Vous êtes sur la page 1sur 21

MAKALAH

STUDI ISLAM I
AKHLAK DALAM KELUARGA

DISUSUN OLEH:
Kelompok 7
Inayatus Senja Arinta (1611050003)
Abidin (1611050004)
Dewi Kristiya Nugra Heny (1611050020)
Azzah Aida Fadhilah (1611050036)
Dina Aristya Purdiani (1611050048)

TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK D4

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas anugerah dan karunia-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang "Akhlak dalam Keluarga" dengan tepat
waktu. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita ke jalan
yang benar, serta menjadi anugerah dan rahmat bagi seluruh alam semesta.

Adapun makalah ini telah kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Studi Islam I yang ditugaskan oleh Bapak Dedi Jamaludin, LC. Tidak lupa kami
menyampaikan terimakasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa ada kekurangan baik dari segi
penyusunan materi, bahasa, maupun segi lainnya. Oleh karena itu kami menerima
kritik dan saran dari para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini
untuk ke depannya.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa


memberikan manfaat dan menambah pengetahuan para pembaca.

Purwokerto, 1 April 2017

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........i

DAFTAR ISI ......ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....1


B. Rumusan Masalah ...2
C. Tujuan Penulisan .....2

BAB II PEMBAHASAN

A. Urgensi Keluarga dalam Hidup Manusia 3


B. Akhlak Suami Istri ..4
C. Akhlak Orang Tua Terhadap Anak .8
D. Akhlak Anak Terhadap Orang Tua .9
E. Membangun Keluarga Sakinah .13
F. Larangan Kekerasan dalam Rumah Tangga .16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...18
B. Saran ..18

DAFTAR PUSTAKA ..19

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Secara terminologi, akhlak adalah pola perilaku yang berdasarkan kepada dan
memanifestasikan nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan. Menurut Imam Ghazali, akhlak yaitu
suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan dengan senang
tanpa memerlukan penelitian dan pemikiran.

Pernikahan dalam Islam bertujuan untuk membangun pondasi pertama dalam sebuah
komunitas masyarakat, yang dibangun dalam sebuah ikatan sangat kuat serta dibalut
dengan rasa cinta, kasih sayang dan saling menghormati.

Kesiapan berumah tangga secara islami harus dibentuk melalui peristiwa


pernikahan antara laki-laki dan perempuan muslimah, yang tentunya diawali dengan
persiapan-persiapan diantaranya :
a. Persiapan Ruhiyah (mental), siap menghadapi cobaan dan siap
menyelesaikan masalah.
b. Persiapan Ilmiah (mengetahui berbagai etika dan aturan berumah tangga)
c. Persiapan Jasadiyah (siap memungsikan diri sebagai isteri atau suami)
d. Memilih istri atau suami sesuai dengan kreteria agama.
e. Memahami hakikat pernikahan dalam Islam (membangun keluarga sakinah
mawaddah warahmah)
f. Persiapan material sesuai kemampuan.

Pernikahan memiliki tujuan, yaitu :

a. Untuk meneruskan wujudnya keturunan manusia.


b. Pemeliharaan terhadap keturunan
c. Menjaga masyarakat dari sifat yang tidak bermoral
d. Menjaga ketenteraman jiwa
e. Memberi perlindungan kepada anak yang dilahirkan

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana urgensi keluarga dalam hidup manusia?
2. Apa saja akhlak suami-istri menurut Islam?
3. Apa saja akhlak orangtua terhadap anak menurut Islam?
4. Apa saja akhlak anak terhadap orangtua menurut Islam?
5. Bagaimana membangun keluarga sakinah?
6. Apa saja larangan kekerasan dalam rumah tangga menurut Islam?

1
C. TUJUAN PENULISAN
1. Memahami urgensi keluarga dalam hidup manusia.
2. Mengetahui apa saja akhlak suami-istri menurut Islam.
3. Mengetahui apa saja akhlak orangtua terhadap anak menurut Islam.
4. Mengetahui apa saja akhlak anak terhadap orangtua menurut Islam.
5. Memahami bagaimana membangun keluarga sakinah.
6. Mengetahui apa saja larangan kekerasan dalam rumah tangga menurut Islam.

BAB II

PEMBAHASAN

A. URGENSI KELUARGA DALAM HIDUP MANUSIA


Secara psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam
tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin
sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan
diri. Sedangkan pengertian secara sosiologis, keluarga adalah satu persekutuan hidup
yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan
dengan pernikahan, dengan maksud untuk saling menyempurnakan diri, saling
melengkapi satu dengan yang lainnya.

