Vous êtes sur la page 1sur 21

Kumpulan Makalah Kesehatan

Kamis, 25 Juli 2013


Makalah Tentang Abortus

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Lebih dari separuh (104,6 juta orang) dari total penduduk Indonesia (208,2 juta orang)

adalah perempuan. Namun, kualitas hidup perempuan jauh tertinggal dibandingkan laki-laki.

Masih sedikit sekali perempuan yang mendapat akses dan peluang untuk berpartisipasi optimal

dalam proses pembangunan. Tidak heran bila jumlah perempuan yang menikmati hasil

pembangunan lebih terbatas dibandingkan laki-laki. Hal itu terlihat dari semakin turunnya nilai

Gender-related Development Index (GDI) Indonesia dari 0,651 atau peringkat ke 88 (HDR 1998)

menjadi 0,664 atau peringkat ke 90 (HDR 2000) (GOI & UNICEF, 2000). GDI mengukur angka

harapan hidup, angka melek huruf, angka partisipasi murid sekolah, dan pendapatan kotor per

kapita (Gross Domestic Product/GDP) riil per kapita antara laki-laki dan perempuan. Di bidang

pendidikan, terdapat perbedaan akses dan peluang antara laki-laki dan perempuan terhadap

kesempatan memperoleh pendidikan. Menurut Susenas 1999, jumlah perempuan yang berusia 10

tahun ke atas yang buta huruf (14,1%) lebih besar daripada laki-laki pada usia yang sama (6,3%)

(GOI & UNICEF, 2000).

Angka Kematian Ibu (AKI) menurut survei demografi kesehatan Indonesia (SDKI) 1994

masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran (GOI & UNICEF, 2000). Penyebab
kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya

dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC) yang memadai. Walaupun

proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melakukan ANC minimal 1 kali telah mencapai lebih

dari 80%, tetapi menurut SDKI 1994, hanya 43,2% yang persalinannya ditolong oleh tenaga

kesehatan. Persalinan oleh tenaga kesehatan menurut SDKI 1997, masih sangat rendah, di mana

sebesar 54% persalinan masih ditolong oleh dukun bayi (GOI & UNICEF, 2000).

Namun tidak semua kehamilan diharapkan kehadirannya. Setiap tahunnya, dari 175 juta

kehamilan yang terjadi di dunia terdapat sekitar 75 juta perempuan yang mengalami kehamilan

tak diinginkan (Sadik 1997). Banyak hal yang menyebabkan

Seorang perempuan tidak menginginkan kehamilannya, antara lain karena perkosaan,

kehamilan yang terlanjur datang pada saat yang belum diharapkan, janin dalam kandungan

menderita cacat berat, kehamilan di luar nikah, gagal KB, dan sebagainya. Ketika seorang

perempuan mengalami kehamilan tak diinginkan (KTD), diantara jalan keluar yang ditempuh

adalah melakukan upaya aborsi, baik yang dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain.

Banyak diantaranya yang memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya dengan mencari

pertolongan yang tidak aman sehingga mereka mengalami komplikasi serius atau kematian

karena ditangani oleh orang yang tidak kompeten atau dengan peralatan yang tidak memenuhi

standar

Keputusan untuk melakukan aborsi bukan merupakan pilihan yang mudah. Banyak

perempuan harus berperang melawan perasaan dan kepercayaannya mengenai nilai hidup

seorang calon manusia yang dikandungnya, sebelum akhirnya mengambil keputusan. Belum lagi

penilaian moral dari orang-orang sekitarnya bila sampai tindakannya ini diketahui. Hanya orang-
orang yang mampu berempati yang bisa merasakan betapa perempuan berada dalam posisi yang

sulit dan menderita ketika harus memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya.

Aborsi sering kali ditafsirkan sebagai pembunuhan bayi, walaupun secara jelas Badan

Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin

dapat hidup di luar kandungan atau kurang dari 22 minggu (WHO 2000). Dengan perkembangan

tehnologi kedokteran yang sedemikian pesatnya, sesungguhnya perempuan tidak harus

mengalami kesakitan apalagi kematian karena aborsi sudah dapat diselenggarakan secara sangat

aman dengan menggunakan tehnologi yang sangat sederhana. Bahkan dikatakan bahwa aborsi

oleh tenaga profesional di tempat yang memenuhi standar, tingkat keamanannya 10 kali lebih

besar dibandingkan dengan bila melanjutkan kehamilan hingga persalinan.

