Vous êtes sur la page 1sur 27

2

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep keperawatan Komunitas


2.1.1 Pengertian
Primary Health Care (PHC) adalah pelayanan kesehatan pokok yang
berdasarkan kepada metode dan teknologi praktis, ilmiah dari social yang dapat
diterima secara umum baik oleh individu maupun keluarga dalam masyarakat
(Nasrul Effendy, 1998). PHC merupakan upaya kesehatan primer yang didasarkan
kepada metode dan teknologi yang praktis, ilmiah dan dapat diterima secara
social, terjangkau oleh semua individu dan keluarga, dalam masyarakat melalui
partisipasinya yang penuh, serta dalam batas kemampuan, penyelenggaraan yang
dapat disediakan masyarakat dan pemerintah di setiap tahap pembangunan, dalam
semangat kemandirian ( WHO & UNICEF, 1978).
2.1.2 Tujuan PHC
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan yang
diselenggarakan, sehingga akan dicapai tingkat kepuasan pada masyarakat
yang menerima pelayanan.
2. Tujuan khusus
a. Pelayanan harus mencapai keseluruhan penduduk yang dilayani
b. Pelayanan harus dapat diterima oleh penduduk yang dilayani
c. Pelayanan harus berdasarkan kebutuhan medis dari populasi yang
dilayani
d. Pelayanan harus secara maksimum menggunakan tenaga dan sumber-
sumber daya lain dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
2.1.3 Fungsi PHC
1. Pemeliharaan kesehatan
2. Pencegahan penyakit
3. Diagnosis dan pengobatan
4. Pelayanan tindak lanjut
5. Pemberian sertifikat
2.1.4 Elemen Kegiatan-Kegiatan PHC dapat berupa
1. Pendidikan kesehatan
3

2. Perbaikan gizi dan makanan


3. Penyediaan air dan sanitasi
4. Pemeliharaan kesehatan ibu dan anak
5. Imunisasi
6. Pencegahan dan pengawasan penyakit-penyakit endemic
7. Pengobatan
8. Penyediaan obat-obatan pokok
9. Perawatan mata
2.1.5 Lima Prinsip Dasar PHC
1. Pemerataan upaya kesehatan
2. Penekanan pada upaya preventif
3. Menggunakan teknologi tepat guna
4. Melibatkan peran serta masyarakat
5. Melibatkan kerjasama lintas sektoral
2.1.6 Sasaran
Individu, keluarga, masyarakat dan pemberi pelayanan kesehatan :
1. Keluarga : ibu
2. Masyarakat : tokoh dan pemimpin
3. Pemberi pelayanan kesehatan : langsung dan tidak langsung melalui
pelatihan organisasi kemasyarakatan.
2.1.7 Tanggungjawab Perawat PHC
1. Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan dan
implementas pelayanan kesehatan dan program pendidikan kesehatan
2. Kerjasama dengan masyarakat, keluarga dan individu
3. Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan tehnik asuhan diri sendiri pada
masyarakat
4. Memberikan bimbingan dan dukungan kepada petugas pelayanan kesehatan
5. Koordinasi kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat
2.1.8 Tiga Unsur Utama
1. Mencakup upaya-upaya dasar kesehatan
2. Melibatkan peran serta masyarakat
3. Melibatkan kerjasama lintas sektoral
2.1.9 Paradigma Sehat
4

Paradigma sehat merupakan modal pembangunan kesehatan yang dalam


jangka panjang akan mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri
dalam menjaga kesehatan mereka sendiri yaitu kesadaran terhadap pentingnya
upaya kesehatan yang besifat promotif dan preventif (Hartono, 2001). Gambaran
kesadaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui
pembangunan kesehatan dirumuskan sebagai Indonesia sehat 2015 bukan hanya
milik pemerintah tapi juga milik masyarakat Indonesia. Hal ini sejalan dengan
keyakinan bahwa kesehatan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat yang berperan dalam
meningkatkan derajat kesehatan melalui kegiatan promotif, preventif dan kuratif.
Perilaku masyarakat Indonesia sehat 2015 adalah perilaku proaktif untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah terjadinya resiko penyakit,
melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi akif dalam
gerakankesehatan masyarakat. Selanjutnya masyarakat mempunyai kemampuan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu. Layanan yang tersedia
adalah layanan yang berhasil guna dan berdaya guna yang tersebar secara merata
diIndonesia. Dengan demikian terwujudnya derajat kesehatan masyarakat
yangoptimal yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis (Syafrudin, 2009).
Visi Indonesia Sehat 2015, ditetapkan empat misi pembangunan
kesehatan sebagai berikut:
1. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Keberhasilan
pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasilkerja keras
sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi oleh hasil kerja keras
sertakontribusi positif berbagai sektor pembangunan lainnya. Untuk
optimalisasi hasilkontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya
wawasan kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan. Para
penanggungjawab program pembangunan harus memasukkan pertimbangan-
pertimbangan kesehatan dalam semua kebijakan pembangunannya untuk dapat
mewujudkan INDONESIA SEHAT 2015 . Program pembangunan yang tidak
berkontribusi positif terhadap kesehatan, seyogyanya tidak diselenggarakan.
Untuk dapat terlaksananya pembangunan yang berwawsasan kesehatan,
5

adalah seluruh tugas yang berelemen dari sistem kesehatan untuk berperan
sebagai penggerak utama pembangunan nasional berwawasan.
2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Kesehatan adalah
tanggungjawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan
swasta. Apapun peran yang dimainkan pemerintah, tanpa kesadaran individu
dan masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan mereka, hanya
sedikit yang dapat dicapai. Perilaku yang sehat dan kemampuan masyarakat
untuk memilih dan mendapat pelayanan kesehatan yang bermutu sangat
menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, salah satu
upaya kesehatan pokok atau misi sektor kesehatan adalah mendorong
kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata,dan terjangkau.Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan
yang bermutu, merata dan terjangkau mengandung makna bahwa salah satu
tanggungjawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan
kesehatan yang bermutu, merata danterjangkau oleh masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak semata-mata berada di tangan
pemerintah, melainkan mengikut sertakan sebesar-besarnya peran aktif
segenap anggota masyarakat dan berbagai potensi swasta.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat
beserta lingkungannya. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya mengandung makna bahwa
tugas utama sektor kesehatan adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan
segenap warga negaranya, yakni setiap individu, keluarga dan masyarakat
Indonesia, tanpa meninggalkan upaya menyembuhkan penyakit atau
memulihkan kesehatan penderita. Untuk terselenggaranya tugas ini
penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus diutamakan adalah yang bersifat
promotif dan preventif yang didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif.
Agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat diperlukan pula terciptanya lingkungan yang sehat, dan oleh
karena itu tugas-tugas penyehatan lingkungan harus pula lebih diprioritaskan.
(Syafrudin, 2009).
6

