Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Praktik
Klinis
untuk
Evaluasi
dan
Pilihan
Pengobatan
terhadap
Gejala
Gangguan
Pemusatan
Perhatian
dan
Hiperaktivitas
di
Anak-Anak
dengan
Gangguan
Spektrum
Autisme
Abstrak
LATAR
BELAKANG
DAN
TUJUAN:
Hiperaktivitas,
impulsivitas,
dan
inatensi
(disebut
sebagai
gejala
ADHD
[Gangguan
Pemustan
Perhatian
dan
Hiperaktivitas])
terjadi
pada
41%
hingga
78%
anak-anak
dengan
gangguan
spektrum
autisme
(Autism
Spectrum
Disorders/ASD).
Gejala-gejala
ini
sering
mempengaruhi
kualitas
hidup,
mengganggu
proses
pembelajaran
atau
intervensi
yang
menargetkan
gejala-gejala
primer
ASD.
Jalur
praktik
ini
berisi
pedoman
dalam
mengevaluasi
dan
mengobati
anak-
anak
dan
remaja-remaja
dengan
ASD
dan
gejala
ADHD
yang
menjadi
komorbid.
Metode:
Penelitian
terbaru
pada
area
ini
masih
terbatas,
maka,
rekomendasi-rekomendasi
ini
berdasarkan
tinjauan
pustaka
sistematis
dan
konsensus
ahli
di
Autism
Speaks
Autism
Treatment
Network
Psychopharmacology
Committee.
Hasil:
Jalur
praktik
yang
direkomendasikan
termasuk
cara
mengevaluasi
gejala
untuk
memberi
penilaian
sistematis
dari
gejala
ADHD
di
situasi-situasi
tertentu;
pemeriksaan
adanya
gangguan
tidur
sebagai
komorbid,
gangguan
medis,
atau
komorbiditas
psikiatrik
lain
yang
dapat
menambah
gejala;
dan
evaluasi
terhadap
intervensi
perilaku
yang
dapat
memperbaiki
gejala-gejala
ini.
Untuk
anak-anak
dengan
pengobatan
farmakologi
terhadap
gejala
ADHD,
jalur
pemilihan
obat
dapat
memberikan
pedoman
dalam
memilih
agen
yang
tepat
berdasarkan
tinjauan
penelitian
yang
sudah
ada,
penilaian
keuntungan
dan
kerugian
spesifik
dari
masing-masing
agen,
dan
pertimbangan
dosis
yang
diberikan.
Anak-anak
dengan
gangguan
spektrum
autis
(ASD)
seringkali
mengalami
komorbiditas
medis
atau
neurologis,
termasuk
gejala
gastrointestinal,
kesulitan
tidur,
dan
kejang.
Demikian
pula
gejala-gejala
terhadap
perilaku
atau
mental
terjadi
pada
anak-anak
dengan
ASD,
dengan
anak
sering
kali
menunjukkan
gejala
gangguan
komorbid.
Analisis
sistematis
terbaru
mengenai
komorbiditas
pada
ASD
menunjukkan
bahwa
kondisi
kesehatan
mental
atau
perilaku
meningkatkan
kebutuhan
sumber
daya
yang
lebih,
bantuan
di
sekolah
yang
lebih,
dan
intervensi
terapetik.
Gejala-gejala
hiperaktivitas
dan
impulsivitas,
dengan
atau
tanpa
inatensi
(gejala
ADHD),
umum
ditemui
pada
anak-anak
dengan
ASD.
Persentasenya
bervariasi
dari
41%
hingga
78%
pada
sampel
yang
luas.
Gejala-gejala
ini
sering
menyebabkan
pasien
dan
pengasuhnya
mencari
evaluasi
dan
terapi
medis.
Sebaliknya,
sifat-sifat
autistik
sering
dilaporkan
pada
anak-anak
dengan
ADHD,
terutama
tipe
ADHD
kombinasi.
Tenaga
medis
sering
meresepkan
obat
yang
menargetkan
gejala
ADHD
di
pasien
ASD
karena
telah
sadar
bahwa
perburukan
signifikan
dapat
terjadi
jika
gejala-gejala
ini
tidak
diobati.
