Vous êtes sur la page 1sur 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Retina merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima


rangsangan cahaya. Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang
terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan
tampak sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum,
retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan
oleh otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di
korteks.(ILYAS, VAUGHAN)
Ablasio retina (retinal detachment) menandakan pemisahan retina sensorik dari epitel
pigmen retina. Ablasio retina merupakan suatu masalah yang serius dibidang oftalmologi,
yang dapat berakhir dengan kebutaan. Pasien biasanya akan datang dengan keluhan seperti
adanya kilatan cahaya, floaters, kehilangan penglihatan dibidang perifer, dan penglihatan
kabur (VAUGHAN).
Ablasio retina mengenai 0,6 dan 1,8 orang per 10.000 per tahun. Insiden ablasio
retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%. Sumber lain
menyatakan bahwa insidens ablasio retina di Amerika Serikat adalah 12,5:100.000 kasus per
tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun. Secara internasional, faktor penyebab ablasio
retina terbanyak adalah miopia 40-50%, operasi katarak (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan
trauma okuler 10-20%. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa
terjadi pada anak-anak dan remaja lebih banyak karena trauma.(GREGORY).
Lepasnya retina atau sel kerucut dan sel batang dari epitel pigmen retina akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung
lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. Dikenal 3 bentuk ablasio retina
yaitu ablasio retina regmatogenosa, ablasio retina eksudatif dan ablasio retina traksi.(ILYAS)
Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi.
Sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa.
(JAMES)
Outcome jangka panjang sangat bergantung dari lamanya ablasio terjadi, dan
keterlibatan makula. Apabila tatalaksana dilakukan sebelum terjadinya pelepasan pada
makula, outcome umumnya baik. Intervensi dini memfasilitasi pencegahan ablasi retina
setelah adanya retinal breaks dan memperbaiki hasil visual setelah dilakukannya operasi.
.(GARIANO)
Pada ablasio retina ini bila tidak segera dilakukan tindakan akan mengakibatkan cacat
penglihatan atau kebutaan. Oleh karena itu, makalah ini membahas lebih lanjut mengenai
ablasio retina sehingga kelainan mata ini dapat dideteksi secara dini dan kecacatan maupun
kebutaan akibat penyakit ini dapat dihindarkan.

1.Batasan Masalah
Clinical Scientific Session ini membahas tentang anatomi dan fisiologi retina,
definisi, klasifikasi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, patogenesis, manifestasi klinis,
diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi dan prognosis ablasio retina.

1.2Tujuan Penelitian
Penulisan Clinical Scientific Session ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang
anatomi dan fisiologi lensa, definisi, klasifikasi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi,
patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi dan prognosis
ablasio retina

1.3Metode Penulisan
Penulisan Clinical Scientific Session ini dilakukan melalui tinjauan berbagai literatur
yang relevan terkait ablasio retina.
.
EPIDEMIOLOGI

Kumulatif insiden ablasio retina pada populasi sekitaran 0,1 %. Insiden ini meningkat
8 kali lipat pada pasien dengan myopia dibanding pasien dengan normal refraksi ataupun
hiperopia. Insiden juga akan meningkat setelah operasi katarak dan setelah kontusio dan
perforasi injury pada mata.(Kunnamo).

Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi
0,3%. Sumber lain menyatakan bahwa insidens ablasio retina di Amerika Serikat adalah
12,5:100.000 kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun. Secara internasional, faktor
penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia 40-50%, operasi katarak (afakia,
pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-20%. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada
usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja lebih banyak karena
trauma.(GREGORY).

KLASIFIKASI (ILYAS)

1. Ablasio retina regmatogenosa


Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya
robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel
dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang
masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya
karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio
retina bila dilepasnya retina mengenai makula lutea.
2. Ablasio retina tarikan atau traksi
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut
pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun tanpa
rasa sakit.Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes
mellitus proliferatif, trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.
3. Ablasio retina eksudatif
Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya
eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai
akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini
disebabkan penyakit koroid. Pada ablasio tipe ini penglihatan dapat berkurang dari
ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah
penyebabnya berkurang atau hilang.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

a. Ablasio Regmatogen

Faktor risiko lebih tinggi didapatkan pada kelompok orang-orang dengan miopia berat,
afakia, usia lanjut, dan trauma. Khususnya yang disebabkan oleh trauma sering terjadi pada
individu berusia 25-45 tahun. Miopia tinggi (>5-6 dioptri) berhubungan dengan 67 % kasus
ablasio retina dan cenderung terjadi lebih muda dari pasien non miopia. 15 % kemungkinan
akan berkembang pula pada mata yang lainnya. Risiko sekitar 25-30 % pada pasien yang
telah menjalani operasi katarak pada kedua mata. (GARIANO, LARKIN)

