Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Islam
TA 2015/2016
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah swt, tuhan pencipta alam, pemberi rahmat, dan
penguasa terbesar di alam raya ini. Atas segala berkah-Nya sehingga penulis dapat
merampungkan tugas makalah ini, dengan judul Asas Legalitas Dalam Pidana Islam
Salawat dan salam kepada rasulullah Muhammad saw. Yang telah mengajarkan
segala pedoman dalam beribah kepada Allah swt.
Terima kasih kepada Allah swt, dan kepada semua pihak yang telah bekerja sama
dalam merampungkan makalah ini, meskipun penulis menyadari masih banyak kesalahan
dan kekurangan yang terdapat dalam makalah ini olehnya itu penulis memohon maaf
yang sebesar-besarnya dan dengan rela hati menerima segala kritk dan saran dari para
pembaca.
Hormat kami.
penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................................................... i
DAFTAR
ISI.................................................................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................................. .1
A. Latar belakang.............................................................................................................. .1
B. Rumusan masalah......................................................................................................... .1
C. Maksud dan tujuan
BAB II
PEMBAHASAN.............................................................................................................. .2
A.Asas legalitas................................................................................................................
2
B.Sumber hokum asas legalitas............... .
3
C.Penerapan asas legalitas.......
4
D.Macam-macam asas.....................
4
BAB III PENUTUP................................................................................................................
13
Kesimpulan................................................................................................................
... 13
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................................. 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puji syukur atas Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga makalah yang berjudul Asas legalitas Hukum Pidana Islam ini
dapatterselesaikan dengan baik.
Makalah ini membahas mengenai asas-asas yang terdapat dalam hukum pidana
Islam, yang mana pada pembahasannya membahas dan menjelaskan macam-macam asas
yang ada pada hukum pidana Islam. Beserta dalil-dalil yang dijadikan sumber hukum dari
asas-asas yang telah disebutkan. Semoga bermanfaat.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini ialah
1. Apa yang dimaksud asas legalitas?
2. Apakah sumber hukum asas legalitas?
3. Bagaimanakah Penerapan Asas Legalitas?
4. Berapakah macam-macam asas legalitas?
Itulah rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini sederhana namun
penting untuk di bahas
C. Maksud dn Tujuan
Adapun maksud dan tujuan makalah ini disusun agar mahasiswa lebih mengetahui
asas legalitas dalam pidana islam dan sebagai prasyarat mengikuti final semester genap
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asas Legalitas
Kata asas berasal dari bahasa Arab asasun yang berarti dasar atau prinsip,
sedangkan kata legalitas berasal dari bahasa latin yaitu lex (kata benda) yang berarti
undang-undang, atau dari kata jadian legalis yang berarti sah atau sesuai dengan
ketentuan undang-undang. Dengan demikian legalitas adalah "keabsahan sesuatu
menurut undang undang"[1].
Dengan demukian arti legalitas adalah keabsahan sesuatu menurut undang-
undang. Secara historis asas legalitas pertama kali digagas oleh Anselm van
Voirbachtdan penerapannya di Indonesia dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi suatu perbuatan tidak dapat
dipidana kecuali berdasarkan kekuatan perundang-undangan pidana.
Adapun istilah legalias dalam syari'at Islam tidak ditentukan secara jelas
sebagaimana yang terdapat dalam kitab undang-undang hukum positif. Kendati
demikian,bukan berarti syari'at Islam tidak mengenal asas legalitas. Bagi pihak yang
menyatakan hukum pidana Islam tidak mengenal asas legalitas, hanyalah mereka yang
tidak meneliti secara detail berbagai ayat yang secara substansional menunjukkan adanya
asas legalitas[2].
Asas legalitas biasanya tercermin dari ungkapan dalam bahasa latin: Nullum
Deliktum Nulla Poena Sine Pravia Lege Poenali (tiada delik tiada hukuman sebelum ada
ketentuan terlebih dahulu). Asas ini merupakan suatu jaminan dasar bagi kebebasan
individu dengan memberi batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas. Asas ini
melindungi dari penyalah gunaan kekuasaan atau keseweenang-wenangan hakim,
menjamin keamanan individu dengan informasi yang boleh dan yang dilarang. Setiap
orang harus diberi peringatan sebelumnya tentang perbuatan-perbuatan illegal dan
hukumanya. Jadi, berdasarkan asas ini, tiada suatu perbuatan boleh dianggap melanggar
hukum oleh hakim jika belum dinyatakan sejara jelas oleh suatu hukum pidana dan
selama perbuatan itu belum dilakukan. Hakim dapat menjatuhkan pidana hanya terhadap
orang yang melakukan perbuatan setelah dinyatakan sebelumnya sebagai tindak pidana.