Anak-anak
dapat
menunjukkan
semua
gejala
ADHD
yang
diuraikan
dalam
kriteria
ADHD
di
Diagnostic
and
Statistical
Manual
of
Mental
Disorder
edisi
ke-4
(DSM-IV);
Namun,
DSM-IV
tidak
memperbolehkan
diagnosis
ADHD
dan
ASD
yang
terjadi
bersamaan.
Edisi
kelima
DSM
telah
memperbolehkan
diagnosis
dua
kondisi
ini
terjadi
bersamaan.
Sementara
ini,
hiperaktivitas,
impulsivitas,
dan
inatensi
di
ASD
kita
sebut
sebagai
gejala
ADHD
untuk
merefleksikan
kriteria
DSM-
IV.
Walaupun
panduan
untuk
mengevaluasi
dan
menterapi
gejala
ADHD
pada
anak
dengan
perkembangan
sesuai
sudah
ada,
tidak
ada
panduan
terhadap
anak-anak
dengan
ASD
yang
mengalami
gejala-gejala
ini.
Sebagai
tambahan,
evaluasi
dan
terapi,
walaupun
berdasarkan
panduan
dan
bukti
klinis
pada
anak-anak
dengan
perkembangan
sesuai,
tidak
selalu
sukses
pada
anak-anak
dengan
ASD
karena
kesulitan-kesulitan
multidmensional.
Obat-obatan
psikotropika,
walaupun
umum
digunakan
pada
gejala-gejala
ini,
mungkin
tidak
seefektif
pada
anak-anak
dengan
perkembangan
sesuai
jika
diberikan
pada
anak-anak
dengan
ASD.
Terlebih
lagi,
anak-anak
dengan
ASD
lebih
sensitif
terhadap
efek
samping
obat-obatan
ini.
Dengan
pertimbangan
ini,
klinisi
sering
mencari
pendapat
spesialis,
yang
tidak
selalu
tersedia,
melihat
perbedaan
akses
di
daerah-daerah
tertentu.
Keadaan
ini
menunjukkan
bahwa
dibutuhkannya
jalur
klinis
untuk
praktisi,
terutama
dalam
mengevaluasi
dan
mengobati
gejala
ADHD
pada
anak-anak
dengan
ASD.
Dalam
domain
gejala
perilaku,
Autism
Speaks
Autism
Treatment
Network
Psychopharmacology
Committee
(ATN-PC)
subkomite
pemilihan
obat,
terdiri
atas
spesialis-spesialis
pengobatan
anak-
anak
dengan
ASD
dan
kondisi
komorbid,
ditugaskan
untuk
mengembangkan
jalur
praktik
terhadap
evaluasi
gejala
dan
penggunaan
obat-obatan
psikotropika
untuk
mengobati
gejala-gejala
pada
anak-
anak
dengan
ASD.
Jalur
praktik
ini
memberikan
langkah-langkah
kritis
bagi
klinisi
dalam
mengevaluasi
gejala
ADHD
dan
dengan
panduan
dalam
memilih
obat
yang
sesuai.
Metode
Karena
terbatasnya
evaluasi
dan
pengobatan
berbasis
bukti
medis
terhadap
gejala
ADHD
pada
anak-
anak
dengan
ASD,
kami
terpaksa
mengandalkan
kumpulan
pengalaman
klinis,
ditambah,
jika
mungkin,
bukti-bukti
yang
sudah
ada,
juga
panduan-panduan
terdahulu
terhadap
ADHD
dan
ASD.
Berdasarkan
konsensus
kelompok,
subkomite
pemilihan
obat
ATN-PC
mengembangkan
dua
jalur
praktik
berkaitan
dengan
ADHD:
satu
untuk
mengevaluasi
gejala
ADHD
dan
satu
untuk
pemilihan
obat
terhadap
individu
dengan
gejala
yang
patut
dilakukan
percobaan
pengobatan.
Setelah
perbaikan
dari
jalur
praktik,
disusunlah
naratif
untuk
setiap
langkah
di
jalur
tersebut.
Konsep
ini
kemudian
ditinjau
lebih
lanjut
oleh
1
atau
2
anggota
lain
dari
subkomite
pemilihan
obat.
Setelahnya,
seluruh
subkomite
pemilihan
obat
ATN-PC
kemudian
berdiskusi
dan
merevisi
setiap
langkah
dengan
rinci
sebelum
dilakukan
pembulatan
dan
dilakukan
peninjauan
akhir
oleh
anggota-anggota
yang
lebih
besar
di
ATN-PC.
