hati dan ginjal disangkal.

Tujuan :
Mendiagnosis Tuberkulosis dan mengetahui terapi yang tepat.
Mengidentifikasi masalah yang dapat terjadi.
Memberikan edukasi yang tepat.
Menilai prognosis penyakit.
Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan diskusi Pos
Email

1
Data pasien : Nama : An. AA No. register : 142609
Nama RS : Telp : - Terdaftar sejak :
RSUD Kab. Bantaeng

Data utama untuk bahan diskusi


1. Diagnosis/ gambaran klinis:
Seorang pasien laki-laki berumur 8 tahun MRS dengan keluhan batuk
berdahak sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga sering sesak ketika batuk terutama
di pagi hari. Pasien juga sering demam terutama di malam hari sejak 3 minggu
yang lalu. Demam tidak sampai menggigil ataupun kejang. Pasien saat ini malas
makan, ditambah ibu mengeluh berat badan anaknya terus menurun. Nyeri kepala
(-), muntah (+). BAB sangat jarang tapi konsistensi seperti biasa. BAK baik dan
minum baik. Ayah, ibu, dan nenek yang tinggal serumah dengan pasien memiliki
gejala batuk lama tapi belum memeriksakan diri. Riwayat penyakit jantung
bawaan, hati dan ginjal disangkal.
2. Riwayat pengobatan:
Pasien sebelumnya telah berobat untuk mengatasi demamnya ke doter
umum tapi tidak ada perbaikan.
3. Riwayat kesehatan/ penyakit:
Pasien baru pertama kali mengalami keluhan tersebut.

4. Riwayat keluarga:
Keluarga pasien ada yang pernah mengalami keluhan yang sama yaitu
ayah, ibu, dan nenek.
5. Riwayat pekerjaan:
Ayah pasien adalah seorang buruh bangunan.
6. Pemerksaan Fisis:

KeadaanUmum
Pasien tampak sakit sedang
Gizi : Kurang
Kesadaran : composmentis, GCS 15
Tanda-tanda vital
TD : 110/80 mmHg
Suhu : 38,6C
Nadi : 80x/menit (bradikardia relatif)
Pernafasan : 28x/menit

Data Antropometri
Berat Badan : 18 Kg
Panjang Badan : 107 cm
BB/U : ((18/25) x 100%) = 72 % Kurang
TB/U : ((117/127) x 100%) = 92 % Normal
BB/TB : ((18/21) X 100%) = 85% Gizi Kurang

2
=O= Perhitungan menurut kurva pertumbuhan CDC 2000

Kepala
Konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik.
Pupil bulat isokor
Refleks cahaya +/+
Bibir dan mukosa mulut kering
Lidah : kotor dan tepi hiperemis, tremor (-)
Leher
Tidak ada deviasi trakea
Tidak terlihat pembesaran tiroid
JVP tidak meningkat
KGB teraba
Thoraks
Bentuk thoraks datar
Retraksi ada
Rose spot (-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Punctum maximum teraba
Perkusi :
Batas jantung kanan : linea sternalis dextra
Batas jantung kiri : linea midclavicularis sinistra
Batas atas : ICS III sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung : murni, reguler, murmur (-)
Pulmo
Inspeksi :
Pergerakansimetris
Batas paruhepar ICS V dextra, peranjakan 2 cm
Palpasi : Vokal fremitus normal ki=ka
Perkusi : sonor
Auskultasi : Bronchofesikuler ki=ka, Ronki +--/+--, Wheezing ---/---
Abdomen
Inspeksi : Cembung,
Palpasi :
lembut, NT (+) di epigastrium
Ascites ada
Hepardan teraba 1 jari dibawah arcus costa
Lien teraba shcufner 2
Teraba massa di perut kiri bawah ukuran 2 X 1 cm, permukaan
tidak rata, bisa digerakkan
Ginjal tidak teraba
Perkusi : timpani, Ruang traube kosong
Auskultasi : BU (+) normal

3
Ekstremitas
Edema -/-
Acral hangat, CRT < 2 detik
Refleks biceps, triceps, brachioradialis, patella, danachilles +/+ normal