Sayangnya, masih banyak perempuan di Indonesia tidak dapat menikmati kemajuan

tehnologi kedokteran tersebut. Mereka yang tidak punya pilihan lain, terpaksa beralih ke tenaga

yang tidak aman yang menyebabkan mereka beresiko terhadap kesakitan dan kematian.

Terciptanya kondisi ini terutama disebabkan karena hukum di Indonesia masih belum berpihak

kepada perempuan dengan melarang tindakan ini untuk dilakukan kecuali untuk menyelamatkan

ibu dan bayinya. Akibatnya, banyak tenaga profesional yang tidak bersedia memberikan

pelayanan ini; walaupun ada, seringkali diberikan dengan biaya yang sangat tinggi karena

besarnya konsekuensi yang harus ditanggung bila diketahui oleh pihak yang berwajib. Perkiraan

jumlah aborsi di Indonesia setiap tahunnya cukup beragam. Hull, Sarwono dan Widyantoro

(1993) memperkirakan antara 750.000 hingga 1.000.000 atau 18 aborsi per 100 kehamilan.

Saifuddin (1979 di dalam Pradono dkk 2001) memperkirakan sekitar 2,3 juta. Sedangkan sebuah

studi terbaru yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia
memperkirakan angka kejadian aborsi di Indonesia per tahunnya sebesar 2 juta (Utomo dkk

2001).

Menjadi remaja berarti menjalani proses berat yang membutuhkan banyak penyesuaian dan

menimbulkan kecemasan. Lonjakan pertumbuhan badani dan pematangan organ-organ

reproduksi adalah salah satu masalah besar yang mereka hadapi. Perasaan seksual yang menguat

tak bisa tidak dialami oleh setiap remaja meskipun kadarnya berbeda satu dengan yang lain.

Begitu juga kemampuan untuk mengendalikannya.

Di Indonesia saat ini 62 juta remaja sedang bertumbuh di Tanah Air. Artinya, satu dari lima

orang Indonesia berada dalam rentang usia remaja. Mereka adalah calon generasi penerus bangsa

dan akan menjadi orangtua bagi generasi berikutnya. Tentunya, dapat dibayangkan, betapa besar

pengaruh segala tindakan yang mereka lakukan saat ini kelak di kemudian hari tatkala menjadi

dewasa dan lebih jauh lagi bagi bangsa di masa depan.

Ketika mereka harus berjuang mengenali sisi-sisi diri yang mengalami perubahan fisik-

psikis-sosial akibat pubertas, masyarakat justru berupaya keras menyembunyikan segala hal

tentang seks, meninggalkan remaja dengan berjuta tanda tanya yang lalu lalang di kepala

mereka.

Pandangan bahwa seks adalah tabu, yang telah sekian lama tertanam, membuat remaja

enggan berdiskusi tentang kesehatan reproduksi dengan orang lain. Yang lebih memprihatinkan,

mereka justru merasa paling tak nyaman bila harus membahas seksualitas dengan anggota

keluarganya sendiri.

Tak tersedianya informasi yang akurat dan benar tentang kesehatan reproduksi memaksa

remaja bergerilya mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri. Arus komunikasi dan

informasi mengalir deras menawarkan petualangan yang menantang. Majalah, buku, dan film
pornografi yang memaparkan kenikmatan hubungan seks tanpa mengajarkan tanggung jawab

yang harus disandang dan risiko yang harus dihadapi, menjadi acuan utama mereka. Mereka juga

melalap pelajaran seks dari internet, meski saat ini aktivitas situs pornografi baru sekitar 2-3%,

dan sudah muncul situs-situs pelindung dari pornografi . Hasilnya, remaja yang beberapa

generasi lalu masih malu-malu kini sudah mulai melakukan hubungan seks di usia dini, 13-15

tahun.

