Vous êtes sur la page 1sur 22

ARITMIA PADA ANAK

PENDAHULUAN

Frekuensi dan tanda klinis aritmia yang terjadi pada anak berbeda dengan yang terjadi pada orang
dewasa. Walaupun aritmia pada bayi dan anak frekuensi terjadinya lebih jarang, namun ini
memerlukan perhatian dari klinisi untuk dapat mengenali dan melakukan penanganan yang tepat
terhadap aritmia yang terjadi tersebut. Sebab manifestasi dari aritmia itu sendiri serta pendekatan
klinisnya berbeda antara pada anak dibandingkan pada orang dewasa 4.

Aritmia dapat juga didefinisikan sebagai variasi dan abnormalitas pada pembentukan impuls,
perambatan impuls, dan pengaruh otonomik 6.

Aritmia pada anak terjadi pada 55,1 per 100.000 kasus di unit gawat darurat anak. Arimia yang
sering terjadi pada anak secara berurutan adalah sinus takikardi (50%), Supraventrikular takikardia (
13 %), bradikardi (6 %), dan atrial fibrilasi (4,6% ) 2.

Penegakkan diagnosa aritmia pada anak menjadi suatu tantangan bagi para klinisi karena banyaknya
gejala yang tidak spesifik yang dikeluhkan oleh anak, seperti tidak mau makan, gelisah, pusing.
Namun, dengan gejala yang tidak khas ini hendaknya diagnosa tetap dapat ditegakkan sehingga
penanganan dapat segera dilakukan.

Tujuan dari penulisan ini agar kita dapat mengenali dan melakukan penatalaksanaan terhadap
aritmia yang sering terjadi pada anak sehingga angka kematian yang diakibatkan aritmia ini dapat
diminimalisasikan.

ELEKTROKARDIOGRAFI PADA ANAK


Alasan yang sering untuk dilakukan EKG pada anak adalah nyeri dada, dugaan aritmia, kejang,
pingsan,luka bakar akibat listrik, gangguan elektrolit, serta adanya kelainan pada pemeriksaan fisik
6.
Pengukuran dasar dengan menggunakan EKG termasuk diantaranya denyut jantung, irama jantung,
aksis jantung, interval PR, dan kompleks QRS, segmen ST serta gelombang T.

Dalam membicarakan aritmia, kita harus mengetahui asal ritme yang muncul sehingga kita dapat
menilai aritmia itu berasal dari mana.
I. RITME YANG BERASAL DARI NODUS SINUS 1-3,6,7.
Semua irama yang berasal dari nodus sinus atrial mempunyai 2 karakteristik yang harus dipenuhi
untuk menghasilkan suatu irama sinus, yaitu ;
1. Gelombang P mendahului kompleks QRS dengan interval PR yang reguler.
2. Gelombang P positif pada lead II dan terbalik pada aVR.

Sinus Takikardi
Gambarannya :
Bila didapati irama dasar dari EKG adalah sinus ritme dengan frekuensi denyut jantung yang lebih
cepat dari batas normal sesuai umur. Denyut jantung lebih cepat dari 140 x/menit untuk anak dan
lebih dari 170 x / menit untuk bayi, ini bermakna untuk dikatakan sebagai suatu sinus takikardi.
Denyut jantung umumnya dibawah 200 x /menit untuk dikatakan sebagai suatu sinus takikardi 1-3.

Penyebabnya :
Umumnya penyebab dari takikardi pada anak dapat disebabkan oleh karena cemas/ ketakutan,
demam, anemia, congestive heart failure (CHF), syok hipovolemik yang sering diakibatkan oleh
dehidrasi akibat diare maupun muntah 2,9.

Penatalaksanaan :
Umumnya sinus takikardi tidak memerlukan penatalaksanaan khusus. Tatalaksana dari sinus
takikardi ditujukan pada tatalaksana penyakit yang mendasarinya, sebab takikardi umumnya adalah
merupakan suatu mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung yang mencukupi.

Sinus Bradikardi
Gambarannya :
Didapati irama dasarnya adalah sinus, namun frekuensi denyut jantung adalah lebih lambat dari
batas paling bawah denyut jantung sesuai umur. Denyut jantung dibawah 80 x/ menit untuk bayi,
dan dibawah 60 x / menit pada anak sudah dapat dikatakan sebagai suatu sinus bradikardi 1-3.

Penyebabnya :
Sinus bradikardi biasa terjadi pada orang normal atau pada atlit maupun pada saat tidur 7.
Bradikardi ini juga dapat muncul akibat stimulasi vagal, peningkatan tekanan intrakranial, hipotermi,
hipoksia, hiperkalemi, ataupun akibat dari pemakaian obat-obatan seperti digitalis dan -Bloker 1,2.

Penatalaksanaan
Bila sinus bradikardi tidak menimbulkan keluhan bagi pasien, umumnya tatalaksana tidak diperlukan.
Tatalaksana ditujukan untuk mengatasi penyakit yang mendasarinya.
Sinus Aritmia
Gambarannya
Pada sinus aritmia, didapati variasi dari denyut jantung, meningkat pada saat inspirasi dan melambat
pada saat ekspirasi. Hal ini dapat muncul sebagai suatu gambaran dari sinus ritme 1-3,7.

Penyebabnya
Hal ini adalah fenomena normal dan berhubungan dengan pengaturan syaraf autonomic jantung
pada saat fase respirasi 1,3,6.

Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang diindikasikan untuk kasus tersebut.

II. RITME YANG BERASAL DARI ATRIUM 1-3


Irama yang berasal dari atrium mempunyai karakteristi, yaitu :
3. Gelombang P mempunyai bentuk yang tidak biasa, yang diakibatkan oleh aksis P yang abnormal,
dan atau adanya jumlah gelombang P yang abnormal pada setiap kompleks QRS.
4. Kompleks QRS biasanya berbentuk normal, namun sering muncul kompleks QRS yang tidak biasa
yang dapat disebabkan oleh aberans.

Atrial Flutter
Gambarannya :
Karakteristik dari Atrial Flutter adalah adanya atrial rate yang terjadi sekitar 300 (antara 240 360) x
/ menit. Pada EKG didapati gambaran sawtooth dengan perbandingan antara gelombang P dengan
QRS biasanya 4:1, 3:1, 2:1, dengan gambaran gelombang QRS biasanya normal 1-3,6,7.

