Vous êtes sur la page 1sur 23

TINJAUAN PUSTAKA

NEFROLITIASIS

1. Definisi
Nefrolitiasis, proses terbentuknya batu. Juga disebut urolitiasis,
nefrolitiasis berasal dari bahasa Jerman nephros (ginjal) lithos (batu) jadi
batu ginjal. urolitiasis berasal dari bahasa Perancis urine yang berubah
dari bahasa latin urina dan bahasa Jerman ouron yang berarti urin jadi
batu urin. Batu itu sendiri juga disebut renal calculi. Calculi merupakan
bahasa latin untuk batu kerikil.
Urolitiasis merupakan istilah medis yang digunakan untuk
mendiskripsikan batu yang terjadi di traktus urinarius. Istilah yang juga
sering dipakai adalah penyakit batu saluran kemih dan nefrolitiasis. Para
dokter juga menggunakan istilah yang mendiskripsikan lokasi batu seperti
batu ureter, ureterolitiasis. Merupakan batu yang ditemukan di ureter, tapi
untuk lebih simpelnya digunakan istilah kidney stones, batu ginjal.

2. Faktor resiko
Proses pembentukan batu berhubungan dengan peningkatan
saturasi urin (kelebihan ekskresi garam, keasaman urin atau volume urin
yang rendah), kristalisasi asam urat serta abnormalitas dari penghambat
pertumbuhan batu. Adapun faktor-faktor predisposisi pembentukan batu di
traktus urinarius:
a. Stasis urin
Sumbatan pada traktus urinarius dapat menyebabkan
presipitasi garam-garam dari urin. Sebuah batu terbentuk karena
adanya obstruksi yang jelas misalnya batu vesika urinaria yang dipacu
oleh pembesaran prostat.
b. Infeksi traktus urinarius
Bakteri secara jelas dapat menyebabkan presipitasi calsium
atau garam-garam lain, dimana saat urin terinfeksi terutama oleh
organisme pemecah urea seperti Group Proteus(Klebsiella, Serratia,
Enterobacter, pseudomonas dan Stafilokokus), akan selalu terjadi
pembentukan batu. Hidrolisis urea menghasilkan amoniak dan
merubah urin menjadi bersifat basa yang secara klasik disebut batu
infeksi yang mengandung magnesium ammonium dan fosfat
(Ca2+Mg2+NH4+) atau struvit. Batu-batu ini kadang tumbuh memenuhi
seluruh sistem pelvis-kaliks dan batu seperti ini sering disebut batu
staghorn (tanduk rusa).
c. Patologi ginjal
- Ginjal spons meduler
Kelainan kongenital ini ditandai oleh dilatasi dari Duktus Bellini pada
cortico medullary junction, keadaan ini menyebabkan stasis urin
sehingga terjadi deposit garam calsium dan tersebar luas di tubulus
colektivus yang khas pada gambaran radiografi. Dilatasi duktus
colektivus khusus pada nefrocalcinosis akan membangun secara
spontan suatu kondisi yang disebut idiopatik nefrocalcinosis.
- Infeksi ginjal
Proses inflamasi kronik secara nyata berperan penting pada
terjadinya kalsifikasi dari substansi ginjal, keadaan ini dapat
menyebabkan iskemik lokal atau sumbatan dan ini khas pada
Tuberkulosis dimana terjadi kalsifikasi di apices dan papila.
- Trauma dan iskemik
Daerah iskemik secara relatif atau absolut dapat ditimbulkan oleh 2
(dua) keadaan yaitu degenerasi arteri renal atau trauma pada
pembuluh-pembuluh darah.
- Tumor ginjal
Pertumbuhan adenokarsinoma dapat memperluas lokasi kalsifikasi.
d. Faktor-faktor metabolik
- Kalsium
Idiopatik hipercalsiuria merupakan kelainan bawaan dimana calsium
urin 300 mg/hari ( 7,5 mmol/hari) pada pria dan 250 mg/hari (
6,2 mmol/hari) pada wanita. Hal ini menunjukkan 50 % pada pria
dan 75 % pada wanita yang menderita batu calsium dan ini
merupakan faktor resiko utama pada batu calsium di USA. Selain
idiopatik hipercalsiuria ada beberapa faktor lain yang dapat
menyebabkan hipercalsiuria yaitu hipertiroidisme, kelebihan vitamin
D, penyakit renal tubuler, neoplasma dan immobilisasi oleh karena
trauma yang semuanya berhubungan dengan mobilisasi garam
calsium dari tulang. Pada wanita menopause kecendrungan
urolitiasis meningkat oleh karena hormon estrogen yang tidak
diproduksi lagi oleh ovarium sehingga berkurangnya deposisi
calsium dan fosfat tulang sehingga banyak calsium yang dibuang ke
urin.
- Oksalat
Hiperoksaluria suatu keadaan dimana ekskresi oksalat urin melebihi
45 gram/hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang
mengalami gangguan usus sehabis mengalami pembedahan usus
dan yang banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung
oksalat seperti teh, kopi instan, soft drink, coklat, arbey, bayam dan
juga karena pemakaian vitamin C dosis tinggi dalam waktu lama
serta pemakaian obat bius (methoxyflurane)
- Asam urat
Hiperurikosuria merupakan suatu keadaan dimana kadar asam urat
dalam urin melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat yang berada di
dalam urin akan bertindak sebagai inti batu/nidus untuk
terbentuknya batu calsium oksalat. Sumber asam urat di urin
berasal dari makanan yang mengandung banyak purin ataupun dari
metabolisme endogen seperti tulang dan obat
- Sitrat
Di dalam urin sitrat akan berikatan dengan calsium membentuk
calsium-sitrat sehingga menghalangi ikatan calsium dengan fosfat.
Hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal,
sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan Tiazid
dalam jangka lama.
- Magnesium
Seperti halnya sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat
timbulnya batu kalsium, karena di dalam urin megnesium akan
bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat.(2,6)
- Sistin
Batu sistin jarang terbentuk dan berhubungan dengan gangguan
transport pada tubulus ginjal yang herediter, gangguan ini
melibatkan asam amino tertentu. Sistin suatu produk metabolit dari
metionin merupakan asam amino alami yang paling sukar larut.
Kelebihan ekskresi sistin (sistinuria) dalam urin yang asam
mengakibatkan urolitiasis sistin.

