Vous êtes sur la page 1sur 15

ASMA

A. Pengertian asma

Penyakit asma berasal dari kata asthma yang diambil dari bahasa
Yunani yang berarti sukar bernapas. Penyakit asma dikenal karena
adanya gejala sesak napas, batuk dan mengi yang disebabkan oleh
penyempitan saluran napas. Asma adalah keadaan saluran napas yang
mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan
tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat
sementara

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi kronik saluran napas


yang menyebabkan sensitifnya trakea dan cabang-cabangnya
(hipereaktivitas bronkus) terhadap berbagai rangsangan. Rangsangan ini
dapat menimbulkan obstruksi saluran napas yang menyeluruh dengan
derajat yang bervariasi dan dapat membaik dengan atau tanpa diobati.
Pada kelainan ini berperan berbagai sel inflamasi antara lain sel mast dan
eosinofil. Penyakit asma dapat terjadi pada berbagai usia baik laki-laki
maupun perempuan.

Penyakit asma mempunyai banyak faktor penyebab, dimana yang


paling sering karena faktor atopi atau alergi. Faktor-faktor penyebab dan
pemicu penyakit asma antara lain debu rumah dengan tungaunya, bulu
binatang, asap rokok, asap obat nyamuk, dan lain-lain.

Penyakit ini merupakan penyakit keturunan. Bila salah satu atau


kedua orang tua, kakek atau nenek anak menderita penyakit asma maka
bisa diturunkan ke anak "penyakit asma bukan penyakit menular tapi
penyakit keturunan."
Asma merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak.
Kejadian asma meningkat di hamper seluruh dunia, baik Negara maju
maupun Negara berkembang termasuk Indonesia. Peningkatan ini diduga
berhubungan dengan meningkatnya industri sehingga tingkat polusi cukup
tinggi.

Walaupun berdasarkan pengalaman klinis dan berbagai penelitian


asma merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak, tetapi
gambaran klinis asma pada anak sangat bervariasi, bahkan berat-
ringannya serangan dan sering-jarangnya serangan berubah-ubah dari
waktu ke waktu. Akibatnya kelainan ini kadagkala tidak terdiagnosis atau
salah diagnosis sehingga menyebabkan pengobatan tidak ade kuat.

Umumnya gejala klinis dtandai dengan adanya sesak nafas dan


mengi (nafas yang berbunyi). Kelompok anak yang patut diduga asma
adalah anak-anak yang menunjukkan batuk dan / atau mengi yang timbul
secara episodic, cenderung pada malam / dini hari , musiman, setelah
aktivitas, serta adanya riwayat asma dan atopi pada pasien dan
keluarganya.

B. Presentase penderita penyakit asma

Angka kejadian asma bervariasi di berbagai negara, tetapi terlihat


kecenderungan bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya,
meskipun belakangan ini obat-obat asma banyak dikembangkan. Di
negara maju angka kesakitan dan kematian karena asma juga terlihat
meningkat. Tanggal 4 Mei 2004 ditetapkan oleh Global Initiative in Asthma
(GINA) sebagai World Asthma Day (Hari Asma se-Dunia). Menurut data
organisasi kesehatan dunia (WHO), penyandang asma di dunia mencapai
100-150 juta orang. Jumlah ini diduga terus bertambah sekitar 180 ribu
orang per tahun. (http://outeapoci.wordpress.com/2008)
Di negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam
dan Singapura, bronkitis, emfisema dan asma merupakan penyebab
kematian ke delapan. Penelitian di Amerika Serikat mendapatkan
prevalensi asma sekitar 3%, sementara di Inggris angkanya adalah sekitar
5%. Penelitian pada guru-guru di India menghasilkan prevalensi asma
sebesar 4,1 %, sementara laporan dari Taiwan menunjukkan angka 6,2%.
National Health Interview Survey di Amerika Serikat memperkirakan
bahwa setidaknya 7,5 juta orang penduduk negeri itu mengidap bronkitis
kronik, Iebih dari 2 juta orang menderita emfisema dan setidaknya 6,5 juta
orang menderita salah satu bentuk asma. Di tahun 1981 di Amerika
Serikat dilaporkan ada 60.000 kematian akibat PPOM dan keadaan yang
berhubungan dengannya. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
dalam World Health Report 2000 menyebutkan, lima penyakit paru utama
merupakan 17,4% dari seluruh kematian di dunia, masing-masing infeksi
paru 7,2%, PPOK 4,8%, tuberkulosis 3,0%, kanker, paru/trakea/bronkus,
2,1%, dan asma 0,3% (http://www.suarapembaruan.com, 2008).

