Vous êtes sur la page 1sur 55

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah pada Growth Hormone

Overactivity : Gigantisme pada Anak dan Akromegali pada Dewasa

Dosen Pendamping:
Kristiawati,S.Kp., M.Kep. Sp.Kep.An
Disusun oleh :
Kelas A 1 Kelompok 4
Syarif Hidayatullah 131411131088
Pratama Soldy Izzulhaq 131411131091
Indah Febriana Nila 131411131094
Ainun Saananiyah 131411131097
Ridha Cahya Prakhasita 131411131100
Tessa Widya Kosati 131411131103

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum .Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
denganpertolongan-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah pada Growth Hormone
Overactivity of Growth Hormone: Gigantisme pada Anak dan Akromegali pada
Dewasa. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup
menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun agar para pembaca dapat mengetahui masalah pada
Growth Hormone (GH). Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai
rintangan. Baik itu yang datang dari dalam diri penyusun maupun yang datang
dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan pertolongan-Nya, akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata
kuliah Keperawatan Endokrin 1 dan teman-teman yang telah membantu penyusun
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
para pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu,
kritik yang dapat membangun dari para pembaca sangat diharapkan penyusun.
Terima kasih.
Wassalamualaikum .Wr.Wb.

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 5
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 5
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 6
BAB II ..................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 7
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Hipofisis ................................................ 7
2.2 Growth Hormone .................................................................................... 10
2.3 Gigantisme ............................................. Error! Bookmark not defined.3
2.3.1 Definisi Gigantismr ........................ Error! Bookmark not defined.3
2.3.2 Etiologi ........................................... Error! Bookmark not defined.4
2.3.3 Manifestasi Klinis ............................ Error! Bookmark not defined.
2.3.4 Patofisiologi ..................................... Error! Bookmark not defined.
2.3.5 Pemeriksaan Diagnostik ................... Error! Bookmark not defined.
2.3.6 Penatalaksanaan ............................... Error! Bookmark not defined.
2.3.7 Komplikasi ....................................... Error! Bookmark not defined.
2.3.8 Prognosis .......................................... Error! Bookmark not defined.
2.4 Akromegali .............................................. Error! Bookmark not defined.
2.4.1 Definisi Akromegali ......................... Error! Bookmark not defined.
2.4.2 Epidemiologi Akromegali ................ Error! Bookmark not defined.
2.4.3 Etiologi Akromegali ........................................................................ 20
2.4.4 Manifesatasi Klinis Akromegali ..................................................... 22
2.4.5 Patofisiologi Akromegali ................................................................ 24
2.4.6 Pemeriksaan Diagnostik Akromegali .............................................. 24
2.4.7 Penatalaksanaan Akromegali .......................................................... 24

2
2.4.8 Komplikasi Akromegali .................................................................. 26
2.4.9 Prognosis Akromegali ...................... Error! Bookmark not defined.
BAB III ................................................................................................................. 28
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM ................................................................. 28
3.1 Asuhan Keperawatan Umum pada Klien Gigantisme ............................ 28
3.2 Asuhan Keperawatan Umum pada Pasien Akromegali.......................... 33
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KASUS ... Error! Bookmark not defined.
4.1 Asuhan Keperawan Kasus pada Pasien Gigantisme .............................. 39
4.2 Asuhan Keperawatan Kasus pada Pasien Akromegali . Error! Bookmark
not defined.
BAB V................................................................................................................... 39
PENUTUP ............................................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA ............................................ Error! Bookmark not defined.

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Growth Hormon (GH) merupakan hormon yang merangsang pertumbuhan dan
replikasi sel dengan cara meningkatkan laju sintesis protein (Sylvia & Lorraine,
2006). Hormon ini menyebabkan pertumbuhan semua jaringan tubuh yang
mampu tumbuh, meningkatkan penambahan ukuran sel, dan meningkatkan
mitosis bersama peningkatan jumlah sel. Aktivitas GH yang baik akan
menjadikan pertumbuhan seseorang menjadi normal.
Akromegali berasal dari bahasa Yunani, akros (ekstremitas) dan magas
(besar), pembesaran ekstremitas. Penyakit ini merupakan penyakit kronis yang
ditandai oleh pertumbuhan tulang ekstremitas, muka, rahang, dan jaringan lunak
secara berlebihan dan kelainan metabolik sekunder akibat hipersekresi hormon
pertumbuhan yang berlebihan dan kelainan metabolik sekunder akibat
hipersekresi hormon pertumbuhan yang berlebihan sesudah terjadi penutupan
lempeng epifiseal. (Janti Sudiono, 2008) Gigantisme atau somatomegali
merupakan kasus yang sangat jarang. Gigantisme lebih sering pada anak laki-laki
ketimbang perempuan. Pada gigantisme, seorang anak bertumbuh secara ekstrem
jauh melebihi anak sebayanya. Tidak hanya pertumbuhan linier panjang tulang,
tetapi juga disertai pertumbuhan otot dan organ tubuh, sehingga pada gigantisme,
postur tubuh tetap tampak proporsional antara lengan, tungkai, badan, dan kepala.
Meskipun tangan dan kaki tampak relatif besar terhadap tinggi tubuh. Berbeda
dengan gigantisme, akromegali muncul akibat hipersekresi hormon pertumbuhan
(growth hormone) saat masa pertumbuhan telah terhenti atau lempeng epifisis
telah menutup. Lantaran laju pertumbuhan tulang tidak diimbangi oleh
pertumbuhan otot, maka postur tubuh tampak tidak proposional.
Angka prevalensi Akromegali diperkirakan mencapai 70 kasus dari satu juta
populasi, sementara angka kejadian Akromegali diperkirakan mencapai 3-4 kasus
setiap tahunnya dari satu juta penduduk. Usia rata-rata pasien yang mengalami
Akromegali adalah 40-45 tahun. (Cahyanur, 2010). Frekuensi Gigantisme di
Amerika Serikat sangat jarang, diperkirakan ada 100 kasus yang dilaporkan
hingga saat ini. Insiden kejadian Gigantisme tidak jelas. (Eugster & Pescovitz,
2002). Gigantisme biasa terjadi di Negara barat karena di Negara barat

4
Gigantisme bisa terdiagnosis secara dini, sedangkan di Afrika, Amerika selatan
dan Asia jarang terdiagnosis secara dini. (Herder, 2008).
Kelainan aktivitas hormon pertumbuhan dapat mengakibatkan beberapa
gangguan keseimbangan tubuh. Penatalaksanaan dan asuhan keperawatan yang
tepat sangat diperlukan untuk mengatasi masalah yang muncul akibat gangguan
hipofisis yang terjadi. Oleh karena itu melalui makalah ini kami akan membahas
mengenai Akromegali, Gigantisme dan asuhan keperawatannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana anatomi fisiologi kelenjar hipofisis?
2. Apa definisi dari gigantisme dan akromegali?
3. Apa saja klasifikasi gigantisme dan akromegali?
4. Apa saja etiologi dari gigantisme dan akromegali?
5. Apa saja manifestasi klinis dari gigantisme dan akromegali?
6. Bagaimana patofisiologi gigantisme dan akromegali?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik gigantisme dan akromegali?
8. Apa saja penatalaksanaan gigantisme dan akromegali?
9. Apa saja komplikasi yang timbul dari gigantisme dan akromegali?
10. Bagaimana prognosis dari gigantisme dan akromegali?
11. Bagaimana asuhan keperawatan yang sesuai pada gigantisme dan
akromegali?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan mampu memahami gangguan pada kelenjar
Hipofisi Anterior terutama GH dan memberikan asuhan keperawatan yang
tepat pada pasien Dwafirsme
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami anatomi dan fisiologi kelenjar
hipofisis.
2. Mahasiswa mampu memahami definisi gigantisme dan akromegali.
3. Mahasiswa mampu memahami klasifikasi gigantisme dan akromegali.
4. Mahasiswa mampu memahami etiologi gigantisme dan akromegali.