Hasil penelitian di beberapa daerah menunjukkan bahwa seks pra-nikah belum terlampau

banyak dilakukan. Di Jatim, Jateng, Jabar dan Lampung: 0,4 5% Di Surabaya: 2,3% Di Jawa

Barat: perkotaan 1,3% dan pedesaan 1,4%. Di Bali: perkotaan 4,4.% dan pedesaan 0%. Tetapi

beberapa penelitian lain menemukan jumlah yang jauh lebih fantastis, 21-30% remaja Indonesia

di kota besar seperti Bandung, Jakarta, Yogyakarta telah melakukan hubungan seks pra-nikah.

Berdasarkan hasil penelitian Annisa Foundation pada tahun 2006 yang melibatkan siswa

SMP dan SMA di Cianjur terungkap 42,3 persen pelajar telah melakukan hubungan seks yang

pertama saat duduk di bangku sekolah. Beberapa dari siswa mengungkapkan, dia melakukan

hubungan seks tersebut berdasarkan suka dan tanpa paksaan.

Ketakutan akan hukuman dari masyarakat dan terlebih lagi tidak diperbolehkannya remaja

putri belum menikah menerima layanan keluarga berencana memaksa mereka untuk melakukan

aborsi, yang sebagian besar dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa mempedulikan standar

medis. Data WHO menyebutkan bahwa 15-50 persen kematian ibu disebabkan karena

pengguguran kandungan yang tidak aman. Bahkan Departemen Kesehatan RI mencatat bahwa

setiap tahunnya terjadi 700 ribu kasus aborsi pada remaja atau 30 persen dari total 2 juta kasus di

mana sebgaian besar dilakukan oleh dukun.


B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas, maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Pengertian Abortus.

2. Jenis-jenis Abortus dan Penanganannya.

3. Faktor-faktor Terjadinya Abortus.

4. Tindakan Abortus.

5. Pelaku Abortus.

6. Contoh Abortus.

7. Resiko Abortus.

C. TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penulisan makalah yaitu :

1. Untuk mengetahui pengertian abortus.

2. Untuk mengetahui jenis-jenis abortus dan penanganannya.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor terjadinya abortus.

4. Untuk mengetahui tindakan dalam abortus.

5. Untuk mengetahui pelaku abortus.

6. Untuk mengetahi contoh abortus.

7. Untuk mengetahui resiko melakukan abortus.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Abortus

Perkataan abortus dalam bahasa Inggris disebut abortion berasal dari bahasa latin yang

berarti gugur kandungan atau keguguran. Sardikin Ginaputra dari Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia memberi pengertian abortus sebagai pengakhiran kehamilan atau hasil

konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Kemudian menurut Maryono

Reksodipura dari Fakultas Hukum UI, abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim

sebelum waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah). Dari pengertian di atas dapat dikatakan,
bahwa abortus adalah suatu perbuatan untuk mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan

janin dari kandungan sebelum janin itu dapat hidup di luar kandungan.

Menstrual regulation secara harfiah artinya pengaturan menstruasi/ datang bulan/ haid, tetapi

dalam praktek menstrual regulation ini dilaksanakan terhadap wanita yang merasa terlambat

waktu menstruasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium ternyata positif dan mulai

mengandung. Maka ia minta dibereskan janinnya itu. Maka jelaslah, bahwa menstrual

regulation itu pada hakikatnya adalah abortus provocatus criminalis, sekalipun dilakukan oleh

dokter. Karena itu abortus dan menstrual regulation itu pada hakikatnya adalah pembunuhan

janin secara terselubung. Karena itu, berdasarkan Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) pasal 299,

346, 348 dan 349, negara melarang abortus, termasuk menstrual regulation dan sangsi

hukumannya cukup berat bahwa hukumannya tidak hanya ditujukan kepada wanita yang

bersangkutan, tetapi semua orang yang terlibat dalam kejahatan ini dapat dituntut seperti dokter,

dukun bayi, tukang obat dan sebagainya yang mengobati atau menyuruh/ membantu/

melakukannya sendiri.