Untuk
memastikan
tidak
ada
kelalaian
dari
bukti-bukti
terkait
di
jalur
praktik
ini,
kami
melakukan
tinjauan
pustaka
yang
sistematis
untuk
mengidentifikasi
bukti
dari
keuntungan
dan
efek
samping
stimulan,
atomoxetine,
-agonist,
agen
antipsikotik,
dan
pengobatan
lain
pada
gejala
ADHD
di
ASD.
Pencarian
dilakukan
di
Ovid,
CINAHL,
Embase,
Database
of
Abstracts
and
Review,
dan
tinjauan
sistematis
database
Cochrane
(tabel
1
dan
2)
dan
membatasi
data
yaitu
hanya
penelitian
yang
diadakan
pada
manusia,
diterbitkan
dalam
bahasa
inggris,
mencakup
anak-anak
berusia
0
hingga
18
tahun,
dan
diterbitkan
antara
Januari
2000
dan
Juli
2010.
Tahun
2000
digunakan
sebagai
batas
awal
karena
alat
diagnosis
standar
untuk
ASD
(wawancara
diagnosis
autisme-R
dan
jadwal
observasi
diagnostik
autisme)
jarang
digunakan
sebelum
tahun
2000.
Empat
peninjau
primer
mengelompokkan
penelitian-penelitian
tersebut
dengan
menggunakan
sistem
yang
diadaptasi
dari
GRADE.
Sistem
tersebut
secara
sistematis
menentukan
nilai
numerik
(26
poin
yang
bisa
didapat
dari
16
pertanyaan)
berdasarkan
kualitas,
konsistensi,
kelangsungan,
dan
besar
efek
yang
ditunjukkan
(tabel
3).
Penelitian
dengan
nilai
<
40%
dihapus
dari
daftar
penelitian
berbasis
bukti
kami.
Hasil
Pencarian
mengidentifikasi
total
1255
artikel.
Setelah
menghapus
artikel,
ulasan,
penelitian
dengan
<10
subjek,
percobaan
tanpa
intervensi,
dan
artikel-artikel
yang
tidak
mengukur
gejala
ADHD,
31
artikel
tersisa.
Artikel-artikel
ini
dibagi
menjadi
2
tabel
(tabel
4
dan
5)
1
untuk
percobaan
acak
terkontrol
(Randomized
Control
Trial/RCT)
dan
satu
lagi
untuk
penelitian
non-RCT.
Berdasarkan
tinjauan
kami,
agen
antipsikotik
atipikal
(terutama
risperidon)
memiliki
RCT
terbanyak,
walaupun
gejala
ADHD
bukan
titik
akhir
utama
di
penelitian-penelitian
tersebut.
Obat-obatan
ini
diteliti
terhadap
gejala
iritabilitas
dan
perilaku;
keuntungannya
terhadap
ADHD
merupakan
hasil
sekunder
penelitian-penelitian
tersebut,
dengan
perbaikan
dilaporkan
terutama
terhadap
hiperaktivitas.
Herannya,
ada
lebih
sedikit
RCT
untuk
penelitian
terhadap
ADHD,
dengan
obat-obatan
yang
umum
dipakai
di
praktik
klinis
untuk
meringankan
gejala-gejala
(contoh,
obat
stimulan,
atomoxetine,
2-
agonis).
Di
antara
obat-obatan
ini,
bukti
terbanyak
tersedia
terhadap
obat-obatan
stimulan
(hanya
metilfenidat),
dengan
3
RCT
termasuk
di
antaranya
satu
penelitian
terhadap
anak-anak
prasekolah.
Non-RCT
mencakup
penelitian
terhadap
obat-obatan
stimulan
(hanya
metilfenidat),
atomoxetine,
2-agonis
(terutama
guanfasin),
agen
antipsikotik
atipikal
(risperidon,
aripiprazol,
ziprasidon,
dan
olanzapin),
dan
lainnya
(memantin
dan
levetirasetam).
Gambar
1
dan
2
menggambarkan
evaluasi
gejala
ADHD
dan
jalur
praktik
dalam
pemilihan
obat
untuk
anak-anak
dengan
ASD.