2
Dalam suatu keluarga keutuhan sangat diharapkan oleh seorang anak, saling
membutuhkan, saling membantu dan lain-lain, dapat mengembangkan potensi diri dan
kepercayaan pada diri anak. Dengan demikian diharapkan upaya orang tua untuk
membantu anak menginternalisasi nilai-nilai moral dapat terwujud dengan baik.
Keluarga yang seimbang adalah keluarga yang ditandai oleh adanya keharmonisan
hubungan atau relasi antara ayah dan ibu serta anak-anak dengan saling menghormati dan
saling memberi tanpa harus diminta. Pada saat ini orang tua berprilaku proaktif dan
sebagai pengawas tertinggi yang lebih menekankan pada tugas dan saling menyadari
perasaan satu sama lainnya. Sikap orang tua lebih banyak pada upaya memberi dukungan,
perhatian, dan garis-garis pedoman sebagai rujukan setiap kegiatan anak dengan diiringi
contoh teladan, secara praktis anak harus mendapatkan bimbingan, asuhan, arahan serta
pendidikan dari orang tuanya, sehingga dapat mengantarkan seorang anak menjadi
berkepribadian yang sejati sesuai dengan ajaran agama yang diberikan kepadanya.
Lingkungan keluarga sangat menentukan berhasil tidaknya proses pendidikan, sebab
di sinilah anak pertama kali menerima sejumlah nilai pendidikan. Tanggung jawab dan
kepercayaan yang diberikan oleh orang tua dirasakan oleh anak dan akan menjadi dasar
peniruan dan identifikasi diri untuk berperilaku. Nilai moral yang ditanamkan sebagai
landasan utama bagi anak pertama kali diterimanya dari orang tua, dan juga tidak kalah
pentingnya komunikasi dialogis sangat diperlukan oleh anak untuk memahami berbagai
persoalan-persoalan yang tentunya dalam tingkatan rasional, yang dapat melahirkan
kesadaran diri untuk senantiasa berprilaku taat terhadap nilai moral dan agama yang
sudah digariskan.
Sentralisasi nilai-nilai agama dalam proses internalisasi pendidikan agama pada anak
mutlak dijadikan sebagai sumber pertama dan sandaran utama dalam mengartikulasikan
nilai-nilai moral agama yang dijabarkan dalam kehidupan kesehariannya. Nilai-nilai
agama sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan keluarga, agama yang ditanamkan
oleh orang tua sejak kecil kepada anak akan membawa dampak besar dimasa dewasanya,
karena nilai-nilai agama yang diberikan mencerminkan disiplin diri yang bernuansa
agamis.

B. AKHLAK SUAMI ISTRI


1. Akhlak Suami Terhadap Istri
Berakhlak mulia terhadap isteri dan anak-anak (keluarga) merupakan salah satu
barometer kemuliaan akhlak seseorang. Rasulullah SAW bersabda :

3
Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang
paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.
(H.R.Ibnu Majah).
Berikut akhlak suami pada isteri tercinta sebagaimana yang dicontohkan
Rasulullah SAW:
Berpenampilan prima di hadapan istri dan keluarga.
Ibnu Abbas pernah berkata, Sesunguhnya aku senang berhias untuk istri
sebagaimana aku senang jika istriku berhias untukku. Selanjutnya, Ibnu Abbas
membaca firman Allah SWT,
... Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang makruf
(QS Al-Baqarah: 228).
Aisyah, salah satu istri Rasul shallallahu alahi wa sallam menyampaikan
pengamatannya :
:
Nabi shallallahu alahi wa sallam jika masuk ke rumahnya, hal yang pertama
kali beliau lakukan adalah bersiwak.
(H.R. Muslim).

Memberi makanan dan pakaian yang baik serta memperlakukan isteri dengan
baik.
Rasulullah SAW bersabda :
"Datangilah kebunmu (istrimu) dari mana saja kamu suka, berilah ia makan jika
kamu makan, berilah ia pakaian jika kamu berpakaian, serta jangan mengatakan
wajahnya jelek dan jangan memukulnya.
(HR Abu Dawud).
Perlakuan yang baik (Tidak Menyakiti istri)
Mempergauli istri dengan baik dan layak adalah tuntutan agama yang
merupakan kewajiban suami.
Harus bersabar dan saling pengertian
Seorang suami harus bersabar atas tabiat buruk isterinya . Begitu pula seorang
istri harus sabar terhadap keburukan suaminya. Rasulullah SAW bersabda:
Janganlah seorang mukmin meninggalkan Mukminah apabila ia membenci
sebagian akhlaknya, tentu ia akan ridha pada sebagian yang lain.
(HR Muslim)

4
Seorang suami hendaknya menyadari bahwa tidak mungkin istrinya bisa
sempurna. Oleh karena itu, kata Syekh Sayyid Nada, suami harus mengerti
istrinya. Seorang suami harus bersabar terhadap aib istrinya dan tidak membesar-
besarkannya. Seorang suami harus bersabar atas kekurangan istrinya.
Tidak memukul dan berlaku lemah lembut kepada istri
Seorang suami hendaklah memelihara perasaan dan akal istrinya, sebagaimana
Nabi SAW melakukannya. Rasulullah SAW senantiasa berlaku lemah lembut
kepada istri-istrinya. Bahkan, sesekali bermain dan becanda.
Tidak bosan untuk terus menasehati istri dan keluarga
Rasulullah SAW mengingatkan,

Ingatlah, hendaknya kalian berwasiat yang baik kepada para istri.
(H.R. Tirmidzi dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani).
Benih-benih kesalahan yang ada dalam diri pasangan suami-istri hendaknya
tidaklah didiamkan begitu saja hanya karena dalih menjaga keharmonisan rumah
tangga. Justru sebaliknya, kesalahan-kesalahan itu harus segera diluruskan. Dan
tentunya hal itu harus dilakukan dengan cara yang elegan: tutur kata yang lembut,
raut muka yang manis dan metode yang tidak menyakiti hati pasangannya.
Turut membantu urusan belakang
Secara hukum asal, urusan dapur dan tetek bengek-nya memang merupakan
kewajiban istri. Namun, meskipun demikian, hal ini tidak menghalangi Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam untuk ikut turun tangan membantu pekerjaan para
istrinya. Dan ini tidak terjadi melainkan karena sedemikian tingginya kemuliaan
akhlak yang beliau miliki.


