Vous êtes sur la page 1sur 20

KEPERAWATAN ANAK

TUGAS INDIVIDU
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIPERTROPHIC
PYLORIC STENOSIS

Dosen : Ns. Mardiani, S.Kep., M.M

Disusun oleh :
Nama : Vika Debora Siboro
NIM : PO5120214025
Kelas : 2A DIII Keperawatan

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2015/2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat
dan karunia-Nya,sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Hipertrophic Phylory Stenosispada mata
kuliah Keperawatan Anak dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan
makalah ini mungkin ada hambatan ,namun berkat bantuan serta dukungan dari
teman-teman dan bimbingan dari dosen pembimbing. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Dengan adanya makalah ini,diharapkan dapat membantu proses pembelajaran
dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada orangtua, dosen serta teman-teman atas bantuan serta dukungan
dan doanya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca
makalah ini dan dapat mengetahui tentang Proses keperawatan. Kami mohon maaf
apabila makalah ini mempunyai banyak kekurangan,karena keterbatasan penulis yang
masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu,kritik dan saran dari pembaca yang
sifatnya membangun,sangat diharapkan oleh kami dalam pembuatan makalah
selanjutnya. Semoga makalah sederhana ini bermanfaat bagi pembaca maupun kami.

Bengkulu, Maret 2016

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul...............................................................................................................1

Kata Pengantar...............................................................................................................2

Daftar Isi......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4

BAB II TINJAUAN TEORITIS................................................................................6

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................13

BAB IV PENUTUP..................................................................................................20

Daftar Pustaka...........................................................................................................21

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Banyak kelainan kongenital dan perinatal saluran cerna yang dapat
menyebabkan obstruksi parsial atau total. Sebagian besar obstruksi akan
melibatkan rectum, anus atau duodenum, hanya sebagian kecil saja yang
mengenai usus halus. Kami akan membahas salah satu kelainan-kelainan yang
penting pada system pencernaan yaitu stenosis pilorik.
Hypertrofi Pylorus Stenosis merupakan kelainan yang dibawa sejak
dalam kandungan atau kelainan congenital. Diagnosa penyakit ini ditegakkan
berdasarkan keluhan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Didalam dunia kedokteran ( khususnya Bedah Umum ), setiap muntah
hebat dan menyemprot persis seperti apa yang di minum atau dimakan, harus
dipikirkan oleh dokter sebagai sumbatan atau gangguan aliran makanan dari
usus bagian atas menuju kearah bawah (ileus obstruksi ). Jadi untuk
penatalaksanaanya dokter harus menyatakan itu suatu penyakit obstruksi usus
sampai terbukti, jika terbukti adanya penyempitan saluran usus daerah pylorus
akibat menebalnya otot dinding usus maka harus di lakukan pyloromyotomy,
jika dikerjakan secara benar tidak akan menimbulkan kekambuhan.
Stenosis pylorus terjadi kira-kira pada 1 diantara 150 bayi laki-laki dan
1 diantara 750 bayi perempuan, dan lebih sering terjadi pada bayi laki-laki
anak pertama. Pengaruh keturunan jelas terdapat pada sekitar 15% pasien,
tetapi tidak ditemukan suatu pola keturunan tertentu.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Hipertrophic
Phyloric Stenosis?

4
1.3 TUJUAN PENULISAN

Untuk mengetahui definisi Hipertrophic Phyloric Stenosis.


Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari Hipertrophic Phyloric Stenosis.
Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari Hipertrophic Phyloric Stenosis.
Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari Hipertrophic Phyloric
Stenosis.
Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari Hipertrophic Phyloric
Stenosis.
Untuk mengetahui bagaimana komplikasi dari Hipertrophic Phyloric Stenosis.
Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari Hipertrophic Phyloric
Stenosis.
Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari Hipertrophic Phyloric
Stenosis.
Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari Hipertrophic Phyloric
Stenosis.