3. Etiologi
- Idiopatik.
- Gangguan aliran air kemih :
Fimosis .
Striktur meatus.
Hipertrofi prostat.
Refluks vesiko-uneteral.
Ureterokele.
Konstriksi hubungan ureteropelvik.
- Gangguan metabolisme :
Hiperparatiroidisme.
Hiperurikosuria.
Hiperkalsiuria.
- Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme yang mampu membuat
urease (Proteus mirabilis).
- Dehidrasi, suhu lingkungan tinggi.
- Benda asing :
- Jaringan mati (nekrosis papil).
- Multifaktor :
Anak di negara bekembang.
Penderita multitrauma.
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah
faktor instrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan
faktor-faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di
sekitarnya
Faktor instrinsik itu antara lain adalah :
- Herediter (keturunan) diduga diturunkan dari orang tuanya.
- Umur, paling sering pada usia 30-50 tahun.
- Jenis kelamin, jumlah pasien perempuan laki-laki.
Faktor ekstrinsik itu antara lain adalah :
- Geografi.
Daerah stone belt (sabuk batu) dimana pada daerah tersebut angka
kejadian batu lebih tinggi dari daerah lain. Di daerah bantu, Afrika
Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
- Iklim dan temperatur
- Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
- Diet
Diet banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
- Pekerjaan
Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktivitas atau sedentary life.
Adapun sumber makan dan minuman yang mengandung oksalat yang
dapat mencetuskan batu pada orang-orang yang beresiko tinggi :
- Gula Bits - Kacang - Minuman cola
- Cokelat - Kecambah - Makanan dari gandum
- Kopi - Bayam
- Teh - Strawbery

4. Patogenesis
Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan di saluran
kemih, tapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar.
Beberapa teori pembentukan batu :
1. Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urin karena adanya inti batu sabuk batu
(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat
jenuh (supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga
akhirnya membentuk batu inti batu dapat berupa kristal atau benda
asing di saluran kemih.
2. Teori Matriks
Matriks organik terdiri atas serum/protein urin (albumin, globulin dan
mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-
kristal batu.
3. Penghambat Kristalisasi
Urin normal mengandung zat penghambat pembentukan kristal, antara
lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida.
Jika salah satu atau beberap zat itu berkurang, akan memudahkan
terbentuknya batu di dalam saluran kemih .