Penyebab
Umumnya atrial flutter pada anak disebabkan akibat adanya kelainan struktur jantung, walaupun
pada fetus dan neonatus dengan atrial flutter umumnya memiliki struktur jantung yang normal.
Penyebab lain yang dapat menimbulkan atrial flutter antara lain seperti penyakit infeksi akut,
perikarditis, miokarditis, keracunan digitalis, dan dapat juga muncul akibat adanya riwayat post
operatif koreksi terutama yang melibatkan atrium seperti koreksi Atrial Septum Defek (ASD),
prosedur Mustard untuk D-transposition of the great artery , atau prosedur Fontan 1,2,7,14.
Prosedur ini dapat menyebabkan atrial flutter karena adanya gangguan pada sistem konduksi yang
terjadi apabila terdapat jahitan luka melewati septum atrium. Atrial flutter juga dapat terjadi pada
Duschennes muscular dystrophy serta trauma pada susunan syaraf pusat.
Penatalaksanaan:
Penatalaksanaan dari atrial flutter dapat mencakup penatalaksanaan pada kondisi akut, kronik,
mengontrol rate, mencegah kejadian berulang 1.
1. Pada kondisi akut,
a. Adenosin tidak dapat mengkonversikan aritmia menjadi sinus, walaupun dapat membantu
konfirmasi diagnosa dari atrial flutter dengan menghambat konduksi AV.
b. Kardioversi dengan DC syncronize merupakan pilihan untuk penatalaksanaan atrial flutter dengan
durasi singkat, bila pasien bayi atau anak dalam kondisi gagal jantung yang berat.
c. Temporary pacing juga ada tempat untuk dilakukan
d. Pada anak, pemberian injeksi amiodaron atau procainamide mungkin efektif untuk mengatasi
atrial flutter.
2 . Pada kasus kronik
Dengan pemberian antikoagulan, warfarin, dapat menunda untuk dilakukannya kardioversi sampai 2
-3 minggu. Setelah kembali ke irama sinus, pemberian antikoagulan dapat dilanjutkan sampai 3 4
minggu.
3. Rate kontrol
Untuk mengontrol rate ventrikel, CCB merupakan pilihan. Propanolol juga sama efektifnya. Pada
waktu lalu, digoksin sering dipakai.
4 . Mencegah kekambuhan
Pemberian anti aritmia kelas I dan III, tampak berhasil dalam mencegah kekambuhan dari atrial
flutter.

Atrial Fibrilasi.
Gambaran :
Karakteristik dari atrial fibrilasi yaitu adanya gambaran kecepatan dari atrium yang ekstrim, berkisar
350 600 x / menit dan ritme yang muncul umumnya bersifat irregularly irregular, dengan
gambaran kompleks QRS yang normal.

Penyebab :
Atrial fibrilasi (AF) jarang terjadi pada anak. Umumnya kejadian AF ini berhubungan dengan
gangguan dari susunan struktural jantung seperti pada Rheumatik Heart Disease (RHD), Eibsteins
anomaly, atresia tricuspid, ASD, adanya riwayat intra-atrial surgery. Tiroktosikosis, emboli pulmonal,
dan perikarditis juga merupakan keadaan yang mungkin dapat menimbulkan atrial fibrilasi 1,4,5.

Penanganan 1
Penanganan dari atrial fibrilasi hampir menyerupai penanganan pada atrial flutter, yaitu :
1. Jika atrial fibrilasi muncul lebih dari 48 jam, antikoagulan seperti warfarin direkomendasikan
diberikan selama 2 3 minggu untuk mencegah kejadian emboli sistemik, jika konversi dapat
ditunda. Pemberian antikoagulan dapat dilanjutkan selama 3 4 minggu setelah irama sinus dicapai.
Jika kardioversi tidak dapat ditunda, maka pemberian injeksi heparin dapat dimulai dan kardioversi
dapat dilakukan jika nilai aPTT berkisar 1,5 2,5 lebih besar dari kontrol dalam 5 -10 hari.
2. Propanolol, verapamil, maupun digoksin dapat diberikan untuk mengurangi rate ventrikel.
3. Antiaritmia kelas I seperti quinidine, procainamide, flecainide dan Kelas III seperti amiodaron juga
ada tempat untuk diberikan.
4. Pada pasien dengan kronik atrial fibrilasi, pemberian antikoagulan dapat dipertimbangkan untuk
mengurangi kejadian tromoemboli. Pada kasus kronik, kontrol rate lebih meningkat penggunaannya
dari pada konversi.

Supra Ventrikular Tachycardia


Gambaran
Supraventrikuler Takikardi (SVT) adalah suatu aritmia yang paling sering dijumpai pada bayi dan
anak. Denyut jantung sangat cepat dan teratur. Biasanya denyut jantung berkisar 24040 x /menit,
dengan gelombang P yang umumnya sulit dinilai 1-8,13. Namun jika gelombang P dapat dinilai, akan
didapati aksis dari gelombang P yang tidak normal, dapat mendahului ataupun mengikuti kompleks
QRS. Durasi kompleks QRS umumnya normal.

Terdapat tiga tipe SVT, yaitu tipe atrial takikardi, nodal takikardi, dan AV reentrant takikardi 1,2. Tipe
yang paling sering didapati adalah AV reentrant takikardi. AV reentrant takikardi (AVRT), bukan saja
merupakan mekanisme yang paling umum muncul pada SVT, namun juga merupakan takiaritmia
yang paling sering didapati pada anak. Pada AVRT, didapati jalur by pass tambahan lain menuju
AV-node. Jalan lain ini secara secara anatomis terpisah, seperti bundle of Kent yang dapat dilihat
pada sindroma Wolf-Parkinson-White (WPW). Konduksi jalur pintas ini lebih cepat dibandingkan
dengan jalur normal, dan menghasilkan suatu pola siklus reentry yang independen dari nodus SA.
Temuan yang khas pada WPW adalah dijumpainya PR interval yang memendek, QRS yang melebar
dan dijumpai upstroke kompleks QRS yang dikenal sebagai gelombang delta. Namun hal ini hanya
akan dapat dijumpai jika irama jantung telah menjadi irama sinus.

Ectopic atrial tachycardia merupakan mekanisme yang jarang terjadi pada SVT. Ditandai dengan
adanya tembakan yang cepat pada suatu fokus ektopik di atrium, dimana dijumpai adanya morfologi
gelombang P yang muncul dengan morfologi yang berbeda.

Nodal ectopik takikardi , dapat mengarah ke atrial takikardi karena P wave tertanam pada gel T pd
denyut sebelumnya shg menjadi tidak kelihatan. Tetapi denyutnya relatif lebih lambat 120-200 x/i
jika dibandingkan dengan EAT 1.