5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 ANATOMI FISIOLOGI LAMBUNG


Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar, dan terletak
di antara bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus halus (Gray, 2008)
Lambung merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J, berada di bawah
diafragma, terletak pada regio epigastrik, umbilikal, dan hipokondria kiri pada
regio abdomen (Tortora & Derrickson, 2009).
Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak,
fundus, badan (body) antrum, dan pilori Kardia adalah daerah kecil yang
berada pada hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction) dan
terletak sebagai pintu masuk ke lambung Fundus adalah daerah berbentuk
kubah yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia. Badan (body) adalah suatu
rongga longitudinal yang berdampingan dengan fundus dan merupakan bagian
terbesar dari lambung. Antrum adalah bagian lambung yang menghubungkan
badan (body) ke pilorik dan terdiri dari otot yang kuat. Pilorik adalah suatu
struktur tubular yang menghubungkan lambung dengan duodenum dan
mengandung spinkter pilorik (Schmitz & Martin, 2008).

2.2 DEFINISI
Stenosis pilorik adalah penyempitan di bagian ujung lambung tempat
makanan keluar menuju ke usus halus. Akibat penyempitan tersebut, hanya
sejumlah kecil isi lambung yg bisa masuk ke usus, selebihnya akan
dimuntahkan sehingga anak akan mengalami penurunan berat badan. Gejala
tersebut biasanya muncul pada usia 2-8 minggu, diperlukan tindakan
bedah untuk melebarkan daerah yang menyempit. (2012 The Hospital
for Sick Children ('SickKids').)

6
2.3 ETIOLOGI
Penyebab kelainan ini belum jelas diketahui. Kelainan ini biasanya
baru diketahui setelah bayi berumur 2-3 minggu dengan gejala muntah yang
proyektil (menyemprot) beberapa saat setelah minum susu yang dimuntahkan
susu saja : bayi tampak selalu haus dan berat badannya sukar bertambah.
Factor predisposisi dari hipertropic pillory diyakini bahwa bayi yang
mengembangkan kondisi tidak dilahirkan dengan pyloric stenosis tetapi
bahwa bahan progresif dari lubang antara perut dan usus yang terjadi setelah
lahir yang terpengaruh pada bayi mulai menunjukan gejala akibat lubang
antara perut dengan usus sangat thickened bahwa perut tidak dapat lagi
kosong benar.
Hal ini tidak diketahui apa yang menyebabkan bahan dari otot dari
lubang antara perut dan usus-usus ia mungkin merupakan kombinasi dari
beberapa faktor. Beberapa peneliti percaya bahwa ibu hormon yang dapat
menyebabkan kontribusi. Lain percaya bahwa bahan dari otot perut adalah
tanggapan dari beberapa jenis reaksi alergi pada tubuh.
Beberapa ilmuwan percaya bahwa bayi dengan pyloris stenosis
receptors kekurangan dalam pyloric otot mendeteksi berhubungan dengan
sendawa oksida, sebuh kimia di dalam tubuh yang memberitahu bahwa
lubang antara perut dengan usu otot untuk bersantai. Akibatnya otot dalam
keadaan kontrasi hampir terus, yang menyebabkan ia menjadi lebih besar dan
lebih kental waktu. Mungkin membutuhkan waktu beberapa saat untuk bahan
ini terjadi, yang pyloric mengapa stenosis bayi biasanya muncul dalam
beberapa minggu setelah lahir.

2.4 MANIFESTASI KLINIS


Tiga gejala pokok yang penting:

7
1. Muntah proyektil,mulai pada umur 2-3 minggu, muntah dapat bercampur
darah hingga dapat berwarna kecoklatan akibat perdarahan-perdarahan
kecil karena gastritis dan pecahnya pembuluh darah kapiler lambung.
2. Kegagalan pertumbuhan dan kehilangan berat badan, hal ini disebabkan
karena masukan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan karena banyak
muntah.
3. Obstipasi, mungkin sekali lagi hal ini juga disebabkan oleh masukan yang
kurang.