:
Urwah bertanya kepada Aisyah, Wahai Ummul Mukminin, apakah yang
dikerjakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tatkala bersamamu (di
rumahmu)? Aisyah menjawab, Beliau melakukan seperti apa yang dilakukan
salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya. Beliau mengesol
sandalnya, menjahit bajunya dan mengangkat air di ember.
(H.R. Ibnu Hibban).
2. Akhlak Istri Terhadap Suami
Akhlak seorang istri terhadap suami adalah sebagai berikut:
Wajib mentaati suami selama bukan untuk bermaksiat kepada Allah SWT.

5
Al Bazzar dan Ath Thabrani meriwayatkan bahwa seorang wanita pernah
datang kepada Rasulullah SAW lalu berkata, Aku adalah utusan para wanita
kepada engkau: jihad ini telah diwajibkan Allah kepada kaum laki-laki; jika
menang diberi pahala, dan jika terbunuh mereka tetap hidup diberi rezeki oleh
Rabb mereka, tetapi kami kaum wanita yang membantu mereka, pahala apa yang
kami dapatkan? Nabi SAW menjawab, Sampaikanlah kepada wanita yang
engkau jumpai bahwa taat kepada suami dan mengakui haknya itu sama dengan
jihad di jalan Allah, tetapi sedikit sekali di antara kamu yang melakukannya.
Menjaga kehormatan dan harta suami
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu
Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah
mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka
mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. (QS. An-Nisa : 34)
Menjaga kemuliaan dan perasaan suami
Ketika Asma bin Kharijah Al-Fazariyah menyerahkan anak perempuanya
kepada suaminya di malam pernikahannya, ia berkata,Wahai anakku,
sesungguhnya engkau telah keluar dari kehiduoan yang selama ini engkau kenal.
Sekarang engkau akan berada di ranjang yang belum pernah engkau ketahui,
bersama pasangan yang belum sepenuhnya engkau kenali. Karena itu, jadilah
engkau bumi baginya dan dia akan menjadi langit bagimu, jadilah engkau
hamparan baginya dan dia akan menjadi hamba sahaya bagimu. Janganlah engkau
menentangnya, sehingga ia membencimu. Jangankah engkau menjauh darinya,
sehingga ia melupakanmu. Jika ia menjauh darimu, maka menjauh pulalah engkau
darinya, dan jagalah hidungnya, pendengarannya dan matanya; jangan sampai ia
mencium darimu kecuali yang harum, janganlah ia mendengar kecuali yang baik,
dan jangan ia memandang kecuali yang cantik.
Melaksanakan hak suami, mengatur rumah dan mendidik anak
Anas r.a berkata, Para sahabat Rasulullah SAW apabila menyerahkan
pengantin wanita kepada suaminya, mereka memerintahkan agar melayani suami,
menjaga haknya, dan mendidik anak-anak.
Tidak boleh seorang istri menerima tamu yang tidak disenangi suaminya.

6
Seorang istri tidak boleh melawan suaminya, baik dengan kata-kata kasar maupun
dengan sikap sombong.
Tidak boleh membanggakan sesuatu tentang diri dan keluarganya di hadapan
suami, baik kekayaan, keturunan maupun kecantikannya.
Tidak boleh menilai dan memandang rendah suaminya.
Tidak boleh menuduh kesalahan atau mendakwa suaminya, tanpa bukti-bukti dan
saksi-saksi.
Tidak boleh menjelek-jelekkan keluarga suami.
Tidak boleh menunjukkan pertentangan di hadapan anak-anak.
Agar perempuan (istri) menjaga iddahnya, bila ditalak atau ditinggal mati oleh
suaminya, demi kesucian ikatan perkawinannya.
Apabila melepas suami pergi bekerja, lepaslah suami dengan sikap kasih, dan
apabila menerima suami pulang bekerja, sambutlah kedatangannya dengan muka
manis/tersenyum, pakaian bersih dan berhias.
Setiap wanita (istri) harus dapat mempersiapkan keperluan makan, minum, dan
pakaian suaminya.
Seorang istri harus pandai berdandan untuk suaminya serta mengatur dan
mengerjakan tugas-tugas rumah tangganya.
Istri wajib tinggal bersama suami. Termasuk hak suami terhadap istrinya bahwa
suami berhak menahan istrinya agar ia tinggal di rumah yang telah disepakati
untuk berumah tangga.

