Vous êtes sur la page 1sur 3

AlurDiagnosisPasienDenganPenurunanKesadaran

15 APRIL 2016 on Internal Medicine

Pasien yang datang dengan penurunan kesadaran adalah kasus yang sering terjadi di Instalasi Gawat Darurat
(IGD). Penurunan kesadaran bukan sebuah diagnosis spesifik, melainkan gejala yang dapat disebabkan oleh
berbagai macam penyakit.
Luasnya kemungkinan penyebab penurunan kesadaran pada pasien menjustifikasi urgensi skill menegakkan
diagnosis klinis pasien dengan penurunan kesadaran menjadi hal penting untuk dikuasai.
Penelitian panjang di bidang neurosains, membuktikan bahwa secara fisiologis tingkat kesadaran manusia
sangat dipengaruhi fungsi otak. Bagian otak yang bertanggungjawab terhadap "kesadaran" adalah:
1. Ascending Articular Activating System (ARAS). ARAS terletak di batang otak dan bertanggung jawab atas
bangkitnya kesadaran
2. Korteks serebi, talamus dan saraf saraf penghubung yang berfungsi normal. Struktur tersebut bertanggung
jawab atas fungsi kognitif
Perubahan kesadaran terjadi bila salah satu dari dua bagian otak tersebut mengalami gangguan fungsi. Defek
minor, misalnya kerusakan memori dan disorientasi dapat sangat sulit terdeteksi, terutama bila ada gangguan
bahasa, visus atau fungsi wicara yang menyertai.
Pertimbangkan kemungkinan penyebab multifaktorial yang turut berperan dalam perubahan kesadaran:
misalnya, seorang pasien yang mengkomsumsi alkohol lalu jatuh di jalan , mengalami cedera kepala, terbaring
lama selama beberapa jam dan mengalami hipotermia.
Glasgow Coma Scale (GCS) dahulu dikembangkan untuk menilai dan menentukan prognosis pasien dengan
cedera kepala. GCS kini telah banyak dipakai untuk mencatat derajat kesadaran pada kondisi non-traumatik.
Skor GCS < 15 menunjukan adanya perubahan kesadaran. Istilah koma menunjukan pasien tidak mempunyai
respon pupil dan skor GCS 8.
Gangguan kesadaran ringan adalah gambaran utama delirium, yang dibahas pada artikel selanjutnya. Skema
penilaian dari bab ini sesuai untuk pasien GCS < 15 dan:
1. E < 3, V < 4, M < 5. Yaitu > 1 pengurangan skor setidaknya untuk satu bagian
2. Diketahui atau dicurigai menderita cedera kepala
3. Adanya gambaran klinis yang tidak menunjukan kemungkinan delirium
Karena pasien tidak mungkin mampu memberikan keterangan jelas dalam anamnesis, maka anamnesis dengan
saksi, keluarga, pekerja ambulan menjadi penting. Khususnya, tanyakan hal tentang:
1. Bagaimana kondisi pasien saat ditemukan, misalnya paparan dalam suhu ekstrim atau racun.
2. Onset, sifat dan kejadian yang menyertai. Misalnya munculnya mendadak, kejang yang berulang fluktuatif,
atau flu-like illnes yang baru saja dialami
3. Trauma, misalnya kecelakaan lalu lintas, jatuh tindak kejahatan.
4. Riwayat penggunaan obat (yang diresepkan dan terjual bebas), penggunaan alkohol dan obat terlarang.
AlurDiagnosisPasienDenganPenurunanKesadaran
1. Apakah Pasien Mengalami Gagal Napas, Syok atau Kadar Gula Darah < 54 mg/dL?
Pastikan jalan napas terbuka dan terlindung tulang servikal bila Anda mencurigai adanya trauma. Seiring
dengan menurunnya skor GCS, penanganan jalan napas yang definitif (misalnya intubasi trakea, bisa saja
diperlukan, maka carilah bantuan dari ahli enestesi sedini mungkin) Cari dan obati segera penyebab reversibel
yang menyebabkan GCS sambil melakukan penilaian ABCDE:
o Nilai oksigenasi dan ventilasi dengan analisis AGD. Tangani hipoksia dan hiperkapnia segera.
o Beri nalokson terapeutik/diagnosis bila PaCO2 atau terdapat tanda depresi napas.
o Cari tanda tanda syok. Bila ada, nilai dan obati dengan tatalaksana sebagai syok.
o Periksa hasil pembacaan gula darah. Bila kadar gula < 54 mg/dL, kirim sampel darah untuk pemeriksaan kadar
gula resmi di laboratorium. Obati pasien segera dengan menyuntikan dekstrosa atau glukagon IV/IM tanpa
menunggu hasil.