7. Pemeriksaan Penunjang
Hb: 9,1 mg/dl
Leukosit: 21.000 mg/dl
Trombosit: 531.000 mg/dl
Widal: Negative (O, H, AH, BH)
Thorax PA: TB milier
USG Abdomen: penebalan dinding usus + cairan bebas minimalis
intraperitonium (suspek ec. TB Usus)
Daftar Pustaka:
1 Widodo D. Demam Tifoid. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, 5 th ed. Jakarta : Departemen
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2009 : 2797-
2805.
2 Background document: The Diagnosis, treatment and prevention of typhoid
fever. WHO: Communicable Disease Surveillance and Response Vaccines
and Biologicals.
3 Lesser CF, Miller SI. Typhoid Fever. In : Kasper, Braunwald, Fauci, et al.
Harrisons Principles of Internal Medicine vol I, 16th ed. USA : Mc Graw-
Hill. 2005: 898-902.
Hasil Pembelajaran:
1. Membuat diagnosis demam tifoid
2. Mengetahui prinsip tatalaksana demam tifoid
3. Mengetahui masalah apa yang dapat timbul pada demam tifoid
4. Mekanisme demam tifoid dan hubungannya dengan hasil pemeriksaan fisik
pada kasus ini
5. Edukasi tentang perjalanan penyakit dan prognosis penyakit pada pasien.
6. Edukasi dan pencegahan demam tifoid

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif
pasien laki-laki berumur 8 tahun MRS dengan keluhan batuk berdahak sejak
1 bulan yang lalu. Pasien juga sering sesak ketika batuk terutama di pagi hari.
Pasien juga sering demam terutama di malam hari sejak 3 minggu yang lalu. Demam
tidak sampai menggigil ataupun kejang. Pasien saat ini malas makan, ditambah ibu
mengeluh berat badan anaknya terus menurun. Nyeri kepala (-), muntah (+). BAB
sangat jarang tapi konsistensi seperti biasa. BAK baik dan minum baik. Ayah, ibu,
dan nenek yang tinggal serumah dengan pasien memiliki gejala batuk lama tapi
belum memeriksakan diri. Riwayat penyakit jantung bawaan, hati dan ginjal
disangkal.

4
2. Objektif
Hasil dari pemeriksaan fisik dan laboratorium mendukung diagnosis
Tuberkulosis Milier dan suspek TB usus. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan
berdasarkan:
Pemeriksaan fisik
Berat badan : 11 kg
Suhu : Febris
Respiratory rate : 28 X/ menit
Suara nafas : Bronchovesikuler
Suara nafas tambahan : ronchi basah kasar di apex paru
Ascites ada
Nyeri tekan pada epigastrium
Hepatomegali dan splenomegali ada
Teraba massa diperut kiri bawah ukuran 2 x 1 cm, permukaan tidak rata, bisa
digerakkan
Pemeriksaan Penunjang
Leukosit : 21.000 mg/dl
Thorax PA: TB milier
USG Abdomen: penebalan dinding usus + cairan bebas minimalis
intraperitonium (suspek ec. TB Usus)

3. Assessment (Penalaran Klinis)


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer. TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun.3,4
TB merupakan penyakit infeksi yang sudah sangat lama dikenal manusia,
setua peradaban manusia. Pada awal penemuan obat antituberkulosis (OAT), timbul
harapan penyakit ini akan dapat ditanggulangi. Namun dengan perjalanan waktu
terbukti penyakit ini tetap menjadi masalah kesehatan yang sangat serius, baik dari
aspek gangguan tumbuh-kembang, morbiditas, mortalitas, dan kecacatan. TB anak
yang tidak mendapat pengobatan yang tepat akan menjadi sumber infeksi TB pada
saat dewasanya nanti.3
Perlu ditekankan sejak awal adanya perbedaan antara infeksi TB dengan sakit
TB. Infeksi TB relatif mudah diketahui, yaitu dengan berbagai perangkat diagnostik
infeksi TB, misalnya uji tuberkulin. Seseorang (dewasa atau anak) yang positif