Penyebab
Pada kejadian SVT, kebanyakan tidak ditemukan kelainan jantung yang mendasarinya. Serangan
pertama sering terjadi sebelum usia 4 bulan, dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada
perempuan. Hampir setengahnya adalah idiopatik, sebahagian lain disebabkan kelainan jantung
kongenital ( paling sering anomali Eibstein, single ventricle, dan L-transposisi), 10 -20 % diakibatkan
oleh sindroma WPW, serta dapat juga muncul setelah adanya operasi jantung 1,2.
Alasan orang tua membawa bayinya ke dokter karena mendadak gelisah, tidak mau menyusu,
bayinya bernafas dengan cepat, pucat, bahkan mungkin muntah-muntah. Nadi diraba sangat cepat,
berkisar 200-300 kali/ menit. Sedangkan pada anak yang lebih besar, alasan mereka dibawa ke
dokter adalah perasaan berdebar-debar, nyeri dada, pusing, dan kadang sesak nafas 2.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari SVT harus cepat dilakukan. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
mengatasi SVT yakni 1,2,5,7,8:
1. Lakukan maneuver vagal, yakni lakukan masase pada sinus karotis, gagging, melakukan penekanan
pada kedua bola mata umumnya berhasil pada anak yang lebih besar, namun jarang berhasil pada
bayi. Kompres air dingin diwajah selama 10 detik sering berhasil pada bayi.
2. Pemberian adenosine dapat dipertimbangkan sebagai obat pilihan. Adenosine diberikan dengan
suntikan bolus cepat dan diikuti dengan dibilas larutan saline, dimulai dosis 50 g/kg, dapat
ditingkatkan 50 g/kgbb tiap 1 -2 menit. Umumnya efektif pada dosis 100 -150 g/ kgbb dengan
dosis maksimal 250 g/ kgbb
3. Pada bayi dengan CHF yang berat, pengobatan emergensi ditujukan dengan kardioversi segera,
dengan dosis inisial 0,5 joule/kgbb dan dapat ditingkatkan sampai dosis 2 joule /kgbb.
4. Esmolol, -bloker lainnya, verapamil, dan digoksin dapat juga diberikan. Pemberian propanolol
intravena dapat diberikan pada SVT yang diikuti dengan sindroma WPW. Pemberian verapamil
secara intravena pada anak dibawah 12 bulan sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan
bradikardi yang berat dan hipotensi.
5. Jika tatalaksanaan farmakologis gagal, ablasi kateter radiofrekuensi dapat dijadikan pilihan, sesuai
indikasi.

Pencegahan kekambuhan 1
Pada bayi tanpa sindroma WPW, pemberian oral propanolol selama 12 bulan memberikan hasil yang
baik. Pada bayi dengan riwayat CHF dan sindroma WPW dapat dimulai pemberian digoksin, namun
setelah CHF berhasil diatasi, pemberian digoksin dapat diganti dengan pemberian propanolol.

RITME YANG BERASAL DARI VENTRIKEL


Ritme yang berasal dari ventrikel (aritmia ventrikel ) mempunyai karakter sebagai berikut :
1. Kompleks QRS yang lebar dan tidak biasa
2. Arah gelombang T berlawanan dengan kompleks QRS
3. Secara acak, kompleks QRS didahului dengan gelombang P, jika ada.

Premature Ventricular Contraction


Gambaran
Premature Ventrikular contraction (PVC) muncul karena adanya focus ectopik pada ventrikel yang
muncul lebih awl dari irama dasarnya. Pada EKG terlihat kompleks QRS yang lebar, terdapat
perubahan segmen ST sekunder, dan terdapat pause kompensasi penuh (full compensatory pause).
Berdasarkan frekuensi dan bentuknya, PVC dapat dibagi menjadi 1-3,6 :
1. Ventrikular bigeminy atau coupling, jika tiap satu QRS kompleks normal diikuti dengan satu
kompleks PVC.
2. Ventrikular trigeminy , jika tiap dua kompleks QRS normal diikuti dengan satu komlpleks PVC.
3. Couplets , jika dua kompleks PVC muncul secara serangkai
4. Triplets , jika tiga kompleks PVC muncul secara serangkai. Tiga atau lebih berturut-turut muncul
PVC, dapat disebut dengan ventrikular takikardi.

Penyebab
PVC dapat muncul pada anak sehat. Didapati 50 % 70 % dari anak normal muncul PVC pada
pemantauan 24 jam EKG ambulatory. Bebepara penyebab yang dapat menimbulkan PVC pada anak
seperti miokarditis, miokardia infark, kardiomiopati, MVP, post operatif, obat-obatan seperti
digitalis, teofilin, kafein.

Penatalaksanaan
Pada anak dengan jantung yang normal, jika muncul PVC baik itu bigeminy atau PVC jenis yang lain,
namun tidak menunjukkan gejala yang serius dan dari hasil pemeriksaan lainnya seperti
echokardiography, exercise sress tests hasilnya normal, maka tidak diperlukan pengobatan khusus.
Namun pada anak yang mengalami PVC dan memberikan gejala, maka pengobatan sudah harus
dilakukan 1.
a. -bloker sepert atenolol, 1-2 mg/kgbb oral, single dose memberikan hasil yang baik jika
penyebabnya adalah kardiomiopati.
b. Antiaritmia, seperti fenitoin dapat diberikan. Namun antiaritmia yang dapat memperpanjang QT
interval seperti prokainamide, kuinidine, amiodaron harus dihindari.
c. PVC yang sering, dapat diberikan dengan suntikan intravaskular lidokain, 1 mg / kgbb/ kali beri
diikuti dengan pemberian drip lidokain 20 50 g/kgbb/ menit.

Ventrikular Takikardi
Gambaran
Ventrikular Takikardi (VT) merupakan bentuk PVC triplets atau lebih, dengan denyut jantung antara
120- 200 kali / menit. Kompleks QRS yang melebar, durasi QRS yang memanjang ( > 0,12 detik ),
gelombang P yang tidak terlihat.

Penyebab
Ventrikular takikardi dapat muncul pada pasien-pasien dengan gangguan penyakit jantung bawaan
(seperti TOF, AS), miokarditis, hipertensi pulmonal, hipoksia, asidosis, gangguan elektrolit, tumor
jantung, pada pasien-pasien postoperative CHD, obat-obatan seperti digitalis 1,2,13.

Penatalaksanaan.
Pada pasien-pasien dengan VT harus dilakukan pengobatan segera dengan syncronized-DC
cardioversion (0,5 1 joule /kg) jika pasien tidak sadar penuh ataupun pada pasien-pasien yang
mengalami gangguan kardiovaskular yang tampak dari rendahnya cardiac output. Terapi
farmakologis berupa pemberian intra vena amiodaron ( 5 mg/kg ) selama 20-60 menit 1,2,8 .

Ventrikular fibrilasi
Gambaran
Ventrikular fibrilasi (VF) jarang terjadi pada anak. Ini ditandai gambaran kompleks QRS yang dengan
variasi dan konfigurasi yang aneh. Denyut yang cepat dan tidak teratur.

Penyebab
Ventrikular fibrilasi dapat disebabkan oleh gangguan elektrolit, obat-obatan anti aritmia,
peningkatan aktivitas simpatik, hipoksia, riwayat operasi kelainan jantung.

Penatalaksanaan 1,2,8 :
Penatalaksaan dari VF harus segera dilakukan. Jika pasien terlalu lama dalam kondisi fibrilasi maka
akan sulit untuk mengembalikannya ke irama sinus.
Pada keadaan akut,
a. Segera lakukan tindakan resusitasi kardio pulmonal, nilai ABC (airway, breathing, circulation ),
penatalaksanaan jalan nafas dengan oksigen 100 % dan monitoring irama jantung sangat penting.
b. Jika dibutuhkan, dapat dilakukan defibrilasi dimulai dengan 2 joule/kgbb, 4 joule/ kgbb, dan 6
joule /kgbb.
c. Pemberian epineprin secara intarvena maupun intraoseus dimulai 0,01 mg/kgbb ( larutan 1 :
10.000, dosis 0,1mL/kg).
d. Segera cari dan atasi penyebabnya, seperti asidosis, hipoksia.
e. Antiaritmia yang dapat digunakan:
Amiodaron bolus, 5 mg/kgbb IV, IO
Lidokain 1 mg/kgbb IV,IO,IE (endotrakea).
Magnesium sulfat, 25 50 mg/kg dapat diberikan pada keadaan torsades de pointes atau keadaan
hipomagnesia.