5. Manifestasi Klinis
Nyeri
Batu pada traktus urinarius bagian atas biasanya menyebabkan
nyeri. Nyeri tersebut dapat berupa kolik renal ataupun non kolik renal.
Kolik renal biasanya disebabkan oleh peregangan/stretching sistem
colok tivus atau ureter dan nonkolik disebabkan oleh distensi kapsul
renal. Kolik renal dikenali dengan rasa nyeri hebat dengan intensitas
yang berubah-ubah dan biasanya di daerah pinggang atau kadang-
kadang melalui ureter menyebar ke genitalia eksterna, perineum dan
bagian dalam tungkai atas. Kolik ini disebabkan oleh tertutupnya
seluruh/sebagian ureter, pielum atau kaliks dan paling banyak
disebabkan oleh batu dalam ureter dan berasal dari ginjal.
Gejala kolik renal akut tergantung pada lokasi batu yaitu pada kaliks
renal, pelvis renal, ureter bagian atas, tengah dan bawah.
- Kaliks Renal
Batu di kaliks renal dapat menyebabkan obstruksi dan kolik renal.
Nyerinya terasa dalam dan tumpul di panggul atau pinggang
dengan intensitas dari yang berat sampai ringan.
- Pelvis Renal
Batu di dalam pelvis renal dengan diameter lebih dari 1 cm
umumnya menimbulkan obstruksi diureteropelvic juction,
menyebabkan nyeri yang hebat dicostovertebral daerah lateral
sacrospinalis dan di bawah vertebra thoracalis 12. Nyeri dapat hebat
sekali dan biasanya konstan, membosankan dan sulit diabaikan.
Nyeri ini dapat menyebar ke abdominal kuadran atas secara
ipsilateral.
- Ureter Bagian Atas dan Tengah
Batu di bagian atas atau tengah ureter menyebabkan nyeri yang
lebih hebat/berat di costoverbral atau panggul dan bersifat
intermitten sesuai tahapan penurunan batu di dalam ureter sehingga
dapat menimbulkan obstruksi yang intermitten pula. Batu pada
ureter bagian atas menyebabkan nyeri di daerah lumbal panggul,
sedangkan batu pada ureter bagian bawah menyebabkan nyeri di
bagian bawah abdomen.
- Ureter Bagian Bawah
Batu di ureter bagian distal menyebabkan nyeri yang menyebar ke
paha bagian dalam atau testis pada laki-laki dan ke labia mayora
pada wanita.
Nausea dan Vomitus
Obstruksi dari tractus urinarius bagian atas sering diikuti dengan
gejala gastrointestinal seperti nausea, vomitus dan distensi abdominal atau
kembung.
Hematuria
Pemeriksaan urinalisis yang lengkap dapat membantu diagnosis
urolithiasis dengan adanya hematuria, kristalluria dan dokumentasi pH urin.
Namun urinalisis bisa normal meskipun ada banyak batu.
Infeksi
Batu struvit (magnesium ammonium phosphate) atau batu infeksi,
umumnya merupakan kumpulan infeksi Proteus, Pseudomonas,
Providencia, Klebsiella dan Staphylococcus. Bakteri uropatogenik dapat
merubah peristaltik ureter oleh karena ekstosin dan endotosin yang
diproduksinya yang menyebabkan nyeri.
Demam
Urolithiasis yang diikuti dengan demam merupakan keadaan relatif
emergensi. Awasi tanda klinis dari sepsis yang lain yaitu takikardi, hipotensi
dan vasodilatasi kulit.
6. Diagnosis
Diagnosis nefrolitiasis/ureterolitiasis dapat ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan radiologik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya
untuk menentukan adanya obstruksi traktus urinarius infeksi dan gangguan
faal ginjal.

a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan rasa nyeri bila ditekan di
daerah ginjal atau ureter yang bersangkutan. Ginjal biasanya tidak dapat
diraba kecuali terjadi hidronefrosis, suhu badan agak naik dan peristaltik
biasanya positif.