5
terinfeksi TB (uji tuberkulin positif) belum tentu menderita sakit TB. Pasien sakit TB
perlu mendapat terapi OAT, namun seseorang yang mengalami infeksi TB tanpa sakit
TB, tidak perlu terapi OAT. Untuk kelompok risiko tinggi, pasien dengan infeksi TB
tanpa sakit TB, perlu mendapat profilaksis.3
EPIDEMIOLOGI
Tuberculosis anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang
karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh
populasi. Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara
semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun
2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan
variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB
anak masih sangat bervariasi pada level provinsi.2,4
Kasus TB Anak dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14
tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari
kelompok umur 0-4 tahun. Kasus BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4%
dari semua kasus TB anak, sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012
menjadi 6%.4
ETIOLOGI
Penyakit TB adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6
mm dan panjang 14 mm. Dinding M.tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari
lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.tuberculosis ialah
asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut
cord factor dan mycobacterial sulfolipid yang berperan dalam virulensi.5
Suhu optimal untuk tumbuh pada 37C dan pH 6,4-7,0 jika dipanaskan pada
suhu 60C akan mati dalam waktu 15-20 menit. Kuman ini sangat rentan terhadap
sinar matahari dan radiasi sinar ultraviolet. Disamping itu organisme ini agak resisten
terhadap bahan-bahan kimia dan tahan pengeringan, sehingga memungkinkan untuk
tetap hidup dalam periode yang panjang didalam ruangan-ruangan, selimut dan kain
yang ada di kamar tidur.5
PENULARAN
Penularan tuberkulosis anak sebagian besar melalui udara sehingga fokus
primer berada di paru dengan kelenjar getah bening membengkak serta jaringan paru
mudah terinfeksi kuman tuberkulosis. Selain itu dapat melalui mulut saat minum

6
susu yang mengandung kuman Mycobacterium bovis dan melalui luka atau lecet di
kulit.1
PATOGENESIS
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB
dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus
berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi
pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.1
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi
focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer
terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan
saluran limfe yang meradang (limfangitis).1
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi
TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-
12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah
103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik
kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap
tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas.1
Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan
telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama

7
masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk,
imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang,
proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup
dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk
ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.1
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.1
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di
paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi
nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe
hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan
membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu.
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan
ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat
merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi
komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis,
yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.1
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar
ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh
tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai
penyakit sistemik.1
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak

8
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di
seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks
paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi
dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya.1
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus
SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus
TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait,
misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.1
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang
disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah
terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB
yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata
terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi
TB, misalnya pada balita.1
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari
gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed).
Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang
secara histologi merupakan granuloma.1
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan
menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk
dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak
dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi
secara berulang.1

9
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),
biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru
pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik.
Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau
meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis
endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat
terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat
bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya
terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi
sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan
dewasa muda.1
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi
TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak
terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya
terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.1
DIAGNOSIS
Banyak orang yang menderita tuberkulosis paru dibanding dengan
tuberkulosis organ yang lain. Hal ini dikarenakan penyebaran melalui udara yang
dihirup mengandung kuman tuberkulosis yang berkembang menjadi kompleks pimer
dan disusul infeksi. Hal ini sangat sering terjadi tetapi gejala pada umumnya tidak
khas. Satu-satunya bukti dengan menggunakan uji tuberculin cara Mantoux dengan
ditemukannya basil tuberkulosis.6
Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan 2 hal, yaitu
sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan specimen
(sputum). Mayoritas diagnosis tuberkulosis anak didasarkan pada gambaran klinis,
gambaran radiologis dan uji tuberculin. Adanya riwayat kontak dengan pasien TB
dewasa BTA positif, uji tuberculin positif, dan foto paru yang mengarah pada TB
(sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit TB. Anak
dicurigai menderita tuberkulosis apabila terdapat keadaan atau gejala sebagai
berikut:2,6
1.
Anak dicurigai menderita tuberkulosis bila:
a.
Kontak erat dengan penderita tuberkulosis BTA positif
b.
Ada reaksi kemerahan setelah suntik BCG dalam 3-7 hari
c.
Terdapat gejala umum tuberkulosis.
2.
Gejala umum yang dicurigai anak menderita tuberculosis:

10
a.
Berat badan turun 3 bulan secara berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan
tidak naik dalam 1 bulan walaupun sudah dengan penanganan gizi yang baik
b.
Nafsu makan tidak ada (anoreksia)
c.
Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria,
ISPA)
d.
Pembesaran kelenjar limfe tanpa disertai nyeri
e.
Batuk lebih dari 30 hari dan nyeri dada
f.
Diare persisten yang tidak kunjung sembuh.
3.
Uji tuberculin
Tuberculin test positif (indurasi lebih dari 10 mm), meragukan bila indurasi 5-9
mm, negative bila kurang dari 5 mm. Uji tuberculin positif menunjukkan adanya
infeksi tuberkulosis dan mungkin tuberkulosis aktif pada anak.
4.
Reaksi cepat BCG
Setelah mendapatkan penyuntikan BCG ada reaksi cepat (indurasi lebih dari 5
mm) dalam 3-7 hari curigai terkena infeksi tuberkulosis.
5.
Foto rontgen paru
Sebagian foto tidak menunjukkan gambaran yang khas untuk tuberculosis.
6.
Pemeriksaan patologi anatomi
Pada pemeriksaan ini dilakukan biopsi kelenjar, kulit, jaringan lain yang dicurigai
terkena infeksi tuberkulosis, biasannya ditemukan tuberkel dan basil tahan asam.
7.
Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan langsung BTA secara mikroskopis dari dahak.
8.
Pengobatan OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
Dilakukan evaluasi tiap bulan, bila dalam 2 bulan terdapat perbaikan klinis akan
menunjang diagnosis tuberkulosis. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang biasa
digunakan yaitu Isoniazid, Rifampisin, Piranizamid, Etambutol dan Streptomisin.
Efek samping OAT jarang dijumpai pada anak jika dosis dan cara pemberiannya
benar. Efek samping yang biasa muncul yaitu hepatotoksisitas dengan gejala
ikterik, keluhan ini biasa muncul pada fase intensif (awal).
Panduan OAT di Indonesia dibagi menjadi :
a.
Kategori 1 : 2 (HRZE)/4 (HR)3
b.
Kategori 2 : 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Dari kedua kategori ini disediakan panduan obat sisipan (HRZE)
c.
Kategori anak : 2HRZ/4HR.
Panduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket berupa
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT) sedangkan untuk kategori anak dalam
bentuk OAT kombipak. Paket kombipak terdiri dari obat lepas yang dikemas
dalam satu paket yaitu Isoniazid, Rifampisin, Piranizamid dan Etambutol.7

11
Diagnosis TB anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik
overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak batuk bukan merupakan gejala
utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis tuberkulosis
anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistim skor.6

12
Sistem Skor Diagnosis Tuberculosis Anak

Sumber: Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak Kemenkes Republik Indonesia.4

Jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini, pasien dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan rujukan:2,4
1. Foto toraks menunjukan gambaran efusi pleura atau milier atau kavitas
2. Gibbus, koksitis
3. Tanda bahaya:
a. Kejang, kaku kuduk
b. Penurunan kesadaran

13
c. Kegawatan lain, misalnya sesak napas
Catatan:
1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
2. Bila dijumpai gambaran milier atau skrofuluderma, langsung didiagnosis
TB
3. Berat badan dan panjang atau tinggi badan dinilai saat pasien datang
(moment opname)
4. Demam (2 minggu) dan batuk (3 minggu) yang tidak membaik setelah
diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas
5. Foto thoraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak
6. Gambaran sugestif TB, berupa: pembesaran kelenjar hilus atau
paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi
segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.
Gambaran milier tidak dihitung dalam skor karena diperlakukan secara
khusus.
7. Mengingat pentingnya peran uji tuberculin dalam mendiagnosis TB anak,
maka sebaiknya disediakan tes tuberculin di tempat pelayanan kesehatan.
8. Pada anak yang diberikan imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG
(<7 hari) harus dievaluasi dengan sistem scoring TB anak, BCG bukan
alat diagnostik
9. Diagnosis kerja TB anak ditegakkan jika jumlah skor 6 (skor maksimal
13)