Tinjauan
menyeluruh
terhadap
narasi
yang
menyertai
dan
tinjauan
sistematis
mendeskripsikan
fungsi
dan
alur
evaluasi
melalui
setiap
langkah
dari
2
jalur
praktis.
Deteksi
rutin
terhadap
gejala
ADHD
oleh
penyedia
pelayanan
primer
sebaiknya
mengikuti
pedoman
American
Academy
of
Pediatrics
tahun
2011.
Ketika
seorang
anak
datang
ke
dokter
dengan
gejala
ADHD
yang
signifikan,
bersama
dengan
kecurigaan
adanya
ASD
oleh
pengasuh
anak,
diagnosis
ASD
yang
akurat
sebaiknya
ditegakkan
dengan
menggunakan
pedoman
diagnosis
ASD
yang
ada.
Uji
bahasa
dan
kognisi
sebaiknya
dilakukan
sebagai
bagian
dari
evaluasi
ASD.
Dukungan
edukasional,
bicara,
bahasa,
dan
perilaku
sebaiknya
dioptimalkan
untuk
mengurangi
gejala
ASD,
juga
gangguan
bahasa
ataupun
kognisi.
Jika
anak
terus
menunjukkan
gejala
ADHD
terlepas
dari
langkah-langkah
awal
ini,
wawancara
klinis
terfokus
ke
ADHD
sebaiknya
dilakukan,
dilengkapi
dengan
kuesioner
terhadap
ADHD
yang
umum
digunakan
seperti
skala
Conners
dan
skala
diagnosis
ADHD
Vanderbilt
(gambar
1,
kotak
1
dan
2).
Sering
kali,
anak-anak
tidak
menujukkan
gejala
ADHD
pada
sekali
kunjungan
atau
lebih.
Oleh
karenanya,
informasi
mengenai
gejala
ADHD
di
sekolah,
rumah,
dan
komunitas
dapat
menjadi
dasar
penegakan
bahwa
gejala
ADHD
bersifat
pervasif
dan
tidak
dipicu
oleh
keadaan
lingkungan
tertentu.
Anak-anak
sebaiknya
juga
menjalani
evaluasi
medis
sistemik
untuk
menyingkirkan
masalah
medis
tidak
terdiagnosis
lain
yang
dapat
memperberat
gejala
ADHD,
terutama
jika
anak
tersebut
memiliki
keterbatasan
dalam
berkomunikasi
(gambar
1,
kotak
3).
Untuk
beberapa
masalah
medis,
jalur
praktik
ATN
dapat
memberikan
pedoman
(contoh:
tidur,
konstipasi).
Kondisi
komorbid
lain,
seperti
gejala
suasana
hati/mood
atau
kecemasan,
dapat
memperberat
gejala
ADHD
(gambar
1,
kotak
4)
dan
patut
dinilai
dan
diterapi
oleh
tenaga
medis
spesialis.
Untuk
anak-anak
yang
memiliki
ASD
dan
gejala
ADHD
yang
menunjukkan
perbedaan
di
gejala-gejala
bergantung
keadaan
atau
situasi,
intervensi
edukasional
atau
perilaku
dapat
menguntungkan
(gambar
1,
kotak
5).
Beberapa
anak
dapat
memiliki
penurunan
di
keseluruhan
gejala
ADHD
dengan
lingkungan
dan
jadwal
yang
lebih
terstruktur
di
sekolah,
dimana
yang
lain
dapat
menemui
kesulitan
lebih
karena
rutinitas
sekolah
yang
terlalu
menuntut.
Gejala
ADHD
muncul
hanya
saat
di
rumah
dapat
terjadi
karena
intervensi
perilaku
atau
yang
berhubungan
dengan
keluarga.
Ketika
gejala-gejala
ADHD
muncul
terutama
di
sekolah,
orang
tua
sebaiknya
meminta
inkorporasi
dari
rencana
intervensi
perilaku
ke
dalam
rencana
seksi
504
atau
program
edukasi
terindividualisasi.
Intervensi
perilaku
yang
sukses
dapat
mencakup
penilaian
perilaku
fungsional,
identifikasi
gaya
pengajaran
yang
sukses,
akomodasi
terhadap
gangguan
pembelajaran,
kurikulum
yang
disesuaikan
dengan
tingkat
perkembangan
dan
adaptasi
anak,
atau
pelayanan
lain
tergantung
yang
dibutuhkan
(contohnya
terapi
bicara
dan
bahasa,
terapi
okupasi).