5
5. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis gigantisme dan
akromegali.
6. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi gigantisme dan
akromegali.
7. Mahasiswa mampu memahami pemerikasaan diagnostik pada
gigantisme dan akromegali.
8. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan pada gigantisme dan
akromegali.
9. Mahasiswa mampu memahami komplikasi gigantisme dan akromegali.
10. Mahasiswa mampu memahami prognosis gigantisme dan akromegali.
11. Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan asuhan keperawatan
pada gigantisme dan akromegali.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat institusi
Sebagai bahan masukan dalam menentukan arah kebijakan terutama yang
berhubungan dengan kasus dwafirsme
1.4.2 Manfaat ilmiah
Menjadi informasi dan bahan bagi pengembangan ilmu keperawatan
khususnya keperawatan endokrin metabolik

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Hipofisis
Kelenjar hipofisis merupakan struktur kompleks pada dasar otak, terletak
dalam sela tursika di rongga dinding tulang sfenoid dan terbentuk sejak awal
perkembangan embrional dari penyatuan dua tonjolan ektofermal yang berongga
(Sylvia & Lorraine, 2006). Kantung Rathke (terdiri dari sel-sel rongga mulut),
suatu invaginasi dari atap daerah mulut primitif yang meluas ke atas menuju dasar
otak dan bersatu dengan tonjolan dasar vertrikel ketiga yang akan menjadi
neurohipofisis. Kelenjar hipofisis manusia dewasa terdiri dari lobus posterior atau
neurohipofisis sebagai lanjutan dari hipotalamus dan lobus anterior atau
adenohipofisis yang berhubungan dengan hipotalamus melalui tangkai hipofisis.
Suatu sistem vaskular, yaitu sistem portal hipotalamo-hipofisis, juga
menghubungkan hipotalamus dengan bagian anterior kelenjar hipofisis. Terdapat
jaringan sinus kapiler yang luas mengelilingi sel-sel hipofisis anterior, sebagian
besar darah yang masuk ke sinus-sinus ini mula-mula mengaliri plekus kapiler
lain di bagian bawah hipotalamus atau eminensia mediana (John E., 2010). Darah
dari pleksus kapiler eminensia mediana berasal dari arteri hipofisialis superior dan
mengalir melalui pembuluh porta hipotalamus-hipofisis di tangkai hipofisis untuk
membasuh sel-sel adenohipofisis (John E., 2010). Melaui sistem vaskular ini,
hormon pelepasan dari hipotalamus dapat mencapai sel-sel kelenjar untuk
mempermudah pelepasan hormon.

7
2.1.1 Hipofisis Anterior/Adenohipofisis
Hormon hipofisis anterior meliputi hal berikut ini.
1. Growth hormone (GH) atau hormon pertumbuhan. Organ targetnya adalah
seluruh tubuh. Fungsi:
a. Pertumbuhan sel dan tulang
b. Mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak
a) Meningkatkan sintesis protein
b) Meningkatkan lipolisis (memecahkan lemak menjadi asam
lemak dan gliserol)
c) Meningkatkan retensi elektrolit dan volume cairan ekstraselular
2. Prolaktin (PRL). Organ targetnya adalah payudara dan gonad. Fungsi:
a. Perlu untuk perkembangan payudara dan laktasi
b. Pengatur organ reproduksi wanita dan pria
3. Thyroid-stimulating hormone (TSH). Organ targetnya adalah kelenjar
tiroid. Fungsi:
a. Perlu untuk pertumbuhan dan fungsi tiroid
b. Mengendalikan semua fungsi tiroid
4. Adrenocorticotrophic hormone (ACTH). Organ targetnya adalah korteks
adrenal. Fungsi:
a. Perlu untuk pertumbuhan dan mempertahankan besarnya korteks
adrenal
b. Mengendalikan keluarnya (release) glukokortikoid (kortisol) dan
adrenal androgen (sifat kejantanan)
5. Gonadotropin, terdiri atas follicle stimulating hormone (FSH) dan
luteinizing hormone (LH). Organ targetnya adalah gonad. Fungsi:
a. Menstimulasi gametogenesis dan produksi steroid seks pada pria dan
wanita
Tabel 1. Sel adenohopofisis dan Hormon-hormonnya

Sel Hormon Efek fisiologis

Kortikotrop Hormon Merangsang pembentukan


adenokortikotropik glukokortikoid dan androgen oleh

8
(kortikotropin; ACTH) korteks adrenal; mempertahankan
ukuran zona fasikulata dan zona
retikularis korteks adrenal

Thyroid-stimulating Merangsang produksi hormon tiroid


Tirotrop hormone(TSH; oleh sel folikel tiroid; mempertahnkan
tirotropin) sel folikel

Merangsang perkembangan folikel


ovarium; mengatur spermatogenesis di
testis
Follicle-stimulating
hormone (FSH)
Gonadotrop Menyebabkan ovulasi dan
pembentukan korpus liteum di
Luteiizing hormone (LH) ovarium; merangsang produksi
estrogen dan progesteron ole ovarium;
merangsang pembentukan testosteron
oleh testis

Mamotrop,
Prolaktin (PRL) Merangsang sekresi dan produksi susu
laktotrop

Meragsang pertumbuhan tubuh;


meragsang pengeluaran insulin-like
Hormon pertumbuhan growth factor-1 (IGF-1); merangsang
Somatotrop
(somatotropin; GH) lipolisis; menGHambat kerja insulin
pada metabolisme karbohidrat dan
lemak

Sumber: John E. Hall (2010)

Hormon hipofisiotropik adalah hormon pelepas dan penghambat yang


mengontrol sekresi hormon hipofisis anterior. Meskipun akson dari neuro
magnoselular nukleus supraoptikus dan paraventrikel berakhir di kelejar hipofisis
9
posterior, serat-serat saraf dari badan sel hipotalamus yang mensintesis hormon
hipofisiotropik mengarah ke eminensia mediana dan disimpan dalam granula
sekretorik di terminal saraf (John E., 2010). Jika sel-sel neuroendokrin
hipotalamus mengalami rangsangan, neurohormon dibebaskan ke dalam pleksus
kapiler eminensia mediana untuk kemudian mengalir melalui pembulu darah porta
hipotalamus-hipofisis dan mencapai sinusoid di sekitar sel-sel adenohipofisis
(John E., 2010).

Sel hipofisis anterior berespon terhadap hormon hipofisiotropik dengan


meningkatkan atau menurunkan sitesis dan sekresi hormon-hormon
adenohipofisis. Jika hormon tropik dari kelenjar hipofisi anterior merangsang
jaringan dan kelenjar endokrin sasaran, maka terjadi perubahan pada hormon
kelenjar sasaran dan substrat metabolik di darah perifer menimbulkan kontrol
umpan balik negatif pada sekresi hormon hipofisis anterior melelaui efek
langsung pada sel adenohipofisis dan melalui efek tak langsung di tingkat
hipotalamus untuk mengubah pegeluaran hormon-hormon hipofisiotropik (John
E., 2010).

2.1.2 Kelenjar Hipofisis Posterior


Kelenjar hipofisis posterior menyimpan dan mengeluarkan dua hormon,
hormon antidiuretik atau vasopresin (ADH) dan oksitosin. Kedua hormon ini
dihasilkan oleh hipotalamus. Organ target hormon ADH atau vasopresin adalah
ginjal dan fungsi utamanya adalah
1. Mengatur osmolalitas dan volume air dalam tubuh.
2. Meningkatkan permeabilitas tubula ginjal terhadap air sehingga lebih
banyak air yang direabsorpsi.
3. Menstimulasi rasa haus.
Organ target oksitosin adalah payudara dan uterus, fungsinya:

1. Pengeluaran air susu ibu (ASI) yang sedang laktasi.


2. Meningkatkan kontraksi uterus bila sudah ada his.
2.2 Growth Hormone
2.2.1 Growth Hormone (Hormon Pertumbuhan)
Hormon pertumbuhan (GH, somatotrpin merupakan suatu polipeptida
besar yang dibentuk 191 asam amino (BM. 21.500), yang disekresi oleh sel

