Vous êtes sur la page 1sur 26

BAB 1

PENDAHULUAN

Salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja

dan dewasa muda adalah jerawat atau Acne Vulgaris.1 Acne vulgaris (AV) adalah

penyakit peradangan menahun pada unit pilosebasea dengan penyebab multifaktor.

Acne sering terjadi khususnya pada remaja dan dewasa muda dengan manifestasi

klinis berupa komedo, papul, nodus serta kista dengan berbagai tingkat keparahan

yang berbeda-beda.2

Acne vulgaris adalah suatu kelainan dari folikel sebasea khusus yang

berkaitan dengan folikel rambut dan kelenjar sebasea yang tersering dijumpai pada

wajah, dada, dan punggung.1 Etiologi acne belum diketahui. Beberapa etiologi

yang diduga terlibat, berupa faktor intrinksik, yaitu genetik, ras hormonal; dan

faktor ekstrinsik berupa stress, iklim/suhu/kelembaban, kosmetik, diet dan obat-

obatan.2

Pada penelitian Suryadi RM (2008), hampir setiap orang pernah mengalami

acne vulgaris dan biasanya dimulai ketika pubertas, dari survey di kawasan Asia

Tenggara terdapat 40-80% kasus acne vulgaris. Sedangkan di Indonesia, acne

vulgaris merupakan penyakit kulit yang umum terjadi sekitar 85 hingga 100 persen

selama hidup seseorang. Menurut data dari dermatologi kosmetika, Indonesia

menunjukan yaitu 60% penderita acne vulgaris pada tahun 2006, 80% terjadi pada

tahun 2007 dan 90% pada tahun 2009.1

1
Pada umumnya AV dimulai pada usia (12-15 tahun), dengan puncak

tingkat keparahan pada usia 17-21 tahun. AV adalah penyakit terbanyak remaja

usia 15-18 tahun, dimana pada wanita berkisar 83-85% dan pada pria yaitu pada

umur 16-19 tahun berkisar 95-100%. ) Meskipun acne vulgaris tidak

menimbulkan fatalitas dan pada beberapa kasus dapat sembuh sendiri serta

gejala sisa dari AV dapat seumur hidup. Acne dapat cukup merisaukan karena

berhubungan dengan menurunnya kepercayaan diri akibat berkurangnya

keindahan pada wajah penderita.1,2,3

2
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Defenisi

Acne Vulgaris (AV) atau jerawat merupakan penyakit yang dapat sembuh

sendiri.2 AV adalah suatu kondisi inflamasi umum pada unit polisebaseus yang

terjadi pada remaja dan dewasa muda yang ditandai dengan komedo, papul,

pustul, dan nodul. AV sering ditemukan pula skar pada daerah predileksi seperti

muka, bahu bagian atas dari ekstremitas superior, dada dan punggung.4

B. Epidemiologi

Menurut studi Global Burden of Disease, AV mempengaruhi 85% dewasa

muda umur 12-25 tahun. Jerawat konsisten mewakili tiga kondisi kulit yang

paling umum pada populasi umum, seperti yang ditemukan dalam penelitian

besar di Inggris, Perancis, dan USA.5

Menurut catatan studi dermatologi kosmetika Indonesia menunjukan yaitu

60% penderita acne vulgaris pada tahun 2006, 80% terjadi pada tahun 2007 dan

90% pada tahun 2009. Prevelansi tertinggi yaitu pada umur 14-17 tahun, dimana

pada wanita berkisar 83-85% dan pada pria yaitu pada umur 16-19 tahun

berkisar 95-100%.4 Onset acne pada perempuan lebih awal daripada laki-laki

karena masa pubertas perempuan lebih dulu daripada laki-laki.6

3
C. Etiologi

Etiologi acne belum diketahui. Beberapa etiologi yang diduga terlibat,

berupa faktor intrinksik, yaitu genetik, ras hormonal; dan faktor ekstrinsik

berupa stress, iklim/suhu/kelembaban, kosmetik, diet dan obat-obatan.2

1. Sebum

Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya acne. Acne

yang keras selalu disertai pengeluaran sebore yang banyak.7

2. Bakteria

Mikroba yang terlibat pada terbentuknya acne adalah

Corynebacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, Pityrosporum

ovale. Dari ketiga mikroba ini, yang terpenting yakni C. acnes yang

bekerja secara tidak langsung.7

3. Herediter

Faktor herediter sangat berpengaruh pada besar aktivitas kelenjar

