Vous êtes sur la page 1sur 4

AUTOIMUN HEMOLITIK ANEMIA (AIHA)

DEFINISI

Anemia Hemolitik Autoimun (Autoimmune Hemolytic Anemia=AIHA) ialah suatu

anemia yg timbul karena terbentuknya autoantibodi terhadap self antigen pada membran

eritrosit sehingga menimbulkan dekstruksi eritrosit (hemolisis). Reaksi autoantibodi ini akan

menimbulkan anemia, akibat masa edar eritrosit dalam sirkulasi menjadi lebih pendek

(Robert, 2006). Anemia disebabkan karena kerusakan eritrosit melebihi kapasitas sumsum

tulang untuk menghasilkan sel eritrosit, sehingga terjadi peningkatan persentase retikulosit

dalam darah (Rudolph, 2003).

AIHA dibedakan menjadi 2 kelompok menurut karakteristik klinis dan serologis

(Friedberg, 2009), seperti yang tercantum pada tabel 1.


Tabel 1. Karakteristik AIHA

Karakteristik Warm AIHA Cold AIHA

Isotipe antibodi Ig G, jarang Ig A, Ig M Ig M

Antigen spesifitas Multiple, Rh primer i/L, P

Hemolisis Terutama ekstravaskuler Terutama intravaskular

Direct antiglobulin test Ig G C3

FAKTOR RESIKO

Faktor resiko AIHA pada pria dan wanita hampir sama yaitu dengan perbandingan 1:1,

dan tidak berhubungan dengan ras, namun terkait dengan keturunan. AIHA dipicu oleh

infeksi virus atau vaksinasi, lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa.

Imunodefisiensi atau keganasan (terutama keganasan jaringan limforetikular), sistemik lupus

eritematosus (SLE), dan tipe lain penyakit kolagen vaskuler biasanya menjadi penyebab yang
sering AIHA sekunder pada anak. Selain itu, beberapa kelainan yang langka seperti giant cell

hepatitis mungkin dapat menyebabkan AIHA (Sarper, 2011).

PATOMEKANISME

Kerusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini terjadi melalui sistem

kompemen, aktivasi mekanisme selular, atau kombinasi keduanya (Parjono, 2006)

1. Aktivasi Sistem Komplemen


Secara keseluruhan aktivasi sistem komplemen akan menyababkan

hancurnya membran sel eritosit dan terjadilah hemolisis intravaskuler yang ditandai

dengan hemoglobinemia dan hemoglobinuria (Mark, 2013).


Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik ataupun melalui jalur

alternatif. Antibodi-antibodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan jalur klasik

adalah IgM, IgG1, IgG2, IgG3. IgM disebut sebagai aglutinin tipe dingin sebab

antibodi ini berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan sel darah merah

dibawah suhu tubuh. Antibodi IgG disebut aglutinin hangat karena bereaksi dengan

antigen permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh (Parjono, 2006).


2. Aktivasi Komplemen Jalur Klasik
Reaksi diawali dengan aktivasi C1 suatu protein yang dikenal sebagai

recognition unit. C1 akan berikatan dengan kompleks imun antigen antibodi dan

menjadi aktif serta mampu mengkatalisis reaksi-reaksi pada jalur klasik. Fragmen C1

akan mengaktifkan C4 dan C2 menjadi suatu kompleks C4b,2b (dikenal sebagai C3-

convertase). C4b,2b akan memecah C3 menjadi fragmen C3b dan C3a. C3b

mengalami perubahan konformational sehingga mampu berikatan secara kovalen

dengan partikel yang mengaktifkan komplemen (sel darah berlabel antibodi). C3 juga

akan membelah menjadi C3d,g dan C3c,C3d, dan C3g akan tetap berikatan pada

membran sel darah merah dan merupakan produk final aktivasi C3. C3b akan

membentuk kompleks C4b,2b menjadi C4b2b3b (C5-convertase). C5-convertase

akan memecah C5 menjadi C5a (anafilatoksin) dan C5b yang berperan dalam
kompleks penghancur membran. Kompleks penghancur membran terdiri dari

molekul C5b,C6,C7,C8, dan beberapa molekul C9. Kompleks ini akan menyisip ke

dalam membran sel sebagai suatu aluran transmembran sehingga permeabilitas

membran normal akan terganggu. Air dan ion akan masuk ke dalam sel sehingga sel

membengkak dan ruptur (Parjono, 2006).


3. Aktivasi Komplemen Jalur Alternatif
Aktivator jalur alternatif akan mengaktifkan C3, dan C3b yang terjadi akan

berikatan dengan membran sel darah merah. Faktor B kemudian akan melekat pada

C3b, dan oleh D faktor B dipecah menjadi Ba dan Bb. Bb merupakan suatu protease

serin dan tetap melekat pada C3b. Ikatan C3bBb selanjutnya akan memecah molekul

C3 lagi menjadi C3a dan C3b. C5 akan berikatan dengan C3b dan oleh Bb dipecah

menjadi C5a dan C5b. selanjutnya C5b berperan dalam penghancuran membran.
4. Aktivasi seluler yang menyebabkan hemolisis ekstravaskuler
Jika sel darah disensitisasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan

komplemen atau berikatan dengan komponen, namun tidak terjadi aktivasi

komplemen lebih lanjut, maka sel darah merah tersebut akan dihancurkan oleh sel-

sel retikulo endothelial. Proses immune adheren ini sangat penting bagi perusakan

sel eritrosit yang diperantarai sel. Imuno adherens terutama yang diperantai IgG-FcR

akan menyebabkan fagositosis (Marc, 2014).

DAFTAR PUSTAKA
1. Rudolph, Colin D.; Rudolph, Abraham M, dkk. 2003. Rudolph's Pediatrics, 21st

Edition McGraw-Hill. Chapter 19.


2. Friedberg RC and Johari VP, 2009. Autoimmune Hemolytic Anemia , in Wintrobes

Clinical Hematology, 12th edition, Wolter Kluwer, pp 956-962.


3. Sarper Nazan, Suar Caki Kilic, Emine Zengin, Sema Aylan Gelen.2011. Management

of autoimmune hemolytic anemia in children and adolescents : A single center

experience. Turk J Hematol 28:198-205.


4. Parjono elias, Kartika widyanti. 2006. Anemia Hemolitik Autoimun; dalam Ilmu

Penyakit Dalam Ed.IV, Jakarta, FKUI. Hal: 660-662.


5. Marc, M. 2014. Warm Autoimmune hemolytic anemia: Advances in pathophysiology

and treatment. Elsevier Masson SAS.

Vous aimerez peut-être aussi