2.1.10 Konsep Keperawatan Komunitas


Keperawatan komunitas adalah suatu sintesa ilmu dan praktik kesehatan
masyarakat, yang diimplementasikan melalui penggunaan proses keperawatan
yang sistematis, dirancang untuk mempromosikan kesehatan dan mencegah
penyakit pada kelompok populasi (Clark, 1999). Dimana sebagai pelayanan
keperawatan profesional diberikan komprehensif ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat yang dipengaruhi oleh lingkuangan (bio,
psiko, sosio, mental dan spiritual) mempengaruhi status kesehatan masyarakat.
Pada praktik keperawatan komunitas itu sendiri rangkaian prosesnya
dimulai dari awal tahap pengkajian sampai evaluasi, dimana diharapkan terjadi
alih peran sehingga peran perawat yang lebih banyak berangsur-angsur berkurang
digantikan meningkatnya kemandirian masyarakat sebagai klien seperti terlihat
pada gambar.
Keterangan:
Peran perawat
Peran masyarakat
Gambar: 1 lingkaran dinamis proses
keperawatan (Depkes RI, 1992, h.20)
Terwujudnya kemandirian masyarakat untuk menyelesaikan masalah
kesehatan dapat dicapai dengan pengorganisasian masyarakat karena peran serta
masyarakat didalamnya akan meningkat oleh karena itu, dalam proses
keperawatan komunitas ada tahap-tahap yang perlu dilaksanakan perawat (Depkes
RI, 1993), yaitu:
1. Tahap pesiapan: Memilih area atau daerah yang menjadi prioritas, menentukan
cara untuk berhubungan dengan masyarakat, mempelajari serta bekerjasama
dengan masyarakat.
2. Tahap pengorganisasian: persiapan pembentukan kelompok dan penyesuaian
pola dalam masyarakat dilanjutkan dengan pemilihan ketua kelompok dan
pengurus inti.
3. Tahap pendidikan dan pelatihan kelompok masyarakat: kegiatan pertemuan
teratur dengan kelompok masyarakat, melakukan pengkajian, membuat
program berdasarkan masalah atau diagnosa keperawatan, melatih kader
7

kesehatan yang akan membina masyarakat dilingkungannya dan pelayanan


keperawatan langsung terhadap individu, keluarga dan masyarakat.
4. Tahap formasi kepemimpinan : memberi dukungan latihan dan pengembangan
keterampilan kepemimpinan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pergerakan, dan pengawasan kegiatan pemeliharaan kesehatan.
5. Tahap koordinasi intersektoral: kerjasama dengan sector terkait dalam upaya
memandirikan masyarakat.
6. Tahap akhir: supervise bertahap, evaluasi serta umpan balik untuk perbaikan
kegiatan kelompok kerja berikutnya.
2.1.11 Model Keperawatan Komunitas
Teori keperawatan berkaitan dengan kesehatan masyarakat menjadi acuan
dalam mengembangkan model keperawatan komunitas adalah teori Betty Neuman
(1972) dan Model Keperawatan Comunity as Partner (2000). Model Neuman
memandang klien sebagai sistem yang terdiri dari berbagai elemen meliputi
sebuah struktur dasar, garis kekebalan, garis pertahanan normal dan garis
pertahanan fleksibel (Neuman, 1994).
Model intervensi keperawatan yang dikembangkan oleh Betty Neuman
melibatkan kemampuan masyarakat untuk bertahan atau beradaptasi terhadap
stressor yang masuk kedalam garis pertahanan diri masyarakat. Kondisi kesehatan
masyarakat ditentukan oleh kemampuan masyarakat dalam menghadapi stressor.
Intervensi keperawatan dilakukan bila masyarakat tidak mampu beradaptasi
terhadap stressor yang masuk kedalam garis pertahanan ( Clark, 1999).
Dasar pemikiran dalam keperawatan komunitas adalah komunitas adalah
sebuah sistem. Pada awalnya Anderson dan McFarlane(1996) menggunakan
model comunity as client. Pada tahun 2000 model disempurnakan menjadi
community as partner. Model comunity as partner mempunyai makna sesuai
dengan filosofi PHC, yaitu fokus pada pemberdayaan masyarakat. Model tersebut
membuktikan ada hubungan yang sinergi dan setara antara perawat dan klien.
Pengkajian komunitas mempunyai 2 bagian utama yaitu core dan 8 subsistem.
Pengkajian core/inti adalah core: komunitas, sejarah/riwayat, data
demografi, jenis rumah tangga, vital statistik, value, belief, religion dan status
pernikahan. Pengkajian 8 subsistem komunitas adalah pengkajian fisik, pelayanan
8

kesehatan dan sosial, ekonomi, keamanan dan transportasi, politik dan


pemerintahan, komunikasi, pendidikan dan rekreasi(Wahit Iqbal Mubarak, 2009).
Model comunity as partner menekankan pada terjadinya stressor yang
dapat mengganggu keseimbangan sistem: pertahanan fleksibel, normal dan
resisten. Tehnik pengumpulan data dalam model tersebut adalah melalui winshield
survey (pengamatan langsung ke masyarakat dengan berkeliling wilayah dan
menggunakan semua panca indra), hasil wawancara, kuesioner dan data
sekunder(data statistik, laporan puskesmas, laporan kelurahan dan lain-lain).
2.2 Asuhan Keperawatan Komunitas
Pelayanan dalam asuhan keperawatan komunitas sifatnya berkelanjutan
dengan pendekatan proses keperawatan sebagai pedoman dalam upaya
menyelesaikan masalah kesehatan komunitas. Proses keperawatan komunitas
meliputi pengkajian, analisa dan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi:
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian komunitas adalah untuk mengidentifikasi faktor (positif dan
negatif) yang berhubungan dengan kesehatan dalam rangka membangun strategi
untuk promosi kesehatan. Dimana menurut model Betty Neuman (Anderson and
Mc Farlane, 2000) yang dikaji meliputi demografi, populasi, nilai keyakinan dan
riwayat kesehatan individu yang dipengaruhi oleh sub system komunitas yang
terdiri dari lingkungan fisik, perumahan, pendidikan, keselamatan dan
transportasi, politik pemerintahan, kesehatan, pelayanan sosial, komunikasi,
ekonomi dan rekreasi. Aspek-aspek tersebut dikaji melalui pengamatan langsung,
data statistik, angket dan wawancara.
Pada tahap pengkajian ini perlu didahului dengan sosialisasi program
perawatan kesehatan komunitas serta program apa saja yang akan dikerjakan
bersama-sama dalam komunitas tersebut. Sasaran dari sosialisasi ini meliputi
tokoh masyarakat baik formal maupun informal, kader masyarakat, serta
perwakilan dari tiap elemen di masyarakat (PKK, karang taruna, dan lainnya).
Setelah itu, kegiatan dianjurkan dengan dilakukannya Survei Mawas Diri (SMD)
yang diikuti dengan kegiatan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
9