B. Jenis-jenis Abortus dan Penanganannya

Abortus imminens adalah terjadinya perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu,

janin masih dalam uterus, tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosisnya terjadi perdarahan melalui

ostium uteri eksternum disertai mual, uterus membesar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum

membuka, dan tes kehamilan positif. Penanganannya : 1) Berbaring, cara ini menyebabkan

bertambahnya aliran darah ke uterus dan sehingga rangsang mekanik berkurang. 2) Pemberian

hormon progesterone. 3) Pemeriksaan USG (Sarwono Prawirohardjo, 2002).


Abortus insipiens adalah peristiwa peradangan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu

dengan adanya dilatasi serviks. Diagnosisnya rasa mules menjadi lebih sering dan kuat,

perdarahan bertambah. Pengeluaran janin dengan kuret vakum atau cunam ovum, disusul dengan

kerokan. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu bahaya peforasi pada kerokan lebih besar, maka

sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infuse oksitosin. Sebaliknya secara

digital dan kerokan bila sisa plasenta tertinggal bahaya perforasinya kecil (Sarwono

Prawirohardjo,2002).

Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20 minggu

dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, servikalis terbuka dan

jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang kadang sudah menonjol dari ostium uteri

eksternum. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikelurkan, dapat menyebabkan

syok. Penanganannya, diberikan infuse cairan NaCl fisiologik dan transfusi, setelah syok diatasi

dilakukan kerokan. Saat tindakan disuntikkan intramuskulus ergometrin untuk mempertahankan

kontraksi otot uterus (Sarwono Prawirohardjo, 2002).

Penderita abortus kompletus ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup,

uterus sudah mengecil dan tidak memerlukan pengobatan khusus, apabila menderita anemia

perlu diberi sulfas ferrosus atau transfuse (Sarwono Prawirohardjo, 2002).

Missed abortion adalah kehamilan yang tidak normal, janin mati pada usia kurang dari 20

hari dan tidak dapat dihindari (James L Lindsey,MD , 2007). Gejalanya seperti abortus immines

yang kemudian menghilang secara spontan disertai kehamilan menghilang, mamma agak

mengendor, uterus mengecil, tes kehamilan negative. Dengan USG dapat diketahui apakah janin

sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan (Sarwono Prawirohardjo,2002). Dengan

human chorionic gonadotropin (hCG) tests bisa diketahui kemungkinan keguguran (James L
Lindsey,MD , 2007).Biasanya terjadi pembekuan darah. Penanganannya, Pada kehamilan kurang

dari 12 minggu dilakukan pembukaan serviks uteri dengan laminaria selama + 12 jam kedalam

servikalis, yang kemudian diperbesar dengan busi hegar sampai cunam ovum atau jari dapat

masuk ke dalam kavum uteri. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, maka pengeluaran janin

dengan infuse intravena oktsitosin dosis tinggi. Apabila fundus uteri tingginya sampai 2 jari

dibawah pusat, maka pengeluaran janin dapat dikerjakan dengan penyuntikan larutan garam 20%

kedalam dinding uteri melalui dinding perut. Apabila terdapat hipofibrinogenemia, perlu

persediaan fibrinogen (Sarwono Prawirohardjo,2002). Pemberian misoprostol (Cytotec) 400-800

mcg dengan dosis tunggal atau ganda untuk mengurangi rasa sakit (James L Lindsey,MD ,

2007).

Medical aborsi adalah cara terakhir untuk melindungi seperti surgical aborsi dengan

mengetahui resiko kehamilan ectropic , aborsi spontan, kelahiran dengan berat yang minim, dan

kelahiran premature sebagai rangkaian kehamilan. Efek medical aborsi berturut-turut dalam

kehamilan adalah sulit untuk hamil lagi, disebabkan kematian ditiga minggu pertama kehamilan.