2.5 PATOFISIOLOGI
Hipertropi pylorus stenosis adalah suatu kelainan saluran pencernaan
yang ditandai dengan menyempitnya saluran usus daerah pylorus akibat
menebalnya otot dinding usus, oleh sesuatu sebab yang dibawa dari masa
janin, pertumbuhan otot dinding pylorus menjadi tidak terkendali setelah
lahir. sehingga otot tersebut menjadi lebih tebal dan menutupi saluran usus.
Gejala konstipasi dapat pula terjadi akibat sedikitnya jumlah cairan
yang dapat melewati pylorus menuju usus halus; hal ini juga berakibat
terjadinya penimbunan cairan yang makin lama makin banyak di dalam
lambung. Keadaan ini akan menimbulkan muntah secara periodik dan
bertingkat, baik frekuensi maupun kekuatanya. Bahan muntahan merupakan
bahan minuman atau makanan yang murni tanpa mengandung zat empedu.
Timbulnya muntah tidak segera setelah lahir karena penebalan otot
dinding tersebut membutuhkan waktu. ada satu tanda lagi yang lebih spesifik
untuk penyakit ini, otot yang tebal tersebut apabila berkontraksi, akan terlihat
seperti benjolan yang bulat panjang pada perut disebelah atas pusar sebelah
kanan. kontraksi otot tersebut juga akan dirasakan ada sesuatu yang bergerak
didalam perut.

8
Kejadian ini banyak diwariskan dari orang tuanya.ibu yang
menderita HPS akan cenderung melahirkan anak yang kemungkinanya
menderita HPS.

2.6 KOMPLIKASI
Sewaktu bayi atau anak kecil menderita suatu reaksi setelah meminum
susu, hal itu dapat menyusahkan si anak serta orang tua. Jika si anak
menderita diare, dehidrasi dapat terjadi. Orang tua sebaiknya mencari saran
dari dokter anak. Sewaktu intoleransi didiagnosis, beberapa dokter
menganjurkan untuk menggunakan suplemen sebagai pengganti susu. Bagi
banyak orang, itu menghasilkan berhentinya gejala-gejala yang menyusahkan
tersebut.
Dalam kasus alergi, ada lebih banyak yang perlu dikhawatirkan.
Beberapa dokter menyediakan antihistamin. Namun, jika bernapas menjadi
sulit, dokter harus melakukan lebih banyak hal untuk meringankan situasinya.
Dalam kasus yang jarang, kondisi yang dapat berakibat fatal yang disebut
anafilaksis dapat terjadi.
Jika seorang bayi mulai muntah, hal lain yang perlu dikhawatirkan
adalah terjadinya sebuah kondisi yang jarang yang disebut galaktosemia.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, galaktose dipisahkan oleh laktase, tetapi
galaktose perlu diubah menjadi glukosa. Jika akumulasi galaktose terjadi,
akibatnya adalah kerusakan liver yang parah, deformitas ginjal,
keterbelakangan mental, hipoglikemia, dan bahkan katarak. Oleh karena itu,
sangat penting untuk segera sama sekali menyingkirkan laktosa dari menu si
bayi.

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan radiologi yaitu dengan barium meal maka akan tampak saluran
pilorus kecil dan memanjang yang disebut string sign

9
Pada fluoroskopi tampak pengosongan lambung terlambat, lambung tampak
membesar dan jelas terlihat gambaran peristaltic.
Pada pemeriksaan ultrasonografi, tampak gambaran dougnat sign atau target
bull eye sign.
USG
Penebalan pylorus dg central sonolucent area
Diameter pylorus > 14 mm
Penebalan mucosa > 4 mm
Panjang > 16 mm

2.8 PENATALAKSANAAN
1. Lambung dibilas dengan larutan NaCl untuk mengeluarkan sisa barium bila
bayi dilakukan foto barium-meal
2. Koreksi untuk keadaan dehidrasi, hipokalemi, hipokloremi, dan alkalosisnya.
Transfuse darah dan atau plasma/albumin bila terdapat anemia tau defisiensi
protein serum.
3. Pembedahan. Pembedahan yang dilakukan adalah pyloromiotomi dengan
angka kematian kurang dari 1 persen. Untuk mencegah terjadinya keadaan
yang berulang residif, piloromiotomi harus dilakukan tuntas dengan cara
seluruh bagian otot pylorus yang hipertropi dibelah, termasuk sebagian otot di
bagian proksimal. Komplikasi pasca operasi dapat terjadi perdarahan,
perforasi dan infeksi luka operasi. Perforasi duodenum atau lambung
merupakan penyulit yang berbahaya sebab adanya suatu kebocoran enterik
dapat menyebabkan nyeri, peregangan perut, demam dan peritonitis, bahkan
dapat terjadi sepsis, kolaps vaskuler dan kematian. Jika terjadi perforasi harus
dilakukan perbaikan dan diberi antibiotika. Pada CHPS piloromiotomi
merupakan pilihan utama. Apabila dikerjakan dengan tepat maka
prognosisnya baik dan tidak akan timbul kekambuhan.