Survei Mawas Diri adalah kegiatan perkenalan, pengumpulan, dan


pengkajian masalah kesehatan oleh tokoh masyarakat dan kader setempat di
bawah bimbingan petugas kesehatan atau perawat di desa (Depkes RI, 2007).
Tujuan Survei Mawas diri adalah sebagai berikut.
1. Masyarakat mengenal, mengumpulkan data, dan mengkaji masalah kesehatan
yang ada di desa
2. Timbulnya minat dan kesadaran untuk mengetahui masalah kesehatan dan
pentingnya permasalahan tersebut untuk diatasi
Survey Mawas diri dilaksanakan di desa terpilih dengan memilih lokasi
tertentu yang dapat menggambarkan keadaan desa pada umumnya. SMD
dilaksanakan oleh kader masyarakat yang telah ditunjuk dalam pertemuan tingkat
desa. Informasi tentang masalah-masalah kesehatan di desa dapat diperoleh
sebanyak mungkin dari kepala keluarga yang bermukim di lokasi terpilih tersebut.
Waktu pelaksanaan SMD dilaksanakan sesuai dengan hasil kesepakatan
pertemuan desa. Cara pelaksanaan Survei Mawas Diri adalah sebagai berikut.
1. Perawat komunitas dan kader yang ditugaskan untuk melakukan survey
mawas diri meliputi :
Penentuan sasaran, baik jumlah KK maupun lokasinya
Penentuan jenis informasi masalah kesehatan yang akan dikumpulkan
dalam mengenal masalah kesehatan
Penentuan cara memperoleh informasi kesehatan, misalnya apakah akan
mempergunakan cara pengamatan atau wawancara. Cara memperoleh
informasi dapat dilakukan dengan kunjungan dari rumah ke rumah atau
melalui pertemuan kelompok sasaran
Pembuatan instrument atau alat untuk memperoleh informasi kesehatan.
Misalnya dengan menyusun daftar pertanyaan (kuesioner) yang akan
dipergunakan dalam wawancara atau membuat daftar hal-hal yang akan
dipergunakan dalam pengamatan.
2. Kelompok pelaksanaan SMD dengan bimbingan perawat di desa
mengumpulkan informasi masalah kesehatan sesuai dengan yang
direncanaakan
10

3. Kelompok pelaksanaan SMD dengan bimbingan perawat di desa mengolah


informasi masalah kesehatan yang telah dikumpulkan sehingga dapat
diperoleh perumusan masalah kesehatan dan prioritas masalah kesehatan di
wilayahnya.
Pengkajian asuhan keperawatan komunitas terdiri atas dua bagian utama,
yaitu inti komunitas (core) dan delapan subsistem yang melengkapinya. Inti
komunitas menjelaskan kondisi penduduk yang dijabarkan dalam demografi, vital
statistic, sejarah komunitas, nilai dan keyakinan, serta riwayat komunitas,
sedangkan delapan subsistem lainnya meliputi lingkungan fisik, pendidikan,
keamanan, dan transportasi, politik dan pemerintah, layanan kesehatan dan social,
komunitas, ekonomi, dan rekreasi.
Komponen lingkungan fisik yang dikaji meliputi lingkungan sekolah dan
tempat tinggal yang mampu mepengaruhi kesehatan, batasan wilayah, luas daerah,
denah atau peta wilayah, iklim, jumlah dan kepadatan penduduk, kesehatan
lingkungan, dan kegiatan penduduk sehari-hari. Lingkungan fisik juga dapat
dikaji melalui wienshield.
Data yang dikaji dari subsistem layanan kesehatan dan sosial meliputi
fasilitas di dalam komunitas dan di luar komunitas. Layanan kesehatan meliputi
ketersediaan layanan kesehatan, bentuk layanan, jenis layanan, sumber daya,
karaktersirtik konsumen, statistik, pembayaran, waktu pelayanan, kemanfaatan,
keterjangkuan, keberlangsungan, dan keberterimaan layanan komunitas. Layanan
sosial dapat meliputi layanan konseling, panti wreda bagi lansia, pusat
perbelanjaan, dan lain-lain yang merupakan sistem pendukung bagi komunitas
dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Pengkajiaan pelayanan kesehatan dan
sosial juga meliputi kebijakan dari pemerintah setempat terhadap kedua layanan
tersebut.
Pada subsistem ekonomi dikaji pendapatan penduduk, rata-rata
penghasilan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, sumber penghasilan, jumlah
penduduk miskin, keberadaan indrustri, toko/pusat pembelanjaan, dan tempat
komunitas bekerja, dan bantuan dana untuk pemeliharaan kesehatan. Komponen
ini mempermudah komunitas memproleh bahan makanan dan sebagainya.
11

Sementara itu pada komponen politik dan pemerintah dikaji situasi politik
dan pemerintahan di komunitas, peraturan dan kebijakan pemerintah daerah
terkait kesehatan komunitas, dan adaya program kesehatan yang ditunjukan pada
penigkatan kesehatan komunitas
Pengkajian subsistem komunikasi meliputi media informasi yang
dimanfaatkan, bagaimana komunikasi sering dimanfaatkan masyarakat, orang-
orang yang berpengaruh, keikutsertaan dalam pendidikan kesehatan, bagaimana
biasanya komunitas memproleh informasi tentang kesehatan, adakah perkumpulan
atau wadah bagi komunitas sebagai sarana untuk mendapatkan informasi, dari
siapa komunitas memproleh banyak informasi tentang kesehatan, dan adakah
sarana komunikasi formal dan informal dalam komunitas.
Komponen pendidikan meliputi status pendidikan masyarakat,
ketersediaan dan keterjangkauan sarana pendidikan, fasilitas pendidikan yang ada
di komunitas, jenis pendidikan, tingkat pendidikan, komunitas yang buta huruf.
Pengkajian subsistem rekreasi diarahkan pada kebiasaan komunitas
berekreasi, aktivitas di luar rumah termasuk dalam mengisi waktu luang dan jenis
rekreasi yang dapat dimanfaatkan oleh komunitas, dan sarana penyaluran bakat
komunitas.
Metode / Instrumen Pengkajian Komunitas
Metode pengumpulan data pengkajian asuhan keperawatan antara lain
Windshield survery, informant interview, observasi partisipasi, dan focus group
discussion (FGD).
1. Windshield Survery
Windshield survery dilakukan dengan berjalan-jalan di lingkungan
komunitas untuk menentukan gambaran tentang kondisi dan situasi yang terjadi
dikomunitas, lingkungan sekitar komunitas, kehidupan komunitas, dan
karakteristik penduduk yang ditemui di jalan saat survai dilakukan.
2. Informant Interview
Sebelum terjun ke masyarakat, instrument pengkajian sebaiknya
dikembangkan dan dipersiapkan terlebih dahulu. Instrument yang perlu
dikembangkan untuk melakukan pengkajian terhadap masyarakat antara lain
kuesioner, pedoman wawancara, dan pedoman observasi. Untuk mendapatkan
12