Uji
psikoedukasi
komprehensif
dan/atau
uji
neuropsikologis
membantu
mengevaluasi
kekuatan/kelemahan
kognisi
anak
yang
akan
membantu
menyusun
rencana
edukasi
individual
yang
sesuai.
Begitu
intervensi
medis,
kesehatan
mental,
dan
edukasional/perilaku
telah
dioptimalkan,
gejala
ADHD
dapat
direevaluasi
untuk
menilai
kebutuhan
penggunaan
obat-obatan
untuk
mengurangi
gejala
ADHD,
bergantung
pada
tingkat
keparahan
gejala
dan
pengaruhnya
terhadap
fungsi
anak
sehari-hari.
Beberapa
anak
dengan
ASD
dan
gejala
ADHD
berat
dapat
memerlukan
evaluasi
dan
terapi
simultan
selain
dengan
langkah-langkah
di
jalur
evaluasi
gejala.
Proses
implementasi
jalur
tersebut
dapat
berkesinambungan
atau
simultan
pada
anak-anak
yang
berbeda,
yang
ditentukan
oleh
beratnya
gejala
dan/
atau
tersedianya
sumber
daya.
Tujuan
kami
adalah
menyediakan
pedoman
terhadap
domain
medis,
psikiatris,
dan
perilaku
komprehensif
yang
sebaiknya
dipertimbangkan
ketika
mengevaluasi
dan
memberi
terapi
pada
anak
dengan
gejala
ADHD.
Seperti
yang
diindikasikan
pada
tinjauan
sistematis,
sebagian
besar
obat
yang
digunakan
dalam
mengobati
gejala
ADHD
belum
diteliti
secara
dalam
pada
ASD
untuk
dinilai
secara
akurat
mengenai
efektivitas
terapinya.
Oleh
karena
itu,
jalur
ini
(gambar
2)
mewakili
konsensus
pendapat
klinisi
ahli
dan
berdasarkan:
(1)
penelitian
yang
ada
pada
ASD;
(2)
pengobatan
ADHD
pada
populasi
non-ASD
yang
telah
ada;
dan
(3)
pengalaman
klinis.
Pendapat-pendapat
ini
menjadi
rekomendasi
luas,
dan
klinisi
sebaiknya
tetap
menggunakan
penilaian
mereka
dalam
memilih
obat.
Jalur
ini
bukanlah
pengganti
handout
obat
atau
desk
reference
dan
tidak
menuliskan
seluruh
efek
samping
yang
mungkin
terjadi,
ataupun
risiko
penggunaan
obat
tertentu.
Untuk
rekomendasi
lebih
rinci,
termasuk
untuk
evaluasi
awal
dan
memulai
obat
individual,
menilai
efek
samping
dan
efek
merugikan
lain,
dan
rumatan
dari
obat-obatan
ini,
silahkan
lihat
di
narasi.
Pada
jalur
2,
anak
diasumsikan
sudah
membutuhkan
obat-obatan
farmakologi
untuk
gejala
ADHD
(gambar
2,
box
1).
Obat-obatan
stimulan
(gambar
2,
kotak
2)
termasuk
metifenidat
dan
amfetamin.
Obat
ini
meningkatkan
transmisi
dopaminergik
dengan
mencegah
atau
membalikkan
penyerapan
ulang
(reuptake)
dan
kerja
dopamin
menjadi
lebih
sedikit
pada
sistem
noradrenergik.
Umumnya,
sediaan
metilfenidat
adalah
pilihan
pertama
untuk
mengobati
gejala
ADHD
di
ASD
karena
(1)
terdapat
pengalaman
klinis
luas
dari
penggunaan
metilfenidat
selama
beberapa
dekade
terakhir;
dan
(2)
metilfenidat
memiliki
catatan
dan
efek
samping
yang
aman.
