Vous êtes sur la page 1sur 5

Bangsal Penyakit Dalam (Flamboyan), RSD Panembahan Senopati

DYSPEPSIA

a. PENDAHULUAN
Dyspepsia merupakan kumpulan gejala/sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati,
mual, kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, sendawa. Dyspepsia
merupakan masalah yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari. Keluhan ini sangat
bervariasi, baik dalam jenis gejala yang ada maupun intensitas gejala tersebut dari waktu
ke waktu. Bahkan pada satu kasus saja, keluhan ini dapat berganti-ganti dominasinya.

b. DEFINISI
Secara sederhana, dyspepsia fungsional dapat dijelaskan sebagai keluhan
dyspepsia yang telah berlangsung dalam beberapa minggu (dalam beberapa kepustakaan
2 minggu) tanpa didapatkan kelainan/gangguan struktur/organic berdasarkan
pemeriksaan klinis laboratorium, radiologi, dan endoskopi. Dalam criteria Roma II th
2000 diberi tambahan batasan yang lebih jelas yaitu bahwa keluhan dyspepsia tersebut
berlangsung minimal 12 minggu, tidak perlu berurutan, dalam kurun waktu 12 bulan,
serta bukan dyspepsia yang terjadi pada irritable bowel syndrom (sindrom colon iritatif).

c. ETIOLOGI
Dyspepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, baik yang bersifat organic
maupun fungsional.
Dalam lumen saluran cerna: Hepatobilier:
Tukak peptic Hepatitis
Gastritis Kolesistitis
Keganasan Kolelitiasis
Gastroparesis. Keganasan
Obat-obatan: Disfungsi spincter odii
AINS Keadaan sistemik:
Teofilin DM
Digitalis
Antibitik
Penyakit tiroid
Pankreas: Gagal ginjal
Pankreatitis Kehamilan
Keganasan.
Gangguan fungsional: Penyakit jantung iskemik
Dispepsia fungsional
Sindrom kolon iritatif.

Sri Purwanti 00/137965/KU/09786 PSIK FK UGM


Bangsal Penyakit Dalam (Flamboyan), RSD Panembahan Senopati

Keterangan: Penyebab Dispepsia


d. PATOFISIOLOGI
Dengan criteria tidak adanya kelainan organic pada saluran cerna bagian atas
(SCBA), maka teori patogenesisnya sangat bervariasi. Berbagai usaha telah dicoba untuk
menerangkan korelasi yang ada antara keluhan dengan sedikitnya temuan kelainan yang
ada secara konvensional.
Diet dan Lingkungan
Berbagai jenis makanan dilaporkan oleh pasien sebagai hal yang mencetuskan
serangan, antara lain: buah-buahan, asinan, kopi, alcohol, makanan berlemak, dll. Tetapi
pada penelitian sulit dibuktikan bahwa factor itu berlaku untuk setiap orang.
Sekresi Cairan Asam Lambung
Sekresi asam lambung basal maupun puncak pada pasien dyspepsia fungsional
tidak berbeda bermakna dengan populasi normal. Diduga adanya peningkatan sensitivitas
mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.
Fungsi Motorik Lambung (Motilitas)
Gangguan fungsi motorik lambung banyak dilaporkan sebagai dasar terjadinya
dyspepsia ini. Terdapat perlambatan pengosongan lambung untuk makanan padat dan
gangguan koordinasi antroduodenal dan hipomotilitas pasca pandrial pada 25-50% kasus
dyspepsia fungsional. Penyebab adanya gangguan motilitas belum diketahui jelas,
mungkin hormonal, stress, atau lainnya.
Persepsi Visceral Lambung
Dilaporkan pasien dyspepsia fungsional mempunyai persepsi visceral yang
abnormal atau meningkat.
Psikologi
Peran latar belakang factor psikologis banyak dibicarakan sebagai dasar
patogenesis dyspepsia fungsional. Tetapi tidak ada bukti yang kuat untuk menyatakan
sebagai hubungan sebab akibat. Pada umumnya pasien melaporkan bahwa hubungan
episode keluhannya dengan stress akut atau kronik. Serta didapatkan data bahwa pada
kelompok dyspepsia fungsional mengalami stress psikologi yang lebih berat
dibandingkan dengan kelompok orang sehat.
Infeksi Helicobacter Pylori

Sri Purwanti 00/137965/KU/09786 PSIK FK UGM


Bangsal Penyakit Dalam (Flamboyan), RSD Panembahan Senopati

Ada juga pada kasus dyspepsia berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori,
namun masih bisa diperdebatkan.

