Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Bahwa, dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan
perbuatan pidana adalah norma yang tidak tertulis : Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan.
Asas Legalitas ( Principle of Legality ) adalah asas yang menentukan bahwa tidak ada
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu
dalam per Undang - Undangan. Biasanya ini juga dikenal dengan bahasa latin yaitu : "
Nullum dellictum nulla poena sine previa lege " .
Dalam suatu Per Undang - Undangan Asas Legalitas itu diatur dalam pasal 1 ayat 1, Kitab
Undang - undang Hukum Pidana, yang menyatakan bahwa : " Suatu perbuatan tidak dapat
dipidana. kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan per Undang - Undang pidana yang telah
ada " .
Asas Non-Retroaktif
Sebenarnya yang menjadi asas adalah non-retroaktif, yaitu asas yang melarang
keberlakuan surut dari suatu undang-undang. Asas ini sesuai dengan pasal
2 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie(AB). Dalam hukum
pidana, asas ini dicantumkan lagi dalam pasal 1 ayat (1) KUHP:
Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan
pidana dalam undang-undang, yang ada terdahulu daripada perbuatan itu
Prof Dr. Wirjono Prodjodikoro S.H. dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di
Indonesia menyatakan bahwa pengulangan pencantuman asas ini dalam KUHP
menunjukkan bahwa larangan keberlakuan surut ini oleh pembentuk undang-undang
ditekankan bagi ketentuan pidana. Larangan keberlakuan surut ini untuk menegakkan
kepastian hukum bagi penduduk, yang selayaknya ia harus tahu perbuatan apa yang
merupakan tindak pidana atau tidak.
Selain itu, asas non-retroaktif ini juga disebutkan dalam Pasal 28I Undang-Undang
Dasar RI Tahun 1945:
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun
Penyimpangan dari asas non-retroaktif dalam KUHP ada dalam pasal 1 ayat (2) KUHP,
yaitu bahwa suatu hukum yang lebih baru dapat berlaku surut, sepanjang hukum yang
baru itu lebih menguntungkan bagi tersangka daripada hukum yang lama. Pasal ini
berlaku apabila seorang pelanggar hukum pidana belum diputus perkaranya oleh hakim
dalam putusan terakhir.
NEBIS IN IDEM
Nebis in Idem adalah salah satu asas dalam hukum ,yang memiliki pengertian sebagai tindakan
yang tidak boleh dilakukan untuk kedua kalianya dalam perkara yang sama, contonya ,seseorang
tidak boleh di tuntut untuk kudua kalinya dalam kasus yang sama. Nebis in idem lazim
disebut execeptio rei judicatae atau gewijsde zaak. Permasalahan nebis in idem ini diatur dalam
pasal 1917 KUHPerdata. Secara hukum, suatu gugatan dapat dikatakan nebis in idem bilamana:
Asas kadaluwarsa
aluarsa (lewat waktu/verjaring) memang dikenal dalam hukum, baik dalam teori maupun dalam
prakteknya. Adapun pengertian dari daluwarsa adalah dengan adanya lewat waktu -waktu mana
ditetapkan oleh undang-undang- maka Jaksa kehilangan hak untuk menuntut suatu perkara
pidana.
Untuk pelanggaran/kejahatan yang dilakukan dengan alat cetak, jangka waktu daluwarsa adalah
satu tahun, lewat satu tahun Jaksa kehilangan hak menuntut.
Untuk kejahatan yang ancaman pidananya dibawah 3 tahun, jangka waktu daluwarsa adalah enam
tahun.
Untuk kejahatan yang ancaman kejahatannya diancam diatas tiga tahun, jangka waktu
daluwarsanya adalah dua belas tahun.
Untuk kejahatan yang diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup, jangka waktu
daluwarsanya delapan belas tahun.
Asas nasionaliteit aktief atau personaliteit, yakni apabila warganegara Indonesia melakukan ke-
jahatan meskipun terjadi di luar Indonesia, pelakunya dapat dikenakan hukum pidana Indonesia,
apabila pelaku kejahatan yang hanya dapat dikenakan hukum pidana Indonesia----sedangkan
perbuatan pidana yang dilakukan warganegara Indonesia di negara asing yang telah menghapus
hukuman mati, maka hukuman mati tidak dapat dikenakan pada pelaku kejahatan itu, hal ini diatur
dalam pasal 6 KUHP.
6. Asas Universalitas
Asas universalitas ialah suatu asas yang memberlakukan KUHP terhadap perbuatan pidana yang
terjadi di luar wilayah Indonesia yang bertujuan untuk merugikan kepentingan internasional.
Peristiwa pidana yang terjadi dapat berada di daerah yang tidak termasuk kedaulatan negara
mana pun. Jadi yang diutamakan oleh asas tersebut adalah keselamatan internasional. Contoh:
pembajakan kapal di lautan bebas, pemalsuan mata uang negara tertentu bukan negara
Indonesia.
Jadi di sini mengenai perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan dalam daerah yang tidak
termasuk kedaulatan sesuatu negara mana pun, seperti: di lautan terbuka, atau di daerah kutub.
Yang dilindungi dilindungi di sini ialah kepentingan dunia. Jenis kejahatan yang diancam pidana
menurut asas ini sangat berbahaya bukan saja dilihat dari kepentingan Indonesia tetapi juga
kepentingan dunia. Secara universal (menyeluruh di seantero dunia) jenis kejahatan ini dipandang
perlu dicegah dan diberantas. Demikianlah, sehingga orang Jerman menamakan asas ini
weltrechtsprinzip (asas hukum dunia). Di sini kekuasaan kehakiman menjadi mutlak karena
yuridiksi pengadilan tidak tergantung lagi pada tempat terjadinya delik atau nasionalitas atau
domisili terdakwa.
Hal ini diatur dalam KUHP pasal 4 ayat 4. Asas ini didasarkan atas pertimbangan, seolah-olah di
seluruh dunia telah ada satu ketertiban hukum.