b. Pemeriksaan Penunjang
Radiologik
Secara radiologik, batu ada yang radiolusen dan radioopak. Batu
yang radiolusen umumnya adalah dari jenis asam urat murni yang pada
foto dengan kontras menyebabkan adanya defek pengisian kontras pada
tempat yang mengandung batu sehingga memberi gambaran pada daerah
batu kosong tidak terisi kontras. Sedangkan batu yang radioopak biasanya
dari kalsium oksalat/kalsium fosfat dengan foto polos sudah cukup untuk
melihat adanya batu di traktus urinarius bila diambil foto dua arah.
Pielografi retrograd dilakukan apabila ginjal yang mengandung batu sudah
tidak berfungsi lagi.
Laboratorium
Urinalisis (analisis urin) disini dimaksudkan untuk menunjukkan
adanya zat-zat dalam keadaan biasa tidak terdapat dalam urin atau
menunjukkan perubahan kadar zat yang dalam keadaan biasa terdapat
dalam urin. Perubahan kadar zat yang terjadi dapat kita ukur dengan cara
kualitatif dan kuantitatif. Pada pemeriksaan urin kualitatif ditujukan dengan
perubahan warna atau kekeruhan, untuk itu sebaiknya dipakai urin yang
dikeluarkan pagi hari setelah bangun tidur. Sedangkan untuk pemeriksaan
urin kuantitatif digunakan urin tampung 24 jam. Ini berguna untuk mencari
kelainan urin yang dapat menunjang adanya batu di traktus urinarius
(hematuria, kristalluria dan pH urin), menentukan fungsi ginjal dan
menentukan sebab terjadinya batu. Urin harus diperiksa baik secara
bakteriologik maupun kimiawi (kalsium asam urat, asam sistin dan asam
oksalat) dan darah juga diperiksa kadar kalsium, fosfat dan asam urat.
Pemeriksaan Renogram
Untuk menentukan faal setiap ginjal secara terpisah pada batu ginjal
bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total.
USG
Dapat dilakukan untuk semua jenis batu tergantung sifat radiolusen
atau radiopak dan dapat ditentukan ruang dan lumen traktus urinarius serta
dapat dipakai untuk menentukan batu selama tindakan operasi untuk
mencegah tertinggalnya batu.

7. Komplikasi
Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yana dapat
meimbulkan infeksi saluran kemih, pylonetritis, yang akhirnya merusak ginjal,
kemudian timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya yang jauh lebih parah.