sebacea. Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas acne,

kemungkinan besar anaknya juga dapat menderita acne.7

Menurut sebuah penelitian, adanya gen tertentu (CYP17-34C/C

homozigot Chinese men) dalam sel tubuh manusia, meningkatkan

terjadinya acne yang kemungkinan besar merupakan penyakit genetik

dimana pada penderita terdapat peningkatan respon unit pilosebaseus

terhadap kadar normal androgen dalam darah.4

4
4. Hormon

Hormon androgen , hormone ini memegang peranan penting karena

kelenjar sebasea sangat sensitive terhadap terhadap hormone ini.

Hormone androgen berasal dari testis dan kelenjar anak ginjal. Hormone

ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum

meningkat.

Pada penyelidikan Pochi, Forstrom dkk. Dan Lim James didapatkan

bahwa konsentrasi testosterone dalam plasma penderita acne pria tidak

berbeda dengan tidak menderita acne. Berbeda dengan wanita kadar

testosteron plasma sangat meningkat pada penderita acne.

Esterogen pada keadaan fisiologik tidak berpengaruh terhadap

produksi sebum. Esterogen dapat menurunkan kadar gonadotropin yang

berasal dari kelenjar hipofisis. Hormone gonadotropin mempunyai efek

menurunkan produksi sebum. Progesteron dalam jumlah fisiologik tidak

mempunyai efek terhadap aktivitas kelenjar lemak. Produksi sebum tetap

selama siklus menstruasi akan tetapi kadang-kadang progesterone dapat

menyebabkan acne premenstrual.7

5. Diet

Terdapat makanan tertentu yang memperberat AV. Makanan

tersebut antara lain adalah makanan tinggi lemak (gorengan, kacang,

susu, keju, dan sejenisnya), makanan tinggi karbohidrat (makanan

manis, coklat, dll), alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi yodium

5
(garam). Lemak dalam makanan dapat mempertinggi kadar komposisi

sebum.4

Namun penyelidikan terakhir ternyata diet sedikit atau tidak

berpengaruh terhadap acne. Pada penderita yang banyak makan

karbohidrat dan zat lemak tidak dapat dipastikan akan terjadi perubahan

pada pengeluaran sebum atau komposisinya karena kelenjar lemak

bukan alat pengeluaran untuk lemak yang kita makan.7

6. Iklim

Di daerah yang memiliki empat musim biasanya acne bertambah

hebat pada musim dingin sebaliknya kebanyakan membaik pada musim

panas.

Sinar ultraviolet mempunyai efek membunuh bakteri pada

permukaan kulit selain itu sinar ini juga dapat menembus epidermis

bagian bawah dan bagian atas dermis sehingga berpengaruh pada bakteri

yang berada dibagian dalam kelenjar sebasea.

Menurut Cunliffe pada musim panas didapatkan 60% perbaikan

acne, 20% tidak ada perubahan dan 20% bertambah hebat. Bertambah

hebatnya acne bukan disebabkan oleh sinar ultra violetnya melainkan

banyaknya keringat pada keadaan yang sangat lembab dan panas

tersebut.7

7. Psikis

Pada beberapa penderita stress dan gangguan emosi dapat

menyebabkan eksaserbasi acne. Mekanisme yang pasti mengenai hal ini

6
belum diketahui. Kecemasan menyebabkan penderita memanipulasi acne

secara mekanis sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan

timbul lesi beradang yang baru. Teori lain mengatakan bahwa

eksaserbasi ini disebabkan oleh meningkatnya produksi hormone

androgen dari kelenjar anak ginjal dan sebum bahkan asam lemak dalam

sebum pun meningkat.7

8. Kosmetika

Pemakaian bahan-bahan kosmetik tertentu secara terus menerus

dalam jangka lama dapat menyebabkan suatu bentuk acne ringan yang

terutama terdiri dari komedo tertutup dengan beberapa lesi

papulopustular pada pipi dan dagu bahan yang sering menyebabkan acne

ini terdapat pada berbagai krem muka seperti bedak dasar (foundation),

pelembab (moisturizer), krem penahan sinar matahari (sunscreen) dan

krem malam (nigt cream) yang mengandung bahan-bahan seperti

lanolin, petrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan dan bahan kimia murni,