C. AKHLAK ORANG TUA TERHADAP ANAK


Salah satu nikmat dalam berkeluarga adalah memiliki anak yang saleh. Namun, untuk
membina anak yang saleh, pihak orang tua mempunyai sejumlah tugas dan tanggung
jawab moral yang perlu dipenuhi, di antaranya :
1. Menjaga dan mendoakan keselamatan anak, dimulai sejak dalam kandungan rahim
ibunya. Anak memerlukan perhatian sehingga anak dapat lahir dengan sehat
walafiyat. Dianjurkan kepada para orang tua untuk mendoakan kesehatan dan
keselamatan anaknya dimanapun berada. Seperti yang diajarkan Allah dalam firman-
Nya berikut ini : Wahai Tuhan kami! Kurniakanlah kepada kami istri dan keturunan
yang menyenangkan hati, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang
bertaqwa. (QS. al-Furqan [25]: 74)
2. Mengaqiqahkan dan memberikan nama yang baik, dianjurkan kepada kedua orang tua
untuk menyembelih kambing pada hari ketujuh kelahiran bayi dan diberikan nama
yang mengandung arti-arti yang baik. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Nama
yang paling disukai Allah adalah yang dimulai dengan abd (kemudian disusul dengan

7
salah satu di antara nama-nama sifat Allah) atau yang mengandung makna terpuji
(seperti Muhammad, Ahmad, dan sebagainya)(HR. Muslim)

3. Menyusukan, selama lebih kurang dua tahun anak disusukan oleh ibunya.
4. Memberikan makan, tempat tidur, dan pakaian yang layak, kemudian setelah itu orang
tua berkewajiban memberi anak makan, pakaian, dan tempat tidur secara wajar hingga
mereka bisa dilepas untuk berdiri sendiri.
5. Mengkhitan, ialah memotong kulup atau kulit yang menutupi ujung kemaluan agar
terhindar dari berkumpulnya kotoran di bawah kulup, dan memudahkan
pembersihannya setelah buang air kencing. Sebagian besar ulama mewajibkan atas
setiap laki-laki Muslim, sebaiknya sebelum usia baligh.
6. Memberi ilmu, kedua orang tua wajib memberikan pemahaman dan ilmu baik secara
langsung maupun melalui lembaga pendidikan.
7. Mengawinkan jika sudah mencapai baligh, sebagian dari kewajiban bapak atas
anaknya ialah memberikan nama baik, ajarkan dia menulis, dan kawinkan dia apabila
telah dewasa.
8. Berlaku adil. Sebagai orang tua, kasih sayangnya harus diberikan secara adil sesuai
proporsional. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits berikut ini : dari numan bin
Basyir r.a, bahwa bapaknya pernah menghadap Rasulullah SAW bersamanya. Di sana
bapaknya berkata Sesungguhnya aku telah memberikan pelayan kepada anakku ini,
Rasulullah kemudian bertanya, apakah anakmu yang lain juga kamu berikan hal yang
sama? bapaknya menjawab tidak. Rasulullah bersabda bertaqwalah kepada Allah dan
berbuat adilah kepada anakmu. (HR. Muslim)

D. AKHLAK ANAK TERHADAP ORANG TUA


Akhlak kepada Orang Tua adalah Menghormati dan menyayangi mereka berdua
dengan sopan santun dan berbakti kepada keduanya dalam keadaan hidup dan dalam
keadaan sudah meninggal dunia.
Hak-hak yang wajib dilaksanakan semasa orang tua masih hidup ialah sebagai berikut:
1. Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah
Mentaati kedua orang tua hukumnya wajib atas setiap Muslim. Haram hukumnya
mendurhakai keduanya. Tidak diperbolehkan sedikit pun mendurhakai mereka berdua
kecuali apabila mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah atau mendurhakai-Nya.
Allah SWT berfirman: "Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan

8
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya..." (QS. Luqman: 15).