hasil yang akurat dan agar masyarakat membina rasa percaya (trust) dengan
perawat diperlukan kontak yang lama dengan komunitas. Perawat juga harus
menyertakan lembar persetujuan (informed consent) komunitas yang dibubuhi
tanda tangan atau cap jempol akan melakukan tindakan yang membutuhkan
persetujuan komonitas. Informed consent juga mencantumkan jaminan kerahasian
terhadap isi persetujuan dan dapat yang telah disampaikan. Wawancara dilakukan
kepada key informant atau tokoh yang menguasai program.
3. Observasi Partisipasi
Setiap kegiatan kehidupan di komunitas perlu diobservasi. Tentukan
berapa lama observasi akan dilakukan, apa, dimana, waktu, dan tempat komunitas
yang akan di observasi. Kegiatan observasi dapat dilakukan menggunakan format
observasi yang sudah disiapkan terlebih dahulu, kemudian catat semua yang
terjadi, dengan tambahan penggunaan kamera atau video. Informasi yang penting
diperoleh menyangkut aktivitas dan arti sikap atau tampilan yang ditemukan di
komunitas. Observasi dilakukan terhadap kepercayaan komunitas, norma, nilai,
kekuatan, dan proses pemecahan masalah di komunitas.
4. Focus Group Discussion (FGD)
FGD merupakan diskusi kelompok terarah yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang mendalam tentang perasaan dan pikiran mengenai
satu topic melaui proses diskusi kelompok, berdasarkan pengalaman subjektif
kelompok sasaran terhadap satu institusi/produk tertentu FGD bertujuan
mengumpulkan data mengenai persepsi terhadap sesuatu, misalnya, pelayanan
yang dan tidak mencari consensus serta tidak mengambil keputusan menganai
tindaka yang harus dilakukan. Peserta FGD terdiri dari 6-12 orang dan harus
homogen, dikelompokkan berdasarkan kesamaan jenis kelamin, usia, latar
belakang social ekonomi (pendidikan,suku, status perkawinan, dsb). Lama diskusi
maksimal 2 jam. Lokasi FGD harus memberikan situasi yang aman dan nyaman
sehingga menjamin narasumber berbicara terbuka dan wajar
FGD menggunakan diskusi yang terfokus sehingga membutuhkan
pedoman wawancara yang berisi pertanyaan terbuka, fasilitator, moderato,
notulen, dan observer. Fasilitator dapat menggunakan prtunjuk diskusi agar
diskusi terfokus. Peran fasilitator menjelaskan diskusi, mengarahkan kelompok,
13

mendorong peserta untuk berpartisipasi dalam diskusi, menciptakan hubungan


baik, fleksibel, dan terbuka terhadap saran, perubahan, gangguan, dan kurangnya
partisipasi.
Perekam jalannya diskusi yang paling utama adalah pengamat merangkap
pencatat (observer dan recorder) hal yang perlu dicatat adalah tanggal diskusi,
waktu diskusi diadakan, tempat diskusi, jumlah peserta, tingkat partisipasi peserta,
gangguan selama proses diskusi, pendapat peserta apa yang membuat peserta
menolak menjawab atau membaut peserta tertawa, kesimpulan diskusi , dan
sebagainya. Pengguanaan alat perekam saat SGD berlangsung harus mendapat
izin dari responden terlebih dahulu.
Sebelum membuat instrument pengkajian keperawatan komunitas seperti
kuisioner, pedoman wawancara, pedomanobservasi, atau windshield survey, kisi-
kisi instrument pengkajian sebaiknya dibuat terlebih dahulu, agar data yang akan
ditanyakan dan dikaji kepada komunitas tidak tumpang tindih sehingga waktu
yang digunakan lebih efektif dan efisien.
2.2.2 Analisis data
Data-data yang dihasilkan dari pengkajian kemudian dianalisa seberapa
besar stresor yang mengancam masyarakat dan seberapa berat reaksi yang timbul
dalam masyarakat tersebut. Kemudian dijadikan dasar dalam pembuatan diagnosa
atau masalah keperawatan. Diagnosa keperawatan menurut Muecke (1995) terdiri
dari masalah kesehatan, karakteristik populasi dan lingkungan yang dapat bersifat
aktual, ancaman dan potensial.
Selain data primer, data skunder yang diperoleh melalui laporan/dokumen
yang sudah dibuat di desa/kelurahan puskesmas, kecamatan, atau dinas kesehatan,
musalnya laporan tahunan puskesmas, monografi desa, profil kesehatan, dsb, juga
perlu dikumpulkan dari komunitas. Setelah dikumpulkan melalui pengkajian, data
selanjutnya dianalisis, sehingga perumusan diagnosis keperawatan dapat
dilakukan. Diagnosis dirumuskan terkait garis pertahanan yang mengalami
kondisi terancam. Ancaman terhadap garis pertahanan fleksibel memunculkan
diagnosis potensial; terhadap garis normal memunculkan diagnosis resik; dan
terhadap garis pertahanan resisten memunculkan diagnosis actual/gangguan.
Analisis data dibuat dalam bentuk matriks
14

Table format analisis data komunitas

Data Diagnosis keperawatan


komunitas
Insiden TB dalam 6 bulan terahir Tingginya angka TB
.% proporsi penduduk dengan kasus diwilayah . Yang
TB berhubungan dengan tidak
Status gizi seluruh anggota keluarga .. adekuatnya penggunaan
% fasilitas layanan kesehatan
Status imunisasi balita untuk penanggulangan tb
Ventilasi udara dalam rumah dan keterbatasan kualitas
Riwayat frekwnsi batuk lama (lebih sasran pelayanan TB
dari 3 bulan)%
% keluarga belum memenfaatkan
fasilitas kesehatan
..% pengetahuan keluarga tentang TB
masih rendah
91% remaja mengalami keputihan Resiko meningkatnya
40% remaja yang mengalami kejadian infertilitas pada
keputihan menderita gatal agregat remaja di wilayah
Upaya yang dilakukan remaja dalam . Yang berhubungan
mengatasi keputihan 83% didiamkan dengan tingginya kejadian
saja gangguan organ
55% remaja memiliki kemampuan reproduksi remaja dan
tentang kesehatan reprosuksi yang kurangnya kebiasaan
masih rendah perawatan organ
40,8% remaja meliki pengetahuan reproduksi remaja.
terkait kebiasaan hygiene personal
kesehatan reproduksi yang masih
rendah