E. GAMBARAN KLINIS
Dispepsia dapat dikelompokkan menjadi:
1. Dispepsia tipe ulkus (ulcer like dyspepsia) : bila nyeri ulu hati yang menonjol dan
disertai nyeri malam hari.
2. Dispepsia tipe dismotilitas (dismotility like dyspepsia) : bila keluhan kembung,
mual, dan cepat kenyang merupakan keluhan yang serig dirasakan.
3. Dispepsia non spesifik : bila tidak jelas gejalanya.
Berdasarkan criteria Roma II tahun 2000, dyspepsia tipe refluks (refkux like
dyspepsia) tidak dipakai lagi. Perlu ditakankan bahwa pengelompokan tersebut hanya
untuk mempermudah diperoleh gambaran klinis pasien yang kita hadapi serta pemilihan
alternatif pengobatan awalnya.

F. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosa dyspepsia fungsional diperlukan data anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang akurat untuk mengekslusikan penyakit
organic/struktural. Adanya keluhan tambahan yang mengancam seperti: penurunan berat
badan, anemia, kesulitan menelan, perdarahan, dugaan obstruksi SCBA, dll
mengharuskan kita melakukan eksplorasi diagnostik secepatnya.Untuk ini pemeriksaan
esofagogastroduodenoskopi memegang peranan penting disamping pemeriksaan
radiologis.
Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organic
lainnya seperti antara lain pankreatitis kronik, DM, dll. Pada dyspepsia fungsional
biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
Endoskopi : pada dyspepsia, gambaran endoskopinya normal/sangat tidak spesifik.
Sidikan abdomen.
Manometri Esofago-gastro-duodenum: dapat ditemukan kelainan manometrik berupa
gangguan fase III migrating motor complex. Banyak ahli yang berpendapat bahwa
dyspepsia fungsional merupakan gangguan pengosongan lambung.

Sri Purwanti 00/137965/KU/09786 PSIK FK UGM


Bangsal Penyakit Dalam (Flamboyan), RSD Panembahan Senopati

Waktu pengosongan Lambung : dapat dilakukan dengan scintigrafi atau dengan pellet
radioopak. Pada dyspepsia fungsional terdapat perlambatan pengosongan lambung pada
30 40 % kasus.
G. DIAGNOSIS BANDING:
1. Penyakit Refluks Gastro Esofageal (PRGE)
Tidak memperlihatkan kelainan mukosa yang jelas. Bila diduga adanya PRGE,
maka pemeriksaan Ph esophagus dalam bentuk pemantauan 24 jam dapat
membedakannya dengan dyspepsia fungsional.
2. Iritable Bowel Syndrome (IBS)
Keluhan pasien harus dideskripsikan lebih spesifik. Pada IBS keluhan perut lebih
bersifat difus dan terdapat gangguan pola defekasi.

H. PENGOBATAN
Modifikasi Pola Hidup:
Pasien perlu diberi penjelasan untuk dapat mengenali dan menghindari keadaan
yang potensial mencetuskan serangan dyspepsia. Belum ada kesepaatan bagaimana pola
diit pasien dyspepsia fungsional. Penekanan lebih ditujukan untuk menghindari jenis
makanan yang dirasakan sebagai pencetus. Pola diit porsi kecil tapi sering, makanan
rendah lemah, hindari/kurangi makanan minuman yang spesifik (kopi, alcohol, pedas,
dll) akan banyak mengurangi gejala terutama setelah makan (post pandrial).
Obat-obatan:
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam
mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena patofisiologinya juga
belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70% kasus ini responsive terhadap plasebo.
a. Antasida : dapat mengurangi/menghilangkan keluhan. Tetapi secara studi klinis
tidak berbeda dengan efek plasebo.
b. Agen anti sekresi : Obat antagonis reseptor H2 telah sering dipakai.
c. Prokinetik : Penggunaan prokinetil seperti metoklopramid, domperidon, &
terutama cisapride diperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan plasebo.
d. Eradikasi Helicobacter Pylori : ini masih controversial, kecuali bila pada kasus Hp
positif yang gagal denganterapi konvensional dapat disarankan untuk eradikasi Hp.

Sri Purwanti 00/137965/KU/09786 PSIK FK UGM


Bangsal Penyakit Dalam (Flamboyan), RSD Panembahan Senopati

I. PROGNOSIS
Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang
yang akurat mempunyai prognosis yang baik.

Sri Purwanti 00/137965/KU/09786 PSIK FK UGM

Vous aimerez peut-être aussi