Long QT Syndroma
Gambaran
Long QT syndroma (LQTS) adalah suatu bentuk gangguan repolarisasi miokard yang ditandai dengan
interval QT yang memanjang. QT interval yang terbaik dinilai pada lead II. Untuk mengukur interval
QT dapat digunakan formula Bazzet (QTc = Qt /MRR). Nilai QTc antara 420-460 ms adalah nilai
borderline, jika lebih dari 460 ms dapat dikatakan LQT 1-3,5,7,10-12,15.
Angka kejadian dari LQTS ini diperkirakan 1: 10.000 sampai 1 : 15.000 dan mengakibatkan 3000
sampai 4000 kematian mendadak pada anak yang terjadi di Amerika. LQTS umumnya terjadi pada
anak usia 9 15 tahun, dengan episode sinkop yang berulang 2.
Pasien-pasien dengan LQTS akan mengeluhkan sinkope, kejang, palpitasi yang berhubungan dengan
aktivitas, faktor emosi bahkan dengan suara yang besar. Manifestasi awal mungkin dapat
menyebabkan henti jantung 2.

Penyebab
LQTS dapat dikelompokkan menjadi primer (kongenital ) maupun sekunder (didapat) 1,2,7,10-12,15.
Primer LQTS termasuk didalamnya akibat adanya mutasi gen yang mengakibatkan gangguan fungsi
dari ion channel. Berdasarkan latar belakang genetik, didapati 2 tipe dari Jervell- Lange- Nielsen
syndroma dan 6 tipe dari Romano-Ward syndroma yang dapat diidentifikasi yang berhubungan
dengan LQTS. Angka kejadian dari LQTS ini diperkirakan 1: 10.000 sampai 1 : 15.000 dan
mengakibatkan 3000 sampai 4000 kematian mendadak pada anak yang terjadi di Amerika. LQTS
umumnya terjadi pada anak usia 9 15 tahun, dengan episode sinkop yang berulang.
Sedangkan penyebab sekunder yang dapat menimbulkan LQTS adalah pemakaian obat-
obatan,kelainan elektrolit seperti hipokalemia, hipokalsemia, hipomagnesia.

Penatalaksanaan LQTS termasuk didalamnya penangan akut aritmia, menghentikan obat-obatan


yang dapat menimbulkan LQTS, koreksi metaboli abnormalities. Langkah selanjutnya ditujukan untuk
mengurangi aktivitas jantung. -bloker dapat merupakan terapi pilihan. Efek protektif dari -bloker
dapat mengurangi kejadian sinkope maupun suddent cardiac death. Suatu kesepakatan, pasien
dengan gejala LQTS sebaiknya diberikan pengobatan dengan propanolol atau -bloker lainnya. -
bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol (2-4 mg/kgbb/hari, maksimal 60mg/hari).
Propanolol efektif dalam mencegah gejala pada tahun pertama pengobatan. Namun pemberian -
bloker juga harus hati-hati karena dapat menimbulkan bradikardi, bahkan bisa menimbulhan sudden
death. Pada pasien-pasien dengan adanya kontra indikasi diberikan -bloker, pemasangan ICD dapat
dipertimbangkan.

Selain aritmia yang diakibatkan oleh gangguan pembentulan impuls, disini akan disinggung sedikit
mengenai aritmia yang diakibatkan adanya gangguan pada penghantaran impuls.
1. Atrioventrikular blok derajat satu (AVB derajat 1) 1-3,5,7
Ditandai adanya jarak PR interval yang memanjang. Yang diakibatkan oleh adanya perpanjangan
waktu penghantaran impuls dari atrium menuju ventrikel. Hal ini dapat muncul pada anak normal.
Penyebab lain yang dapat menimbulkan AVB derajat satu ini antara lain demam rematik, penyakit-
penyakit infeksi, ASD, Ebstens anomali.
Tidak ada pengobatan khusus untuk kasus ini.

2. Atrioventrikular blok derajat dua 1-3,5,7.


Dibagi menjadi dua
a. Mobitz tipe I : ditandai dengan adanya PR interval yang semakin memanjang, dan pada satu saat
gelombang P menghilang.
Hal ini juga dapat muncul pada anak normal. Penyebab lai yang dapat menimbulkan hal ini antara
lain cardiomiopati, operasi jantung, keracunan digitalis, miokarditis.
Pengobatannya ditujukan pada penyakit yang mendasarinya.

b. Mobitz II : ditandai dengan adanya hambatan impuls dari atrium yang intermiten, sehinga kadang
kala impuls dari atrium tidak dapat disampaikan ke ventrikel

Pengobatan ditujukan pada penyakit yang mendasarinya. Pemasangan


Pacemaker dapat dilakukan bila sudah terdapat indikasinya.

3. Atrioventrikular derajat tiga (AVB derajat 3) 1-3,5,7 .


Terjadi bila hantaran impuls dari atrium sama sekali tidak dapat mencapai ventrikel. Pada gambaran
EKG didapati jarak P-P regular, jarak QRS juga regular dengan denyut lebih lambat dari denyut P.

Hal ini dapat disebabkan kelainan kongenital, baik dengan maupun tanpa kelainan dar sturuktur
jantung, kelainan pada ibunya seperti SLE,Sjgren syndrome, demam rematik akut, adanya tumor
pada sistem konduksi. Operasi jantung juga merupakan penyebab umum yang menimbulkan blok
komplit. Penatalaksanaan awal dapat diberikan atropin aau isoproterenol pada keadaan yang
bergejala sampai menunggu pemasangan pacemaker. Pacemaker diindikasikan pada pasien dengan
gangguan blok jantung kongenital,jika :
a) Pasien bergejala , pusing, berkunang-kunang, mengarah ke CHF.
b) Pada bayi bila denyut ventrikel kurang dari 50 -55 x/ menit.

Pada pasien yang asymptomatik congenital heart block tidak memerlukan terapi.

Penatalaksanaan Sumbatan Jalan Napas Karena Benda Asing Pada Bayi Dan Anak

Perbedaan yang utama antara penatalaksanaan sumbatan jalan napas karena benda asing pada
bayi/anak dengan dewasa adalah pada penderita bayi/anak tindakan abdomial thrust tidak
dianjurkan lagi untuk delakukan karena resiko cedera yang tinggi. Faktor keselamatan penolong
serta penderita yang ditolong juga sangat diperhatikan, itulah sebeabnya tindakan baru diberikan
bila sumbatan berat.

Penatalaksanaan pada penderita sadar

Back Blows

Bisa dilakukan baik untuk bayi maupun anak-anak. Cara meakukannya adalah :
Posisikan bayi/anak dengan posisi kepala mengarah kebawah supaya gaya gravitasi dapat
membantu mengeluarkan benda asing.

Penolong yang berlutut atau duduk, dapat menopang bayi dipangkuannya dengan lebih aman
saat melakukan tindakan.