10
somatotropik hypophysis anterior. Sekresi Gh dirangsang oleh faktor pelepas
hormon pertumbuhan (GRF), yang disintesis dalam neuron hypothalamus
parviselular. Somatostatin, juga dikenal sebagai faktor penghambat hormon
pertumbuhan (GIH=growth inhibiting hormone factor), suatu faktor hypothalamus
lain, langsung menghambat sekresi GH. Sekresi hormon pertumbuhan meningkat
selama masa latihan fisik, stres, hipoglikemia atau depresi protein serta setelah
pemberian berbagai obat, seperti L-dopa, epinefrin, insulin, glukagon dan turunan
morfin. Sekresi Gh hypothalamus timbul secara periodik sepanjang hari, dengan
gelora menonjol selama pagi hari.
2.2.2 Hipersekresi Hormon Pertumbuhan
Hipersekresi hormon pertumbuhan bisa disebabkan oleh disfungsi
hipotalamus atau yang lebih sering adalah adenoma hipofisis. Adenoma hipofisis
ditemukan pada pasien dengan akromegali. Akromegali bisa terjadi pria dan
wanita. Umur rata-rata gangguan ini diketahui adalah 40 tahun, dan penyakitnya
berlangsung selama 5-10 tahun. Akromegali adalah penyakit kronis, progresif,
dan menimbulkan cacat badan. Penyebab kematian akromegali adalah
kardiomiopati dengan kegagalan jantung kogestif, hipertensi, diabetes mellitus,
dan infeksi paru.
Keluarnya hormon pertumbuhan yang terlalu banyak mengakibatkan
produksi somatomedin yang terlampau banyak. Somatomedin yang sangat banyak
akan mengakibatkan sel tulang, jaringan ikat, kartilago, dan jaringan lunak
menjadi sangat banyak. Gangguan ini disebut akromegali atau gigantisme.
Akromegali timbul apabila hipersekresi hormon pertumbuhan terjadi pada masa
dewasa dan mengenai pertumbuhan jaringan lunak dan struktur tulanh, misalnya
hidung, bibir, rahang, dahi, tangan, dan kaki, karena pertumbuhan atau
pembesaran berlangsung secara progresif. Gigantisme terjadi pada masa kanak-
kanak dan masa pubertas sebelum lapisan epifis menutup, sehingga pertumbuhan
tulang adalah proporsional.
2.2.3 Efek Fisiologis
Menurut John E. Hall (2010), GH memiliki berbagai efek di seluruh tubuh,
yaitu:
a. Meningkatkan pertumbuhan linier

11
GH merangsang kartilago hipofisis atau lempeng pertumbuhan tulang-
tulang panjang. Di bawah pengaruh GH, kondrosit di lempeng
pertumbuhan terangsang sehingga sel-sel ini berproliferasi dan
megendapkan tulag rawan baru yang diikuti oleh perubahan tulang
rawan ini menjadi tulang. Proses ini memperpajang batang tulang
pajang. Pada akhir masa remaja, ketika tidak ada lagi tulang rawan
epifisi (penutupan epifis), GH tidak lagi dapat memperpanjang tulang
panjang. GH juga meningkatkan aktivitas osteoblas, sehingga masssa
tulang total akan meningkat oleh GH meskipun epifisi telah menutup.
b. Mendorong pengendapan protein di jaringan
GH adalah suatu hormon anabolik protein dan menyebabkan
keseimbangan nitrogen positif. Hormon ini meningkatkan penyerapan
asam amino di sebagian besar sel dan sintesis asam amino menjadi
protein.
c. Mendorong pemakaian lemak untuk energi
GH menyebabkan mobilisasi asam lemak dan meningkatkan
kecenderungan pemakaian asam lemak bebas untuk energi. Efek GH
tersebut bersama dengan efek anabolik proteinnya, menyebabkan
peningkatan lean body mass (masa tubuh tanpa lemak). Efek lipolitik
GH memerlukan waktu beberapa jam untuk muncul. Paling tidak
sebagian dari efek ini disebabkan oleh efek GH yang menimbulkan
gangguan penyerapan glukosa ke dalam sel lemak. Karena
menigkatnya kadar asam lemak bebas dan ketoasid dalam plasma, GH
bersifat ketogenik.
d. Mengganggu pemakaian karbohidrat untuk energi
GH menurunkan penyerapan dan pemakaian glukosa oleh banyak sel
peka-insulin, misalnya otot dan jaringan lemak. Akibatnya, konsentrasi
glukosa darah cenderung meningkat dan sekresi insulin juga
meningkat untuk mengompensasi terjadinya resistensi insulin yang
dipicu oleh GH. Oleh karea itu, GH bersifat diabetogenik.
2.2.4 Somatomedin dan Efek Anabolik GH
Efek GH pada pertumbuhan linier dan metabolisme protein bersifat tak
langsung dan diperantarai melalui pembentukan polipeptida yang dinamai

12
somatomedin atau faktor pertumbuhan mirip insulin (IGF). Somatomedin
disekresikan oleh hati dan jaringan lain. Somatomedin C atau IGF-1 adalah suatu
protein 70 asam amino yang dihasilkan oleh hati dan mencerminkan kadar GH
plasma (John E., 2010). Efek pemicu pertumbuhan GH disebabkan oleh
somatomedin yang diproduksi baik secara lokal maupun sirkular di tulang rawan
dan otot, somatomedin yang diproduksi secara lokal bekerja secara otokrin atau
parakrin untuk merangsang pertumbuhan.
2.2.5 Rangsangan Metabolik Sekresi Hormon Pertumbuhan
Sekresi hormon pertumbuhan berada di bawah pengaruh suatu hormon
pelepas (GHRH) hipotalamus dan inhibiting hormon (somatostatin) hipotalamus
(John E., 2010) . Regulasi umpan balik sekresi GH diperantarai oleh somatomedin
C darah melalui kerja di hipotalamus dan hipofisis. Kadar somatomedin C yang
tinggi di plasma akan menurunkan pelepasan GH dengan menigkatkan sekresi
somatostatin dari hipotalamus dan dengan bekerja langsung pada hipofisis untuk
mengurangi kepekaan terhadap GHRH.
Sekresi hormon pertumbuhan paling tinggi selama masa pubertas dan
berkurang pada masa dewasa (John E., 2010) . Hal ini mungkin ikut berperan
menurunkan massa tubuh non lemak dan meningkatkan massa lemak yang khas
bagi usia lanjut. Menurut John E. Hall (2010) terdapat tiga kategori umum
rangsangan yang menigkatkan sekresi GH, yaitu:
a. Berpuasa, kekurangan protein kronik, atau keadaan lain dengan penurunan
mendadak substrat-substrat metabolik, misalnya glukosa dan asam lemak
bebas dalam plasma.
b. Meningkatkan kadar asam amino plasma, seperti terjadi setelah
megkonsumsi makanan berprotein.
c. Olahraga dan rangsangan stres, misalnya nyeri dan demam.

2.3 Gigantisme

2.3.1 Definisi Gigantisme

Gigantisme atau somatomegali merupakan kasus yang sangat jarang.


Gigantisme lebih sering pada anak laki-laki ketimbang perempuan. Pada
gigantisme, seorang anak bertumbuh secara ekstrem jauh melebihi anak
sebayanya. Tidak hanya pertumbuhan linier panjang tulang, tetapi juga disertai
13
pertumbuhan otot dan organ tubuh, sehingga pada gigantisme, postur tubuh
tetap tampak proporsional antara lengan, tungkai, badan, dan kepala. Meskipun
tangan dan kaki tampak relatif besar terhadap tinggi tubuh.
Berbeda dengan gigantisme, akromegali muncul akibat hipersekresi hormon
pertumbuhan (growth hormone) saat masa pertumbuhan telah terhenti atau
lempeng epifisis telah menutup. Lantaran laju pertumbuhan tulang tidak
diimbangi oleh pertumbuhan otot, maka postur tubuh tampak tidak
proposional.
Selain itu, pertumbuhan tulang terjadi pada tulang tertentu saja. Misalnya,
bila terjadi pada tulang pipi, maka tulang pipi tampak sangat menonjol.
Penebalan tulang akral pada anggota gerak, menyebabkan tangan dan kaki
tampak berukuran lebih besar, selain tulang jari tangan dan kaki teraba sangat
menebal.
Akromegali lebih sering ditemukan ketimbang gigantisme. Insidensi
akromegali berkisar 3-4 kasus per satu juta orang per tahun, dan prevalensi 40-
70 kasus per satu juta penduduk. Akromegali umumnya melanda usia 30-40
tahun. (Suryadjaja, 2014)