Dibandingkan
dengan
anak-anak
dengan
perkembangan
sesuai
dengan
ADHD,
anak-anak
dengan
ASD,
seperti
pada
anak-anak
dengan
disabilitas
perkembangan
(termasuk
disabilitas
intelektual,
sindroma
fragile-X,
dan
trauma
kepala),
memiliki
efek
lebih
rendah
terhadap
obat-obatan
tersebut
dan
lebih
sensitif
terhadap
efek
samping,
termasuk
secara
emosional
dan
agitasi.
Walaupun
metilfenidat
sebagian
besar
diteliti
pada
anak-
anak
dengan
perkembangan
sesuai
dengan
ADHD,
terdapat
satu
RCT
besar
dari
metilfenidat
pada
anak-anak
dengan
ASD.
Hanya
49%
dari
anak-anak
pada
penelitian
ini
menunjukkan
respon
terapi
dibandingkan
dengan
69%
anak
pada
penelitian
terapi
multimodal
di
anak-anak
dengan
ADHD
(Multimodal
Treatment
Study/MTA).
Selain
itu,
18%
dari
anak-anak
berhenti
berpartisipasi
karena
efek
samping
yang
timbul,
terutama
iritabilitas,
dibandingkan
dengan
1,4%
pada
anak-anak
dengan
ADHD.
Kami
merekomendasikan
untuk
memulai
terapi
stimulan
dengan
metilfenidat
karena
bukti
yang
lebih
kuat
baik
di
ASD
dan
ADHD.
Pemberian
metilfenidat
lebih
baik
dimulai
dengan
sediaan
kerja
cepat
untuk
menghindari
efek
samping
sebelum
mengganti
dengan
sediaan
dengan
kerja
panjang.
Garam
amfetamin
adalah
pilihan
untuk
anak-anak
yang
tidak
mendapat
keuntungan
dari
metilfenidat
atau
yang
mengalami
efek
samping
sehingga
dosis
yang
dapat
diberikan
jadi
terbatas.
Peneliti
merekomendasikan
untuk
mengikuti
pedoman
American
Academy
of
Pediatrics
untuk
mendeteksi
masalah
kardio
sebelum
memulai
terapi
dengan
obat-obatan
stimulan.
Atomoxetine
(gambar
2,
kotak
3)
adalah
inhibitor
selektif
terhadap
reuptake
norepinefrin.
Terdapat
bukti
yang
terbatas
mengenai
efektivitas
atomoxetine
dalam
mengobati
gejala
ADHD
di
ASD,
dengan
satu
penelitian
kecil
bersilangan
terandomisasi;
hasil
penelitian
ini
menunjukkan
50%
tingkat
respon
terhadap
atomoxetine
dibandingkan
dengan
25%
terhadap
plasebo.
Pada
satu
penelitian
pengobatan
pada
anak-anak
dengan
perkembangan
sesuai
yang
mengalami
ADHD
ditemukan
bahwa
atomoxetine
efektif
pada
anak-anak
dengan
komorbiditas
gejala
kecemasan,
walaupun
agen
ini
belum
dievaluasi
pada
penderita
ASD.
Guanfacine
dan
clonidine
adalah
dua
2-agonis
yang
tersedia
(gambar
2,
kotak
4).
Bermula
dari
agen
antihipertensi,
kedua
obat
ini
dipakai
untuk
hiperaktivitas
dan
impulsivitas,
dan
digunakan
sebagai
tambahan
pada
obat-obat
stimulan,
walaupun
kedua
obat
ini
juga
dapat
diresepkan
sebagai
pengobatan
tunggal
untuk
gejala-gejala
tersebut.
Guanfacine
dan
clonidine
sering
digunakan
pada
pengobatan
gejala
ADHD
pada
penderita
ASD.
Guanfacine
memiliki
keuntungan
karena
waktu
kerjanya
lebih
panjang
dan
efek
sedasinya
lebih
kecil
dibandingkan
clonidine.
Sebagian
besar
penelitian
dari
agen-agen
ini
merupakan
penelitian
open
label
dimana
peneliti
dan
peserta
tahu
obat
apa
yang
dikonsumsi
(tabel
4
dan
5).
RCT
dari
obat-obatan
ini
mencakup
ukuran
sampel
yang
sangat
kecil.
Walaupun
obat-obatan
ini
telah
diteliti
pada
anak-anak
dengan
perkembangan
sesuai
yang
memiliki
ADHD,
menurut
persetujuan
terbaru
oleh
administrasi
makanan
dan
obat
amerika
(FDA)
dari
sebagai
agen
tambahan
pada
pengobatan
ADHD,
terdapat
bukti
empiris
yang
terbatas
mengenai
efektivitas
obat
tersebut
terhadap
ADHD
di
ASD.