PENGOBATAN
Pengobatan secara umum dilakukan dengan meningkatkan gizi anak untuk
daya tahan tubuh dan istirahat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat
tuberkulosis pada anak yaitu pemberian obat tahap intensif atau lanjutan diberikan
setiap hari, dosis obat disesuaikan dengan berat badan anak, pengobatan tidak boleh
terputus dijalan.6
Untuk terapi tuberkulosis terdiri dari dua fase yaitu fase intensif (awal)
dengan panduan 3-5 OAT selama 2 bulan awal dan fase lanjutan dengan panduan 2
OAT (INH-Rifampisin) hingga 6-12 bulan. Fase intensif (awal) pasien mendapat obat
setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi

14
obat, bila pengobatan fase intensif diberikan secara tepat biasannya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu, sebagian besar pasien
tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan sedangkan
untuk fase lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka
waktu yang lebih lama, tahap ini penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.6
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang biasa digunakan yaitu Isoniazid,
Rifampisin, Piranizamid, Etambutol dan Streptomisin. Terapi OAT untuk
tuberkulosis paru yaitu INH, Rifampisisn, Pirazinamid selama 2 bulan fase intensif
dilanjutkan INH dan Rifampisin hingga 6 bulan terapi (2HRZ-4HR). Efek samping
OAT jarang dijumpai pada anak jika dosis dan cara pemberiannya benar. Efek
samping yang biasa muncul yaitu hepatotoksisitas dengan gejala ikterik, keluhan ini
biasa muncul pada fase intensif (awal).6

Cara pengobatan INH diberikan selama 6 bulan, Rifampisin selama 6 bulan,


Piranizamid selama 2 bulan pertama. Pada kasus-kasus berat dapat ditambahkan
Etambutol selama 2 bulan pertama. Untuk mengurangi angka drop out dibuat dalam
bentuk FCD (Fixed Dose Combination) untuk 2 bulan pertama digunakan FDC yang

15
berisi Rifampisin/Isoniazid/Piranizamid dengan dosis 75 mg/50mg/150mg
sedangkan untuk 4 bulan berikutnya digunakan FDC yang berisi
Rifampisin/Isoniazid dengan dosis 75 mg/50mg.6

Sumber: Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak.6

Keterangan:
R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid
1. Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk
kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan
2. Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet
3. Anak dengan BB > 33 kg, di rujuk ke rumah sakit
4. Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan,
menyesuaikan berat badan saat itu
5. Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai
umur).
6. OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh
digerus)
7. Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable),
atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
8. Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan

16
9. Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak
boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer
Untuk kategori anak (2RHZ/4RH), prinsip dasar pengobatan tuberculosis
minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan
setiap hari baik pada fase intensif (awal) maupun fase lanjutan, dosis obat harus
disesuaikan dengan berat badan anak.6
Pada sebagian besar kasus tuberkulosis anak pengobatan selama 6 bulan
cukup adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun
pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada tuberkulosis anak merupakan parameter
terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikian klinis yang
nyata walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti
maka OAT dihentikan.6
Profilaksis
Pemberian profilaksis primer diberikan pada balita sehat yang memiliki
kontak dengan pasien TB dewasa dengan BTA sputum positif, namun pada evaluasi
dengan sistem scoring, didapatkan skor < 5. Obat yang diberikan adalah INH dengan
dosis 5-10 mg/kgBB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat
imunisasi BCG, perlu diberikan BCG setelah pengobatan profilaksis dengan
pengobatan INH selesai.2
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUBERKULOSIS
1. Riwayat kontak
Sumber penularan tuberkulosis anak adalah orang dewasa yang sudah
menderita tuberkulosis aktif (tuberkulosis positif) sedangkan anak-anak
masih sangat rentan tertular tuberkulosis dari orang dewasa karena daya tahan
dan kekebalan tubuh anak yang lemah.6
2. Status gizi
Pada anak status gizi sangatlah penting, anak yang memiliki gizi baik tidak
mudah terkena infeksi karena tubuh memiliki kemampuan yang cukup untuk
mempertahankan diri (daya tahan tubuh meningkat) sedangkan bagi anak
yang memiliki gizi buruk akan sangat mudah terkena infeksi karena reaksi
kekebalan tubuh menurun yang berarti kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menurun.6
3. Umur