bahan pewarna dan asamoleik.7

9. Bahan-bahan kimia

Beberapa macam bahan kimia dapat menyebabkan erupsi yang

mirip dengan acne seperti yodida, kortikosteroid, I.N.H, obat anti

konvulsan dan vitamin B12.7

7
10. Faktor pekerjaan

Penderita acne juga banyak ditemukan pada karyawan-karyawan

pabrik dimana mereka selalu terpajan bahan-bahan kimia seperti oli dan

debu-debu logam. Acne ini biasa disebut Occupational Acne.4

11. Reaktivitas

Disamping faktor-faktor diatas masih ada faktor X pada kulit yang

merupakan faktor penting yang menentukan hebatnya acne.7

D. Patogenesis

Terdapat empat patogenesis paling berpengaruh akan timbulnya AV yaitu:

1. Produksi sebum yang meningkat

2. Hiperproliferasi folikelpolisebasea

3. Kolonisasi Propionibacterium acnes (PA)

4. Proses inflamasi.2,8

1. Produksi sebum yang meningkat

Sebum disintesis oleh kelenjar sebasea secara kontinu dan disekresikan

kepermukaan kulit melalui pori pori folikel rambut. Sekresi sebum ini

diatur secara hormonal. Kelenjar sebasea terletak pada seluruh permukaan

tubuh, namun jumlah kelenjar yang terbanyak didapatkan pada wajah,

pungung, dada, dan bahu. Kelenjar sebasea mensekresikan lipid melalui

sekresi holokrin. Selanjutnya, kelenjar ini menjadi aktif saat pubertas

karena adanya peningkatan hormon androgen, khususnya hormone

testosteron, yang memicu produksi sebum . Hormon androgen

menyebabkan peningkatan ukuran kelenjar sebasea, menstimulasi produksi

8
sebum, serta menstimulasi proliferasi keratinosit pada duktus kelenjar

sebasea dan acro infundibulum. Ketidakseimbangan antara produksi dan

kapasitas sekresi sebum akan menyebabkan pembuntuan sebum pada

folikel rambut .4

2. Hiperproliferasi Folikel Pilosebasea Atau Penyumbatan Keratin Di

Saluran Pilosebaseus

Terdapat perubahan pola keratinisasi folikel sebasea, sehingga

menyebabkan stratum korneum bagian dalam dari duktus pilosebseus

menjadi lebih tebal dan lebih melekat dan akhinya akan menimbulkan

sumbatan pada saluranf olikuler. Bila aliran sebum kepermukaan kulit

terhalang oleh masa keratin tersebut, maka akan terbentuk mikrokomedo

dimana mikrokomedo ini merupakan suatu proses awal dari pembentukan

lesi acne yang dapat berkembang menjadi lesi non- inflamasi maupun lesi

inflamasi. Proses keratinisasi ini dirangsang oleh androgen, sebum, asam

lemak bebas dan skualen.4

3. Kolonisasi Mikroorganisme Di Dalam Folikel Sebaseus

Peran mikroorganisme penting dalam perkembangan acne. Dalam hal ini

mikroorganisme yang mungkin berperan adalah Propionilbacterium acnes,

Staphylococcus epidermidis dan Pityrosporumovale. Mikroorganisme

tersebut berperan pada kemotaktik inflamasi serta pada pembentukan enzim

lipolitik pengubah fraksi lipid sebum. P. Acnes menghasilkan komponen

aktif seperti lipase, protease, hialuronidase, dan faktor kemotaktik yang

menyebabkan inflamasi. Lipase berperan dalam mengidrolisis trigliserida

9
sebum menjadi asam lemak bebas yang berperan dalam menimbulkan

hiperkeratosis, retensi, dan pembentukan mikrokomedo.4

4. Inflamasi

Propionilbacteriuum acnes mempunyai faktor kemotaktik yang menarik

leukosit polimorfonuclear kedalam lumen komedo. Jika leukosit

polimorfonuclear memfagosit P.acnes dan mengeluarkan enzim hidrolisis,

maka akan menimbulkan kerusakan dinding folikuler dan menyebabkan

rupture sehingga isi folikel (lipid dan komponen keratin) masuk dalam

dermis sehingga mengakibatkan terjadinya proses inflamasi.4

Pathogenesis Acne

E. Gejala Klinis

Acne vulgaris mempunyai tempat predileksi di wajah dan leher

(99%), punggung (60%), dada (15%) serta bahu dan lengan atas. Kadang

10
kadang pasien mengeluh gatal dan nyeri. Sebagian pasien merasa terganggu

secara estetis. Kulit AV cenderung lebih berminyak atau sebore, tetapi tidak

semua orang dengan sebore disertai AV. 2

Efloresensi acne berupa : komedo hitam (terbuka) dan putih

(tertutup), papul, pustule, nodus, kista, jaringan parut, perubahan

pigmentasi. Komedo terbuka (black head) merupakan lesi non inflamasi,

papul pustule, nodus dan kista merupakan lesi infalamasi.2

F. Diagnosis

Menurut penelitian William (2007) dan penelitian Magin dkk (2006)