8. . Penatalaksanaan
Penatalaksanaan batu traktus urinarus harus tuntas, sehingga
bukan hanya mengeluarkan batu saja tapi harus disertai dengan terapi
penyembuhan penyakit batu atau disertai dengan terapi pencegahan.
a. Konservatif
Terapi konservatif pada nefroureterolithiasis meliputi terapi
medik dan simptomatik, ini dilakukan apabila batu tidak memberi
gangguan fungsi ginjal terutama batu ureter ukuran 4-5 mm yang
dapat keluar spontan atau batu kaliks yang kecil tanpa infeksi tanpa
obstruksi atau batu koral pada penderita usia lanjut/fungsi ginjal yang
buruk.
Terapi medik hanya ditujukan pada pasien dengan penyakit
metabolik yang aktif (pembentukan batu baru atau batu lama yang
terus membesar). Adapun terapi simptomatik ditujukan pada nyeri kolik
yang timbul yaitu dengan spasmolitik dan analgetika sentral dengan
memperhatikan efek sampingnya yaitu mual dan muntah, diberikan
intravena sewaktu kolik.
b. Pelarutan
Jenis batu yang dapat dilarutkan adalah jenis batu asam urat.
Batu ini hanya terjadi pada keadaan pH air kemih yang asam (pH 6,2).
Sehingga dengan pemberian bikarbonat natrikus dan disertai dengan
makan alkalis, batu asam urat diharapkan dapat larut. Lebih baik bila
dibantu dengan usaha menurunkan kadar asam urat airkemih dan
darah dengan bantuan alopurinol, usaha ini cukup memberi hasil yang
baik.
Batu struvit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah
pembesarannya bila diberi pengobatan dengan pengasaman air kemih
dan pemberian antiurease. Bila terdapat kuman harus dibasmi, tetapi
infeksi pada urolitiasis sukar dibasmi karena kuman berada di dalam
batu yang tidak dapat dicapai oleh antibiotik.
c. Operatif
Indikasi pengeluaran batu saluran kemih yaitu :
- Adanya obstruksi traktus urinarius
- Infeksi traktus urinarius
- Nyeri menetap atau berulang-ulang
- Batu yang makin membesar
- Menimbulkan kerusakan jaringan ginjal dan hematuria yang
menetap
Selama ini, tindakan pembedahan untuk pengangkatan batu
membutuhkan waktu pemulihan yang lama yaitu sekitar 4 6 minggu.
Sekarang penanganan untuk kasus tersebut sudah lebih maju dengan
menawarkan beberapa pilihan tanpa harus melakukan tindakan
pembedahan mayor.
Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL)
ESWL merupakan prosedur yang paling sering digunakan untuk
penanganan batu ginjal. Pada prosedur ini dilakukan gelombang kejut
yang dibuat diluar tubuh kemudian melalui tubuh lewat kulit dan
jaringan sampai ke permukaan batu. Batu dihancurkan menjadi
partikel-partikel kecil yang mudah dikeluarkan bersama urin. Terdapat
beberapa tipe rancangan ESWL. Tipe pertama pasien berbaring dalam
bak air pada saat gelombang kejut akan ditransmisikan. Tipe lainnya
menggunakan bantalan lembut dari tempat pasien berbaring. Sebagian
besar alat menggunakan sinar X atau ultrasound untuk membantu ahli
bedah untuk menunjukkan lokasi batu dengan tepat. Apapun tipe
ESWL tetap membutuhkan anestesi.
Pada beberapa kasus, ESWL dapat dilakukan pada pasien
yang dicurigai memiliki batu. Waktu penyembuhan pendek dan pasien
dapat memulai aktivitas normal kembali pada beberapa hari setelah
ESWL. Komplikasi ESWL diantaranya banyak pasien mengalami
hematuri pada beberapa hari setelah ESWL, memar dan sedikit
perasaan tidak nyaman pada daerah pinggang atau perut tempat
masuknya ESWL. Untuk meminimalkan komplikasi dokter biasanya
menyarankan pasien untuk meminum obat anti koagulan selama
beberapa minggu sebelum ESWL. Komplikasi lain dapat terjadi yaitu
rasa tidak nyaman saat partikel batu yang hancur melewati tractus
urinarius. Beberapa kasus dokter akan memasukan pipa untuk
melakukan stenting melalui vesica urinaria ke ureter untuk
mempermudah keluarnya partikel batu. Kadang-kadang dibutuhkan
ESWL lebih dari satu kali untuk menghancurkan batu secara
sempurna.
Percutaneous Nephrolithotomy
Prosedur ini dapat di rekomendasikan untuk pengangkatan
batu. Tindakan ini dapat dilakukan pada batu dengan ukuran yang
lebih besar atau lokasi yang tidak dapat dijangkau dengan ESWL.
Pada prosedur ini dilakukan insisi pada daerah pinggang dan dibuat
jalan menuju ke ginjal. Dengan alat yang disebut nephroscope, untuk
menentukan lokasi dan mengangkat batu. Untuk batu yang lebih besar,
dapat digunakan energy probe (ultrasounic or electrohydraulic) guna
memecah batu menjadi bagian-bagian yang kecil. Secara umum
pasien dirawat selama beberapa hari dan menggunakan nephrostomy
disebelah kiri ginjal selama proses penyembuhan. Keuntungan
tindakan ini dapat mengangkat fragmen batu secara alami tanpa
mengganggu pasase ginjal.
Ureteroscopic
Walaupun beberapa batu ginjal di ureter dapat diterapi dengan
ESWL, ureteroscopic dapat dilakukan untuk batu ureter yang terletak
di tengah dan bawah. Pada prosedur ini tidak dibuat insisi tapi dengan
memasukan sebuh alat fiberoptic yang kecil yang disebut ureteroscope
melalui uretra dan vesica urinaria ke ureter. Setelah lokasi batu
ditemukan dan dan dilakukan pengangkatan dengan sebuah alat
seperti sangkar atau langsung dihancurkan dengan alat khusus yaitu
suatu bentuk gelombang kejut. Sebuah pipa untuk stenting dapat di
tinggal di ureter selama beberapa hari untuk membantu aliran urine
selama penyembuhan. Sebelum fiberoptic membuat ureteroscope
berfungsi, dokter melakukan ekstraksi dengan menggunakan metode
blind basket. Tapi tehnik ini sudah ketinggalan jaman karena dapat
merusak ureter.

c. Pencegahan
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan
selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari
timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-
rata 7 % pertahun atau kurang lebih 50 % dalam 10 tahun.
Pemeriksaan laboratorium urin dan darah dapat membantu, termasuk
juga riwayat medis, pekerjaan dan pola makan.
Yang terpenting untuk mencegah terbentuknya batu adalah
dengan banyak mengkonsumsi cairan dalam hal ini air putih adalah
yang terbaik. Bila seseorang mempunyai kecenderungan untuk
terbentuknya batu, maka dia harus mengkonsumsi cukup cairan yang
sedikitnya akan memproduksi 2 liter urin/24 jam.
Penderita dengan batu Ca harus menghindari makanan yang
mengandung susu dan makanan.minuman dengan kadar Ca yang
tinggi. Sebaliknya menghindari makanan dengan tambahan vitamin D
dan obat antisida yang mengandung Ca. Pasien yang menopause
dapat diberi terapi estrogen pengganti untuk meningkatkan deposisi
kalsium dan fosfat dalam tulang, pasien dengan idiopatik hipercalsiuria
dapat diberikan diuretik Tiazid untuk mengurangi ekskresi kalsium dan
efektif untuk mencegah rekurensi. Adapun pasien trauma harus
secepatnya dilakukan mobilisasi untuk mencegah hiperkalsiuria.
Penderita dengan urin yang sangat asam harus mengurangi konsumsi
daging, ikan dan makanan yang berasal dari ternak karena makanan
tersebut dapat meningkatkan kadar keasaman urin. Untuk mencegah
terbentuknya batu sistin, penderita harus meminum cukup cairan
setiap hari untuk mendilusikan konsentrasi sistin dan dibuang lewat
urin, yang mungkin sulit dikeluarkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, De jong W, Saluran Kemih dan alat kelamin laki dalam


Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997, hal. 1024-34.
2. Wilson L. M, Prosedur Diagnostik pada Penyakit Ginjal dalam Price S.A, dan
Wilson L. M, Patofisiologi (terj.), Jilid II, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995, hal. 795-
808.
3. Manuputty D, Batu Traktus Urinarius dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,
FKUI, 1995, hal.156-60.
4. Basuki P. B, Batu Saluran Kemih dalam Dasar-Dasar Urologi, Sagung Seto,
Jakarta, 2000, hal. 62-73.
5. Scholtmeijer R.J, and Schroder F.H, Kolik Ginjal dalam Andrianto P. (ed.)
Urologi untuk Praktek Umum (terj.), EGC, Jakarta, 1992, hal 85-94.
6. Guyton A.C, Fisiologi Wanita sebelum Kehamilan dan Hormon-hormon
Wanita dalam Guyton Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terj.), Jilid III, Edisi 7,
EGC, Jakarta, 1994, Hal. 325-41.
Pathway

Faktor etiologi:
1.
Teori nukleasi Teori matriks Penghambatan kristalisasi

Batu Ginjal (Urolitiasis)

obstruksi Pembedahan

Post operasi Kurang informasi


Aliran balik urin

Invasi kuman Hydronefrosis Kesalahan


Ansietas interpretasi
Mendesak lambung
Resiko infeksi

Defisit
Reflek pengetahuan
renointestinal

Mual muntah Tirah baring Terputusnya


kontinuitas jaringan

Resiko Nyeri akut


kurang
volume

Fungsi muskuloskeletal Defisit


belum pulih perawatan diri

Pembatasan gerak

Hambatan
mobilitas fisik
ASUHAN KEPERAWATAN
NEFROLITIASIS

1) Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan data yang
berhubungan dengan pasien secara sistematis pada pengkajian klien
dengan tergantung pada ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus (Doengus
2002), yaitu :
a. Akivitas/ istirahat
Gejala: Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana klien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas/ mobilisasi
sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak
sembuh, cedera medulla spinalis)
b. Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD/ nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit
hangat dan kemerahan.
c. Eliminasi
Gejala: riwayat adanya/ ISK kronis: obstruksi sebelumnya
(kalkulus), penurunaan haluan urine, kandung kemih
penuh, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
Tanda: Oliguria, hemeturia, piuria, perubahan pola berkemih.
d. Makanan/ cairan
Gejala: Mual/ muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purine,
kalsium oksalat, dan / fosfat, ketidak cukupan pemasukan
cairan: tidak minum air yang cukup.
Tanda: Diestensi abdominal: penurunan/ tak ada bising usus,
muntah.
e. Nyeri/ kenyamanan
Gejala:
a) Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada
lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut kostovetebrel:
dapat menyebar kapanggul, abdomen, dan turun ke lipatan
paha/ genetalia.
b) Nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada dipelvis atau
kalkulus ginjal.
c) Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat dengan posisi
atau tindakan lain.
Tanda: Melindungi: perilaku distraksi, nyeri tekan pada daerah
ginjal pada palpasi.
f. Keamanan
Gejala: Penggunaan alkohol: demam menggigil.
g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala: Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal,
hipertensi, gout, ISK kronis. Riwayat penyakit usus halus, bedah
abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotik
anti hipertensi, natrium bikarbonat aluporinol, fosfat, tiazid,
pemasukan berlebihan kalsium/ vitamin.
h. Pemeriksaan Penunjang
a) Urinalisa: warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah;
secara umum menunjukkan SDM, SDP, Kristal (sistin, asam
urat, kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus; pH
mungkin asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau
alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat ammonium, atau
batu kalium fosfat).
b) Urine (24 jam): kreatinin, asa urat, kalsium, fosfat, oksalat,
atau sistin mungkin meningkat.
c) Kultutur urine; mungkin menunjukkan ISK (stapilococus
aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas)
d) Survei biokimia: Peningkatan kadar magnesium, kalsium,
asam urat, fosfat, protein, elektrolik.
e) BUN/kreatinin serum dan urine: Abnormal (tinggi pada serum/
rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif
pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
f) Kadar klorida dan biokarbonat serum: Peningkatan kadar
klorida dan penurunan bikarbonat menunjukkan terjadinya
asidosis tubulus ginjal.
g) Hitung darah lengkap: SDP meningkat menunjukkan
infeksi/septicemia.
h) SDM: Biasanya normal.
i) Hb/Ht: Abnormal bila pasien dehidrasi nerat atau polisitemia
terjadi (mendorong presitipasi pemadatan atau anemia,
perdarahan disfungsi/gagal ginjal).
j) Hormon paratiroid: Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal.
(PTH merangsang reabsorpi kalsium dari tulang meningkatkan
sirkulasi serum dan kalsium urine)
k) Foto ronsen KUB: Menunjukkan adanya kalkuli dan/atau
perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.
l) IVP: Memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab
nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas
pada struktur anatomik (distensi ureter) dan garis bentuk
kalkuli.
m) Sistoureterokopi: Visualisasi langsung kandung kemih dan
ureter dapat menunjukkan batu dan/atau afek obstruksi.
n) Scan CT: Mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa
lain; ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.
o) Ultrasound ginjal: Untuk menentukan perubahan obstruksi,
lokasi batu.