17
Penyakit tuberkulosis sering ditemukan pada usia muda atau produktif karena
sejak lama seseorang tersebut sudah tertular kuman Mycobacterium
tuberculosis yang mengakibatkan kondisi tubuhnya menurun.6
4. Jenis kelamin
Menurut penelitian Islamiyati cenderung lebih banyak pada anak perempuan,
perbandingannya 1:4 (laki-laki : perempuan) karena pada anak laki-laki porsi
makan lebih besar sehingga cenderung memiliki status gizi lebih baik yang
memungkinkan memiliki pertahanan tubuh lebih baik dalam melawan
penyakit.6
5. Status imunisasi
Pemberian imunisasi BCG pada bayi dapat memberikan perlindungan
terhadap penyakit tuberkulosis karena dengan imunisasi BCG ini akan
memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis sehingga anak
tersebut tidak mudah terkena penyakit tuberkulosis.6
6. Faktor toksik
Faktor toksik yang dapat mempengaruhi yaitu asap rokok karena asap rokok
dapat menurunkan respon terhadap antigen sehingga benda asing yang masuk
dalam paru tidak langsung bisa dikenali atau dilawan oleh tubuh selain itu
juga dapat menjadi salah satu penyebab anak mudah terkena tuberkulosis,
anak selain dari asupan gizi juga memerlukan lingkungan yang bebas rokok
sehingga dapat menurunkan jumlah tuberkulosis anak.6
7. Kondisi rumah
Kondisi rumah ikut berpengaruh karena pada kondisi rumah yang buruk atau
tidak layak untuk dihuni akan mempermudah terkena penyakit tuberkulosis.6
8. Kepadatan hunian
Merupakan proses penularan penyakit karena jika semakin padat maka
perpindahan penyakit (khusus penyakit menular) melalui udara akan semakin
mudah dan cepat, apalagi jika dalam satu rumah terdapat anggota keluarga
yang terkena tuberkulosis.6
PROGNOSIS
Dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, berapa lama setelah
mendapat infeksi, luasnya lesi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga,
diagnosa dini, pengobatan adekuat, kepatuhan minum obat, dan adanya infeksi lain
seperti morbilli, pertusis, diare yang berulang dan lain lain.1

18
4. Plan
Diagnosis: Pada pasien ini diagnosis sudah dapat dipastikan Tuberkulosis milier dan
suspek Tuberkulosis usus berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, yaitu radiologi dan EKG.
Pengobatan: Pengobatan yang dapat diberikan pada pasien ini adalah dengan
memperbaiki kondisi umum dan pemberian medikamentosa.
Umum
Tirah baring selama panas dan istirahat yang cukup. Dengan tirah baring,
diharapkan usus tidak banyak mengalami gerak, sehingga memepercepat proses
penyembuhan. Diet makanan lunak yang mudah dicerna

Medikamentosa
Rifampisin 2 tablet/ 24 jam/ oral
Isoniazid 2 tablet/ 24 jam/ oral
Pirazinamid 2 tablet/ 24 jam/ oral
Paracetamol 500 mg/ 8 jam/ IV
Pendidikan:
1 Menjaga kebersihan pribadi
2 Cuci tangan
3 Menjaga kebersihan dalam mempersiapkan makanan
4 Meningkatkan kebersihan sanitasi lingkungan
5 Penyediaan air mengalir yang bersih
6 Pengamanan pembuangan limbah feses dan urin
7 Eradikasi dormanisasi kuman Tuberkulosis
8 Vaksinasi

Konsultasi: Pasien dikonsultasikan kepada dokter spesialis anak.

Kontrol

Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan


Penanganan Saat masuk Nyeri berkurang,
diagnosis dapat
ditegakkan, keadaan
umum dan hemodinamik
stabil
Nasihat Setiap kali kunjungan Pasien mendapat edukasi
tentang penyakit dan

19
penanganan abses hepar.

Bantaeng, 2 Juni 2017

Peserta, Pendamping,

dr. Ahmad Masyfuqkasim Yahiji dr. Hikmawaty, M.Kes

20
PORTOFOLIO KASUSMEDIS

TUBERKULOSIS ANAK

Disusun oleh:
Ahmad Masyfuqkasim Yahiji, dr.
Dokter Internship RSUD Prof. DR. Dr. H. M. Anwar Makkatutu

Supervisor:
dr. Hj. Isnawati Sp.A

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTAENG
2017

21

Vous aimerez peut-être aussi