Faktor resiko untuk kehamilan ectropic ditemukan dengan kenaikan resiko yang signifikan untuk

kehamilan ectopic berhubungan dengan aborsi medik tetapi tidak dengan surgical

abortion,sebagai bandingan dengan wanita yang tidak pernah melakukan aborsi. (Professor Paul

D. Blumenthal, MD, MPH and Beverly Winikoff, MD, MPH, 2007.)

Setelah abortus pertumbuhan virus Chlamydia, gonorrhoea dan bacterial vaginosis

meningkat. Untuk mengurangi infeksi setelah abortus diberikan antibiotik 1 g rectally,

azithromycin 1 g pada saat abortus, dan doxycycline 100 mg secara oral 2 kali per hari selama 1

minggu. (Janesh K. Gupta and Cara Williams, 2004)


C. Faktor-faktor Terjadinya Abortus

Hal yang menyebabkan fenomena tersebut adalah faktor ovovetal dan ibu (Derek liewollyn

& Jones, 2002).

Faktor ovovetal yang menyebabkan abortus adalah kelainan pertumbuhan janin dan kelainan

pada plasenta. Penyebab kelainan pertumbuhan janin ialah kelainan kromosom, lingkungan

kurang sempurna, dan pengaruh dari luar. Kelainan plasenta disebabkan endarteritis pada villi

koriales yang menghambat oksigenisasi plasenta sehingga terjadi gangguan pertumbuhan bahkan

menyebabkan kematian (Prawirohardjo, S, 2002).

Keadaan ibu yang menyebabkan abortus antara lain: 1) penyakit Ibu seperti pneumonia, tifus

abdominalis, pielonefritis, malaria, 2) toksin, bakteri, virus, plasmodium masuk ke janin

menyebabkan kematian sehingga terjadi abortus, 3) penyakit menahun, dan 4) kelainan traktus

genitalis, seperti inkompetensi serviks, retroversi uteri, mioma uteri, dan kelainan bawaan uterus

(Prawirohardjo, S, 2002).

Pada awal abortus terjadi pendarahan yang menyebabkan janin terlepas. Pada kehamilan

kurang dari 8 minggu janin biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum

menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 814 minggu villi koriales menembus

desidua secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan sempurna sehingga banyak perdarahan. Pada

kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketubah pecah janin yang telah mati akan dikeluarkan

dalam bentuk kantong amnion kosong dan kemudian plasenta (Prawirohardjo, S, 2002)

D. Tindakan Abortus

Ada dua macam tindakan aborsi, yaitu:

1. Aborsi dilakukan sendiri


Aborsi yang dilakukan sendiri misalnya dengan cara memakan obat-obatan yang membahayakan

janin atau dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang dengan sengaja ingin menggugurkan

janin.

2. Aborsi dilakukan orang lain

Orang lain di sini bisa seorang dokter, bidan atau dukun beranak. Cara-cara yang digunakan juga

beragam.

Aborsi yang dilakukan seorang dokter atau bidan pada umumnya dalam 5 tahapan, yaitu:

a. Bayi dibunuh dengan cara ditusuk atau diremukkan di dalam kandungan.

b. Bayi dipotong-potong tubuhnya agar mudah dikeluarkan.

c. Bayi dikeluarkan dengan menggunakan tan.

d. Potongan-potongan disusun kembali untuk memastikan bayi sudah keluar semua

e. Potongan-potongan bayi kemudian dibuang ke tempat sampai/sungai, dikubur di tanah kosong,

atau dibakar di tungku.

Sedangkan seorang dukun beranak, biasanya melaksanakan aborsi dengan cara memberi

ramuan obat pada calon ibu dan menurut perut calon ibu untuk mengeluarkan secara paksa janin

dalam kandungannya. Hal ini sangat berbahaya, sebab pengurutan belum tentu membuahkan

hasil yang diinginkan dan kemungkinan malam membawa cara bagi janin dan trauma hebat bagi

calon ibu.

E. Pelaku Abortus
Profil pelaku aborsi di Indonesia tidak sama persis dengan di Amerika. Akan tetapi

gambaran di bawah ini memberikan kita bahan untuk dipertimbangkan seperti tertulis dalam

buku fact of life oleh Brian Clowes, phd: para wanita pelaku aborsi adalah:

Wanita muda

Lebih dari separuh wanita pelaku aborsi, adalah mereka yang berusia di bawah 25 tahun. Bahkan

dari mereka adalah wanita remaja berusia dibawah 19 tahun

Usia Jumlah %

Dibawah 15 tahun 14.200 0.9

15-17 tahun 154.500 9.9

18-19 tahun 224.000 14.4

20-24 tahun 527.700 33.9

25-29 tahun 334.900 21.5

30-34 tahun 188.500 12.1

35-39 tahun 90.400 5.8

40 tahun ke atas 23.800 1.5

Belum menikah

Jika terjadi kehamilan di luar nikah, 82% wanita di Amerika akan melakukan aborsi. Jadi,

para wanita muda yang hamil di luar nikah, cenderung dengan mudah akan memilih membunuh

anaknya sendiri.