Diagnosis keperawatan komunitas disusun berdasarkan jenis diagnosis sebagai


berikut.
1. Diagnosis sejahtera
15

Diagnosis sejahtera/ wellness digunakan bila komunitas mempunyai potensi untuk


ditingkatkan, belum ada data maladapti. Perumusan diagnosis keperawatan
komunitas potensial, hanya terdiri dari komponen problem (p) saja, tanpa
komponen etiologi (e).
Contoh diagnosis sejahtera/ wellness:
Potensial peningkatan tumbuh kembang pada balita dir t 05 rw 01 desa x
kecamatan A, ditandai dengan cakupan imunisasi 95% (95%), 80% berat badan
balita di atas garis merah KMS, 80% pendidikan ibu adalah SMA, cakupan
posyandu 95%.
2. Diagnosis ancaman ( risiko)
Diagnosis risiko digunakan bila belum terdapat paparan masalah kesehatan, tetapi
sudah ditemukan beberapa data maladaptive yang memungkinkan timbulnya
gangguan. Perumusan diagnosis keperawatan komunitas risiko terdiri atas
problem (p), etiologi (e) , dan symptom/ sign (s).
Contoh diagnose risiko:
Resiko terjadinya konflik psikologis pada warga RT 05, RW 01 desa x kecamatan
A yang berhubungan dengan koping masyarakat yang tidak efektif ditandai
dengan pernah terjadi perkelahian antar- RT, kegiatan gotonbg royong , dan
silaturahmi, rutin rw jarang dilakukan, penyuluhan kesehatan terkait kesehatan
jiwa belum pernah dilakukan, masyarakat sering berkumpul dengan melakukan
kegiatan yang tidak positif seperti berjudi.
3. Diagnosis actual/ gangguan
Diagnosis gangguan ditegakkan bila sudah timbul gangguan/ masalah kesehatandi
komunitas, yang didukung oleh beberapa data maladaptive. Perumusan diagnosis
keperawatan komunitas actual terdiri atas problem (p), etiologi (e), dan
symptom/sign (s)
Contoh diagnosis actual:
gangguan/masalah kesehatan reproduksi pada agregat remaja yang berhubungan
dengan kurangnya kebiasaan hygiene Personal, ditandai dengan 92% remaja
mengatakan mengalami keputihan patologis, upaya yang dilakukan remaja dalam
mengatasi keputihan 80% didiamkan saja, 92% remaja mengatakan belum pernah
memperoleh informasi kesehatan reproduksi dari petugas kesehatan.
16

Tingginya kasus diare di wilayah RW 5 kelurahan X yang berhubungan dengan


tidak adekuatnya penggunaan fasilitas layanan kesehatan untuk penanggulangan
diare, keterbatasan, dan kualitas sarana pelayanan diare.
2.2.3 Diagnosis keperawatan komunitas
Setelah data dianalisis dan masalah keperawatan komunitas ditetapkan
prioritas masalah kesehatan komunitas yang perlu ditetapkan bersama masyarakat
melalui musyawarah masyarakat desa (MMD) atau lokakarya mini masyarakat.
Prioritas masalah dibuat berdasarkan kategori dapat diatasi, kemudahan, dan
kekhususan, mengingat banyaknya masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
Pemilihan masalah ini sangat penting dilakukan, agar implementasi yang
dilakukan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat dan secara tidak langsung
akan membangun rasa percaya diri dan kompetensi masyarakat untuk mengatasi
masalah yang lain (Bract, 1990 dalam Helvie, 1998). Penentuan prioritas masalah
keperawatan komunitas dapat dilakukan melalui metode berikut.
Prioritas Masalah Komunitas( Ekasari, 2006)
No Masalah A B C D E F G H I J K L
Kesehatan

Keterangan Huruf:
A = sesuai dengan peran CHN H = tempat
B = sesuai dengan program pemerintah I = dana
C = sesuai dengan intervensi pendidikan kesehatan J = waktu
D = Risiko terjadi K = fasilitas
E = Risiko parah L = petugas
F = Minat masyarakat
G = kemudahan untuk diatasi

Keterangan angka:
1 = Sangat rendah
2 = Rendah
3 = Cukup
4 = Tinggi
17

5 = Sangat tinggi
Musyawarah Masyarakat desa (MMD) adalah pertemuan seluruh warga
desa untuk membahas hasil Survei mawas Diri dan merencanakan
penanggulangan masalah kesehatan yang diperoleh dari Survei Mawas Diri
(Depkes RI, 2007). Tujuan dari MMD ini adalah sebagai berikut
1. Masyarakat mengenal masalah kesehatan di wilayahnya
2. Masyarakat sepakat untuk menanggulangi masalah kesehatan
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan MMd adalah sebagai
berikut :
1. Musyawarah masyarakat desa harus dihadiri oleh pemuka masyarakat desa,
petugas puskesmas, dan sector terkait di kecamatan
2. MMD dilaksanakan dib alai desa atau tempat pertemuan lain yang ada di desa
3. MMD dilaksanakan segera setelah SMD dilaksanakan
Cara pelaksanaan MMD adalah sebagai berikut :
1. Pembukaan dengan menguraikan maksud dan tujuan MMD dipimpin oleh
kepala desa
2. Pengenalan masalah kesehatan oleh masyarakat sendiri melalui curah
pendapat dengan mempergunakan alat peraga, poster, dan lain-lain dengan
dipimpin oleh ibu desa
3. Penyajian hasil SMD oleh kelompok SMD
4. Perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan atas dasar pengenalan
masalah dan hasil SMD, dilanjutkan dengan rekomendasi teknis dari petugas
kesehatan di desa atau perawat komunitas
5. Penyusunan rencana penanggulangan masalah kesehatan dengan dipimpin
oleh kepala desa
6. Penutup

2.2.4 Perencanaan
Perencanaan merupakan tindakan pencegahan primer, sekunder, tersier
yang cocok dengan kondisi klien (keluarga, masyarakat) yang sesuai dengan
diagnosa yang telah ditetapkan. Proses didalam tahap perencanaan ini meliputi
penyusunan, pengurutan masalah berdasarkan diagnosa komunitas sesuai dengan
18

prioritas (penapisan masalah), penetapan tujuan dan sasaran, menetapkan strategi


intervensi dan rencana evaluasi.
Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai serta
rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada. Tujuan dirumuskan untuk
mengatasi atau meminimalkan stresor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga
tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan
fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan normal, dan
pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan resisten (Anderson &
McFarlane, 2000).
Tujuan terdiri atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Penetapan tujuan jangka panjang (tujuan umum/TUM) mengacu pada bagaimana
mengatasi problem/masalah (P) di komunitas, sedangkan penetapan tujuan jangka
pendek (tujuan khusus/TUK) mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi (E).
Tujuan jangka pendek harus SMART (S= spesifik, M= measurable/dapat diukur,
A= achievable/dapat dicapai, R= reality, T= time limited/ punya limit waktu).