2.3.2 Etiologi

Secara etiologis, gigantisme umumnya terkait dengan hiperplasia atau tumor


jinak (adenoma) pada kelenjar hipofisis anterior. Selain itu, terkait dengan
kompleks Carney (miksoma pada jantung, hiperpigmentasi kulit, dan aktivitas
berlebihan kelenjar endokrin), sindrom McCune-Albright, dan
neurofibromatosis. Sindrom McCuneAlbright (pubertas prekoks,
hiperpigmentasi kulit atau caf au lait spot, displasia fibrosa, hiperplasi atau
adenoma hipofise) berkontribusi sekitar 20 persen kasus gigantisme. Adenoma
hipofisis sangat jarang kasusnya pada usia anak. Tetapi bila adenoma hipofisis
yang mensekresi hormon pertumbuhan secara berlebihan pada seorang anak,
maka kelainan yang ditimbulkan disebut gigantisme pituitari. Prevalensi
adenoma hipofisis sekitar 1 per 1000 penduduk. (Suryadjaja, 2014)

14
Tabel 1. Penyebab Sekresi GH yang berlebihan (Erica dan Ora, 1999)

2.3.3 Patofisiologi

Secara anatomi, kelenjar hipofise terdiri dari 3 bagian yaitu bagian anterior
yang disebut adenohipofisis, lobus intermedia, dan bagian posterior yang
disebut neurohipofisis. Bagian anterior memproduksi antara lain
adrenocorticotropic hormone, thyroidstimulating hormone, hormon
pertumbuhan, endorfin, dan gonadotropin.
Sementara, lobus intermedia mensekresi melanocyte-stimulating hormone
(MSH). Sedangkan bagian posterior menghasilkan hormon oksitosin dan
vasopresin. Secara garis besar, fungsi kelenjar hipofisis mengarah pada upaya
tubuh mempertahankan homeostasis agar pertumbuhan dapat berlangsung
secara optimal.
Pada kondisi tubuh normal, faktor yang mempengaruhi sekresi hormon
pertumbuhan dari hipofisis anterior adalah usia, jenis kelamin, diet, olahraga,
tidur nyenyak, berpuasa, kadar hormon androgen pada pria, dan estrogen pada
wanita.
Sebaliknya, kondisi stres, sulit tidur, hiperglikemia, asam lemak bebas yang
tinggi dalam darah, penggunaan kortikosteroid jangka panjang,
dehidrotestosteron, dan kadar IGF-1 yang tinggi, bersifat menghambat sekresi
hormon pertumbuhan dari kelenjar hipofisis. (Suryadjaja, 2014)

15
Sekresi GH berlebihan memiliki beberapa penyebab potensial dan mungkin
terjadi dalam konteks sejumlah gangguan heterogen. Di antaranya, berbagai
mekanisme patofisiologi spesifik telah dijelaskan atau diusulkan, semua yang
mengakibatkan GH berlebih sebagai kelainan umum akhir.
Kasus GH hipersekresi dapat dibagi menjadi dua kategori utama: yang
berasal dari hipofisis primer sumber dan orang-orang yang tampaknya
disebabkan oleh peningkatan GHRH sekresi atau disregulasi. Sebuah spektrum
morfologi hipofisis patologis ada, mulai dari adenoma hipofisis terisolasi
biasanya terlihat dalam kasus-kasus hipofisis primer GH hipersekresi
hiperplasia pituitari, yang biasanya ditemukan dalam konteks berkepanjangan
GHRH kelebihan.
Meskipun gigantisme biasanya terjadi sebagai gangguan terisolasi, itu juga
mungkin fitur dari kondisi medis yang mendasari seperti multiple endokrin
neoplasia (MEN) tipe-1, sindrom McCune-Albright (MAS), neurofibromatosis,
atau kompleks Carney. Itu berbagai etiologi dari GH berlebih bersama dengan
terkait. (Erica dan Ora, 1999)

2.3.4 Manifestasi

Selain tubuh yang ekstrem jangkung, manifetasi klinis yang menyertai


gigantisme adalah: (Suryadjaja, 2014)
a. keterlambatan pubertas
b. gangguan penglihatan bila makroadenoma pituitari telah menekan saraf
mata (nervus opticus)
c. sulit tidur
d. sering sakit kepala
e. keringat berlebihan
f. osteoartritis akibat kadar IGF-1 berlebihan dalam darah
g. carpal tunnel syndrome
h. gangguan kardiovaskular
i. obesitas
j. pada wanita juga terjadi menstruasi tidak teratur.

16
Gambar 1. Penderita gigantisme dengan orang normal (Erica dan Ora,
1999)

2.3.5 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis gigantisme ditegakkan melalui hasil pemeriksaan laboratorium


yang menunjukkan kadar hormon pertumbuhan yang dalam darah di atas 10
nanogram/mL setelah pemberian glukosa oral 75 gram, dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) untuk menemukan adanya adenoma pituitari.
Juga Computed Tomography (CT) scanning untuk evaluasi tumor pada
organ pankreas, adrenal, indung telur, organ paru (bronchogenic carcinoma)
yang mensekresi hormon pertumbuhan. Pemeriksaan rontgen skeletal untuk
memperlihatkan manifestasi kelainan tulang terkait hipersekresi hormon
pertumbuhan. (Suryadjaja, 2014)

2.3.6 Penatalaksanaan

Beberapa modalitas terapi telah digunakan dalam pengobatan hipersekresi


GH. Terapi yang optimal dalam setiap kasus tertentu ditentukan oleh
karakteristik lesi sekresi GH dan faktor hidup bersama lainnya. Untuk adenoma
hipofisis baik terbatas, operasi transsphenoidal adalah pengobatan pilihan dan
mungkin kuratif (Lu, 1992). Terapi radiasi, digunakan sebagai terapi tambahan
atau utama, juga telah cukup berhasil dalam mendorong normalisasi kadar
hormon pertumbuhan (Eastman, 1992). Kelemahan utama dengan adanya
penggunaan iradiasi, namun, dalam bentuk keberhasilan yang tertunda dalam
mengurangi tingkat GH dan tingginya insiden hipopituitarisme setelah
pengobatan.

17
Kemajuan terbesar dalam beberapa tahun terakhir dalam pengobatan GH
berlebih telah berada dalam bidang terapi medis adalah pengembangan analog
somatostatin, seperti octreotide, mewakili utama selain armamentarium
farmakologis untuk GH hipersekresi. Respon terapi untuk octreotide,
ditemukan sangat efektif dalam mayoritas pasien dengan gigantisme atau
akromegali, dapat diprediksi dengan penurunan kadar serum GH setelah dosis
satu sc (Lamberts, 1992).
Efek samping dari analog somatostatin terutama terdiri dari keluhan
gastrointestinal ringan dan peningkatan risiko batu empedu. Terapi
farmakologis tambahan terdiri dari bromokriptin dopamin agonis, yang dapat
memberikan adjuvant perawatan medis dari gigantisme dan telah ditemukan
untuk menjadi aman bila digunakan pada anak untuk jangka waktu. (Moran,
1994)

2.3.7 Komplikasi

Bila gigantisme yang tidak terdiagnosis dan tidak mendapat terapi, dalam
jangka panjang dapat memunculkan kondisi serius berupa hipertensi, diabetes
melitus tipe 2, dan penyakit jantung termasuk hipertrofi dan gagal jantung.
(Suryadjaja, 2014)

2.3.8 Prognosis

Hanya sekitar 100 kasus gigantisme di dunia hingga saat ini. Gigantisme
dapat melanda pada usia berapapun sebelum lempeng epifisis menutup, tetapi
sering terjadi pada usia anak 5-15 tahun. Dengan terapi pengangkatan
mikroadenoma hipofise (ukuran tumor kurang dari 10mm), angka kesembuhan
total dari gigantisme mencapai 80-85 persen. Sedangkan untuk makroadenoma
(ukuran tumor 10mm atau lebih) mencapai 50-60 persen.
Prevalensi mikroadenoma hipofisis sesungguhnya jauh lebih tinggi
ketimbang makroadenoma. Lantaran mikroadenoma pituitari sering tidak
terdiagnosis dan umumnya ditemukan secara insidental saat medical check up,
maka mikroadenoma sering disebut insidentaloma pituitari. (Suryadjaja, 2014)