Untuk di Indonesia, jumlah ini tentunya lebih besar karena di dalam adat Timur kehamilan di

luar nikah adalah merupakan aib, dan merupakan suatu tragedi yang sangat tidak bisa diterima

masyarakat maupun lingkungan keluarga.


Waktu aborsi

Proses aborsi dilakukan pada berbagai tahap kehamilan. Menurut data statistik yang ada di

Amerika, aborsi dilakukan dengan frekuensi yang tinggi pada berbagai usia janin

Usia janin (minggu) Kasus aborsi

13-15 90.000

16-20 60.000

21-26 15.000

> 26 600

F. Contoh Abortus

Pada kehamilan muda (dibawah 1 bulan)

Pada kehamilan muda, dimana usia janin masih sangat kecil, aborsi dilakukan dengan

cara menggunakan alat penghisap (suction). Sang anak yang masih sangat lembut langsung

terhisap dan hancur berantakan. Saat dikeluarkan, dapat dilihat cairan merah berupa gumpalan-

gumpalan darah dari janin yang baru dibunuh tersebut.

Pada kehamilan lebih lanjut (1-3 bulan)

Pada tahap ini, dimana janin baru berusia sekitar beberapa minggu, bagian-bagian

tubuhnya mulai terbentuk. Aborsi dilakukan dengan cara menusuk anak tersebut kemudian

bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong dengan menggunakan semacam tang khusus untuk

aborsi (cunam abortus). Anak dalam kandungan itu diraih dengan menggunakan tang tersebut,

dengan cara menusuk bagian manapun yang bisa tercapai. Bisa lambung, pinggang, bahu atau

leher. Kemudian setelah ditusuk, dihancurkan bagian-bagian tubuhnya. Tulang-tulangnya di

remukkan dan seluruh bagian tubuhnya disobek-sobek menjadi bagian kecil-kecil agar mudah
dikeluarkan dari kandungan. Dalam klinik aborsi, bisa dilihat potongan-potongan bayi yang

dihancurkan ini. Ada potongan tangan, potongan kaki, potongan kepala dan bagian-bagian tubuh

lain yang mungil. Anak tak berdosa yang masih sedemikian kecil telah dibunuh dengan cara

yang paling mengerikan.

Aborsi pada kehamilan lanjutan (3 sampai 6 bulan)

Pada tahap ini, bayi sudah semakin besar dan bagian-bagian tubuhnya sudah terlihat jelas.

Jantungnya sudah berdetak, tangannya sudah bisa menggenggam. Tubuhnya sudah bisa

merasakan sakit, karena jaringan syarafnya sudah terbentuk dengan baik.

Aborsi dilakukan dengan terlebih dahulu membunuh bayi ini sebelum dikeluarkan. Pertama,

diberikan suntikan maut (saline) yang langsung dimasukkan kedalam ketuban bayi. Cairan ini

akan membakar kulit bayi tersebut secara perlahan-lahan, menyesakkan pernafasannya dan

akhirnya setelah menderita selama berjam-jam sampai satu hari bayi itu akhirnya meninggal.

Selama proses ini dilakukan, bayi akan berontak, mencoba berteriak dan jantungnya berdetak

keras. Aborsi bukan saja merupakan pembunuhan, tetapi pembunuhan secara amat keji. Setiap

wanita harus sadar mengenai hal ini.