2. Curigai Infeksi Sistem Saraf Pusat (SSP)?
Curigailah infeksi SSP pada setiap pasien dengan GCS dan disertai meningismus, rona kemerahan
maskulopapular atau purpura, atau demam. Bila ada kemungkinan malaria, misalnya riwayat berpergian ke
daerah endemis baru baru ini, lakukan pemeriksaan apusan darah tebal dan tipis dan segera cari saran
tenggorok, berikan antibiotik / antivirus IV dan persiapkan CT scan otak segera. Bila tidak ada kontraindikasi
klinis ataupun radiologis, lakukan LP dan analisis cairan serebrospinalis
3. Suhu Basal < 34 C?
Ukuran suhu tubuh menggunakan termometer rektal yang dapat membaca suhu rendah (low-reading rectal
thermometer) pada setiap pasien yang pada pengukuran suhu dengan termometer timpani menunjukan < 35 C
atau kecurigaan klinis adanya hiportemia, misalnya imobilisasi lama atau paparan dengan kondisi yang basah
dan dingin. Namun bila tidak memungkinkan, pengukuran suhu aksial masih dapat ditoleransi.
Curigai peranan hipotermia terhadap perubahan kesadaran bila suhu inti tubuh < 34 C. Hangatkan tubuh
pasien kembali dan ukur suhu tubuh kembali sambil mencari penyebab tambahan lainya. Periksa uji fungsi
tiroid dan pertimbangkan pengobatan dengan tri-iodotironin IV (yang didahuli dengan pemberian
kortikosteroid IV) bila ada kecurigaan terjadinya koma miksedema.
4. Apakah ada kecurigaan keracunan opioid? Injeksi Nalokson!
Berikan nalokson terapeutik/diagnostik bila pasien telah mendapatkan pengobatan opioid apapun untuk
pasien yang diketahui atau dicurigai sebagai penggunaan obat "terlarang" (Intravenous Drug Users),
mempunyai ukuran pupil kecil atau tidak ada penyebab lain yang jelas untuk perubahan kesadaran yang
dialaminya. Setiap perbaikan derajat kesadaran yang cepat, meningkatnya frekuensi/kedalaman napas atau
terjadinya dilatasi pupil setelah pemberian nalokson menunjukan opioid berperan dalam kondisi klinis pasien
tersebut, setidaknya sebagian. Waktu paruh nalokson lebih pendek daripada sebagian besar opioid, sehingga
dosis lanjutan atau pemberian infus agaknya diperlukan.
5. Menyaksikan aktivitas kejang?
Anamnesis yang jelas dan rinci dari seseorang saksi mata sangat penting. Meskipun GCS umum dijumpai
setelah kejang, ingat bahwa kejang dapat dicetuskan oleh spektrum yang luas dari sejumlah kondisi meliputi
hipoglikemia, cedera kepala hematoma intrakranial, gejala putus alkohol (alcohol wihdrawal), overdosis
obat, misalnya antidepresan trisiklik, infeksi, dll.
Pada status epileptikus, hipoksia/hiperkapnia yang turut terkait akan memperburuk cedera otak dan tingkat
kematian adalah 10%.
6. GCS 8, cedera kepala, sakit kepala atau ada tanda kelainan intrakarnial?
Segera setelah anda melakukan identifikasi dan mengobati gangguan fisiologis mayor, infeksi yang mengancam
jiwa dan penyebab GCS yang dengan cepat bisa reversibel, maka identifikasi penyebab intrakranial pada
pasien dengan perubahan kesadaran menjadi sangat penting. Secara umum, CT scan otak perlu dilakukan pada
pasien dengan salah satu dari hal berikut ini:
o GCS 8
o Riwayat adanya sakit kepala atau gejala neurologis fokal (tanda lateralisasi neurologik, misalnya abnormalitas
pupil unilateral, tidak adanya gerakan tangkai atau respon plantar ekstensor atau tanda TIK)
o Telah diketahui atau dicurgiai menderita cedera kepala
o Terdapat pintas CSS / CFS shunt in situ
7. Gangguan metabolik berat?
Penurunan GCS umum dijumpai pada kondisi hiponatremia dan hipernatremia, dan cenderung
menggambarkan laju perubahan kadar natrium absolut. Bila gangguan kadar natrium tersebut terjadi akut,
koreksilah segera dan nilai kembali! Atau, koreksilah dengan hati-hati, dengan laju koreksi yang lambat disertai
pengukuran ulang untuk menghindari pergeseran cairan neuron berlebihan (neuronal fluid shifts) yang pada
akhirnya dapat menyebabkan edema otak atau mielinosis pons pusat (central pontine myelynosis). Dapat
ditemukan keterlambatan (lag) antara koreksi gangguan metabolik dan kembalinya derajat kesadaran normal.