Peningkatan penderita asma bronchial juga terjadi di Indonesia,


penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan
kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children)
tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, dan meningkat
tahun 2003 menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%.

Asma terbukti menurunkan kualitas hidup penderitanya. Dalam


salah satu laporan di Journal of Allergy and Clinical Immunology tahun
2003 dinyatakan bahwa dari 3.207 kasus yang diteliti, 44-51% mengalami
batuk malam dalam sebulan terakhir. Bahkan 28,3% penderita mengaku
terganggu tidurnya paling tidak sekali dalam seminggu. Penderita yang
mengaku mengalami keterbatasan dalam berekreasi atau olahraga
sebanyak 52,7%, aktivitas sosial 38%, aktivitas fisik 44,1%, cara hidup
37,1%, pemilihan karier 37,9%, dan pekerjaan rumah tangga 32,6%.
Absen dari sekolah maupun pekerjaan dalam 12 bulan terakhir dialami
oleh 36,5% anak dan 26,5% orang dewasa. Selain itu, total biaya
pengobatan untuk asma di USA sekitar 10 milyar dollar per tahun dengan
pengeluaran terbesar untuk ruang emergensi dan perawatan di rumah
sakit. Oleh karena itu, terapi efektif untuk penderita asma berat sangat
dibutuhkan (http://myhealing.wordpress.com/2008).

Baru-baru ini Howarth dan rekan menemukan bahwa ekspresi dari


sitokin yang disebut tumor necrosis factor alpha (TNF-) pada saluran
napas berkaitan dengan tingkat keparahan asma. TNF- adalah salah
satu sitokin inflamasi yang berhubungan dengan alergi. Hasil
penelitiannya memperlihatkan bahwa penderita asma berat memiliki TNF-
yang lebih tinggi konsentrasinya dibandingkan dengan orang normal.
Pada penderita asma berat ditemukan bahwa tingkat ekspresi gen TNF-
lebih besar daripada pada penderita asma sedang maupun yang
terkontrol, meskipun telah dilakukan terapi kortikosteroid dosis tinggi.
Penelitian Berry dan rekan kemudian membuktikan bahwa TNF- adalah
efektor utama hiperresponsivitas bronkial pada penderita asma yang sulit
disembuhkan dengan terapi kortikosteroid. Namun faktor TNF- ini tidak
berlaku pada semua tipe asma. Berbeda dengan pada asma berat, pada
asma sedang, jumlah TNF-nya sama dengan penderita asma yang
terkontrol. (http://ririgituloch.multiply.com/2008)

Peningkatan jumlah penderita asma di negara berkembang


termasuk Indonesia saat ini membutuhkan penanganan yang serius. Data
dari medical record Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro menunjukkan
bahwa jumlah penderita asma bronkial pada tahun 2007 masuk dalam 10
besar penyakit yang ada di ruang Penyakit Dalam yaitu mencapai 148
orang (8,26%). Sedangkan pada tahun 2008 penderita asma bronkial
tidak masuk dalam 10 besar. Dari data tersebut, penulis tertarik untuk
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
pernapasan asma bronkial. Angka kejadian asma bervariasi di berbagai
negara, tetapi terlihat kecenderungan bahwa penderita penyakit ini
meningkat jumlahnya, meskipun belakangan ini obat-obat asma banyak
dikembangkan. Di negara maju angka kesakitan dan kematian karena
asma juga terlihat meningkat. Tanggal 4 Mei 2004 ditetapkan oleh Global
Initiative in Asthma (GINA) sebagai World Asthma Day (Hari Asma se-
Dunia). Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO), penyandang
asma di dunia mencapai 100-150 juta orang. Jumlah ini diduga terus
bertambah sekitar 180 ribu orang per tahun.
(http://outeapoci.wordpress.com/2008)

C. Penyebab penyakit asma

Pada penderita asma, penyempitan saluran pernapasan


merupakan respon terhadap rangsangan pada paru-paru normal tidak
akan memengaruhi saluran pernapasan. Penyempitan ini dapat dipicu
oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap,
udara dingin dan olahraga.

Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami


kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami
pembengkakan karena adanya peradangan (inflamasi) dan pelepasan
lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari
saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini
menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat
bernapas.

Sel-sel tertentu di dalam saluran udara, terutama mastosit diduga


bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini.
Mastosit di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan
leukotrien yang menyebabkan terjadinya: -kontraksi otot polos -
peningkatan pembentukan lendir - perpindahan sel darah putih tertentu ke
bronki. Mastosit mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap
sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk
sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang.

Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi
tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah
raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan kecemasan juga bisa
memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien.

Sel lainnya yakni eosinofil yang ditemukan di dalam saluran udara


penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga
menyebabkan penyempitan saluran udara.

Asma juga dapat disebabkan oleh tingginya rasio plasma bilirubin


sebagai akibat dari stres oksidatif yang dipicu oleh oksidan

Istilah penyebab asma sebenarnya kurang tepat karena sampai


saat ini penyebab asma belum diketahui. Telah banyak penelitian yang
dilakukan oleh para ahli di bidang asma untuk menerangkan sebab
terjadinya asma, namun belum satu pun teori atau hipotesis yanga dapat
diterima atau disepakati semua para ahli.

Meskipun demikian yang jelas saluran pernapasan penderita asma


memiliki sifat yang khas yaitu sangat peka terhadap berbagai rangsangan
(bronchial hyperreactivity = hipereaktivitas saluran napas). Asap rokok,
tekanan jiwa, alergen pada orang normal tidak menimbulkan asma tetapi
pada penderita asma rangsangan tadi dapat menimbulkan serangan.
GB: Kekebalan Tubuh

Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan


respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan
mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh
berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap,
udara dingin dan olahraga.

Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami


kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami
pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke
dalam saluran udara.

Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut


bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus
berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.

Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga


bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel
mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan
leukotrien yang menyebabkan terjadinya:

kontraksi otot polos


peningkatan pembentukan lendir
perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki.

Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap


sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk
sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang.

Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi
tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah
raga atau berada dalam cuaca dingin.Stres dan kecemasan juga bisa
memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien.

Sel lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara


penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga
menyebabkan penyempitan saluran udara.

D. Gejala klinis
Dispnea dengan aspirasi memanjang>mengi ekspirasi -> bunyi
mengi inspirasi dengan penggunaan otot-otot asesori pernafasan-
>pernafasan cuping hidung.
Batuk
Ensaitas,iritabilitas->sampai penurunan tingkat kesadaran
Sianosis
Penurunan POCO2 pada awalnya->hyperventilasi, kemudian
POCO2 meningkat pada saat obstruksi menghebat.

E. Pencegahan penyakit asma


Serangan asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan
bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan
meminum obat sebelum melakukan olah raga

F. Penanganan penyakit asma


Penanganannya ada dua macam, yang sama-sama penting,
tergantung berat ringannya serangan yang timbul.

Pertama, non farmakologik (pengobatan tidak dengan obat-


obatan)
1. Pendidikan pada penderita mengenai penyaktinya sehingga dia
dapat menyikapi penyakitnya dengan baik;

2. Menghindari penyebab/pencetus serangan (allergen), dan kontrol


lingkungan hidupnya;

3. Latihan relaksasi, kontrol terhadap emosi dan lakukan senam atau


olah raga yang bermanfaat memperkuat otot pernapasan, misalnya
berenang;

4. Fisioterapi, sehingga lendir mudah keluar.

Kedua, secara farmakologik (menggunakan obat-obatan)

1. Pelonggar nafas, misalnya salbutamol, aminofilin

2. Pemelihara, misalnya prednisone, dexametason dll.

3. Pengencer lendir, misalnya bromhexin, ambroxol.

Obat-obatan bisa membuat penderita asma menjalani kehidupan


normal. Pengobatan segera untuk mengendalikan serangan asma
berbeda dengan pengobatan rutin untuk mencegah serangan.