Risperidon
dan
aripiprazol
adalah
dua
obat
antipsikotik
atipikal
(gambar
2,
kotak
5)
yang
mendapat
persetujuan
dari
Administrasi
Makanan
dan
Obat
Amerika
untuk
pengobatan
iritabilitas
dan
agitasi
pada
anak-anak
dengan
ASD.
Penelitian-penelitian
ini
juga
menggambarkan
penurunan
gejala
ADHD
pada
anak-anak
dengan
ASD
yang
juga
mengalami
iritabilitas
dan
agitasi.
Dari
semua
obat
yang
digunakan
untuk
mengobati
gejala
ADHD,
agen
antipsikotik
ini
memiliki
bukti
empiris
terbanyak
(termasuk
RCT
terbanyak).
Namun,
anak-anak
dengan
ASD
cenderung
lebih
sensitif
daripada
anak-
anak
dengan
perkembangan
yang
sesuai
terhadap
efek
samping
dan
kejadian
tidak
diharapkan
(KTD)
dari
obat-obatan
ini;
kegunaan
mereka
dibatasi
oleh
risiko
kenaikan
berat
badan/
sindroma
metabolik
dan
gangguan
pergerakan,
termasuk
diskinesia
tardif.
Oleh
karena
itu,
obat-obatan
ini
sebaiknya
diberikan
hanya
pada
anak-anak
yang
memiliki
impulsivitas
berat
yang
dapat
membahayakan
keselamatan
anak
(misalnya
berlari
dan
melompat
yang
berbahaya
dan
impulsif)
atau
pada
mereka
dengan
komorbid
iritabilitas,
agitasi,
atau
agresi.
Konsultasi
atau
rujukan
ke
spesialis
autisme
atau
kejiwaan
sebaiknya
dipertimbangkan
ketika
risperidon,
arpiprazol,
atau
obat
antipsikotik
lain
tengah
dipertimbangkan
pada
anak-anak
ASD
yang
memiliki
gejala
ADHD.
Pilihan
dari
obat-obat
ini
bergantung
pada
profil
efek
samping,
dengan
risperidon
paling
mungkin
menimbulkan
peningkatan
berat
badan
dan
arpiprazol
paling
mungkin
menyebabkan
gangguan
pergerakan.
Diskusi
Dengan
mengasumsikan
telah
dilakukan
diagnosis
ASD
yang
akurat,
pada
sebagian
besar
kasus,
jalur
evaluasi
gejala
(gambar
1)
dapat
diselesaikan
dalam
1
atau
2
kunjungan
yang
dimulai
dengan
evaluasi
klinis,
mendapatkan
deskripsi
dari
gejala
ADHD
di
situasi
atau
keadaan
yang
berbeda,
sampai
ke
identifikasi
penyebab
atau
pemicu
yang
mungkin
terhadap
gejala
ADHD,
dan
diselesaikan
dengan
mengembangkan
rencana
terapi.
Jika
penggunaan
obat
farmakologi
adalah
bagian
dari
rencana
terapi,
praktisi
sebaiknya
mengikuti
jalur
pemilihan
obat
(gambar
2),
melibatkan
keluarga
dalam
proses
pengambilan
keputusan
sehingga
mereka
dapat
mengerti
bukti
yang
ada,
target
gejala
yang
dapat
membaik,
dan
efek
samping
atau
KTD
yang
dapat
terjadi.
Karena
memulai
pengobatan
adalah
pilihan
yang
penting
bagi
keluarga,
satu
kunjungan
mungkin
diperlukan
khusus
untuk
mendiskusikan
pro
dan
kontra
dari
rencana
terapi
tersebut.
Tindakan
ini
juga
dapat
memberikan
waktu
untuk
intervensi
medis,
perilaku,
atau
edukasional
untuk
diimplementasikan,
sehingga
memberikan
bukti
lebih
lanjut
yang
baik
mendukung
maupun
menentang
kebutuhan
anak
akan
pemberian
obat-obatan
farmakologi.