Diagnosis TUM TUK


Keperawatan
Komunitas
Risiko Tidak terjadi Pengetahuan remaja
meningkatnya gangguan terkait kesehatan
kejadian infertilitas pada reproduksi
infertilitas pada agregat remaja meningkat dari
agregat remaja putri % menjadi
putrid di di . %.
wilayah .. Menurunnya jumlah
yang siswi yang
berhubungan mengalami
dengan keputihan dari
tingginya % menjadi ..%.
kejadian Terjadi peningkatan
gangguan organ perilaku remaja
reproduksi terkait kebiasaan
19

remaja dan perawatan organ


kurangnya reproduksi sehari
kebiasaan hari dari .%
perawatan menjadi .. %.
organ Remaja sudah
reproduksi memanfaatkan
remaja. layanan UKS
untuk membantu
mengatasi
masalah remaja.
Tingginya Meningkatnya Terjadi peningkatan
angka TB di kemandirian pengetahuan
wilayah . masyarakat di keluarga tentang
Yang . dalam penanganan TB
berhubungan menolong dari ,,,% menjadi
dengan tidak dirinya sendiri %.
adekuatnya agar terhindar Terjadi peningkatan
penggunaan dari penyebaran kualitas saranan
fasilitas layanan TB. kesehatan untuk
kesehatan untuk penanggulangan
penanggulanga TB.
n TB dan Penemuan kasuss
keterbatasan TB secara mandiri
kualitas sarana oleh masyarakat.
pelayanan TB.
Rencana kegiatan yang akan dilakukan bersama masyarakat dijabarkan
secara operasional dalam planning of action (POA) yang disusun dan disepakati
bersama masyarakat saat MMD atau lokakarya mini masyarakat.

Tabel rencana kegiatan asuhan keperawatan komunitas

Diagnosis TUM TUK Rencana Evaluasi


Keperawatan Kegiatan
20

Komunitas
Tingginya angka TB Meningkatnya Setelah dilakukan1. Beri Kriteria evaluasi :
di wilayah . Yang kemandirian tindakan keperawatanpenyuluhan pengetahuan
berhubungan dengan masyarakat di .selama satu bulan,tentang TB danmasyarakat tentang
tidak adekuatnya dalam menolongdiharapkan: perawatannya. TB meningkat.
penggunaan fasilitas dirinya sendiri Terjadi peningkatan2. Ajarkan
layanan kesehatan agar terhindar daripengetahuan keluargamasyarakat Standar evaluasi:
untuk penyebaran TB. tentang penanganan TBketerampilan 1. 70 % keluarga
penanggulangan TB dari % menjadi % dalam mampu menyebutkan
dan keterbatasan Terjadi peningkatanmenangani pengertian,
kualitas sarana kualitas saranagejala TB,tanda/gejala, dan
pelayanan TB. kesehatan untukmelakukan penyebab TB.
penanggulangan TB. tindakan 2. 75 % keluarga
Penemuan kasus TBpencegahan mampu melakukan
secara mandiri olehpenularan TB. tindakan pencegahan
masyarakat. 3. Deteksi TB.
kasus TB di3. 75% kader mampu
masyarakat menemukan kasus TB
melalui dan melakukan
skrining. penanganan TB.
4. Bagikan
leaflet setelah
penyuluhan
TB.
5. Lakukan
pembinaan
kader dalam
kemampuan
penemuan
kasus dan
penanganan
TB.
6. Lakukan
21

kerjasama
dengan institusi
pendidikan
formal dan
informal untuk
melaksanakan
program terkait
pencegahan
dan
penanggulanga
n TB.

2.2.5 Pelaksanaan (Implementasi)


Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah perencanaan
program. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah masyarakat.
Sering kali, perencanaan program yang sudah baik tidak diikuti dengan waktu
yang cukup untuk merencanakan implementasi. Implementasi melibatkan
aktivitas tertentu sehingga program yang ada dapat dilaksanakan, diterima, dan
direvisi jika tidak berjalan. Implementasi keperawatan dilakukan untuk mengatasi
masalah kesehatan komunitas menggunakan strategi proses kelompok, pendidikan
kesehatan, kemitraan (partnership), dan pemberdayaan masyarakat
(empowerment). Perawat komunitas menggali dan meningkatkan potensi
komunitas untuk dapat mandiri dalam memelihara kesehatannya.
Tujuan akhir setiap program di masyarakat adalah melakukan perubahan
masyarakat. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah dari anggota
masyarakat. Perubahan nilai dan norma di masyarakat dapat disebabkan oleh
faktor eksternal, seperti adanya undang-undang, situasi politik, dan kejadian kritis
eksternal masyarakat. Dukungan eksternal ini juga dapat dijadikan daya
pendorong bagi tindakan kelompok untuk melakukan perubahan prilaku
masyarakat. Organisasi ekternal dapat menggunakan model social planning dan
locality development untuk melakukan perubahan, menggalakkan kemitraan
dengan memanfaatkan sumber daya internal dan sumber daya eksternal.
22