2) Masalah keperawatan
a) Perubahan eliminasi urine
b) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
c) Resiko tinggi terhadap infeksi
d) Gangguan rasa nyaman, nyeri
e) Kurang pengetahuan tentang kondisi , prognosis dan kebutuhan
pengobatan
4. Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah data data yang didapatkan pada pengkajian
keperawatan kemudian disusunlah diagnosa yang umum timbul pada batu
saluran kemihMenurut Marliynn E, Doengoes diagnose keperawatan pada
klien dengan Post Operasi Ureter Resection Sitoscopy adalah:
a) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi bedah, tekanan
dan mitasi kateter/ badan
b) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pra- operasi
c) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
sekunder terhadap: presedur bedah, presedur alat invasive, alat selama
pembedahan kateter, irigasi kandung kemih.
d) Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, reflek spasme
otot: presedur bedah atau tekanan dari balon kandung kemih.
e) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
f) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan
pengetahuan atau informasi.
2. Rencana tindakan keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Rasional
keperawatan
1. Perubahan eliminasi NOC : urinary elimination NIC : urinary retention care
urine berhubungan Urinary continence 1. monitor intake dan output
dengan obstruksi Rasional: mengetahui keseimbangan cairan
bedah, tekanan dan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2. instruksikan pada keluarga pasien untuk memonitor
mitasi kateter/ badan selama 3X24 jam perubahan eliminasi urin output urin
dapat teratasi Rasional : sebagai acuan pemberian terapi cairan
selanjutnya
Kriteria Hasil : 3. sediakan privacy untuk elimasi
- kandung kemih kosong secara penuh Rasional : memberikan privasi pada pasien
- tidak ada residu urin > 100-200cc 4. kateterisasi jika perlu
- bebas dari ISK Rasional : memudahkan pasien untuk eliminasi
- tidak ada spasme bladder 5. stimulasi refleks bladder dengan kompres dingin
- balance cairan seimbang pada abdomen
Rasional : merangsang pasien untuk berkemih

2. Resiko tinggi terhadap NOC : NIC : Fluid management


kekurangan volume Fluid balance 1. Monitor tanda-tanda vital klien
cairan berhubungan Rasional: TTV untuk mengetahui adanya
dengan kesulitan Setelah dilakukan asuhan keperawatan keabnormalitasan pada tubuh klien
mengontrol selama 3x24 jam volume cairan klien akan 2. Pasang kateter urin sesuai indikasi
perdarahan, seimbang dengan kebutuhan cairan klien Rasional: Kateter urin untuk menghitung haluaran cairan
pembatasan pra- dan melakukan analisa urin
operasi Kriteria Hasil : 3. Monitor status hidrasi klien
- Tekanan darah dalam rentang normal Rasional: Status hidrasi yang buruk mengindikasikan
- Integritas kulit baik adanya kekurangan tubuh yang bermakna dan dapat
- Membran mukosa lembab membahayakan klien
4. Beri terapi cairan sesuai indikasi
Rasional: Terapi cairan yang sesuai akan membantu
mengurangi keparahan dari kondisi klien
5. Monitor respon hemodinamik
Rasional: Menganalisis status hemodinamik untuk
mendeteksi secara dini adanya kelainan pada tubuh klien
6. Kolaborasi pemberian terapi farmakologis untuk menjaga
keseimbangan cairan tubuh klien
Rasional: Pemberian obat untuk menjaga agar kelebihan
haluaran cairan dapat diminimalkan.