10
4. Penatalaksanaan non bedah ( terapi obat ). Tanpa pembedahan penyembuhan
lambat (2-8 bulan), angka kematian lebih tinggi, dan biaya rawat inap tinggi.
Serta dampak yang kurang menguntungkan terhadap perkembangan emosi
akibat perawatan yang lama di rumah sakit. Pengobatan secara medis
penyembuhannya biasanya berlangsung lambat.
5. Untuk terapi obatnya yaitu dengan sulfas atropin intra vena :
1. Dosis awal 0,4 mg/kg bb/ hari
2. Ditingkatkan 0,1 mg/kg bb/hari tiap 8 hari sampai muntah mereda
3. Dilanjutkan atropin oral selama 2 minggu
4. Selain itu dibutuhkan pula obat-obatan penenang, antikolinergik dan
cairan parenteral.
Untuk terapi nutrisi :
Pada pasien post operasi pemberian makanan per oral mulai diberikan
4-6 jam pasca bedah, setelah 24 jam intake penuh diperbolehkan, Pada pasien
non bedah diberikan makanan kental dicampur tepung dan diberikan dengan
porsi yang sedikit tapi sering. Selama kira-kira 1 jam setelah makan, bayi
dipertahankan dalam posisi setengah duduk.

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah metode asuhan keperawatan ilmiah, sistematis,


dinamis dan terus menerus berkesinambungan yang fungsinya untuk memecahkan
masalah kesehatan pada klien yang dimana asuhan keperawatannya sesuai dengan
lima tahap proses keperawatan yaitu : pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. (Nursalam 1996)

3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan
sistematis untuk dianalisis sehingga tergambar masalah kesehatan dan
keperawatan baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Tahap ini mencakup tiga
kegiatan yaitu : pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah
kesehatan.
Ada dua tipe data pada pengkajian yaitu : data subjektif dan data
objektif. Data subjektif adalah data yang diperoleh dari keluhan yang
dirasakan klien dan keluarga, sedangkan data objektif adalah data yang
diperoleh dari pengukuran, pemeriksaan dan pengamatan.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan pada tahap pengkajian
yaitu, komunikasi yang efektif, observasi dan pemeriksaan fisik. Tehnik ini
sangat bermanfaat bagi perawat dalam pendekatan kepada klien secara
rasional, sistematik dalam pengumpulan data, merumuskan diagnosa
keperawatan dan merencanakannya. (Nursalam, hal 25, 2001)
Untuk pengkajian meliputi :
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tanggal lahir, nama
orangtua, pendidikan dan pekerjaan.
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Data ini tidak dikaji karena klien masih bayi

12
c. Riwayat kehamilan dan persalinan ibu
Kehamilan dengan gawat janin, diabetes melitus, malnutrisi, intra
uteri, infeksi intra-natal, persalinan dengan ada komplikasi, persalinan
dengan tindakan karena ada komplikasi penolong persalinan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Ada atau tidaknya riwayat intoleransi laktosa dikeluarga.
e. Riwayat alergi
Riwayat alergi juga penting karena dapat juga menjadi indikator
penyakit terutama obat.
f. Riwayat pemberian imunisasi
Imunisasi lengkap atau tidak
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan sistematis dari kepala-kaki. Keadaan
umum, TTV, kepala, wajah, mata, hidung, mulut dan tenggorokan,
leher, dada, paru-paru, jantung, abdomen, genetalia, rektum,
ekstremitas dan punggung. (Nursalam, hal 33)