18
2.4 Akromegali

2.4.1 Definisi

Akromegali berasal dari bahasa Yunani, akros (ekstremitas) dan magas


(besar), pembesaran ekstremitas. Penyakit ini merupakan penyakit kronis yang
ditandai oleh pertumbuhan tulang ekstremitas, muka, rahang, dan jaringan
lunak secara berlebihan dan kelainan metabolik sekunder akibat hipersekresi
hormon pertumbuhan yang berlebihan dan kelainan metabolik sekunder akibat
hipersekresi hormon pertumbuhan yang berlebihan sesudah terjadi penutupan
lempeng epifiseal. (Janti Sudiono, 2008)
GH berlebihan menyebabkan akromegali pada orang dewasa (setelah
penyatuan epifisis) dan gigantisme pada masa kehidupan yang lebih awal.
Onsetnya antara usia 20 dan 40 tahun.
Gigantisme hampir selalu merupakan akibat sekresi berlebihan GH sebelum
epifisis bersatu. Pada masa hidup selanjutnya kegagalan hipofisis cenderung
terjadi dan oleh karenanya penderita biasanya tidak kuat, agresif, atau jantan.

2.4.2 Epidemiologi

Akromegali merupakan keadaan yang tidak umum dengan prevalensi


mendekati 40 kasus untuk 1 juta populasi dan insidennya tiga kasus per satu
juta penduduk per tahun. Paling sering menyerang usia dewasa pertengahan,
menyebabkan suatu penyakit serius dan kematian muda. Karena serangan tidak
nyata dan bersifat progresif lambat, penyakit ini sukar untuk didiagnosis pada
stadium awal dan sering kali luput dari pengamatan selama bertahun-tahun.

2.4.3 Etiologi

Pada hampir 90% kasus, disebabkan oleh hipersekresi hormon pertumbuhan


dari adenoma hipofisis jinak atau yang dinamakan somatropinoma.
Kadang-kadang, tumor hipofisis menghasilkan prolaktin bersama hormon
pertumbuhan atau hormon lainnya, termasuk TSH atau ACTH (adrenal
corticotropic hormone). Adenoma ini meskipun paling sering terjadi pada
kelenjar hipofisis sendiri, dapat juga muncul di lokasi ektopik. Jarang sekali

19
keadaan yang tidak dapat dibedakan secara klinis dari akromegali ini dapat
ditemukan pada individu dengan kadar hormon pertumbuhan basal dan dinamis
yang normal dengan sekret hipofisis yang tidak terdeteksi. Kasus semacam ini
mempunyai faktor pencetus pertumbuhan yang unik, dan didiagnosis sebagai
akromegaloidisme. Secara umum, kadar hormon pertumbuhan berhubungan
secara proporsional dengan ukuran adenoma dan keparahan penyakit secara
menyeluruh.
Kelainan serupa yaitu gigantisme, terjadi pada anak dengan terjadinya
pertumbuhan berlebih dari tulang panjang tubuh. Defisiensi pembentukan
hormon pertumbuhan menyebabkan kekerdilan yang ditandai oleh
perkembangan tulang yang abnormal pendek.
Terdapat sekresi GH berlebihan akibat adenoma hipofisis, seringkali oleh
sel eosinofil. GH menyebabkan pertumbuhan berlebihan dari jaringan lunak,
termasuk kulit, lidah, dan visera serta tulang. Hormon ini memiliki sifat
antiinsulin.

2.4.4 Patofisiologi

Bila tumor sel hormon pertumbuhan terjadi setelah pubertas yaitu setelah
epifisis tulang panjang bersatu dengan batang tulang, orang tidak dapat tumbuh
lebih tinggi lagi, tetapi jaringan lunaknya dapat terus tumbuh, dan tulang dapat
tumbuh menebal. Keadaan ini dikenal dengan akromegali. Pembesaran
khususnya nyata pada tulang-tulang kecil tangan dan kaki serta pada tulang-
tulang membranosa, rahang bawah dan bagian-bagian vertebra, karena
pertumbuhannya tidak berhenti pada pubertas. Akibatnya rahang menonjol ke
depan, kadang-kadang sebesar 0,5 inci, dahi miring ke depan karena
pertumbuhan samping supraorbital yang berlebihan, hidung bertambah besar
sampai mencapai 2 kali ukuran normal, kaki memerlukan sepatu ukuran lebih
besar dari pada keadaan normal. Dan jari-jari menjadi sangat tebal sehingga
ukuran tangan hampir 2 kali normal. Selain efek-efek ini perubahan pada
vertebra, biasanya menyebabkan punggung bungkuk. Akhirnya, banyak organ
jaringan lunak seperti lidah, hati, dan khususnya ginjal menjadi sangat besar.
Setelah pertumbuhan somatis selesai, hipersekresi GH tidak akan
menimbulkan gigantisme, tetapi menyebabkan penebalan tulang-tulang dan
20
jaringan lunak, keadaan ini disebut dengan akromegali dan penderita
akromegali memperlihatkan pembesaran tangan dan kaki (Sylvia Price, 2005).
Akromegali, suatu penyakit proliferasi jaringan penyambung, dijumpai pada
individu dewasa dengan kelebihan GH, karena pertumbuhan tulang panjang
berhenti pada individu dewasa, kelebihan GH tidak dapat menyebabkan
pertumbuhan skelet. Akromegali berkaitan dengan pertumbuhan kartilago
tangan, kaki, hidung, rahang, dagu, dan tulang wajah. Proliferasi jaringan
penyambung di organ internal, termasuk jantung juga terjadi. Pada akromegali,
jari, rahang, dahi, tangan, dan kaki menebal. Tangan tidak saja menjadi lebih
besar, tetapi bentuknya akan menyerupai persegi empat (seperti sekop) dengan
jari-jari tangan lebih bulat dan tumpul. Penderita mungkin membutuhkan
ukuran sarung tangan yang lebih besar. Kaki juga menjadi lebih besar dan lebih
lebar, dan penderita menceritakan mereka harus mengubah ukuran sepatunya.
Pembesaran ini biasanya disebabkan oleh pertumbuhan dan penebalan tulang
dan peningkatan pertumbuhan jaringan lunak (Sylvia Price, 2005).
Selain itu, perubahan bentuk raut wajah dapat membantu diagnosis pada
inspeksi. Raut wajah menjadi semakin kasar, sinus paranasalis, dan sinus
frontalis membesar. Bagian frontal menonjol, tonjolan supraorbital menjadi
semakin nyata, dan terjadi deformitas mandibula disertai timbulnya
prognatisme (rahang yang menjorok ke depan), dan gigi geligi tidak dapat
menggigit. Pembesaran mandibula menyebabkan gigi-gigi renggang. Lidah
juga membesar sehingga penderita sulit berbicara. Suara menjadi lebih dalam
akibat penebalan pita suara.
Deformitas tulang belakang karena pertumbuhan tulang yang berlebihan,
mengakibatkan timbulnya nyeri di punggung dan perubahan fisiologik
lengkung tulang belakang (Sylvia Price, 2005). Pemeriksaan radiografik
tengkorak pasien akromegali menunjukkan perubahan khas disertai
pembesaran sinus paranasalis, penebalan kalvarium, deformitas mandibula
(yang menyerupai bumerang), dan yang paling penting ialah penebalan dan
destruksi sela tursika yang menimbulkan dugaan adanya tumor hipofisis.
Bila akromegali berkaitan dengan tumor hipofisis, maka pasien mungkin
mengalami nyeri kepala bitemporal dan gangguan penglihatan disertai
hemianopsia bitemporal akibat penyebaran supraselar tumor tersebut, dan

21
penekanan kiasma optikum (Sylvia Price, 2005). Pasien dengan akromegali
memiliki kadar basal GH dan IGF-1 yang tinggi juga dapat diuji dengan
pemberian glukosa oral. Pada subjek yang normal, induksi hiperglikemia
dengan glukosa akan menekan kadar GH. Sebaliknya, pada pasien akromegali
dan gigantisme kadar GH gagal ditekan.
2.4.5 Manifestasi Klinis