2. Berbakti dan Merendahkan Diri di Hadapan Kedua Orang Tua


Allah SWT juga berfirman "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat
baik kepada kedua orang tua ibu bapaknya..." (QS. Al-Ahqaaf: 15) "Sembahlah Allah
dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah
kepada dua orang tua ibu bapak..." (QS. An-Nisaa': 36). Perintah berbuat baik ini
lebih ditegaskan jika usia kedua orang tua semakin tua dan lanjut hingga kondisi
mereka melemah dan sangat membutuhkan bantuan dan perhatian dari anaknya. Ini
juga diperkuat dengan Firman Allah dalan Al-quran Surah Al-Israa ayat 23-24.
3. Merendahkan Diri Di Hadapan Keduanya
Rendahkanlah diri dihadapan mereka berdua dengan cara mendahulukan segala
urusan mereka, mempersilakan mereka duduk di tempat yang empuk, menyodorkan
bantal, janganlah mendului makan dan minum, dan lain sebagainya. Hal yang sepele
ini kadang bisa kita lupakan, tidak sadar jika hal itu bisa mendurhakai kepada kedua
orang tua kita.
4. Berbicara Dengan Lembut Di Hadapan Mereka
Berbicara dengan lembut merupakan kesempurnaan bakti kepada kedua orang tua
dan merendahkan diri di hadapan mereka, sebagaimana firman Allah SWT :"...Maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."
(QS. Al-Israa': 23). Oleh karena itu, berbicaralah kepada mereka berdua dengan
ucapan yang lemah lembut dan baik serta dengan lafazh yang bagus.
5. Menyediakan Makanan Untuk Mereka
Menyediakan makanan juga termasuk bakti kepada kedua orang tua, terutama jika
ia memberi mereka makan dari hasil jerih payah sendiri. Jadi, sepantasnya disediakan
untuk mereka makanan dan minuman terbaik dan lebih mendahulukan mereka berdua
daripada dirinya, anaknya, dan suaminya.
6. Meminta Izin Kepada Mereka Sebelum Berjihad dan Pergi Untuk Urusan Lainnya
Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang
laki-laki datang menghadap Rasulullah saw dan bertanya: "Ya, Raslullah, apakah aku
boleh ikut berjihad?" Beliau balik bertanya: "Apakah kamu masih mempunyai kedua
orang tua?" Laki-laki itu menjawab: "Masih." Beliau bersabda: "Berjihadlah dengan
cara berbakti kepada keduanya.
Seorang laki-laki hijrah dari negeri Yaman lalu Nabi saw bertanya kepadanya:
"Apakah kamu masih mempunyai kerabat di Yaman?" Laki-laki itu menjawab:
"Masih, yaitu kedua orang tuaku." Beliau kembali bertanya: "Apakah mereka berdua

9
mengizinkanmu?" Laki-laki itu menjawab: "Tidak." Lantas, Nabi saw bersabda:
"Kembalilah kamu kepada mereka dan mintalah izin dari mereka. Jika mereka
mengizinkan, maka kamu boleh ikut berjihad, namun jika tidak, maka berbaktilah
kepada keduanya.
Pentingya ridha seorang ibu itu mengalahkan keputusan seorang nabi sendiri.
Dapat kita lihat hadist-hadist yang menjelaskan kemulian seorang ibu mengalahkan
kemulian seorang bapak sekalipun mereka sama-sama orang tua kita, alasanya sangat
sederhana ibulah yang mengandung dan melahirkan serta mengasuh kita sampai
dewasa. Mengenai kehamilan seorang ibu di gambarkan di dalam al-Quran dengan
kalimat wahnan ala wahnin yaitu derita diatas penderitaan.
7. Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang mereka Inginkan
Rasulullah saw pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata:
"Ayahku ingin mengambil hartaku." Nabi saw bersabda: "Kamu dan hartamu milik
ayahmu. Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil atau kikir
terhadap orang yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil
dan lemah, serta telah berbuat baik kepadanya.
8. Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang yang Dicintai
Mereka
Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik kepada
para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan
memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan
janji-janji orang tua kepada mereka. Akan disebutkan nanti beberapa hadits yang
berkaitan dengan masalah ini.
9. Memenuhi Sumpah Kedua Orang Tua
Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu
yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak
untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka. Misalnya,
mereka bersumpah jika tanah saya laku dijual denga harga Rp 1M maka saya akan
memberikan 1/3 dari uang saya tersebut tetapi sebelum itu dilaksanakan kedua orang
tua tersebut sudah meninggal dunia, maka sumpah ini harus dipenuhi oleh ahli
warisnya.
Hal ini pernah dilakukan oleh para sahabat ketika Nabi Bersabda saya akan
berpuasa pada bulan asyura tetapi sebelum bulan itu datang Nabi telah wafat terlebih
dahulu, tetapi dengan ijtihad para sahabat tetap melaksankan ritual puasa tersebut
sampai sekarang.
10. Tidak Mencela Orang Tua atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela Orang Lain

10
Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah
satu dosa besar. Rasulullah saw bersabda: "Termasuk dosa besar adalah seseorang
mencela orang tuanya." Para Sahabat bertanya: "Ya, Rasulullah, apa ada orang yang
mencela orang tuanya?" Beliau menjawab: "Ada. Ia mencela ayah orang lain
kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia mencela ibu orang lain lalu
orang itu membalas mencela ibunya.
11. Mendahulukan Berbakti Kepada Ibu Daripada Ayah
Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah saw: "Siapa yang paling
berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?" Beliau menjawab: "Ibumu." Laki-laki
itu bertanya lagi: "Kemudian siapa lagi?" Beliau kembali menjawab: "Ibumu." Laki-
laki itu kembali bertanya: "Lalu siapa lagi?" Beliau kembali menjawab: "Ibumu."
Lalu siapa lagi?" tanyanya. "Ayahmu," jawab beliau.
Maksud lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibu, yaitu lebih bersikap lemah-
lembut, lebih berperilaku baik, dan memberikan sikap yang lebih halus daripada ayah.
Hal ini apabila keduanya berada di atas kebenaran. Sebagian salaf berkata: "Hak ayah
lebih besar dan hak ibu patut untuk dipenuhi."
Di antara hak orang tua setelah mereka meninggal adalah :
1. Menshalati Keduanya
Maksud menshalati di sini adalah mendo'akan keduanya. Yakni, setelah keduanya
meninggal dunia, karena ini termasuk bakti kepada mereka. Oleh karena itu, seorang
anak hendaknya lebih sering mendo'akan kedua orang tuanya setelah mereka
meninggal daripada ketika masih hidup. Apabila anak itu mendo'akan keduanya,
niscaya kebaikan mereka berdua akan semakin bertambah, berdasarkan sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Apabila manusia sudah meninggal, maka
terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan
anak shalih yang mendo'akan dirinya.
2. Beristighfar Untuk Mereka Berdua
Orang tua adalah orang yang paling utama bagi seorang Muslim untuk dido'akan
agar Allah mengampuni mereka karena kebaikan mereka karena kebaikan mereka
yang besar. Allah Subhanahu wa TA'ala menceritakan kisah Ibrahim Alaihissalam
dalam Al-Qur'an: "Ya, Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku..."
(QS.Ibrahim: 41).
3. Menunaikan Janji Kedua Orang Tua
Hendaknya seseorang menunaikan wasiat kedua orang tua dan melanjutkan secara
berkesinambungan amalan-amalan kebaikan yang dahulu pernah dilakukan keduanya.