diagnosis acne vulgaris dapat ditegakkan dengan anamnesis dan

pemeriksaan klinis.4 Saat ini klasifikasi yang digunakan di Indonesia (oleh

FKUI/RSCM) untuk menentukan derajat AV yaitu ringan, sedang, dan

berat adalah klasifikasi menurut Lehmann dkk.2

Tabel. 2.1 Gradasi Acne

Derajat Lesi
Acne ringan Komedo < 20, atau lesi inflamasi <
15, atau total lesi <30

Acne sedang Komedo 20-100 atau lesi inflamasi


15-50, atau total lesi 30-125
Acne berat Kista > 5 atau komedo < 100, atau
lesi inflamasi > 50, atau total lesi >
125.

11
1. Anamnesis

Dari anamnesis dapat ditemukan berupa keluhan gatal atau sakit,


tetapi pada umumnya keluhan penderita lebih bersifat kosmetik dan
mengganggu dalam hal estetika.4
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan komedo, baik komedo terbuka

maupun komedo tertutup. Selain itu, dapat pula ditemukan papul,

pustul, nodul dan kista pada daerahdaerah predileksi yang mempunyai

banyak kelenjar lemak. Secara umum, pemeriksaan laboratorium bukan

merupakan indikasi untuk penderita Acne Vulgaris, kecuali jika

dicurigai adanya hyperandrogenism.4

3. Pemeriksaan histopatologi

Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak

spesifik berupa sebukan sel radang kronis disekitar folikel pilosebasea

dengan massa sebum di dalam folikel.9

G. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari acne vulgaris antara lain erupsi acneiformis,

folikulitis, folikulitis pityrosporum, rosassea, dermatitis seboroik.

1. Erupsi Acneiformis

Erupsi acneiformis adalah kelainan kulit yang menyerupai acne

berupa reaksi peradangan folikular dengan manifestasi klinis

papulopustular. Penyebab penyakit ini masih belum jelas akan tetapi

induksi obat yang diberikan secara sistemik diakui sebagai faktor

penyebab yang paling utama, misalnya kortikosteroid, ACTH, INH,

12
yodida dan bromida, vitamin B2, B6, B12, phenobarbital,

difenilhidantoin, trimetadion, tetrasiklin, litium, pilkontrasepsi, kina,

rifampisin, tiourea, aktinomisin D. Adapula yang menganggap bahwa

erupsi acneiformis dapat disebabkan oleh aplikasi topikal kortikosteroid,

PUVA atauradiasi, bahkan berbagai bahan kimia yang kontak kekulit

akibat kerja (minyak, klor), kosmetika, atau tekanan pada kulit.10

Gambar 1. Erupsi acneiformis

2. Folikulitis

Folikulitis adalah radang folikel rambut yang di sebabkan oleh bakteri

staphylococcus aureus. Secara klinis folikulitis di bagi menjadi 2 yaitu:

folikulitis superfisialis dan folikulitis profunda

13
a. Folikulitis Superfisialis

Folikulitis Superfisialis terdapat dalam epidermis

Gambar 2. Folikulitis Superfisialis

b. Folikulitis Profunda

Folikulitis profunda lebih dalam yaitu sampai ke subkutan.10

3. Folikulitis pityrosporum

Foliklitis Pityrosporum atau folikulitis malassezia adalah penyakit

kronis pada folikel pilosebasea yang di sebabkan oleh jamur Malassezia

spp., berupa papul dan pustule folikular, yang biasanya gatal dan terutama

berlokasi dibatang tubuh, leher, dan lengan bagian atas. Biasanya mengenai

dewasa muda sampai pertengahan .Klinis morfologi terlihat papul dan

pustule perifolikular berukuran 2-3 mm diameter. Tempat predileksi adalah

dada, punggung, dan lengan atas . Kadang-kadang terdapat di leher dan

jarang di wajah.10

14
Gambar 3. Folikulitis pityrosporum

4. Rosasea

Rosasea adalah penyakit kulit kronis pada daerah sentral wajah yang

ditandai dengan kemerahan pada kulit dan talangiektasis disertai episode

peradangan yang memunculkan erupsi papul, pustule dan edema. Faktor

penyebabnya masih belum di ketahui pasti akan tetapi ada beberapa yang

dapat menimbulkan penyakit ini yaitu: 1. Makanan , 2. Psikis, 3.Obat-

obatan, 4.Infeksi, 5.Musim, 6.Imunologi, 7.Lainnya.10

Rosasea sering di derita pada umur 30-40an. Ras kulit putih (kaukasia)

lebih banyak terkena dari kulit hitam (Negro) atau berwarna (Polinesia).

Predileksinya di sentral wajah, yaitu hidung, pipi, dagu, kening, dan alis.

Adanya eritema dan talangiektasia adalah persisten pada setiap episode dan

merupakan gejala khas rosasea. Papul kemerahan pada rosasea tidak

nyeri.10

15
Gambar 4. Rosasea

5. Dermatitis Seboroik

Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosas dengan

predileksi didaerah kaya kelenjar sebasea, scalp, wajah dan badan. Lesi

ditemui pada kelompok remaja dengan ketombe sebagai bentuk yang paling

sering dijumpai. Sebab pada remaja dengan kulit berminyak yang

mengalami dermatitis seboroik. Lokasi yang terkena seringkali di daerah

kulit kepala berambut. Dapat ditemukan skuama kuning berminyak,

eksamatosa ringan, kadangkala di sertai dengan rasa gatal dan menyengat.

Ketombe merupakan tanda awal manifestasi dermatitis seboroik.10

16
Gambar 5. Dermatitis Seboroik

H. Tatalaksana

Tujuan penatalaksanaan :

1. Mempercepat penyembuhan

2. Mencegah pembentukan acne baru

3. Mencegah jaringan parut yang permanen.2

Penatalaksanaan AV bervariasi. Beberapa penelitian secara klinis

telah dilakukan untuk mencari penatalaksanaan yang sesuai. Penatalasanaan

AV terbagi menjadi 2 yaitu penatalaksanaan secara umum dan secara

medikamentosa. Secara umum yaitu dengan menghindari pemencetan lesi

dengan non higienis, memilih kosmetik yang non komedogenik, dan

lakukan perawatan kulit wajah. Sedangkan secara medikamentosa dibagi

menurut derajat keparahan dari AV itu sendiri. Secara teori manajemen

17
AV yang efektif adalah menurunkan atau mengeliminasi lesi primer secara

klinik yaitu mikrokomedo yang merupakan prekursor untuk semua lesi

AV.

Algoritme Tata Laksana Acne

Terapi acne vulgaris secara medikamentosa ada 2 yaitu terapi topikal dan terapi

oral.

A. Terapi topical : asam azaleat, retinoid

B. Terapi oral : tetrasiklin, azitromisin, isotretinoin

A. Terapi Topical :

1. Asam azaleat

Asam azaleat dengan konsentrasi krim 20 persen atau gel 15% ,

memiliki efek antimikroba dankomedolitik, selain mengurangi pigmentasi

dengan berfungsi sebagai inhibitor kompetitif tirosinase. Benzoil peroksida

merupakan antimikroba kuat, tetapi bukan antibiotik, sehingga tidak

menimbulkan resistensi.4

18
2. Retinoid

Retinoid topikal secara umum bersifat komedolitik dan menghambat

pembentukkan mikrokomedo yang merupakan awal dari AV. Target kerja

retinoid yaitu pada proliferasi abnormal dan diferensiasi keratinosit serta

mempunyai efek antiinflamasi.4

Retinoid merupakan turunan vitamin A yang mencegah pembentukan

komedo dengan menormalkan deskuamasi epitel folikular.