3. Resiko tinggi terhadap NOC NIC :


infeksi berhubungan 1. Immune status 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
dengan trauma 2. Knowledge: infection control Rasional: Mengobservasi adanya infeksi
jaringan sekunder Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Dorong masukan nutrisi yang cukup
terhadap: presedur 1x24 jam tidak terjadi infeksi dan Rasional: Meningkatkan daya tahan tubuh pasien
bedah, presedur alat meningkatkan status imun 3. Pertahankan teknik aseptik
invasive, alat selama Rasional: Mencegah transmisi silang mikroorganisme
pembedahan kateter, Kriteria Hasil : 4. Ajarkan pasien dan keluarga cara menghindari infeksi
irigasi kandung kemih. - Tanda-tanda vital dalam keadaan normal Rasional: Mencegah penularan infeksi
- Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi 5. Kolaborasi pemberian antibiotik jika perlu
Jumlah leukosit dalam batas normal Rasional: Mencegah terjadinya infeksi
4. Nyeri berhubungan NOC: pain level dan pain control NIC:Pain Managament
dengan iritasi mukosa 1. lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
kandung kemih, reflek Setelah dilakukan asuhan keperawatan (P=penyebab, Q=kualitas dan kuantitas, R=daerah
spasme otot: presedur selama 3X24 jam nyeri berkurang dan penyebarannya, S=seberapa kuat nyeri yang
bedah atau tekanan dirasakan, T=waktu terjadinya nyeri)
dari balon kandung Kriteria Hasil: Rasional : mengetahui skala nyeri yang dirasakan
kemih. - Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu pasien
penyebab nyeri dan mampu menggunakan 2. kontrol lingkungan pasien yang dapat mempengaruhi
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan
nyeri) kebisingan
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, Rasional : memberikan kenyamanan bagi pasien
frekuensi) 3. ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti teknik
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri relaksasi nafas dalam
berkurang Rasional : mengalihkan rasa nyeri yang dirasakan
pasien
4. tingkatkan istirahat
Rasional : manajemen energi pasien
5. evaluasi keefektifan control nyeri
Rasional : mengevaluasi hasil tindakan dan
menentukan intervensi lanjutan
6. Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase.
Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.
Rasional : Mempertahankan fungsi kateter dan
drainase sistem, menurunkan resiko distensi /
spasme buli-buli
7. Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic
Rasional : Menghilangkan spasme

5. Ansietas berhubungan NOC: Anxiety self control, coping NIC: anxiety reduction
dengan perubahan 1. gunakan pendekatan yang menenangkan
status kesehatan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Rasional : memberikan rasa nyaman pada pasien
selama 1X24 jam ansietas dapat teratasi 2. jelaskan semua prosedur dan apa yang yang
dirasakan selama prosedur
Kriteria Hasil: Rasional : menurunkan rasa cemas pasien
- Pasien mampu mengidentifikasi dan 3. dengarkan dengan penuh perhatian
mengungkapkan gejala cemas Rasional : memberikan penghargaan pada pasien
- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan 4. identifikasi tingkat kecemasan
menunjukkan tekhnik untuk mengontrol Rasional : mengetahui tingkat cemas yang dirasakan
cemas pasien
- Vital sign dalam batas normal 5. instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
Rasional : mengurangi rasa cemas pasien
6. Defisiensi NOC : NIC : teaching : disease proses
pengetahuan Knowledge : disease proses 1. berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
berhubungan dengan Knowledge : health behavior pasien tentang proses penyakit yang spesifik
kurangnya pajanan Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan pasien
pengetahuan atau Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2. gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
informasi. selama 1X24 jam klien mengetahui informasi pada penyakit
tetntang penyakitnya. Rasional : Pasien dan keluarga mengetahui tentang
tanda dan gejala dari penyakit yang dialami
3. gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat
Kriteria Hasil : Rasional : pasien dan keluarga mengetahui tentang
- pasien dan keluarga menyatakan kondisinya
pemahaman tentang penyakit, kondisi, 4. sediakan informasi tentang kondisi
prognosis, dan program pengobatan Rasional : mengetahui perkembangan kondisi pasien
- pasien dan keluarga mampu 5. diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
melaksanakan prosedur yang telah diperlukan
dijelaskan Rasional : untuk mencegah komplikasi di masa
mendatang

Vous aimerez peut-être aussi