Pertumbuhan berlebih dari tangan, kaki, dan muka bagian bawah


disebabkan oleh pembentukan hormon pertumbuhan somatotropin. Pada
banyak kasus sekresi berlebih dari hormon dapat berasal dari tumor hipofisis.
Dapat diikuti oleh kelemahan yang progresif dan kadang-kadang diabetes
melitus.
Penyakit ini umumnya tampak pada usia dewasa dan sering kali menyerang
lebih dari satu anggota keluarga. Paling sering terlihat pada dekade ke 4, tidak
ada predominan seks, ras, atau geografi.
Kelainan ini serangannya tidak khas dan diagnosis sering kali terlambat
sesudah bertahun-tahun kemudian. Penderita menunjukkan hipertiroidisme,
lemah otot, parestesia, terutama sindrom carpal tunnel, dismenorea, dan
penurunan libido. Pada tulang muka dan rahang, pembentukan tulang
periosteal baru terlihat dan juga hiperplasia katilaginea dan osifikasi.
Terlihat perubahan orofasial seperti penonjolan tulang frontal, hipertrofi
tulang hidung, dan prognatisme mandibula. Pembesaran sinus paranasal dan
hipertrofi laringeal sekunder menghasilkan suara dengan resonansi dalam yang
merupakan ciri khas akromegali. Gambaran muka secara keseluruhan kasar
sebagai akibat sekunder dari hiperplasia jaringan ikat.
Mikroadenoma hipofisis dapat juga menyebabkan hipotiroidisme sekunder,
hipogonadisme, insufisiensi adrenal dan sakit kepala, gangguan penglihatan
dan neuropati kranial.

Manifestasi klinis akromegali:

1. Perubahan pada bentuk wajah: hidung, bibir, dahi, rahang, serta lipatan kulit
menjadi besar dan menonjol ke depan sehingga gigi renggang. Jaringan
lunak juga tumbuh sehingga wajah kelihatan seperti ada edema.
2. Kedua tangan dan kaki membesar secara progresif.

22
3. Lidah, kelenjar ludah, limpa, jantung, ginjal, hepar, dan organ lainnya juga
membesar.
4. Gangguan toleransi glukosa bisa berkembang sampai timbul diabetes
mellitus.
5. Gangguan metabolisme lemak dengan akibat hiperlipidemia.
6. Cepat lelah dan letargi.

Onsetnya perlahan, seringkali disertai perubahan dini (lihat foto-foto lama).


Pada awalnya timbul nyeri kepala karena peregangan dura mater. Efek
penekanan dengan hemianopia bitemporal lebih jarang timbul. Sekresi GH
berlebihan menyebabkan hal-hal berikut
1. Wajah, bertambahnya ukuran tengkorak, alur supraorbita, rahang bawah
(gigi-gigi menjadi terpisah), dan sinus.
2. Lidah membesar
3. Pembesaran vertebra, disertai kifosis akibat osteoporosis.
4. Tangan dan kaki berbentuk sekop dan bisa disertai sindrom carpal tunnel.
5. Pembesaran jantung, hati dan tiroid.
6. Hipertensi (15%)
7. Diabetes melitus (10%) dan menurunnya toleransi glukosa (30%)
8. Artropati (50%)

Terjadi pula hal-hal berikut:

1. Jerawat, hirsutisme, keluar keringat berlebihan


2. Ginekomastia dan galaktorea (kelebihan prolaktin)
3. Hipogonadisme, oligomenorea

Manifestasi Oral
Pembesaran maksila dan mandibula dengan spacing gigi disebabkan oleh
pertumbuhan alveolar yang berlebihan.
Hiperplasia kondil bersama dengan pembentukan tulang pada bagian depan
mandibula dan penambahan sudut mandibula yang jelas, menghasilkan
maloklusi gigi yang agak tipikal dan prognati. Gigitan silang (crossbite)
posterior yang menyeluruh merupakan temuan yang umum ditemukan.
23
Penebalan mukosa mulut, hipertrofi jaringan kelenjar liur, makroglosia, dan
bibir yang menonjol ditemukan pada hampir semua kasus. Bersamaan dengan
perubahan pada struktur mandibula, dapat terjadi sindrom disfungsi nyeri
miofasial dan kelainan bicara.

2.4.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pengukuran kadar GH melalui radio-immunoassay, kadarnya hanya
meningkat pada penyakit aktif dan tidak ditekan oleh glukosa pada tes
toleransi glukosa standar
2. Perimetri untuk mencari defek lapang pandang visual bitemporal (50%).
3. Rontgen tengkorak untuk melihat pembesaran sella, erosi prosesus klinoid,
alur supraorbita, dan rahang bawah. Lantai fosa hipofisis biasanya tampak
mengalami erosi atau menjadi ganda pada tomogram tampak lateral.
4. CT scan atau MRI untuk melihat ekstensi suprasellar.
5. Rontgen tangan untuk mencari bentuk lempeng pada falang distal dan
peningkatan jarak rongga antara sendi karena hipertrofi kartilago. Bantalan
tumit biasanya menebal. Tes ini lebih memiliki unsur menarik daripada
diagnostik
6. Kadar glukosa serum bisa meningkat.
7. Kadar fosfat dalam serum saat puasa bisa meningkat namun tidak memiliki
manfaat diagnostik.
8. Rontgen dada dan EKG bisa menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri akibat
hipertensi.

2.4.7 Penatalaksanaan
1. Tes diagnostik
Tes diagnostik yang spesifik seperti kadar hormon pertumbuhan yang
tertekan oleh pengikatan dengan glukosa. Harus digunakan tomografi dari
sella tursica untuk melengkapi kriteria biokimiawi. Pemeriksaan
radioimmunoassay dengan somatomedin C juga dapat digunakan sebagai tes
rutin dan untuk menentukan korelasi antara aktivitas penyakit dengan tes
lainnya.

24
Uji diagnostik untuk gangguan ini meliputi computed tomography (CT
scan), magnetic resonance imaging (MRI), pemeriksaan sekresi hormon dari
hipofisis dan organ target, serta pemeriksaan mata.
2. Terapi
Terapi berhubungan dengan normalisasi kadar hormon pertumbuhan dan
mengembalikan fungsi normal hipofisis. Paling sering digunakan terapi bedah
transfenoidal yang memberi respon cepat, yaitu pembuangan jaringan yang
hiperfungsi, radiasi kelenjar hipofisis, dan obat untuk menekan hormon
pertumbuhan.
Radioterapi konvensional pada daerah ini selama 4-6 minggu
menghasilkan 70% normalisasi fungsi hipofisis, meskipun dapat
mengakibatkan terjadinya hipohipofisis.
Keberhasilan perawatan terlihat dengan menghilangnya jaringan lunak
abnormal, meskipun cukup banyak deformitas muka yang tetap ada. Pada
kasus ini, deformitas perlu dikoreksi dengan bedah maksilofasial, termasuk
mandibular osteotomi dan glosektomi parsial.
3. Medikasi
Untuk gangguan prolaktinoma, obat yang sering dipakai adalah
Bromocriptine. Bromocriptine dapat mengembalikan kadar hormon ke
normal, memulihkan fertilitas, dan memperkecil tumor. Somatostatin
(Sandostatin) juga berhasil memperbaiki akromegali karena bisa menekan
pengeluaran hormon pertumbuhan. Obat ini diberikan subkutan 3-4 kali
sehari.
4. Pembedahan
Pembedahan dan radiasi merupakan dua macam pengobatan yang juga
bisa menjadi pilihan pasien. Radiasi dipakai apabila tumor sudah besar dan
tidak bisa semua diangkat dengan pembedahan. Radiasi diberikan selama 4-6
minggu. Pengobatan pilihan untuk adenoma penyekresi hormon pertumbuhan
adalah reseksi transfenoidal. Krainotomi frontal dilakukan apabila tumor
sudah besar. Komplikasi pembedahan adalah transien diabetes insipidus (dari
beberapa hari sampai dua minggu), meningitis, infeksi, rinorea serebrospinal,
dan hipopituitarisme.
5. Diet

25
Perubahan diet perlu dijelaskan kepada pasien dan keluarga karena
intoleransi karbohidrat dapat mengakibatkan diabetes mellitus. Diet pasien
diabetes melitus dapat dipakai sebagai patokan. Pembatasan natrium dan lipid
diperlukan bagi pasien dengan gagal jantung kongestif karena akromegali.
2.4.8 Prognosis
Angka harapan hidup turun setengahnya karena komplikasi kardiopulmonal.
Penatalaksanaan disebut berhasil jika terjadi penghancuran jaringan yang
memproduksi GH berlebih. Pembedahan diindikasikan pada kemunduran
penglihatan yang progresif (pemeriksaan perimetri regular wajib dilakukan)
dan sebagian akan menganjurkannya pada semua penderita akromegali yang
keadaannya cukup sehat untuk menjalani operasi. Hipofisektomi transsfenoidal
adalah pengobatan terpilih.