Bayi sehat aktif, yang minumnya normal, sewaktu waktu bisa


saja secara spontan mengeluarkan sedikit susu yang diminumnya. Hal
ini biasanya disebut gumoh , namun. Bila muntahnya banyak ini bisa
disebabkan oleh reflux. Sedangkan bayi berusia kurang dari 2 bulan
yang tampak sakit muntah setiap kali minum, ada kemungkinan
mengalami stenosis pilorus. Tetapi bila muntah yang tidak ada
kaitannya dengan minum susu dan muntahnya berwarna hijau, perlu
dipikirkan kemungkina adanya sumbatan pada usus. Bila bayi demam
dan muntah-muntah disertai dengan batuk, itu hbisa saja krena
bronkiolitis atau bahkan pertusis. Sedangkan bila anak muntah disertai
dengan diare, itulah yang biasanya sebagai gastroenteritis.
Bila muntah disertai demam pada bayi berusia lebihd ari 2
bulan, harus diperhatikan kesadarannya. Bila terjadi penurunan,

13
kesadaran disertai dengan kuduk kaku, kita harus mencurigai
kemungkinan menigitis. Bila bayi tidak mengalami demam dan
muntahnya kehijauan, pikirkan kemungkinan adanya sumbatan pada
usus.
Seperti sudah dikemukakan sebelumnya, bila muntah berwarna
kehijauan selalu pikirkan kemungkinan adanya sumbatan pada usus.
Bila muntah tidak kehijauan tetapi disertai dengan sakit perut terus-
menerus 9lebih dari 6 jam), pikirkan kemungkinan apendendistis atau
radang usus buntu.
Bila anak mengalami penurunan kesaran dan mempunyai
riwayat trauma kepala, maka kita harus memikirkan kemungkinan
penyebabnya adalah trauma kepala, namun bila tidak ada riwayat
trauma kepala namun anak mengeluh sakit kepala hebat, kuduk kaku,
ada bintik bintik merah tidak ada hilang bila ditekan, pikirkan
kemungkinan meningitis.
Pada anak yang sudah agak besar bila selain muntah tinjanya
berwarna pucat (seperti dempul) apalagi bila diikuti dengan kuning
(jaundice) maka kemungkinan besar penyebabnya adalah hepatitis.
Anak juga bisa muntah akibat terlalu girang (exited) atau akibat
berkendaraan (motion sickness). Di lain pihak bila anak menunjukan
dua atau lebih gejala berikut yaitu demam, sakit saat berkemih, sakit
perut, mengompol, pikirkan kemungkinan infeksi saluran kemih.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah.
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi
atau syok (atau keduanya).
3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan muntah proyektif yang sering

14
3.1 PERENCANAAN KEPERAWATAN

Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah

Tujuan :

Pain level
Pain control
Comfort level

Kriteria Hasil :

Mampu mengontrol nyeri


Melaporkan bahwa nyeri berkurang
Mampu mengenali nyeri
Menyatakan rasa nyaman saat nyeri berkurang

No Intervensi Rasional
1. Kaji karakteristik nyeri Mengenal dan memudahkandalam
melakukan tindakan keperawatan.
2. Anjurkan klien istirahat ditempat Istirahat untuk mengurangi
tidur. intensitas nyeri.
3. Atur posisi pasien senyaman Posisi yang tepat mengurangi
mungkin. penekanan dan mencegah
ketegangan otot serta mengurangi
nyeri.
4 Ajarkan teknik relaksasi dan Relaksasi mengurangi ketegangan
nafas dalam. dan membuat perasaan lebih

15
nyaman.

Dx 2 : Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan


dehidrasi atau syok (atau keduanya).
Tujuan :
Fluid balance
Hydration
Nutritional status :foof and fluid intake
Kriteria Hasil:
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia, dan berat badan.
Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi

No. Intervensi Rasional


1. Berikan cairan oral dan parenteral Sebagai upaya rehidrasi untuk
sesuai dengan program rehidrasi, mengganti cairan yang keluar
pantau intake dan output. bersama feses.
2. Memberikan informasi status Untuk menetapkan kebutuhan
keseimbangan cairan. cairan pengganti.
4. Kaji tanda vital, tanda/gejala Menilai status hidrasi, elektrolit dan
dehidrasi dan hasil pemeriksaan keseimbangan asam basa.
laboratorium.
5. Kolaborasi pelaksanaan terapi Pemberian obat-obatan secara
definitive. kausal penting setelah penyebab
diare diketahui

16
Dx 3 :Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan dehidrasi atau syok (atau keduanya).
Tujuan:
Nutritional status: food and fluid intake
Nutrtional status : nutrient intake
Weight control
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
Tidak terjadi penurunan berat badanyang berarti
No Intervensi Rasional
1 Kaji keluham mual dan muntah Untuk menetapkan cara mengatasinya.
yang dialami pasien.