Perawat komunitas harus memiliki pengetahuan yang memadai agar dapat


memfasilitasi perubahan dengan baik, termasuk pengetahuan tentang teori dan
model berubah. Perubahan yang terjadi di masyarakat sebaiknya dimulai dari
tingkat individu, keluarga, masyarakat, dan sistem di masyarakat. Ada beberapa
model berubah (Ervin, 2002), yaitu :
1. Model berubah Kurt Lewin
Proses berubah terjadi pada saat individu, keluarga, dan komunitas tidak
lagi nyaman dengan kondisi yang ada. Model ini terdiri dari :
Unfreezing, bila ada perasaan butuh untuk berubah baru implementasi
dilakukan, dengan tujuan membantu komunitas menjadi siap untuk melakukan
perubahan.
Change yaitu intervensi mulai diperkenalkan kepada kelompok
Refreezing meliputi bagaimana membuat suatu program menjadi stabil
melalui pemantauan dan evaluasi.
Contoh : pada kasus flu burung, saat unfreezing berubah menjadi refreezing,
perawat komunitas perlu mempertahankan kondisi yang ada dengan melakukan
kemitraan tentang bagaimana kebiasaan masyarakat yang sudah bagus dapat
dipertahankan dan kebiasaan masyarakat yang kurang mendukung kesehatan tidak
lagi terjadi, seperti kebiasaan tidak melakukan cuci tangan.
2. Strategi berubah Chin & Benne
Strategi berubah ini sangat cocok digunakan oleh perawat komunitas
dalam mengkaji status individu, kelompok, dan masyarakat dalam membuat
keputusan untuk berubah. Strategi ini merupakan strategi untuk melakukan
perubahan di komunitas, bukan tahap proses berubah. Menurut model ini untuk
melakukan perubahan diperlukan strategi perubahan yaitu :
Rational empiris, dikatakan bahwa untuk melakukan perubahan di komunitas,
perlu terdapat fakta dan pertimbangan tentang seberapa besar keuntungan
yang diperoleh dengan adanya perubahan tersebut. Contoh : adanya kebiasaan
merokok yang banyak terjadi di masyarakat, terutama remaja, diperlukan
peran perawat komunitas untuk memfasilitasi perubahan dengan memberikan
promosi kesehatan bahaya merokok melalui media,seperti poster, leaflet,
modul data kejadian kesakitan dan kematian akibat merokok atau mengajak
23

melihat langsung kondisi korban akibat rokok. Dengan adanya fakta,


diharapkan terjadi perubahan pada individu.
Normative reedukatif yaitu pertimbangan tentang keselarasan perubahan
dengan norma yang ada di masyarakat.
Power coercive yaitu strategi perubahan yang menggunakan sanksi baik
politik maupun sanksi ekonomi. Misalnya sanksi terhadap perokok yang
merokok di tempat umum berupa denda atau kurungan.
3. First order and second order change
Menurut model ini first order bertujuan mengubah substansi atau isi di
dalam sistem, sedangkan pada second order, perubahan ditujukan pada sistemnya.
Contoh : Adasnya resiko pergaulan bebas yang saat ini marak di kalangan
remaja,perawat komonitas perlu mengubah substansi yang ada dalam system (frist
order) seperti membentuk dan melihat kader kesehatan remaja (KKR) di sekolah
dan dimasyarakat, melakukan promosi kesehatan kepada siswa, guru, orang tua
dan masyarakat melakukan dukungan lintas sektor dan lintas-program kepada
aparat terkait program melalui jaringan kemitraan, dsb.selain itu ,diperlukan juga
perubahan pada system (second order) termasuk fasilitas yang ada, seperti
menyediakan klinik remaja, revitalisasi UKS di sekolah, kebijakan pemerintah
terkait remaja, dsb.
Mengukur adanya perubahan masyarakat pada tingkat induvidu, dapat
diketahui dari tingkat kesadaran individu terhadap perubahan, bagaimana individu
mengerti tentang masalah yang dihadap, tingkat partisipasi individu, dan adanyan
perubahan dalam bentuk tingkah laku yang ditampilkan. Adanyarole model yang
ada dimasyarakat dapat dijadikan pendorong untuk mengubah norma dan praktik
individu dalam perubahan masyarakat.
Pada tingkat masyarakat, perubahan lebih difokuskan pada kelompok dan
oeganisasi, termasuk adanya perubahan kebijakan yang berhubungan dengan
masalah yang terjadi di masyarakat, adanya dukungan dan partisipasi dalam
kegiatan masyarakat serta aktivitas lain yang berhubungan dengan penyelesaian
masalah. Perubahan dimasyarakat dapat dievaluasi melalui pengembangan koalisi,
partisipasi masyarakat dalam dukungan untuk mencapai tujuan, dan perubahan
nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
24

Setiap akan melakukan kegiatan dimasyarakat /implementasi


program,sebaiknya dibuat dahulu laporan pendahuluan (LP) kegiatan asuhan
keperawatan komonitas yang meliputi:
1. Latar belakang yang berisi kriteria komonitas, data yang perlu dikaji lebih
lanjut terkait implementasi yang akan dilakukan,dan masalah keperawatan
komonitas yang terkait dengan implementasi saat ini.
2. Proses keperawatan komonitas yang berisi diagnose keperawatan komonitas,
tujuan umum, dan tujuan khusus.
3. Implementasi tindakan keperawatan, yang berisi topik kegiatan, target
kegiatan, metode, strategi kegiatan, media dan alat bantu yang dipergunakan ,
waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan, pengorganisasian petugas kesehatan
beserta tugas, susunan acara, setting tempat acara.
4. Kriteria evaluasi, yang berisi evaluasi struktur, evaluasi proses, dan evaluasi
hasil dengan menyebutkan target persentase pencapaian hasil yang diinginkan.
Pelaksanaan kegiatan perkesmas, dilakukan berdasarkan POA Perkesmas
yang telah disusun. Pemantauan kegiatan perkesmas secara berkala dilaksanakan
oleh kepala puskesmas dan coordinator puskesmas dengan melakukan diskusi
tentang permasalahan yang dihadapi terkait pelaksanaan perkesmas serta
melakukan penilaian setia akhir tahun dengan membandingkan hasil pelaksanaan
kegiatan dengan rencana yang telah disusun. Pembahasan masalah perkesmas
dapat dilakukan dengan cara mengadakan kegiatan :
1. Lokakarya Mini Bulanan
Lokakarya mini bulanan dilakukan setian bulan di puskesmas, dihadiri oleh staf
puskesmas dan unit penunjangnya untauk membahas kinerja internal puskesmas
termasuk cakupan, mutu pembiayaan, masalah, dan hambtan yang ditemui
termasuk pelaksanaan perkesmas dan kaitanya dengan masalah lintas program
lainnya.
2. Lokakarya Mini Tribulanan
Lokakarya mini tribulanan dilakukan setiap 3 bulan sekali, dipimpin oleh camat
dan dihadari oleh staf puskesmas dan unit penunjangnya, instansi lintas- sektor
tingkat kecamatan untuk membahas masalah dalam pelaksanaan puskesmas
25

termasuk perkesmas terkait dengan lintas sektor dan pemasalahan yang terjadi
untuk mendapatkan penyelesaiannya.