a. Ablasio Traksi

Penyebab utama dari ablasio retina tipe traksi yaitu adanya jaringan fibrosis pada badan kaca
yang disebabkan oleh diabetes melitus proliferatif, trauma dan pendarahan badan kaca akibat
bedah atau infeksi. (ILYAS)
3) Ablasio retina eksudatif
Etiologi dari ablasio eksudatif yaitu dapat terjadi secara spontan, dengan trauma, uveitis,
tumor, skleritis, DM, koroiditis, idiopatik, CVD, Vogt-Koyanagi-Harada syndrome,
kongenital, ARMD, sifilis, reumatoid artritis, atau kelainan vaskular.
Ditandai dengan adalanya akumulasi cairan pada ruang subretina dimana tidak terjadi
robekan retina dan traksi. Asal cairan ini dari pembuluh darah retina, atau koroid, atau
keduanya. Hal ini dapat terjadi pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma pada retina,
epitel berpigmen, dan koroid dimana cairan bocor keluar pembuluh darah dan terakumulasi di
bawah retina. Selama epitel berpigmen mampu memompa cairan yang bocor ini ke sirkulasi
koroid, tidak ada akumulasi dalam ruang subretina dan tidak akan terjadi ablasio retina. Akan
teteapi, jika proses berlanjut dan aktivitas pompa epitel berpigmen normal terganggu, atau
jika aktivitas epitel berpigmen berkurang karena hilangnya epitel berpigmen atau penurunan
suplai metabolik (seperti iskemia), kemudian cairan mulai berakumulasi dan terjadi ablasio
retina. (GARIANO, ILYAS, WU L)
ANATOMI

Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima
rangsang cahaya. Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. (ILYAS)
Pada kehidupan embrio, dari optic vesicle terbentuk optic cup, di mana lapisan luar
membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk lapisan dalam lainnya. Di
antara kedua lapisan ini terdapat celah potensial. Bila terjadi robekan di retina, maka cairan
badan kaca akan melalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan melepaskan lapisan
batang dan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka terjadilah ablasio retina. Keadaan ini
tidak boleh berlangsung lama, oleh karena lapisan batang dan kerucut mendapat makanan
dari kapiler koroid, sedang bagian-bagian lain dari retina mendapat nutrisi dari pembuluh
darah retina sentral, yang cabang-cabangnya terdapat di dalam lapisan urat
saraf.(FRIEDMAN)
Retina menjalar ke depan dan makin ke depan, lapisannya berubah makin tipis dan
berakhir di ora serrata, di mana hanya didapatkan satu lapisan nuklear. Makin ke perifer
makin banyak batang daripada kerucut, batang-batang itu telah mengadakan modifikasi
menjadi tipis-tipis. Epitel pigmen dari retina kemudian meneruskan diri menjadi epitel
pigmen yang menutupi badan siliar dan iris.
Di mana aksis mata memotong retina, terletak makula lutea. Di tengah-tengahnya
terdapat lekukan dari fovea sentralis. Pada funduskopi, tampak makula lutea lebih merah dari
sekitarnya dan pada tempat fovea sentralis seolah-olah ada cahaya, yang disebut refleks
fovea, yang disebabkan lekukan pada fovea sentralis. Besar makula lutea 1-2 mm. Daerah ini
daya penglihatannya paling tajam, terutama di fovea sentralis. Struktur makula lutea:
1. Tidak ada serat saraf;
2. Sel-sel ganglion sangat banyak dipinggir-pinggirnya, tetapi di makula sendiri tidak ada;
3. Lebih banyak kerucut daripada batang dan telah bermodifikasi menjadi tipis-tipis. Di
fovea sentralis hanya terdapat kerucut.
Nasal dari makula lutea, kira-kira pada jarak 2 diameter papil terdapat papilla nervi
optisi, yaitu tempat di mana N II menembus sklera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf,
tidak mengandung sel batang dan kerucut sama sekali. Bentuk papil lonjong, berbatas tegas,
pinggirnya lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian tengahnya ada lekukan yang tampak
agak pucat, besarnya 1/3 diameter papil, yang disebut exkavasi fisiologis. Dari tempat inilah
keluar arteri dan vena sentral yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal,
juga ke atas dan ke bawah.

Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas lapisan
1. Lapisan epitel pigmen
2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optic.
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kecil.

Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapiler yang berada tepat di luar membrana
Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan
inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteri retina
sentralis yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam. (VAUGHAN , ILYAS)
Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor
kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan
fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang
dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks
penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk
penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat
hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang
keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak
fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang
lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan
untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina lainnya,
yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan
perifer dan malam (skotopik).(VAUGHAN , ILYAS)
1. Vaughan D.G, Asbury T., Riordan E.P. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya
Medika. 2000
2. Kunnamo I. Evidence Base Medicine. England : John Wiley & Sons Ltd. 2005.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. Gregory Luke Larkin.Retinal Detachment.Emedicine. Available from
:http://www.emedicine.com/emerg/byname/Retinal-Detachment.htm . Diakses Mei
2017.
5. James B.,dkk. Ablasi retina. In: Oftalmologi. 9th ed. Erlangga:Ciracas Jakarta; 2003
6. Gariano RF, Kim CH. Evaluation and management of suspected retinal
detachment". American family physician. 69 (7): 2004.
7. Wu L. Retinal Detachment Exudative. Available from URL:
http://www.emedicine.com/oph/topic407.htm. Diakses Mei 2017.
8. Friedman NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Essential of Ophtalmology. Elsevier Saunders.
Philadelphia; 2007.
9. Larkin GL. Retinal Detachment. [series online] 2006 April 11. Available from URL:
http://www.emedicine.com/emerg/topic504.htm. Diakses Mei 2017.

Vous aimerez peut-être aussi