11
Sebab, pahala akan terus mengalir kepada mereka berdua apabila amalan kebaikan
yang dulu pernah dilakukan dilanjutkan oleh anak mereka.
4. Memuliakan Teman Kedua Orang Tua
Memuliakan teman kedua orang tua juga termasuk berbuat baik pada orang tua,
sebagaimana yang telah disebutkan. Ibnu Umar r.a pernah berpapasan dengan seorang
Arab Badui dijalan menuju Makkah. Kemudian, Ibnu Umar mengucapkan salam
kepadanya dan mempersilakannya naik ke atas keledai yang ia tunggangi.
Selanjutnya, ia juga memberikan sorbannya yang ia pakai. Ibnu Dinar berkata:
"Semoga Allah memuliakanmu. Mereka itu orang Arab Badui dan mereka sudah biasa
berjalan." Ibnu Umar berkata: "Sungguh dulu ayahnya teman Umar bin al-Khaththab
dan aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya bakti anak yang
terbaik ialah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga
teman ayahnya setelah ayahnya tersebut meninggal.
5. Menyambung Tali Silaturahim Dengan Kerabat Ibu dan Ayah
Hendaknya seseorang menyambung tali silaturahim dengan semua kerabat yang
silsilah keturunannya bersambung dengan ayah dan ibu, seperti paman dari pihak
ayah dan ibu, bibi dari pihak ayah dan ibu, kakek, nenek, dan anak-anak mereka
semua. Bagi yang melakukannya, berarti ia telah menyambung tali silaturahim kedua
orang tuanya dan telah berbakti kepada mereka. Hal ini berdasarkan hadits yang telah
disebutkan dan sabda beliau saw: "Barang siapa ingin menyambung silaturahim
ayahnya yang ada di kuburannya, maka sambunglah tali silaturahim dengan saudara-
saudara ayahnya setelah ia meninggal.

E. MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH


Apa itu keluarga Sakinah ? Keluarga sakinah adalah keluarga yang bahagia sejahtera,
penuh dengan cinta kasih, sekalipun perkawinan sudah berjalan puluhan tahun namun
aroma cinta kasihnya masih tetap terasa dalam hubungan suami isteri. Allah berfirman
dalam surah Ar- Rum ayat : 21 Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan
untuk kalian isteri dari species kalian agar kalian merasakan sakinah dengannya; Dia juga
menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya dalam hal itu
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir. (Ar-Rm: 21).
Dalam ayat ini ada kalimat Litaskun, supaya kalian memperoleh atau merasakan
sakinah. Jadi sakinah itu ada pada diri dan pribadi perempuan. Laki-laki harus
mencarinya di dalam diri dan pribadi perempuan. Tapi perlu diingat laki-laki harus
menjaga sumber sakinah, tidak mengotori dan menodainya. Agar sumber sakinah itu tetap

12
terjaga, jernih dan suci, dan mengalir tidak hanya pada kaum bapak tetapi juga anak-anak
sebagai anggota rumah tangga, dan gerasi penerus.
Dalam bahasa Arab Sakinah sendiri memiliki arti tenang, aman, damai, serta penuh
kasih sayang. Pastinya konteks Keluarga Sakinah ini adalah idaman bagi setiap Muslim.
Mawaddah sendiri berarti Cinta, kasih sayang yang tulus kepada pasangan dan
keluarganya. Dengan sifat ini diharapkan keluarga Muslim dapat bertahan sekalipun harus
mendapatkan cobaan dalam dinamika rumah tangganya. Wa Rahmah terdiri dari dua
kata, yaitu Wa yang berarti dan, dan Rahmah yang berarti Rahmat, karunia, berkah,
dan anugerah. Tentunya hal ini diharapkan agar keluarga senantiasa berada di jalan yang
benar dan mendapatkan segala Rahmat disisi Allah SWT.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam selaku uswatun hasanah (suri tauladan yang
baik) yang patut dicontoh telah membimbing umatnya dalam hidup berumah tangga agar
tercapai sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Bimbingan
tersebut baik secara lisan melalui sabda beliau shallallahu alaihi wasallam maupun
secara amaliah, yakni dengan perbuatan/contoh yang beliau shalallahu alaihi wasallam
lakukan. Diantaranya adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam senantiasa
menghasung seorang suami dan isteri untuk saling taawun (tolong menolong, bahu
membahu, bantu membantu) dan bekerja sama dalam bentuk saling menasehati dan saling
mengingatkan dalam kebaikan dan ketakwaan, sebagaimana sabda beliau shallallahu
alaihi wasallam:







Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para wanita
diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk
adalah bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam
meluruskannya (membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian
membiarkannya (yakni tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah
isteri-isteri (para wanita) dengan cara yang baik.
(Muttafaqun alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu)
Cara meraih kehidupan yang sakinah:
1. Berdzikir
Ketahuilah, dengan berdzikir dan memperbanyak dzikir kepada Allah, maka
seseorang akan memperoleh ketenangan dalam hidup (sakinah). Allah subhanahu
wataala berfirman (artinya):Ketahuilah, dengan berdzikir kepada Allah, (maka) hati
(jiwa) akan (menjadi) tenang. (Ar Rad: 28)

13
Baik dzikir dengan makna khusus, yaitu dengan melafazhkan dzikir-dzikir tertentu
yang telah disyariatkan, misal: , dan lain-lain, maupun dzikir dengan makna
umum, yaitu mengingat, sehingga mencakup/meliputi segala jenis ibadah atau
kekuatan yang dilakukan seorang hamba dalam rangka mengingat Allah subhanahu
wataala, seperti sholat, shoum (puasa), shodaqoh, dan lain-lain.
2. Menuntut Ilmu Agama
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:


Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari rumah-rumah
Allah (masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an dan mengkajinya diantara
mereka, kecuali akan turun (dari sisi Allah subhanahu wataala) kepada mereka as
sakinah (ketenangan).
(Muttafaqun alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu)
Dalam hadits diatas, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan kabar
gembira bagi mereka yang mempelajari Al Qur`an (ilmu agama), baik dengan
mempelajari cara membaca maupun dengan membaca sekaligus mengaji makna serta
tafsirnya, yaitu bahwasanya Allah akan menurunkan as sakinah (ketenangan jiwa)
pada mereka.
Hakikatnya, pada zaman modern ini memang tidak mudah untuk membangun
keluarga Sakinah, sebab percampuran budaya yang sudah sangat melekat di dalam
dinamika kehidupan masyarakat mengakitbatkan ketimpangan sosial yang sangat
signifikan dalam berperilaku, sehingga mayoritas masyarakat yang terlalu nyaman
dengan perkembangan zamanpun sedikit demi sedikit meninggalkan pola hidup lama
dan lebih memilih pola hidup baru yang dibawa oleh dampak globalisasi. Untuk
mewujudkan keluarga sakinah dengan cara :
a. Memilih pasangan yang Shaleh/Shalehah yang taat kepada perintah Allah SWT
dan sunnah Rasulullah SAW.
b. Mengutamakan keimanan dibandingkan penampilan dalam memilih pasangan.
c. Melihat latar belakang keluarga dan nasab dari pasangan yang dipilih. Diutamakan
yang memiliki nasab terjaga(baik) dan terhormat.
d. Niatkan dari awal untuk beribadah kepada Allah SWT dan menjauhi segala
hubungan yang dilarang-Nya.
e. Berkomitmen untuk tetap menjaga keutuhan hubungan dalam rumah tangga.
f. Sebagai suami, istri ataupun anak, menjalankan tugas dan fungsinya selaku
anggota keluarga dengan sebaik-baiknya.
g. Membiasakan nilai-nilai kerohanian dalam setiap aspek kehidupan di dalamnya.
h. Menjaga komunikasi yang baik dalam segala urusan.
i. Memelihara dan menjaga keharmonisan keluarga dengan masyarakat sekitar.
j. Menanamkan nilai-nilai edukatif dalam setiap kegiatan keluarga.