Untuk bayi, topang kepala dengan menggunakan ibu jari disatu sisi rahang dan rahang yang
lain menggunakan satu atau dua jari dari tangan yang sama, jangan sampai menekan jaringan lunak
dibawah ranang, karena akan menyebabkan sumbatan jalan napas kembali. Sedangkan untuk anak
diatas 1 tahun, kepala kepala tidak perlu ditopang secara khusus.

Lakukan 5 hentakan back blows secara kuat dengan menggunakan telapak tangan ditengah
punggung. Tujuan tindakan tersebut untuk mengupayakan bahwa sumbatan benda asing terlepas
setelah hentakan, bukan karena akumulasi ke 5 hentakan.

Bila gagal, dilakukan tindakan lanjutan, yaitu chest thrust pada bayi dan abdominal thrust pada
anak berusia diatas 1 tahun.

Chest Trust

Tindakan tersebut dilakukan dengan memposisikan bayi dengan kepala dibawah danposisi
terlentang. Tindakan ini akan lebih aman bila penderita diletakkan dilangan yang bebas dipunggung
bayi serta menopang ubun-ubun dengan tangan.

Topang bayi pada lengan dengan menggunakan bantuan paha penolong.

Identifikasi daerah yang akan dilakukan tekanan. (Pada bawah sternum, sekitar 1 jari diatas
Xyphisternum). Kemudian chest thrust. Tindakan ini mirip kompresi dada pada bantuan hidup dasar,
namun lebih lambat dan lebih menghentak sebanyak 5 kali. Bila benda asing belum keluar, tindakan
diulang kembali dari awal.

Abdomnal thrust
Tindakan ini dilakukan hanya untuk anak yang berumur diatas 1 tahun, cara melakukannya
dengan berdiri atau berlutut dibelakang penderita. Letakkan lengan penolong dibawah tangan
penderita serta mengelilingi pinggangnya.

Kepalkan tangan penolong serta letakkan antara umbilicus dan Xyphisternum

Raih kepalan tersebut dengan tangan yang lain serta hentakkan ke aarah atas dan belakang
(arah tubuh penderita)

Lakukan sampai 5 kali pastikan bahwa tindakan tidak mengenai Prosesus Xypoideus atau iga
paling bawah. Bila benda asing tidak berhasil dikeluarkan, maka tindakan tersebut diulang kembali.

Karena resiko trauma yang terjadi, setiap penderita yang telah dilakukan Abdominal Thrust,
harus diperiksa dokter.

Penatalksanaan pada penderita tidak sadar

Pada penderita yang mengalami sumbatan jalan napas karena benda asing tidak sadarkan diri, maka
penatalaksanaannya bantuan hidup dasar. Yaitu :

Segera aktif kan layanan gawat darurat, berikan kompresi sebanyak 30 kali, tidak diperlukan untuk
mengecek nadi, lanjutkan dengan pemberian 2 kali napas bantuan, usahakan memeriksa posisi
benda asing setiap kali mulut pasien terbuka saat dilakukan kompresi. Bila memungkinkan untuk
dikeluarkan, sebaiknya dikeluarkan.

STATUS EPILEPTIKUS DAN SYOK PADA ANAK

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang bukan merupakan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit yang
merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan dari sel neuron otak oleh
karena terganggu fungsinya akibat kelainan anatomi-fisiologi, biokimia atau kedua.1

Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Hampir 5%
anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama
hidupnya. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut
merupakan keadaan darurat. Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik. Karena
diagnosis yang salah atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan kejang tidak
terkontrol, depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu. Langkah awal dalam menghadapi kejang
adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang atau bukan. Selanjutnya melakukan identifikasi
kemungkinan penyebabnya.1

Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan,
atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus. Pada
kondisi status epileptikus pasien dapat mengalami syok.1 Sindroma klinis syok merupakan masalah
dramatis, dinamis dan mengancam jiwa yang sering dihadapi klinisi. Semua dokter yang
melaksanakan perawatan anak sakit akan dihadapkan dengan masalah sindroma klinis syok. Tanpa
intervensi yang cepat dan tepat akan menyebabkan terjadinya gagal multiorgan dan kematian. Syok
merupakan diagnosis klinis, tetapi pengenalan tanda-tanda klinis syok pada anak masih merupakan
masalah. Karena itu pengenalan dini terhadap tanda-tanda syok dan tatalaksana yang tepat sangat
penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat syok.2

Syok adalah suatu sindroam klinis akut yang terjadi karena kegagalan kardiovaskuler dimana terjadi
ketidakmampuan system sirkulasi dalam menyediakan kecukupan oksigen dan nutrient lain untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Karena itu syok dapat dipandang sebagai keadaan
defisiensi oksigen seluler akut. Jadi apapun faktor penyebabnya selalu merupakan masalah
ketidakcukupan nutrient dan oksigen ditingkat seluler.2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Status epileptikus didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang
tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari
30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau
seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai
status epileptikus. Status epileptikus adalah gawat darurat medik yang memerlukan pendekatan
terorganisasi dan terampil agar meminimalkan mortalitas dan morbiditas yang menyertai.3,4

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena penanganan yang efektif
tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya status epileptikus dikarakteristikkan
menurut lokasi awal bangkitan yaitu area tertentu dari korteks (Partial onset) atau dari kedua
hemisfer otak (Generalized onset). Kategori utama lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu,
apakah konvulsi atau non-konvulsi.5

Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan status epileptikus. Satu versi
mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status epileptikus umum (tonik-klonik, mioklonik,
absens, atonik, akinetik) dan status epileptikus parsial (sederhana atau kompleks). Versi lain
membagi berdasarkan status epileptikus umum (overt atau subtle) dan status epileptikus non-
konvulsi (parsial sederhana, parsial kompleks, absens). Versi ketiga dengan pendekatan berbeda
berdasarkan tahap kehidupan (batas pada periode neonatus, infan dan anak-anak, anak-anak dan
dewasa, hanya dewasa).5,6

2.3 Epidemiologi

Status epileptikus merupakan suatu masalah yang umum terjadi dengan angka kejadian kira-kira
60.000 160.000 kasus dari status epileptikus tonik-klonik umum yang terjadi di Amerika Serikat
setiap tahunnya. Pada sepertiga kasus, status epileptikus merupakan gejala yang timbul pada pasien
yang mengalami epilepsi berulang. Sepertiga kasus terjadi pada pasien yang didiagnosa epilepsi,
biasanya karena ketidakteraturan dalam memakan obat antikonvulsan. Mortalitas yang
berhubungan dengan aktivitas kejang sekitar 1-2 persen, tetapi mortalitas yang berhubungan
dengan penyakit yang menyebabkan status epileptikus kira-kira 10 persen. Pada kejadian tahunan
menunjukkan suatu distribusi bimodal dengan puncak pada neonatus, anak-anak dan usia tua.3

2.4 Etiologi dan Patofisiologi

Status epileptikus dapat disebabkan oleh berbagai hal. Ada tiga subtipe utama status epileptikus
pada anak: kejang demam lama, status epileptikus idiopatik dimana kejang berkembang pada ada
atau tidaknya lesi atau serangan sistem saraf pusat yang mendasari, dan status epileptikus bergejala
bila kejang terjadi bersama dengan gangguan neurologis atau kelainan metabolik yang lama.4