Aborsi pada kehamilan besar (6 sampai 9 bulan)

Pada tahap ini, bayi sudah sangat jelas terbentuk. Wajahnya sudah kelihatan, termasuk

mata, hidung, bibir dan telinganya yang mungil. Jari-jarinya juga sudah menjadi lebih jelas dan

otaknya sudah berfungsi baik. Untuk kasus seperti ini, proses aborsi dilakukan dengan cara

mengeluarkan bayi tersebut hidup-hidup, kemudian dibunuh.

Cara membunuhnya mudah saja, biasanya langsung dilemparkan ke tempat sampah,

ditenggelamkan kedalam air atau dipukul kepalanya hingga pecah. Sehingga tangisannya

berhenti dan pekerjaan aborsi itu selesai. Selesai dengan tuntas hanya saja darah bayi itu yang
akan mengingatkan orang-orang yang terlibat didalam aborsi ini bahwa pembunuhan keji telah

terjadi. Semua proses ini seringkali tidak disadari oleh para wanita calon ibu yang melakukan

aborsi. Mereka merasa bahwa aborsi itu cepat dan tidak sakit, mereka tidak sadar karena dibawah

pengaruh obat bius. Mereka bisa segera pulang tidak lama setelah aborsi dilakukan. Benar, bagi

sang wanita, proses aborsi cepat dan tidak sakit. Tapi bagi bayi, itu adalah proses yang sangat

mengerikan, menyakitkan, dan benar-benar tidak manusiawi.

Kematian bayi yang tidak berdosa itu tidak disaksikan oleh sang calon ibu. Seorang wanita yang

kelak menjadi ibu yang seharusnya memeluk dan menggendong bayinya, telah menjadi algojo

bagi anaknya sendiri.

G. Resiko Abortus

Aborsi memiliki risiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita.

tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia tidak merasakan apa-apa

dan langsung boleh pulang.

Ada 2 macam risiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi

1. Risiko kesehatan dan kesehatan secara fisik

2. Risiko gangguan psikologi

Risiko kesehatan dan kesehatan fisik

Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa risiko yang akan

dihadapi oleh seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku fact of life yang ditulis oleh

Brian Clowes, Phd yaitu:

1. Kematian mendadak karena perdarahan hebat


2. Kematian mendadak karena pembiakan yang gagal

3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius di sekitar kandungan

4. Rahim yang sobek (uterine perforation)

5. Kerusakan leher rahim yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.

6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)

7. Kanker indung telur

8. Kanker leher rahim

9. kanker hati

10. Kelainan pada placenta/ari-ari yang akan menyebabkan cacat pada anak

berikutnya dan perdarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya

11. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi

12. Infeksi rongga panggul

13. Infeksi pada lapisan rahim

Risiko kesehatan mental

Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki risiko tinggi dari segi kesehatan dan

keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat

terhadap keadaan mental seorang wanita.

Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai post abortion syndrome atau PAS.

Gejala-gejala ini dicatat dalam psychological reactions reported after abortion di dalam

penerbitan. The post abortion review (1994, pada dasarnya seorang wanita yang melalukan

aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:

1. Kehilangan harga diri

2. Berteriak-teriak histeris
3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi

4. Ingin melakukan bunuh diri

5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang

6. Tidak bisa menikmati hubungan seksual

Di luar hal-hal tersebut di atas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan

bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Meski pengguguran kandungan (aborsi) dilarang oleh hukum, tetapi kenyataannya terdapat

2,3 juta perempuan melakukan aborsi. Masalahnya tiap perempuan mempunyai alasan tersendiri

untuk melakukan aborsi dan hukumpun terlihat tidak akomodatif terhadap alasan-alasan tersebut,

misalnya dalam masalah kehamilan paksa akibat perkosaan atau bentuk kekerasan lain termasuk

kegagalan KB. Larangan aborsi berakibat pada banyaknya terjadi aborsi tidak aman (unsafe

abortion), yang mengakibatkan kematian. Data WHO menyebutkan, 15-50% kematian ibu

disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak aman. Dari 20 juta pengguguran kandungan

tidak aman yang dilakukan tiap tahun, ditemukan 70.000 perempuan meninggal dunia. Artinya 1

dari 8 ibu meninggal akibat aborsi yang tidak aman.