3. Refleksi Diskusi Kasus (RDK)


Refleksi diskusi kasus merupakan metode yang digunakan dalam merefleksikan
pengalaman dalam satu kelompok diskusi untuk berbagai pengetahuan dan
pengalaman yang didasarkan atas standar yang berlaku. Proses diskusi ini
memberikan ruang dan waktu bagi peserta diskusi untuk merefleksikan
pengalaman masing-masing serta kemampuannya tanpa tekanan kelompok,
terkondisi, setiap peserta saling mendukung, member kesempatan belajar terutama
bagi peserta yang tidak terbiasa dan kurang percaya diri dalammenyampaikan
pendapat (WHO.2003). RDK dilakukan minimal seminggu sekali, dihadapi oleh
perawat perkesmas di puskesmas untuk membahas masalah teknis perkesmas.
Dalam pemberian asuhan keperawatan komonitas kepada individu /
kluarga / kelompok dan masyarakat agar pemahaman dan ketrampilan perawat
komonitas lebih meningkat. Adapun persyaratan metode RDK adalah:
a) Kelompok terdiri atas 5-8 orang.
b) Salah satu anggota kelompok berperan sebagai fasilitator, satu orang lagi
sebagai penyaji,dan sisanya sebagai peserta.
c) Posisi fasilitator, penyaji, dan peserta lain dalam diskusi setara (equal).
d) Kasus yang disajikan oleh penyaji merupakan pengalaman yang terkait
asuhan keperawatan di komonitas yang menarik untuk dibahas dan di
diskusikan, perlu penanganan dan pemecahan masalah.
e) Posisi duduk sebaiknya melingkar tanpa dibatasi oleh meja atau benda
lainnya agar peserta dapat bertatapan dan berkomonikasi secara bebas.
f) Tidak boleh ada interupsi dan hanya satu orang saja yang berbicara dalam
satu saat, peserta lainya memperhatiakan dan mendengarkan.
g) Tidak diperkenakan ada dominasi, kritik yang dapat memojokkan peserta
lainnya.
h) Peserta berbagi (sharing) pengalaman selama satu jam dan dilakukan secara
rutin.
26

i) Setiap anggota secara bergiliran mendapat kesempatan sebagai fasilitator,


penyaji, dan anggota peserta diskusi.
j) Selama diskusi, diusahakan agar tidak ada peserta yang tertekan atau
terpojok. Yang diharapkan justru dukungan dan dorongan dari setiap peserta
agar terbiasa menyampaikan pendapat mereka masing-masing.
Pelaksanaan kegiatan komunitas berfokus pada tiga tingkat pencegahan
(Anderson dan Mcfarlene, 1985), yaitu:
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum sakit atau disfungsi dan
diaplikasikan ke populasi sehat pada umumnya, mencakup pada kegiatan
kesehatan secara umum dan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit.
Misalnya, kegiatan penyuluhan gizi, imunisasi, stimulasi dan bimbingan dini
dalam kesehatan keluarga.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya
perubahan derajat kesehatan masyarakat dan ditemukannya masalah kesehatan.
Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini dan inervensi yang tepat
untuk menghambat proses penyakit atau kelainan sehingga memperpendek waktu
sakit dan tingkat keparahan. Misalnya mengkaji dan memberi intervensi segera
terhadap tumbuh kembang anak usia bayi sampai balita.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah kegiatan yang menekankan pada pengembalian
individu pada tingkat fungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga.
Pencegahan ini dimulai ketika terjadinya kecacatan atau ketidakmampuan yang
menetap bertujuan untuk mengembalikan ke fungsi semula dan menghambat
proses penyakit.
2.2.6 Evaluasi
Evaluasi perbandingan antara status kesehatan klien dengan hasil yang
diharapkan. Evaluasi terdiri dari tiga yaitu evaluasi struktur, evaluasi proses dan
evaluasi hasil. Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi
data sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk
membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan.
27

Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan. Evaluasi merupakan


sekumpulan informasi yang sistemik berkenaan dengan program kerja dan
efektivitas dari serangkaian program yang digunakan masyarakat terkait program
kegiatan, karakteristik, dan hasil yang telah dicapai (patton, 1986 dalam Helvie,
1998). Program evaluasi dilakukan untuk memberikan informasi kepada
perencanaan program dan pengambil kebijakan tentang efektivitas dan efisiensi
program. Evaluasi merupakan sekumpulan metode dan ketrampilan untuk
menentukan apakah program sudah sesuai dengan rencana dan tuntutan
masyarakat.
Evaluasi digunakan untuk mengetahui beberapa tujuan yang diharapkan
telah tercapai dan apakah itervensi yang dilakukan efektif untuk masyarakat
setempat sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat, apakah sesuai dengan
rencana atau apakah dapat mengatasi masalah masyarakat. Evaluasi ditunjukan
untuk menjawab apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dan program apa yang
dibutuhkan masyarakat, apakah media yang digunakan tepat , ada tidaknya
program perencanaan yang dapat di implementasikan, apakah program dapat
menjangkau masyarakat, siapa yang yang menjadi target sasaran program, apakah
program yang dilakukan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Evaluasi juga bertujuan mengidentifikasi masalah dalam perkembangan
program dan penyelesaian. Program evaluasi dilaksanakan untuk memastikan
apakah ada hasil program sudah sejalan dengan sasaran dan tujuan, memastikan
biaya program sumber daya, dan waktu pelaksanaan program yang telah
dilakukan. Evaluasi juga diperlukan untuk memastikan apakah prioritas program
yang disusun sudah memenuhi kebutuhan masyarakat, dengan membandingkan
perbedaan program terkait keefektifannya.
Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses, dan hasil. Evaluasi
program merupakan proses mendapatkan dan menggunakan informasi sebagai
dasar proses pengambilan keputusan, dengan cara meningkatkan pelayanan
kesehatan. Evaluasi proses difokuskan pada urutan kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan hasil. Evaluasi hasil dapat diukur melalui perubahan pengetahuan
( knowledge) , sikap (attitude), dan perubahan prilaku masyarakat.
28

Evaluasi terdiri atas evaluasi formatif, menghasilkan informasi untuk


umpan balik selama program berlangsung. Sementara itu, evaluasi sumatif
dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi tentang efektifitas
pengambilan keputusan. Pengukuran efektifitas program dapat dilakukan dengan
cara mengevaluasi kesuksesan dalam pelaksanaan program. Pengukuran
efektivitas program dikomonitas dapat dilihat berdasarkan:
1. Pengukuran komonitas sebagai klien. Pengukuran ini dilakukan dengan cara
mengukur kesehatan ibu dan anak, mengukur kesehatan komonitas.
2. Pengukuran komonitas sebagai pengalaman Pembina hubungan. Pengukuran
dilakukan dengan cara melakukan pengukuran social dari determinan
kesehatan.
3. Pengukuran komonitas sebagai sumber. Ini dilakukan dengan mengukur
tingkat keberasilan pada kluarga atau masyarakat sebagai sumber informasi
dan sumber intervensi kegiatan.

Vous aimerez peut-être aussi