2.4.9 Komplikasi
Komplikasi akromegali dapat berupa hipopituitarisme, hipertensi,
intoleransi glukosa / DM, kardiomegali dan gagal jantung.
Carpal tunnel syndrome dapat menyebabkan kelemahan ibu jari dan atrofi
thenar. Pasien dapat sangat terganggu oleh artritis panggul, lutut dan tulang
belakang. Gangguan lapangan pandangan dapat menjadi berat dan progresif.
Komplikasi yang menyertai penyakit gigantisme dan akromegali, antara
lain:
1) Hypopituitarism
Hypopituitarism dapat terjadi akibat efek pendesakan tumor maupun akibat
pengobatan. Penderita dengan terapi radiasi perlu monitor jangka panjanh
terhadap fungsi hipofise, karena kelainan dapat terjadi setelah 15 tahun atau
lebih (Cook, 2004).
2) Kelainan pernafasan
Kelainan pernafasan pada akromegali terjadi karena pertambahan massa
jaringan lunak di daerah saluran napas sehingga menyebabkan terjadinya
gangguan tidur.
3) Penyakit kardiovaskuler
Penyakit kardiovaskular yang terjadi pada pasien akromegali biasanya
adalah gangguan fungsi sitolik dan diastolic (hipertensi) dan juga

26
pembesaran kedua ventrikel jantung. Hipersekresi hormone pertumbuhan
dapat mengakibatkan retensi cairan natrium oleh ginjal yang akan
menyebabkan peningkatan volume plasma dan berperan dalam terjadinya
hipertensi.
4) Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat terjadi akibat kecenderungan HP untuk
meningkatkan glukosa darah dan menurunkan sensitivitas insulin (Corwin,
2009).

27
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM

3.1 Asuhan Keperawatan Umum pada Klien Gigantisme


3.1.1 Pengkajian
a) Anamnesa
1. Data demografi
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, pendidikan, agama,
pekerjaan, alamat, dan status perkawinan.
2. Keluhan utama
Keluhan utama pasien dengan gigantisme adalah pertumbuhan organ
tubuh yang berlebih dapat dilihat dari postur tubuh yang tinggi dan
besar. Pasien mengeluh pertumbuhan tulang abnormal pada
gigantisme, pertumbuhan longitudinal dan sangat cepat.
3. Riwayat penyakit sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya gigantisme, apa yang dirasakan klien
dan apa saja yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya. Klien
biasanya mengatakan bahwa pertumbuhan tulangnya berlebihan
sehingga tinggi badan abnormal, untuk anak-anak, pertumbuhannya
dua kali tinggi badan normal pada usia tersebut.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hiperplasia atau tumor jinak (adenoma) pada kelenjar
hipofisis anterior dan atau penyakit lain yang berkaitan dengan
gigantisme.
5. Riwayat penyakit keluarga
Gigantisme tidak diturunkan dari riwayat keluarga yang memiliki
penyakit gigantisme, kecuali bagi penderita gigantisme yang
diakibatkan karena kelainan genetik.
6. Riwayat psikososial
Berhubungan dengan perasaan dan emosi yang dialami pasien
mengenai sakitnya dan tanggapan keluarga tentang penyakit yang
dialami oleh klien.
7. Riwayat tumbuh kembang

28
Apakah klien mengalami pembesaran pada lingkar kepala dengan
mengukurnya sesuai umur klien. Observasi apakah klien mengalami
pembesaran hidung, apakah mandibula tumbuh berlebihan, apakah
klien memiliki struktur gigi yang renggang, apakah jari dan ibu jari
tumbuh menebal dan besar, serta apakah klien mengalami kifosis.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Breath (B1)
Biasanya pada pasien gigantisme tidak terjadi perubahan pola napas,
bunyi napas normal. Gangguan napas biasanya terjadi akibat adanya
proses pembesaran tumor jinak (adenoma) atau hiperplasia pada kelenjar
hipofisis anterior.
2. Blood (B2)
Pada gigantisme biasanya tidak terjadi perubahan dalam kerja jantung.
Namun apabila riwayat penyakit semakin buruk, maka nadi bisa turun
(N=60-100x/menit), hipertensi, hipertrofi jantung, atau bahkan gagal
jantung.
3. Brain (B3)
Pada tumor hipofisis anterior yang mengakibatkan gigantisme biasanya
sering mengalami sakit kepala serta gangguan penglihatan bila
makroadenoma pituitari telah menekan saraf mata (nervus opticus)
4. Bladder (B4)
Pada gigantisme terjadi pertumbuhan alat kelamin yang tidak sempurna
Pola BAK biasanya normal.
5. Bowel (B5)
Pada gigantisme biasanya pola BAB normal, namun dapat terjadi
pembesaran deformitas mandibula disertai timbulnnya prognatisme
(rahang yang menjorok ke depan) serta struktur gigi yang renggang
membuat pasien tidak dapat menggigit sehingga meyulitkan dalam
mengunyah makanan. Selain menyebabkan struktur gigi yang renggang,
pembesaran mandibula juga menyebabkan lidah membesar sehingga
penderita sulit berbicara atau disfagia (Price, 2005).
6. Bone (B6)

29
Pada gigantisme pertumbuhan longitudinal sangat cepat sehingga dapat
terjadi pembesaran pada kaki dan tangan perubahan bentuk yang terjadi
membesar. Pembesaran tersebut dapat menyebabkan kelemahan, lipatan
kulit kasar dan tebal, serta memiliki turgor yang jelek.
c. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan kadar GH
2. MRI Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk menemukan adanya
adenoma pituitari.
3. Juga Computed Tomography (CT) scanning untuk evaluasi tumor pada
organ pankreas, adrenal, indung telur, organ paru (bronchogenic
carcinoma) yang mensekresi hormon pertumbuhan.
3.1.2 Masalah Keperawatan
1. Gangguan citra tubuh
2. Harga diri rendah situasional
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

3.1.3 Intervensi
Diagnosa 1 : Gangguan citra tubuh (00118)
Domain 6. Self-Perception
Class 3. Body Image

NOC NIC

Citra Tubuh (1200) Body Image Enhancement (5220)


Indikator keberhasilan yang digunakan: 1. Kaji secara verbal dan non-verbal
respon klien terhadap tubuhnya
120002 Penyesuaian antara realiitas tubuh,
2. Dorong klien mengungkapkan
ideal tubuh dan persepsi terhadap
perasaanya
tubuh (3-5)
3. Fasilitasi kontak dengan individu lain
120006 Ketidakpuasan terhadap fungsi dalam kelompok kecil
tubuh (3-5) 4. Bantu pasien untuk mendiskusikan
perubahan yang disebabkan oleh
120007 Penyesuaian terhadap perubahan
penyakit
dalam penampilan fisik (3-5)
5. Beri tahu orang tua pentingnya

30
120008 Penyesuaian terhadap perubahan tanggapan mereka terhadap perubahan
dalam fungsi tubuh (3-5) tubuh dan penyesuaian masa depan
yang akan dialami anak
120003 Deskripsi bagian tubuh yang
terkena (3-5)
Self-Awareness Enhancement (5390)
120016 Ajarkan sikap terhadap bagian 1. Kaji pemahaman klien bahwa setiap
tubuh yang terkena (3-5) individu itu unik
2. Kaji perasaan pasien terhadap kondisi
diri
3. Bantu klien mengungkapkan secara
verbal rasa ketidakterimaan terhadap
kenyataan
4. Fasilitasi pasien untuk
mengidentifikasi respon yang salah
terhadap situasi
5. Bantu klien menerima diri sendiri
pada kondisi yang berbeda dengan
yang lain