Penurunan GCS dapat merupakan sesuatu gambaran klinis dariketoasidosis diabetikum (KAD). Selalu
pertimbangkan KAD bila pasien menderita diabetes melitus tipe 1. Pastikan diagnostik dengan identifikasi
adanya asidosis metabolik pada pemeriksaan GDA atau ketonuria pada urinalisis.
Curigai terjadinya koma hiperosmolar non ketotik dan bukan KAD bila terdapat hiperglikemia berat yakni > 50
mmol/L (900 mg/dL), dengan hiperosmolaritas, yakni > 320 mOsm/kg dan dehidrasi tanpa adanya ketosis yang
bermakna (perubahan kesadaran sebagai gambaran klinis utamanya).
Curigai keterlibatan uremia atau perubahan kalsium, magnesium atau fosfat dalam perubahan kesadaran,
hanya bila perubahan berat.
8. Curiga keracunan obat / alkohol?
Bahkan pada pasien dengan anamnesis atau tanda adanya asupan alkohol akut atau kronik, jangan pernah
berasumsi bahwa perubahan kesadaran hanya disebabkan oleh alkohol. Kolerasi antara kadar alkohol dalam
napas atau darah dan derajat kesadaran buruk dan tidak dapat memastikan kandungan alkohol. Kadar
tersebut merupakan bantuan yang terbatas dan dapat berpotensi salah arah. Sebagai langkah utama, carilah
(dan tangani) hipoglikemia yang berhubungan dengan alkohol, cedera kepala yang nyata, perdarahan
intrakranial dan penggunaan atau overdosis obat terlarang.
Periksalah tanda-tanda klinis khas untuk toksidroma (toxidromes) pada setiap pasien yang dicurigai overdosis,
tetapi ingatlah bahwa overdosis dari campuran berbagai obat (biasanya katena alkohol) seringkali dijumpai
dan depresi napas/kardiovaskular (hipotensi, aritmia, dll) dapat menjadi tanda utama pada setiap jenis
keracunan berat. Ukurlah kadar parasetsamol dan salisilat ( latium dan besi, bila ada indikasi) dan bila ada
kecurigaan kuat atau penggunaan obat terlarang, lakukan pemeriksaan skrining toksikologi urin. Lihat
www.npis.org lebih lanjut.
Pertimbangkan kemungkinan keracunan karbon monoksida (CO). Gambaran klinis keracunan CO tidak spesifik;
gambaran klasik seperti kulit/membran mukosa dan berwarna merah seperti buah ceri sangat jarang dijumpai.
Asidosis metabolik berat dan perubahan EKG berupa iskemia/infark dengan aritma dan hipotensi dapar
ditemukan. Beberapa oksimeter nadi (pulse oximeters) dapat mengukur COHb. Pastikan dengan pengurkuran
COHb di laboratorium resmi menggunakan sampel darah COHb (4 jam jika bernapas diudara ruangan) akan
menurun secara bermakna bila pasien tidak bernapas dengan bantuan oksigen.
9. Pertimbangkan pemeriksaan lebih lanjut bila penyebab yang jelas tidak dapat didefinisikan
Bila penyebabnya belum jelas hingga tahap ini, persiapkan CT scan otak dan kirimkan pasien untuk skrining
toksikologi, bila pemeriksaan skrining toksikologi ini belum dilakukan. Pertimbangkan ensefalopati hepatik bila
pasien telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit hati atau ensefalopati hirpertensi bila TD menetap
>180/120 mmHg yang disertai dengan retinopati hipertensi atau tandatanda adanya keterlibatan ginjal. Atau,
rujuklah ke dokter spesialis saraf (Sp.S) dan/atau ahli perawatan kritis (intensivist) dan pertimbangkan
pemeriksaan MRI (patologi batang otak), EEG (status non-konvulsif, ensefalopati hepatik) dan LP (infeksi SSP).
Tidak adanya respons akibat penyebab psikogenik/phsychogenik unresposiveness merupakan diagnosis yang
perlu disingkirkan, tetapi pertimbangkanlah diagnosis ini bila pemeriksaan penunjang yang menyeluruh gagal
mengungkapkan penyebab yang mendasari dan bila terdapat tanda-tanda yang memungkinkan, misalnmya
berespon saat digelitik, tahanan untuk membuka mata secara pasif, dan tatapan mata berdeviasi menatap
lantai pada posisi apapun.
Semoga bermanfaat.

Vous aimerez peut-être aussi