D. Macam-macam Asas
Adapun macam-macam asas dapat dikelompokkan menjadi empat bagian:
1. Asas tidak Berlaku Surut
Hukum pidana Islam pada prinsip tidak berlaku surut, hal ini sesuai dengan
kaidah tidak berlaku surut pada pidana Islam, artinya sebelum
adanya nas yang melarang perbuatan maka tindakan mukallaf tidak bisa dianggap sebagai
suatu jarimah. Namun dalam praktiknya ada beberapa jarimah yang diterapkan berlaku
surut artinya perbuatan itu dianggap jarimah walaupun belum ada nas yang melarangnya.
Alasan diterapakan pengecualiaan berlaku surut, karena pada jarimah-jarimah
yang berat dan sangat berbahaya apabila tidak diterapkan maka akan menimbulkan
kekacauan dan kehebohan dikalangan umat muslim.
Jarimah-jarimah yang diberlakukan surut yaitu :
a. Jarimah Qadzaf (menuduh Zina) dalam surat An-Nur: 4, Yang terjemahnya kurang lebih
demikian:
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai
makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
b. Jarimah Hirabah dalm surat Al-Maidah: 33, Yang terjemahnya kurang lebih demikian:
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-
Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau
dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri
(tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat merekamendapat siksaan yang besar.
Selain itu asas ini melarang berlakunya hukum ke belakang, kepada perbuatan yang
belum ada aturan atau nasnya. Hukumpidana harus berjalan kedepan. Pelanggaran
terhadap asas ini mengakibatkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Contoh dari
pelaksanaan asas ini adalah pelanggaran praktik yang berlaku di antara bangsa Arab Pra-
Islam.
Sebagai contoh, di zaman pra-Islam, seorang anak diizinkan menikahi istri dari
ayahnya. Islam melarang praktek ini, tetapi ayat Al-Quran secara khusus mengecualikan
setiap perkawinan seperti itu yang dilakukan sebelum pernyataan dilarang: Dan
janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini ayahmu, terkecuali pada
masa yang telah lampau. (an-Nisa: 22).Sebagai akibatnya, ikatan perkawinan seperti
itu menjadi putus, namun dari sisi hukum pidana pelakunya tidak dipidana.
[1] Subekti dan Tjitrosudibyo, kamus Hukum, (Jakarta: pradnya Paramita, 1969), hlm, 63.
[2] Abd al-Qodir Awdah, At-Tasyri al-Jinai al-Islami,(Beirut: Dar al-Fikr,t.t.),1:118.
[3] Abd al-Qodir Awdah, At-Tasyri, 1: 316.
[4] Ibid
[5] Sebaliknya dalam kaitan ibadah khusus, seperti shalat atau puasa, semua perbuatan dilarang,
kecuali yang diperintahkan.
[6] Subhat ialah ma yusbihu sabit wa laisa bisabit, berarti bertentangan antara unsur formil dan
materiilnya atau segala hal yang tetap dianggap tidak tetap. Abd al-Qodir Awdah, At-Tasyri al-
Jinai,I: 254.
[7] Mazhab SyfiI mengklasifikasikan subhat dalam 3 kategori: (1) subhat yang berkaitan dengan
obyek; (2) Subhat yang disebabkan oleh pelakunya; (3) Keraguan formal (muncul karena tidak
sepakatnya para fuqaha untuk suatu masalah). Sementara mazhab Hanafimengklassifikasikan
keraguan ini kedalam: (1) Keraguan yang melekat dalam perbuatan itu; (2) Keraguan yang
melekat pada tempatnya; dan (3) Keraguan yang melekat pada perjanjiannya Abd al-Qodir
Awdah, At-Tasyri al-Jinai al-Islami,I hlm. 258-261.
[8] Abdullah Ahmad an-Naim, Dekonstruksi Syariah, alih bahasa, Ahmad Syuedi, (Yogyakarta:
LKIS,2001), hlm. 200.
[9] M. Salim al-Awa, The Basis of Islamic Penal Legalism, dalam M. Cherif Bassioni, The
Islamic criminal Justice System ( London: Oceana Publications, Inc. 1982), hlm. 143-147.
[10] Ibid.