Kejang demam yang berlangsung selama lebih dari 30 menit, terutama pada anak yang berumur
kurang dari 3 bulan, merupakan penyebab status epileptikus yang paling lazim. Kelompok idiopatik
termasuk penderita epilepsi yang mengalami penghentian antikonvulsan mendadak (terutama
benzodiazepin dan barbiturate) yang disertai dengan status epileptikus. Anak epilepsi yang diberi
antikonvulsan yang tidak teratur atau yang tidak taat adalah lebih mungkin berkembang status
epileptikus. Kurang tidur dan infeksi yang menyertai cenderung menjadikan penderita epilepsi lebih
rentan terhadap status epileptikus. Mortalitas dan morbiditas pada penderita dengan kejang lama
dan status epileptikus adalah rendah. Status epileptikus karena penyebab lain mempunyai mortalitas
yang jauh lebih tinggi dan penyebab kematian biasanya secara langsung dapat dianggap berasal dari
kelainan yang mendasari. Ensefalopati anoksik berat datang dengan kejang selama umur beberapa
hari, dan prognosis akhir sebagian berkaitan dengan pengurangan dalam pengendalian kejang.
Kelainan elektrolit, hipokalsemia, hipoglikemia, intoksikasi obat, intoksikasi timah hitam,
hiperpireksia ekstrem, dan tumor otak terutama pada frontalis, merupakan penyebab tambahan
status epileptikus.4

Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase. Fase pertama terjadi
mekanisme kompensasi, seperti peningkatan aliran darah otak dancardiac output, peningkatan
oksigenase jaringan otak, peningkatan tekanan darah, peningkatan laktat serum, peningkatan
glukosa serum dan penurunan pH yang diakibatkan asidosis laktat. Perubahan syaraf reversibel pada
tahap ini. Setelah 30 menit, ada perubahan ke fase kedua, kemampuan tubuh beradaptasi berkurang
dimana tekanan darah, pH dan glukosa serum kembali normal. Kerusakan syaraf irreversibel pada
tahap ini. Pada fase ketiga aktivitas kejang berlanjut mengarah pada terjadinya hipertermia (suhu
meningkat), perburukan pernafasan dan peningkatan kerusakan syaraf yang irreversibel.3,7

Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap keempat, ketika peningkatan
pernafasan yang buruk memerlukan mekanisme ventilasi. Keadaan ini diikuti oleh penghentian dari
seluruh klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi kehilangan syaraf dan kehilangan otak
berlanjut.8

Kerusakan dan kematian syaraf tidak seragam pada status epileptikus, tetapi maksimal pada lima
area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari korteks serebri, serebellum, hipokampus,
nukleus thalamikus dan amigdala). Hipokampus mungkin paling sensitif akibat efek dari status
epileptikus, dengan kehilangan syaraf maksimal dalam zona Summer. 3,7
Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraf begitu kompleks dan melibatkan
penurunan inhibisi aktivitas syaraf melalui reseptor GABA dan meningkatkan pelepasan dari
glutamat dan merangsang reseptor glutamat dengan masuknya ion natrium dan kalsium dan
kerusakan sel yang diperantarai kalsium.3

Etiologi status epileptikus antara lain alkohol, anoksia, antikonvulsan-withdrawal, penyakit


cerebrovaskular, epilepsi kronik, infeksi SSP, toksisitas obat-obatan, metabolik, trauma, tumor.1,2

Komplikasi status epileptikus, yaitu :3,4

Otak : Peningkatan Tekanan Intra Kranial, Oedema serebri, Trombosis arteri dan vena otak,
Disfungsi kognitif

Gagal Ginjal : Myoglobinuria, rhabdomiolisis

Gagal Nafas : Apnoe, Pneumonia, Hipoksia, Hiperkapni, Gagal nafas

Pelepasan Katekolamin : Hipertensi, Oedema paru, Aritmia, Glikosuria, dilatasi pupil,


Hipersekresi, hiperpireksia

Jantung : Hipotensi, gagal jantung, tromboembolisme

Metabolik dan Sistemik : Dehidrasi, Asidosis, Hiper/hipoglikemia, Hiperkalemia,


Hiponatremia, Kegagalan multiorgan

Idiopatik : Fraktur, tromboplebitis, DIC

2.5 Diagnosis

Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk mencegah
keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized Tonic-Clonic) merupakan bentuk
status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari survei ditemukan kira-kira 44 sampai 74
persen, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi.

A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status Epileptikus)

Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan potensial dalam
mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik umum atau kejang parsial yang
cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada status tonik-klonik umum, serangan berawal
dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan dan
peningkatan frekuensi.

Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang melibatkan otot-otot aksial
dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti
oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya takikardi dan peningkatan tekanan
darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang
mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang
sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak tertangani.

B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)


Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum mendahului fase tonik dan
diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.

C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)

Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran tanpa diikuti
fase klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut
Syndrome.

D. Status Epileptikus Mioklonik

Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan mioklonus adalah menyeluruh
tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya tingkat kesadaran. Tipe dari status epileptikus
tidak biasanya pada en selofati anoksia berat dengan prognosa yang buruk, tetapi dapat terjadi pada
keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif.

E. Status Epileptikus Absens

Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas atau dewasa.
Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai suatu keadaan mimpi
(dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai slow motion movie dan mungkin
bertahan dalam waktu periode yang lama. Mungkin ada riwayat kejang umum primer atau kejang
absens pada masa anak-anak. Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz
spike) pada semua tempat. Respon terhadap status epileptikus Benzodiazepin intravena didapati.

F. Status Epileptikus Non Konvulsif

Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial kompleks, karena
gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-konvulsif ditandai dengan stupor atau
biasanya koma.

Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional, cepat marah, halusinasi,
tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada beberapa kasus dijumpai
psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike wave discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave
discharges dari status absens.

G. Status Epileptikus Parsial Sederhana

a. Status Somatomotorik

Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-jari pada satu tangan
atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan berkembang menjadi jacksonian march pada
satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin menetap secara unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada
EEG sering tetapi tidak selalu menunjukkan periodic lateralized epileptiform discharges pada
hemisfer yang berlawanan (PLED), dimana sering berhubungan dengan proses destruktif yang pokok
dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai dengan adanya afasia yang intermitten atau
gangguan berbahasa (status afasik).

b. Status Somatosensorik
Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala sensorik unilateral yang
berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.

H. Status Epileptikus Parsial Kompleks

Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang cukup untuk
mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi otomatisme, gangguan berbicara, dan keadaan
kebingungan yang berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus temporalis atau
frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari
status absens dengan EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan
status epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus.