Sebagai
bagian
dari
diskusi,
klinisi
sebaiknya
menggali
kepercayaan
dan
nilai
yang
dipegang
oleh
pengasuh
anak
berkaitan
dengan
penggunaan
obat
untuk
gejala
ADHD
dan
memberikan
penilaian
realistis
berdasar
bukti
terhadap
risiko
dan
keuntungan
dari
penggunaan
obat-obatan
tersebut.
Yang
harus
dimasukkan
dalam
diskusi
pengobatan
adalah
definisi
dari
gejala
target
dan
jangka
waktu
dimana
gejala
tersebut
diharapkan
dapat
membaik.
Untuk
menghindari
obat-obatan
yang
menguntungkan
diberhentikan
dini
pada
dosis
kecil,
atau
durasi
pengobatan
tidak
cukup,
klinisi
sebaiknya
menjelaskan
bahwa
untuk
obat
mencapai
efeknya
biasanya
membutuhkan
waktu
dan
evaluasi
yang
teliti.
Ini
juga
akan
membantu
mencegah
kekecewaan
keluarga
terhadap
respon
gejala
anak
yang
inadekuat
atau
kurang
terhadap
obat
yang
diberikan.
Yang
lebih
memprihatinkan
adalah
situasi
dimana
efek
samping
dan
KTD
dari
obat
tidak
disadari
atau
dibiarkan
ada
terlalu
lama
di
antara
kunjungan
dokter.
Keluarga
sebaiknya
diedukasi
dengan
seksama
mengenai
efek
samping
KTD
yang
mungkin
terjadi
sebelum
mereka
muncul,
menitikberatkan
baik
yang
paling
mungkin
terjadi
dan
yang
paling
berat
sehingga
butuh
untuk
segera
ke
dokter.
Pemantauan
efektivitas
dan
keamanan
dari
obat-obat
ini
sebaiknya
dilakukan
pada
setiap
kunjungan
untuk
mengukur
keberhasilan
pengobatan.
Kesimpulan
Anak-anak
dengan
ASD
dan
gejala
ADHD
sebaiknya
melalui
evaluasi
gejala
yang
teliti
dan
jika
diindikasikan,
pemberian
obat
sebaiknya
mengikuti
jalur
praktik
yang
disarankan
seperti
yang
tertera
di
artikel
ini.
Pada
setiap
langkah,
penilaian
klinis
sebaiknya
digunakan
untuk
mengevaluasi
gejala
ADHD
dan
memiliki
pengobatan
yang
sesuai.
Awalnya,
obat-obatan
stimulan
dipertimbangkan,
walaupun
mereka
memiliki
RCT
yang
lebih
sedikit
dan
tingkat
respon
obat
sekitar
50%,
dengan
tingkat
efek
samping
yang
lebih
banyak.
Seperti
yang
ditunjukkan
di
tinjauan
sistematis,
obat
antipsikotik
atipikal
saat
ini
memiliki
bukti
efikasi
pengobatan
terbanyak
untuk
gejala
ADHD
di
ASD.
Keuntungan
ini
diteliti
hanya
dalam
konteks
iritabilitas
dan
agitasi
dan
bersamaan
dengan
efek
samping
signifikan
yang
membatasi
penggunaan
obat
tersebut.
Tinjauan
ini
menyoroti
kebutuhan
RCT
yang
lebih
banyak
lagi
untuk
mengevaluasi
obat-obatan
terhadap
gejala
ADHD
di
anak-anak
dengan
ASD,
terutama
sebagai
obat
dan
sediaan
baru
terhadap
obat-obat
terdahulu
dan
ditambahkan
ke
formulari
yang
tersedia.
Penelitian
di
masa
mendatang
juga
dapat
berfokus
pada
efektivitas
jalur
praktik
klinis
ini.
Pengakuan
Penulis
mengucapkan
terimakasih
atas
bantuan
berharga
dari
anggota-angota
ATN,
terutama
ATN-
PC
dalam
meninjau
dokumen
ini.
- Stimulan
Amfetamin
Lisdeksamfetamin
dismesilat
Dekstroamfetamin
Metilfenidat
Dexmetilfenidat
- -agonis
Klonidin
Guanfasin
- Agen
antipsikotik/
neuroleptik
Risperidon
Aripiprazol
- Atomoxetine
- Antidepresan
Amitriptilin