Melakukan aborsi pasti merupakan keputusan yang sangat berat dirasakan oleh perempuan

yang bersangkutan. Tapi bila itu memang menjadi jalan yang terakhir, yang harus diperhatikan

adalah persiapan secara fisik dan mental dan informasi yang cukup mengenai bagaimana agar

aborsi bisa berlangsung aman. Aborsi aman bila:

Dilakukan oleh pekerja kesehatan (perawat, bidan, dokter) yang benar-benar terlatih dan

berpengalaman melakukan aborsi

Pelaksanaannya mempergunakan alat-alat kedokteran yang layak

Dilakukan dalam kondisi bersih, apapun yang masuk dalam vagina atau rahim harus steril atau

tidak tercemar kuman dan bakteri

Dilakukan kurang dari 3 bulan (12 minggu) sesudah pasien terakhir kali mendapat haid.

Pelayanan Kesehatan yang Memadai adalah HAK SETIAP ORANG, tidak terkecuali perempuan

yang memutuskan melakukan Aborsi.

Keahlian bidan sekarang ini sering disalah gunakan untuk melakukan tindakan yang

menentang hukum dan agama, yaitu melakukan praktek aborsi ilegal. Tapi, terkadang bidan

membantu wanita hamil untuk melakukan aborsi. Hal ini di lakukan karena adanya berbagai

penyebab diantaranya: penyakit yang alami oleh si ibu tersebut yang dapat membahayakan

janinnya. Peranan bidan sangat besar dalam menginformasikan KB dan alat kontrasepsi,

sehingga tidak terjadi kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak akan terjadi praktek aborsi

ilegal. Hal ini diharapkan kepada seluruh masyarakat agar selalu menggunakan alat kontrasepsi

dan mengikuti program KB.

B. SARAN
Diharapkan kepada orangtua agar lebih memperhatikan kondisi/ keadaaan anak khususnya

perempuan, seperti membatasi pergaulan, dan memberikan informasi lebih awal tentang aborsi,

serta ilmu agama yang lebih mendalam dengan harapan agar si anak tidak terjebak dalam kondisi

yang kemungkinan dapat terjadi seperti itu.

Untuk itu baik pemerintah, masyarakat, sekolah dan orangtua agar dapat memberikan

masukan (suplemen) khusus kepada remaja wanita, agar pola pikir tentang arah-arah negatif

dapat dihindari sejak dini.

Hendaknya para tenaga kesehatan agar selalu menjaga sumpah profesi dan kode etiknya

dalam melakukan pekerjaan, sehingga pengurangan kejadian Abortus dapat dikurangi.

DAFTAR PUSTAKA

GOI & UNICEF. Laporan Nasional Tindak Lanjut Konferensi Tingkat Tinggi Anak (Draft).

Desember 2000.

Mochtar, Rustam, 1987, Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Valentino Group, Medan

WHO-SEARO. Regional Health Report 1998: Focus on Women. New Delhi: WHO-SEARO, 1998.

WHO. Safe Abortion: Technical and Policy Guidance for Health System. A Draft 4 September 2002.

Prawirahardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pusaka, Jakarta.

http://www.aborsi.org/

http://dikti.go.id/pkm/pkmi_award_2006/pdf/pkmi06_016.pdf.

www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news_print.asp?IDNews=527 - 17k
http://elangjawa-hidup.blogspot.com/2011/05/makalah-tentang-aborsi.html diakses pada tanggal 21

November 2011 pukul 20.20 WITA.

http://arisfamilybc.blogspot.com/2011/01/makalah-aborsi.html diakses pada tanggal 21 November

2011 pukul 20.21 WITA.

http://www.masbied.com/2011/02/08/makalah-abortus/ diakses pada tanggal 21 November 2011

pukul 20.25 WITA.

http://mily.wordpress.com/2010/01/02/makalah-aborsi-pada-remaja/ diakses pada tanggal 21

November 2011 pukul 20.27 WITA.

http://tulisan-ady.blogspot.com/2008/01/makalah-aborsi.html diakses pada tanggal 21 November

2011 pukul 20.28 WITA.

Diposkan oleh khaerul bulukumba di 16.18


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog

Vous aimerez peut-être aussi