2.6 Penatalaksanaan Status Epileptikus

Status epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis yang membutuhkan anamnesa yang
akurat, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, dan penanganan segera mungkin dan harus dirawat
pada ruang intensif (ICU). Lini pertama dalam penanganan status epileptikus menggunakan
Benzodiazepin. Benzodiazepin yang paling sering digunakan adalah Diazepam (Valium), Lorazepam
(Ativan), dan Midazolam (Versed). Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi dari g-
aminobutyric acid (GABA) oleh ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan kompleks Reseptor-Barbiturat.4

Lorazepam memiliki volume distribusi yang rendah dibandingkan dengan Diazepam dan karenanya
memiliki masa kerja yang panjang. Diazepam sangat larut dalam lemak dan akan terdistribusi pada
depot lemak tubuh. Pada 25 menit setelah dosis awal, konsentrasi Diazepam plasma jatuh ke 20
persen dari konsentrasi maksimal. Mula kerja dan kecepatan depresi pernafasan dan kardiovaskuler
(sekitar 10 %) dari Lorazepam adalah sama.9

Pemberian antikonvulsan masa kerja lama seharusnya dengan menggunakan Benzodiazepin.


Fenitoin diberikan dengan 18 sampai 20 mg/kg dengan kecepatan tidak lebih dari 50 mg dengan
infus atau bolus. Dosis selanjutnya 5-10 mg/kg jika kejang berulang. Efek samping termasuk
hipotensi (28-50 %), aritmia jantung (2%). Fenitoin parenteral berisi Propilen glikol, Alkohol dan
Natrium hidroksida dan penyuntikan harus menggunakan jarum suntik yang besar diikuti dengan
NaCl 0,9 % untuk mencegah lokal iritasi : tromboplebitis dan purple glove syndrome. Larutan
dekstrosa tidak digunakan untuk mengencerkan fenitoin, karena akan terjadi presipitasi yang
mengakibatkan terbentuknya mikrokristal.9,10

Status Epileptikus Refrakter

Pasien dengan kejang yang rekuren, atau berlanjut selama lebih dari 60 menit. Walaupun dengan
obat lini pertama pada 9-40 % kasus. Kejang berlanjut dengan alasan yang cukup banyak seperti,
dosisnya di bawah kadar terapi, hipoglikemia rekuren, atau hipokalsemia persisten. Kesalahan
diagnosis kemungkinan lain: tremor, rigor dan serangan psikogenik dapat meniru kejang epileptik.
Mortalitas pada status epileptikus refrakter sangat tinggi dibandingkan dengan yang berespon
terhadap terapi lini pertama.3,5

Dalam mengatasi status epileptikus refrakter, beberapa ahli menyarankan menggunakan Valproat
atau Phenobarbitone secara intravena. Sementara yang lain akan memberikan medikasi dengan
kandungan anestetik seperti Midazolam, Propofol, atau Tiofenton. Penggunaan ini dimonitor oleh
EEG, dan jika tidak ada kativitas kejang, maka dapat ditapering. Dan jika berlanjut akan diulang
dengan dosis awal.10

Protokol Penghentian kejang: 11

A. 0 - 5 menit:

- Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik

- Monitoring tanda vital, pertahankan perfusi oksigen ke jaringan, berikan oksigen

- Bila keadaan pasien stabil, lakukan anamnesis terarah, pemeriksaan umum dan neurologi secara
cepat

- Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan fokal dan tanda-tanda infeksi

B. 5 10 menit:

- Pemasangan akses intarvena

- Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah rutin, glukosa, elektrolit

- Pemberian diazepam 0,2 0,5 mg/kgbb secara intravena, atau diazepam rektal 0,5 mg/kgbb
(berat badan < 10 kg = 5 mg; berat badan > 10 kg = 10 mg). Dosis diazepam intravena atau rektal
dapat diulang satu dua kali setelah 510 menit..

- Jika didapatkan hipoglikemia, berikan glukosa 25% 2ml/kgbb.

C. 10 15 menit

- Cenderung menjadi status konvulsivus

- Berikan fenitoin 15 20 mg/kgbb intravena diencerkan dengan NaCl 0,9%

- Dapat diberikan dosis ulangan fenitoin 5 10 mg/kgbb sampai maksimum dosis 30 mg/kgbb.

D. 30 menit

- Berikan fenobarbital 10 mg/kgbb, dapat diberikan dosis tambahan 5-10 mg/kg dengan interval 10
15 menit.

- Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah, elektrolit, gula darah.
Lakukan koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi tanda-tanda depresi pernafasan.

- Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatan intensif.

2.7 Definisi Syok

Syok adalah suatu sindroam klinis akut yang terjadi karena kegagalan kardiovaskuler dimana terjadi
ketidakmampuan system sirkulasi dalam menyediakan kecukupan oksigen dan nutrient lain untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Karena itu syok dapat dipandang sebagai keadaan
defisiensi oksigen seluler akut. Jadi apapun faktor penyebabnya selalu merupakan masalah
ketidakcukupan nutrient dan oksigen ditingkat seluler. 2

2.7.1 Klasifikasi dan Penyebab Syok

Secara umum syok diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya sebagai berikut :2

1. Hipovolemik

Disebabkan karena berkurangnya volume intravaskuler, merupakn penyebab syok tersering pada
anak. Penyebab tersering karena diare, muntah, perdarahan dan kebocoran plasma.

2. Kardiogenik

Disebabkan karena penurunan kontraktilitas otot jantung. Penyebab tersering karena kelainan
jantung bawaan, kardiomiopati, dan miokarditis.

3. Distributif

Disebabkan karena vasodilatasi dan berkumpulnya darah dipembuluh darah perifer. Penyebab
tersering karena anafilaksis, neurogenik, sepsis dan endrokrinologik

4. Obstruktif

Disebabkan karena hambatan pengisian dan pengeluaran jantung. Penyebab tersering adalah
tamponade jantung dan pneumothorak.

5. Pada beberapa buku penyebab tersering ada yang menambahkan gangguan pelepasan oksigen
ditingkat jaringan atau seluler sebagai bagian dari syok, disebut sebagai syok disosiatif, penyebabnya
bisa karena methemoglobinemia dan keracunan gas CO.

2.7.3 Rekomendasi Tata Laksana Syok berdasarkan Ikatan Dokter Anak Indonesia
No. 004/Rek/PP IDAI/III/2014 : 12

1. Kecepatan dalam memberikan penanganan syok sangat penting, makin lama dimulainya
tindakan resusitasi makin memperburuk prognosis.

2. Prioritas utama yang harus segera dilakukan adalah pemberian oksigen aliran tinggi, stabilisasi
jalan nafas, dan pemasangan jalur intravena, diikuti segera dengan resusitasi cairan. Apabila jalur
intravena perifer sukar didapat, jalur intraoseus (IO) segera dimulai.

3. Setelah jalur vaskular didapat, segera lakukan resusitasi cairan dengan bolus kristaloid isotonik
(Ringer lactate, normal saline) sebanyak 20 mL/kg dalam waktu 5-20 menit.

4. Pemberian cairan dapat diulang untuk memperbaiki tekanan darah dan perfusi jaringan. Pada
syok septik mungkin diperlukan cairan 60 mL/kg dalam 30-60 menit pertama.

5. Pemberian cairan hanya dibatasi bila diduga penyebab syok adalah disfungsi jantung primer.

6. Apabila setelah pemberian 20-60 mL/kg kristaloid isotonik masih diperlukan cairan,
pertimbangkan pemberian koloid. Darah hanya direkomendasikan sebagai pengganti volume yang
hilang pada kasus perdarahan akut atau anemia dengan perfusi yang tidak adekuat meskipun telah
mendapat 2-3 x 20 mL/kg bolus kristaloid.