2 Kaji cara/bagaimana makanan Cara menghidangkan makanan dapat


dihidangkan. mempengaruhi nafsu makan pasien.

3 Berikan makanan yang mudah Membantu mengurangi kelelahan


ditelan. pasien dan meningkatkan asupan
makanan.
4 Berikan makanan dalam porsi kecil Untuk menghindari mual
dan frekuensi sering

5 Catat jumlah/porsi makanan yang Untuk mengetahui pemenuhan


dihabiskan pasien setiap harinya kebutuhan nutrisi

17
6. Kolaborasi memberikan obat Antiemetik membantu pasien
obatan antiemetic mengurangi rasa mual dan muntah dan
diharapkan intake nutrisi pasien
meningkat.

3.2 IMPLEMENTASI
Iyer (1996) mengatakan bahwa pelaksanaan tindakan keperawatan
adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Pelaksanaan atau implementasi merupakan aplikasi dari perencanan
keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan ketiak
akan melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan harus sesuai
dengan rencana. Setelah dilakukan validasi, pengesahan keterampilan
interpersonal, intelektual dan psikologi individu. Terakhir melakukan
pendokumentasian keperawatan bereupa pencatatan dan pelaporan (Nursalam,
2001)

3.3 EVALUASI
Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan dibanding yang
sistematis pada suatu kesehatan klien (Griffith dan Christensen, 1999),
sedangkan Ignatavicius pada Bayne (1994) mengatakan evaluasi adalah
tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tinadakan dan pelaksanaan
sudah berhasil dicapai.
Evaluasi terdiri atas dua jenis yaitu : evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka
pendek atau evaluasi berjalan. Dimana evaluasi dilakukan sampai tujuan
tercapai, sedangkan evaluasi sumatif bisa disebut juga evaluasi hasil, evaluasi
akhir, jangka panjang. Evaluasi ini dilakuakn pada akhir tindakan
keperawatan paripurna dan menjadi suatu metode memonitor kualitas dan
efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini biasanya menggunakan
format SOAP (Nursalam, 2001).

18
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Hypertrofi pylorus stenosis merupakan kelainan yang di bawa sejak
dalam kandungan atau kelaina kongenital yaitu kelainan yang terjadi pada otot
pylorus yang mengalami penebalan saluran usus pada lapisan sirkulernya,
terbatas pada lingkaran pylorus dan jarang berlanjut ke otot gaster.
Pylorus adalah bagian dari usus dua belas jari yang berbatasan langsung
dengan lambung dimana makanan atau minuman dari lambung akan masuk ke
usus dua belas jari secara bertahap. dengan adanya penebalan ini maka makanan
atau minuman tersebut akan terhalang masuk ke usus dua belas jari, akibatnya
makanan atau minuman akan di muntahkan kembali persis apa yang di makan
atau di minumnya. Selain muntah hebat dan menyemprot, juga terus menerus
merasa lapar karena tidak ada penyerapan makanan atau minuman sehingga
akan mengganggu pertumbuhanya. Gejala tersebut biasanya muncul dua sampai
enam minggu setelah lahir

4.2 SARAN
Kepada pembaca yang memiliki ataupun orang terdekat yang memiliki
gangguan stenosis pylorus memerlukan perawatan medis secepatnya untuk
mencegah dehidrasi yang mengancam jiwa dan ketidakseimbangan elektrolit.

19
DAFTAR PUSTAKA

Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik . Edisi 3. Jakarta: EGC;
2000.

Nursalam.Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta: EGC

Price, Syivia Anda Wilson, Lorraine M, 1995, Patofisologi, BukuI, EGC,


Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G. 2001. Keperawatan Medikal -Bedah.


Edisi 8. jakarta : EGC

Staf pengajar FKUI. Stenosis Pilorik Hipertrofi. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.2008.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39723/4/Chapter%20II.pdf

20

Vous aimerez peut-être aussi