14
F. LARANGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Agama adalah ketentuan-ketentuan Tuhan yang membimbing dan mengarahkan
manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Tidak ada perbedaan dari segi asal
kejadian baik laki-laki maupun perempuan, artinya adanya
kesetaraan/kebersamaan/kemintraan dan tidak akan sempurna laki-laki kalau belum
mempunyai pasangan hidup (suami-isteri) begitu juga sebaliknya.
Al Quran sebagai rujukan prinsip masyarakat Islam, pada dasarnya mengakui bahwa
kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama, dengan kata lain laki-laki memiliki hak
dan kewajiban terhadap perempuan dan sebaliknya perempuan juga memiliki hak dan
kewajiban terhadap laiki-laki.
Pada dasarnya inti ajaran setiap agama, khususnya dalam hal ini Islam, sangat
menganjurkan dan menegakkan prinsip keadilan dan bahkan menghormati terhadap
perempuan, bahkan prinsip yang utama adalah menciptakan rasa aman dan tentram dalam
keluarga, sehingga tercipta rasa saling asih, saling cinta, saling melindungi dan saling
menyayangi.
Al Quran menggaris bawahi bahwa suami maupun isteri adalah pakaian untuk
pasangannya, hal ini di sebutkan Allah dalam Firmannya surah Al Baqarah ayat 187
Mereka (isteri-isteri kamu) adalah pakaian bagi kamu (wahai para suami) dan kamupun
adalah pakaian bagi mereka.
Dalam kehidupan berumah tangga, prinsip menghindari adanya kekerasan baik fisik
maupun psikis sangat diutamakan, jangan sampai ada pihak dalam rumah tangga yang
merasa berhak memukul atau melakukan tindak kekerasan dalam bentuk apapun dengan
dalih atau alasan apapun baik terhadap suami-isteri ataupun anak. Hal ini senada dengan
UU PKDRT No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
pasal 1 Kekerasan dalam Rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang,
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.
Islam agama yang dengan visinya Rahmatan Lil Alamin, sangat menghargai kepada
semua manusia, khususnya kepada perempuan. Hadirnya Islam sebagai agama pembebas
dari ketertindasan dan penistaan kemanusiaan yang membawa misi untuk mengikis habis
praktik-praktik tersebut. Dalam Islam manusia baik laki-laki dan perempuan adalah
sebagai makhluk Tuhan yang bermartabat (human dignity di mana parameter kemuliaan
seorang manusia tidak diukur dengan parameter biologis sebagai laki-laki atau

15
perempuan, tetapi kualitas dan nilai seseorang diukur dengan kualitas taqwanya kepada
Allah.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan
pendidik utama dan pertama bagi anak, karena merekalah anak mula-mula menerima
pendidikan-pendidikan serta mampu menghayati suasana kehidupan religius dalam
kehidupan keluarga yang akan berpengaruh dalam perilakunya sehari-hari yang
merupakan hasil dari bimbingan orang tuanya, agar menjadi anak yang berakhlak mulia,
budi pekerti yang luhur yang berguna bagi dirinya demi masa depan keluarga agama,
bangsa dan negara.
Akhlak antara suami istri dalam rumah tangga sangat perlu untuk diperhatikan.
Terciptanya keharmonisan dalam rumah tangga harus dilandasi dengan akhlak yang baik
antara suami dan istri.
Suami mempunyai tanggungjawab terhadap istri, begitu juga sebaliknya. Rasulullah
telah memberi contoh teladan bagi suami untuk membina rumah tangganya. Seperti
berpenampilan prima, bertanggungjawab kepada istri dan anak-anak, memberi kasih
sayang kepada istri, menghormati hak-hak istri, dan masih banyak lagi.
Sama halnya dengan suami, istri harus memiliki akhlak yang baik terhadap suaminya.
Diantaranya, istri harus melayani kebutuhan suami, menjaga anak-anak, mengatur rumah
tangga, memberikan rasa kasih saying kepada keluarga dan lain-lain.
Jika suami istri memiliki akhlak yang baik terhadap satu-sama lain maka
keharmonisan rumah tangga dapat timbul dan utuh dalam kehidupan sehari-hari.

B. SARAN

16
Hendaklah orang tua selalu memberikan perhatian yang jenuh kepada anaknya dalam
membina akhlak bukan hanya menyuruh anak agar melakukan perbuatan yang baik tetapi
hendaklah orang tua selalu memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya
Serta orang tua tampil selalu tauladan baik, membiasakan berbagai bacaan dan
menanamkan kebiasaan memerintah melakukan kegiatan yang baik, menghukum anak
apabila bersalah, memuji apabila berbuat baik, menciptakan suasana yang hangat yang
religius (membaca Al-Qur'an, sholat berjamaah, memasang kaligrafi, doa-doa dan ayat-
ayat Al-Qur'an).

17
DAFTAR PUSTAKA

Alhamdani. 1989. Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam. Jakarta:Pustaka Amani.


Barsihannor. 2010. Studi Agama-Agama di Perguruan Tinggi. Makassar: UIN Press.
Departemen Agama, Al Quran dan Terjemahnya.
Husein, Muhammad. 2004. Islam Agama Ramah Perempuan. Yogyakarta: LKIS.
Junaedi, Dedi. 2002. Bimbingan Perkawinan Membina Keluarga Sakinah Menurut Al-
Quran dan As-Sunnah.Jakarta: Akademika Pressindo.
Khairuddin Bashori. 2006. Psikologi Keluarga Sakinah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Majelis Tabligh. 2010. Gender dalam Islam. Yogyakarta: Pimpinan Pusat Aisyiyah.
Mustafa. 1999. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Pustaka Setia.
Quraih, Shihab. 2010. Wanita Dalam Islam. Jakarta: Lentera Hati.
Ramayulis. 2001. Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga. Jakarta: Kalam Mulia.
Shochib, Moh. 2000. Pola Asuh Orang Tua. Jakarta: Rineka Cipta.
Suwito. 2004. Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih. Yogyakarta: Belukar.
Syifaul, Qulub. 2010. Pendidikan Agama Islam untuk Pendidikan Perguruan Tinggi. Jakarta:
Laros.
Tim Kreatif Putra Nugraha. 2010. Aqidah Akhlak. Surakarta: Putra Nugraha.

18

Vous aimerez peut-être aussi