Agonis reseptor beta-adrenergik merupakan obat terbaik untuk


mengurangi serangan asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk
mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini
merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik.
Bronkodilator yang yang bekerja pada semua reseptor beta-
adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa
denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar)
otot. Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta2-adrenergik
(yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki
sedikit efek samping terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya
albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan
bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik.

Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi


efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru
memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih
lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah serangan.

Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler


(obat yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan
mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula
kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang
mengalami penyumbatan berat. Bronkodilator per-oral (ditelan) dan
suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping
dan mula kerjanya cenderung lebih lambat.

Jenis bronkodilator lainnya adalah theophylline. Theophylline


biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk,
mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet long-
acting. Pada serangan asma yang berat, bisa diberikan secara intravena
(melalui pembuluh darah).

Jumlah theophylline di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan


harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan
memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa
menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang. Pada saat pertama
kali mengonsumsi theophylline, penderita bisa merasakan sedikit mual
atau gelisah. Kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh
dapat menyesuaikan diri dengan obat. Pada dosis yang lebih besar,
penderita bisa merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi
(jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi
(kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.

Corticosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif


dalam mengurangi gejala asma. Jika digunakan dalam jangka panjang,
secara bertahap corticosteroid akan menyebabkan berkurangnya
kecenderungan terjadinya serangan asma dengan mengurangi kepekaan
saluran udara terhadap sejumlah rangsangan.

Tetapi penggunaan tablet atau suntikan corticosteroid jangka panjang bisa


menyebabkan:

gangguan proses penyembuhan luka


terhambatnya pertumbuhan anak-anak
hilangnya kalsium dari tulang
perdarahan lambung
katarak prematur
peningkatan kadar gula darah
penambahan berat badan
kelaparan
kelainan mental.

Tablet atau suntikan corticosteroid bisa digunakan selama 1-2


minggu untuk mengurangi serangan asma yang berat. Untuk penggunaan
jangka panjang biasanya diberikan inhaler corticosteroid karena dengan
inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan
obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya. Corticosteroid per-oral (ditelan)
diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya tidak dapat
mengendalikan gejala asma.

Cromolin dan nedocromil diduga menghalangi pelepasan bahan


peradangan dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan
pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk mencegah
terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan. Obat ini terutama
efektif untuk anak-anak dan untuk asma karena olah raga. Obat ini sangat
aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun
penderita bebas gejala.

Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida)


bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir
yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini
akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang
sebelumnya telah mengonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik.

Pengubah leukotrien (contohnya montelucas, zafirlucas dan


zileuton) merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan asma.
Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang
dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala asma).

o Selama suatu serangan asma yang berat, dilakukan:

pemeriksaan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah


pemeriksaan fungsi paru-paru (biasanya dengan spirometer atau
peak flow meter)
pemeriksaan rontgen dada.
o Pengobatan Jangka Panjang

Salah satu pengobatan asma yang paling efektif adalah inhaler


yang mengandung agonis reseptor beta-adrenergik. Penggunaan inhaler
yang berlebihan bisa menyebabkan terjadinya gangguan irama jantung.

Jika pemakaian inhaler bronkodilator sebanyak 2-4 kali/hari selama


1 bulan tidak mampu mengurangi gejala, bisa ditambahkan inhaler
corticosteroid, cromolin atau pengubah leukotrien. Jika gejalanya
menetap, terutama pada malam hari, juga bisa ditambahkan theophylline
per-oral.
Daftar Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Asmav

http://astaqauliyah.com/2006/01/tujuh-jurus-ampuh-mengatasi-asma/vvvvv

http://manglufti.wordpress.com/2007/10/09/tips-untuk-penderita-asma/

http://medicastore.com/asma/gejala_dan_diagnosa_asma.php

http://www.infoibu.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=78

http://pakgede.wordpress.com/2008/04/25/asma-dan-penanggulangan-
pertamanya/

http://medicastore.com/asma/penyebab_dan_faktor_pencetus_asma.php

http://medicastore.com/asma/

http://www.gatra.com/2002-03-04/artikel.php?id=15803

http://ebdosama.blogspot.com/2009/02/penderita-asma.html.
Makalah IKM

PENYAKIT ASMA

OLEH:

Nama : ZULFIKAR ALAMSYAH

Nim : 10.101.491

Kelas : L2

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR
2011

Vous aimerez peut-être aussi