B. Terapi Oral

1. Tetrasiklin

Tetrasiklin banyak digunakan untuk akne inflamasi. Meskipun tidak

mengurangi produksi sebum tetapi dapat menurunkan konsentrasi asam

lemak bebasdan menekan pertumbuhan P .aknes. Akantetapi tetrasiklin

tidak banyak digunakan lagi karena angka resistensi P.aknes yang cukup

tinggi. Turunan tetrasiklin yaitu doksisiklin dan minosiklin

menggantikan tetrasiklin sebagai terapi antibiotik oral lini pertama untuk

akne dengan dosis 50-100 mg dua kali sehari.4

2. Azitromisin

Azitromisin merupakan antibakterial yang mengandung nitrogen

dan merupakan derivat metal dari eritromisin dengan mekanisme kerja

dan penggunaan yang mirip dengan eritromisin. Waktu paruh dan

aktivitas azitromisin lama karena itu azitromisin tidak membutuhkan

dosis harian. Efek samping azitromisin adalah gangguan gastrointestinal

19
(3%), sakit kepala (1-2%), peningkatan enzim liver (<1%), dan

penurunan leukosit (1%).4

3. Isotretinoin

Dosis isotretinoin yang dianjurkan adalah 0,5-1 mg/kg/hari dengan

dosis kumulatif 120-150 mg/kg berat badan. Obat ini langsung menekan

aktivitas kelenjar sebasea, menormalkan keratinisasi folikel kelenjar

sebasea, menghambat inflamasi,dan mengurangi pertumbuhan P. Aknes

secara tidak langsung. Isotretinoin paling efektif untuk akne nodulokistik

rekalsitran dan mencegah jaringan parut. Meskipun demikian,

isotretinoin tidak bersifat kuratif untuk akne.4

Modalitas lain yang dapat digunakan untuk mengatasi acne adalah

radiasi ultraviolet yang memiliki efek antiinflamasi terhadap acne. Radiasi

UVB atau kombinasi UVB dan UVA dapat bermanfaat untuk acne

inflamasi, tetapi perlu diwaspadai potensi karsinogeniknya.4

I. Pencegahan

Pencegahan acne dapat dilakukan dengan menghindari faktor-faktor

pemicunya. Melakukan perawatan kulit wajah dengan benar. Menerapkan

pola hidup sehat mulai dari makanan, olah emosi dengan baik. Merokok

dilaporkan berkontribusi terhadap prevalensi acne dan derajat acne. Rokok

mengandung banyak asam arakhidonat dan hidrokarbon aromatik polisiklik

yang menginduksi jalur inflamasi melalui fosfolipaseA2, dan selanjutnya

merangsang sintesis asam arakhidonat lebih banyak. Selain itu, diduga

20
terdapat reseptor asetilkolin nikotinik keratinosit yang menginduksi

hiperkeratinisasi sehingga terjadi komedo.11

Perokok pada umumnya mengkonsumsi makanan yangbanyak

mengandung lemak jenuh dan sedikit lemak tidak jenuh sehingga asupan

asam linoleat lebih sedikit dibandingkan dengan bukan perokok. Banyak

penelitian belum dapat menyimpulkan peranan diet terhadapacne dan

membutuhkan penelitian lebihlanjut. American Academy of Dermatology

mengeluarkan rekomendasi pada tahun 2007 bahwa restriksi kalori tidak

memiliki dampak pada pengobatan acne dan bukti bukti yang ada belum

cukup kuat untuk menghubungkan konsumsi makanan tertentu dengan

acne. Akan tetapi, beberapa penelitian menemukan bahwa produk olahan

susu memperberat acne.11

American Academy of Dermatology mengeluarkan rekomendasi pada

tahun 2007 bahwa restriksi kalori memiliki dampak pada pengobatan acne

dan bukti-bukti yang cukup kuat untuk menghubungkan konsumsi makanan

tertentu dengan kejadian acne vulgaris. Beberapa penelitian menemukan

bahwa produk olahan susu memperburuk acne vulgaris. Produk olahan susu

dan makanan lainnya, mengandung hormon 5 reduktase dan prekursor

DHT lain yang merangsang kelenjar sebasea. Selain itu, acne vulgaris

dipengaruhi oleh hormon dan growth faktors, terutama insulin-like growth

faktor (IGF-1) yang bekerja pada kelenjar sebasea dan keratinosit folikel

rambut. Produk olahan susu mengandung enam puluh growth faktors, salah

satunya akan meningkatkan IGF-1 langsung melalui ketidakseimbangan

21
peningkatan gula darah dan kadar insulin serum. Makanan dengan indeks

glikemik tinggi juga meningkatkan konsentrasi insulin serum melalui IGF-1