7. Pada syok septik, bila refrakter dengan pemberian cairan, pertimbangkan pemberian inotropik.

8. Dopamin merupakan inotropik pilihah utama pada anak, dengan dosis 5-10
gr/kg/menit. Apabila syok resisten dengan pemberian dopamin, tambahkan epinefrin (dosis 0,05-
0,3 gr/kg/menit) untuk cold shock atau norepinefrin (dosis 0,05-1 gr/kg/menit) untuk warm shock.

9. Syok resisten katekolamin, dapat diberikan kortikosteroid dosis stres (hidrokortison 50


mg/m2/24jam).

10. Dobutamin dipergunakan apabila setelah resusitasi cairan didapatkan curah jantung yang
rendah dengan resistensi vaskular sistemik yang meningkat, ditandai dengan ekstremitas dingin,
waktu pengisian kapiler memanjang, dan produksi urin berkurang tetapi tekanan darah normal.

11. Pada syok septik, antibiotik harus diberikan dalam waktu 1 jam setelah diagnosis ditegakkan,
setelah sebelumnya diambil darah untuk pemeriksaan kultur dan tes resistensi.

12. Sebagai terapi awal dapat digunakan antibiotik berspektrum luas sampai didapatkan hasil kultur
dan antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab.

13. Target akhir resusitasi yang ingin dicapai merupakan petanda perfusi jaringan dan homeostasis
seluler yang adekuat, terdiri dari: frekuensi denyut jantung normal, tidak ada perbedaan antara nadi
sentral dan perifer, waktu pengisian kapiler < 2 detik, ekstremitas hangat, status mental normal,
tekanan darah normal, produksi urin >1 mL/kg/jam, penurunan laktat serum.

14. Tekanan darah sebenarnya bukan merupakan target akhir resusitasi, tetapi perbaikan rasio
antara frekuensi denyut jantung dan tekanan darah yang disebut sebagai syok indeks, dapat dipakai
sebagai indikator adanya perbaikan perfusi.

KERACUNAN PADA ANAK BERDASARKAN JENIS RACUN

PENDAHULUAN

Pengetahuan dan keterampilan tentang manajemen penanganan keracunan pada anak-anak


merupakan hal yang sangat penting dan utama dari pelayanan kegawatdaruratan pediatrik. Selama
tahun 1997, diperkirakan sebanyak 52.000 orang yang mengalami keracunan, dan kelompok
terbanyak dari ini adalah usia anak-anak.

Insidens puncak keracunan terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun, dan kebanyakan kasus
terjadi pada anak yang berusia kurang dari 5-6 tahun. Menurut

American Association of Poison Control Centers National Poison Data System


, sekitar 85-90% kasus keracunan pada anak terjadi pada usia kurang dari 5 tahun, dan sisanya
sekitar 10-15% terjadi pada anak berusia lebih dari 5 tahun.

Racun adalah suatu zat yang bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu dapat menyebabkan
reaksi tubuh yang tidak diinginkan bahkan dapat menimbulkan kematian. Keracunan adalah
terpaparnya korban oleh suatu zat toksik yang menimbulkan gejala dan tanda disfungsi organ serta
dapat menimbulkan kerusakan atau kematian. Keracunan pada anak yang berusia kurang dari 5
tahun pada umumnya terjadi oleh karena kecelakaan (tidak disengaja), sedangkan keracunan pada
anak yang berusia lebih dari 5 tahun terjadi akibat kesengajaan, kekerasan terhadap anak.

Kejadian keracunan pada seorang anak harus dicurigai apabila didapatkan awitan penyakit yang
akut, usia antara 1-5 tahun atau remaja, memiliki riwayat pika atau diketahui pernah terpapar
dengan zat toksik.

Agen penyebab keracunan pada anak, antara lain obat-obatan, produk rumah tangga termasuk
detergen dan pemutih, desinfektan, produk bahan bakar minyak, pestisida, opium dan produk jamu-
jamuan. Beberapa penelitian menyebutkan penyebab tersering keracunan pada anak adalah obat-
obatan. Penelitian lain menyebutkan produk rumah tangga seperti detergen, pemutih dan bahan
bakar minyak sebagai penyebab tersering dari keracunan.

Baca Pustaka Divisi Penyakit Gawat Darurat 2 Dalam keadaan sehari-hari ada beberapa zat yang
sering digolongkan sebagai racun namun sebenarnya bahan ini adalah korosif. Bahan korosif adalah
bahan yang apabila masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan luka bakar pada bagian dalam tubuh
penderita tersebut.

IDENTIFIKASI RACUN

Dalam memberi pertolongan pertama dan pengobatan pada peristiwa keracunan atau kecelakaan
yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia beracun atau bahan-bahan racun/toksik lainnya, yang
mula-mula harus dilakukan ialah mengenali (mengidentifikasi) bahan-bahan yang diduga menjadi
penyebab keracunan. Mengenali bahan-bahan racun/toksik merupakan hal yang sangat penting
artinya dalam menentukan diagnosis keracunan. Setiap peristiwa keracunan oleh bahan-bahan
racun yang jenis dan sifatnya berlainan (berbeda), mempunyai cara-cara pertolongan dan
pengobatan yang berbeda pula. Pada peristiwa keracunan oleh bahan-bahan racun yang jenis dan
sifatnya tidak diketahui. pertolongan dan pengobatannya didasarkan pada gambaran gejala-gejala
klinis yang timbul akibat rangsangannya. Sedapat mungkin mendapatkan informasi yang tepat dan
akurat yang harus diketahui dan ditanyakan dalam anamnesa adalah hal-hal yang berhubungan
dengan racun, seperti jenis atau bahan zat toksik, jumlah zat toksik yang sudah masuk ke dalam
tubuh, dosis per kilo berat tubuh penderita, dan kapan terjadinya keracunan; disebabkan oleh
karena kecelakaan atau disengaja (misal percobaan bunuh diri), riwayat medis saat ini (gejala-gejala
dan pengobatan yang sedang diterima), riwayat medis masa lalu (riwayat percobaan bunuh diri,
alergi obat, keluarga dan sosial) serta upaya pertolongan apa saja yang sudah dilakukan.

Pada anak yang masih kecil, informasi mengenai jenis bahan seringkali mudah untuk
diidentifikasikan tetapi dosis atau jumlah yang sudah masuk mungkin akan sulit untuk dipastikan.
Beberapa, memiliki pemikiran tentang bahan maksimal yang mungkin tertelan dikumpulkan dengan
cara membandingkan jumlah tablet atau volume cairan dengan lebih terinci dan detail dari
kemasannya .

Zat toksik tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui berbagai macam cara, yaitu mulut atau
saluran pencernaan, mata, topical/dermal, suntikan atau gigitan binatang berbisa (evonomasi),
inhalasi atau saluran pernafasan dan transplasenta.

Seorang anak yang sehat dapat dicurigai mengalami keracunan jika anak tersebut mendadak sakit
dan tidak dapat dijelaskan penyebabnya

Vous aimerez peut-être aussi