dan meningkatkan DHT sehingga merangsang proliferasi sebosit dan

produksi sebum.11

Bersama dengan terapi antiacne standar,semua produk olahan susu

dan makanandengan indeks glikemik tinggi, sebaiknyadihentikan minimal

6 bulan. Suplementasivitamin A dapat mengurangi sumbatan pori pada

individu yang kekurangan asupanvitamin A. Makanan mengandung

asamlemak esensial omega 3 dapat mengurang iinflamasi.11

Sebaiknya menggunakan bahan yang tidak iritatif. Membersihkan

kulit tidak menggunakan bahan yang kasar, cukup menggunakan

ujungujung jari.11

J. Prognosis

Umunya prognosis penyakit baik. Acne vulgaris umunya sembuh

sebelum mencapai usia 30-40 an. Jarang terjadi acne vulgaris yang menetap

sampai tua atau mencapai gradasi sangat berat sehingga perlu di rawat-Inap

di rumah sakit.2

22
BAB III

KESIMPULAN

Acne vulgaris adalah suatu kondisi inflamasi umum pada pada unit

polisebaseus yang terjadi pada remaja dan dewasa muda ditandai dengan

komedo,papul ,pustul,nodul dan dapat disertai rasa gatal Daerah-daerah

predileksinya terdapat di muka, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada,

dan punggung, Berdasarkan klasifikasinya Acne vulgaris terdiri dari Acne vulgaris

ringan , sedang dan berat.

Menurut catatan studi dermatologi kosmetika Indonesia penderita acne

vulgaris mencapai 60% pada tahun 2006, 80% terjadi pada tahun 2007 dan 90%

pada tahun 2009. Prevelansi tertinggi yaitu pada umur 14-17 tahun, dimana pada

wanita berkisar 83-85% dan pada pria yaitu pada umur 16-19 tahun berkisar 95-

100%.AV adalah suatu kondisi inflamasi umum pada unit polisebaseus yang

terjadi pada remaja dan dewasa muda yang ditandai dengan komedo, papul, pustul,

dan nodul. Etiologi acne belum diketahui. Beberapa etiologi yang diduga terlibat,

berupa faktor intrinksik, yaitu genetik, ras hormonal; dan faktor ekstrinsik berupa

stress, iklim/suhu/kelembaban, kosmetik, diet dan obat-obatan.

Tujuan penatalaksanaan acne vulgaris yaitu mempercepat penyembuhan,

mencegah pembentukan acne baru serta mencegah jaringan parut yang permanen.

Penatalasanaan AV terbagi menjadi 2 yaitu penatalaksanaan secara umum dan

secara medikamentosa. Secara umum yaitu dengan menghindari pemencetan lesi

dengan non higienis, memilih kosmetik yang non komedogenik, dan lakukan

23
perawatan kulit wajah. Sedangkan secara medikamentosa dibagi menurut derajat

keparahan dari AV itu sendiri.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Latifah S, Kurniawaty E. Stres dengan Acne Vulgaris. Fakultas Kedokteran


Lampung. Lampung. 2015;4:12934.

2. Menaldi SLSW, Brmamono K, Indriatmi W. (editors). Ilmu Penyakit Kulit dan


Kelamin. Ed. 7. Jakarta : Badan Penerbit FKUI,2016

3. Goldsmith LA,dkk. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine. Eight


Edition.2012.

4. Afriyanti RN. Acne vulgaris pada remaja. Fakultas Kedokteran Lampung.


Lampung 2015; Volume 4:1029.

5. Lynn DD, Umari T, Dunnick CA, Dellavalle RP. The epidemiology of acne
vulgaris in late adolescence. Adolescent Health, Medicine and Therapeutics
2016:7 1325.

6. Movita T. Acne Vulgaris.CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013 26972.

7. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Cetakan 1. Jakarta : Hipocrates 2006

8. Kataria U, Chhillar D. Acne : Etiopathogenesis and its management.


International Archives of integrated Medicine. 2015. Volume 2.

9. Djuanda A. Hamzah M, Aisah S.(editors). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.


Ed. 6. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. 2010

10. Djuanda A. Hamzah M, Aisah S.(editors). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Ed. 5. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. 2010.

11. Ramdani R, Sibero HT. Treatment for acne vulgaris. Dermatovenerologist


Division of Abdoel Moeloek Hospital2 Faculty of Medicine, Universitas
Lampung 2015;4:8795.

25
26

Vous aimerez peut-être aussi