Diagnosa 2 : Harga diri rendah situasional (00120)


Domain 6. Self-Perception
Class 2. Self-Esteem
NOC NIC
Domain 3. Psychosocial Health Coping Enhancement (5320)
Class M. Psychological Well-Being 1. Membantu pasien dalam memeriksa
Self-Awareness (1215) sumber daya yang tersedia untuk
Indikator keberhasilan yang digunakan: memenuhi tujuan
121502 Membedakan diri dengan orang 2. Mendorong hubungan dengan orang-
lain (3-5) orang yang memiliki kepentingan dan
121511 Mengenali respon subjektif dari tujuan bersama
orang lain (3-5) 3. Mendorong verbalisasi perasaan,
121520 Mengungkapkan perasaan kepada persepsi, dan ketakutan
orang lain (3-5) 4. Mendorong pasien untuk

31
mengidentifikasi kekuatan dan
kemampuan sendiri
5. Menilai dampak dari situasi kehidupan
pasien pada peran dan hubungan
6. Menilai pemahaman pasien dari proses
penyakit

Self-esteem Enhancement (5400)


1. Membantu pasien untuk mengikuti
kembali persepsi negatif dari diri
2. Membantu pasien untuk mengikuti
kembali persepsi negatif dari diri
3. Membantu pasien untuk menguji
kembali persepsi negatif dari diri
4. Membantu pasien untuk mengatasi
intimidasi atau ejekan
5. Menganjurkan orang tua tentang
pentingnya minat dan dukungan mereka
dalam perkembangan anak-anak
mereka dari konsep diri yang positif
6. Memonitor level kepercayaan diri
pasien dari waktu ke waktu

Diagnosa 3 : Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)


Domain 2. Nutrition
Class 1. Ingestion
NOC NIC
Domain II. Physiologic Health Nutrition Management (1100)
Class K-Digestion and Nutrition 1. Kaji kemampuan pasien untuk
Nutritional Status: Nutrient Intake (1009) mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Indikator keberhasilan yang diinginkan: 2. Kaji adanya alergi makanan
100901 Asupan kalori (3-5) 3. Monitor asupan nutrisi dan kandungan
100902 Asupan protein (3-5) kalori

32
100903 Asupan lemak (3-5) 4. Tawarkan makanan ringan padat gizi
100904 Asupan karbohidrat (3-5)
100908 Asupan kalsium (3-5) Swallowing Therapy (1860)
100910 Asupan serat (3-5) 1. Kolaborasi dengan tim medis lain,
terapi okupasi (speech patologys) dan
ahli gizi dalam rencana rehabilitasi
pasien secara berkesinambungan
2. Tentukan kemampuan pasien untuk
fokus perhatian dalam proses latihan
makan dan cara menelan
3. Kolaborasi dengan terapi wicara untuk
menginstruksikan keluarga pasien
bagaimana cara makan dan menelan
4. Ajarkan pasien untuk membuka dan
menutup mulut dalam memanipulasi
makanan

3.2 Asuhan Keperawatan Umum pada Pasien Akromegali


3.2.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, agama atau
kepercayaan, suku bangsa, bahasa, pendidikan, pekerjaan pasien
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pasien mengeluh sakit kepala bagian frontal dan temporal, nyeri pada
sendi (artaralgia), dan nyeri punggung.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh sakit kepala bagian frontal dan temporal, nyeri pada
sendi (artaralgia), dan nyeri punggung. Pasien juga merasakan cepat
lelah, letargik, dan malas bergerak.
3) Riwayat Penyakit Dahulu

33
Tanyakan kepada pasien apakah pernah mengalami penyakit yang
sama, tentang riwayat obat, misalnya kontrasepsi oral dan obat
psikotropik
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Akromegali tidak diturunkan dari riwayat keluarga yang memiliki
penyakit akromegali.
5) Riwayat Psikososial
Status mental dan emosional Perubahan pada tingkah laku, misalnya
cepat marah, cemas, dan khawatir tentang citra diri
c. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing) : Pembesaran organ, terutama jantung dan hati serta
tanda-tanda yang timbul
B2 (Blood) : Hipertensi
B3 (Brain) : Fungsi saraf kranial II, III, IV, dan VI, Perubahan
retina bisa menunjukkan papiledema (edema pada
saraf optik)
B4 (Bladder) :
B6 (Bone) : Mobilitas dan perubahan pada sendi
Sistem Endokrin
1. Penderita menunjukkan hipertiroidisme, lemah otot, parestesia,
terutama sindrom carpal tunnel, dismenorea, dan penurunan libido.
2. Diabetes melitus dan menurunnya toleransi glukosa
Sistem Integumen
1. Jerawat, hirsutisme, keluar keringat berlebihan
2. Ginekomastia dan galaktorea (kelebihan prolaktin)
3. Hipogonadisme, oligomenorea
d. Diagnosa Keperawatan
1. Cemas yang berhubungan dengan tidak ada kepastian penyebab
hipersekresi dan tumor, tidak ada kepastian hasil pengobatan,
perubahan struktur tubuh, serta disfungsi seksual.
2. Nyeri (sakit kepala) yang berhubungan dengan tekanan intrakranial
tumor.

34
3. Gangguan kenyamanan yang berhubungan dengan nyeri pada sendi
dan vertebra (pertumbuhan tulang yang abnormal).
4. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan pada
struktur tubuh, kebutaan, disfungsi seksual, masalah mobilitas, dan
masalah kemandirian.
5. Defisit pengetahuan tentang gangguan hormonal, pengobatan, dan
komplikasi pengobatan yang berhubungan dengan kurang informasi
yang tepat.
e. Intervensi Keperawatan
1. Mengurangi rasa cemas
a) Kaji tingkat kecemasan, stresor yang ada, dan strategi yang dipakai
pasien untuk mengatasi stressor
b) Jelaskan dengan rinci mengenai uji diagnostik dan pengobatan
c) Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan masalah
yang dialaminya dan gunakan sumber yang bisa membantunya.
Tingkat kecemasan yang dialami pasien dengan hipersekresi
kelenjar hipofisis karena tumor bisa berbeda pada setiap individu.
Respons individu terhadap perubahan tubuhnya, ketidakpastian
pemeriksaan diagnostik dan pengobatan, tidak mungkin bisa sama.
Stressor seperti gangguan penglihatan yang bisa berakhir pada
kebutaan, infertilitas, disfungsi seksual, dan imobilitas pasti dapat
mengguncang stabilitas emosional seseorang. Perawat bisa banyak
membantu pasien dengan memperhatikan dampak emosional
penyakitnya. Salah satu intervensi keperawatan yang banyak
membantu pasien adalah penyuluhan kesehatan. Ketidaktahuan dan
keraguan dapat menambah rasa cemas. Pasien juga perlu mengetahui:
a) Kaitan tanda-tanda yang dialaminya dengan tumor hipofisis dan
hipersekresi hormon
b) Bahwa tidak semua tumor adalah ganas. Tumor hipofisis seringkali
tidak ganas
c) Uji diagnostik yang akan dilaksanakan: CT scan, MRI, dan
pengkajian visual

35
d) Biasanya, dokter menjelaskan pengobatan yang ada dan perawat
memberi penekanan
e) Apa yang diharapkan dari pengobatan, termasuk masalah yang
reversibel dan ireversibel
2. Memberi rasa nyaman
a) Pantau rasa nyeri setiap empat jam. Pakai skala untuk menilai rasa
nyeri. Minta pasien memberi tau secara spesifik rasa nyeri dan
menunjuk lokasi rasa nyeri.
b) Tentukan waktu rasa nyeri itu timbul dan beri obat analgesik yang
telah dipesan dokter sebelum rasa nyeri memuncak. Kaji efek
analgesik.
c) Bantu pasien memakai tindakan nonfarmakologis untuk mengatasi
rasa nyeri, misalnya mengubah posisi dengan kepala ditinggikan,
masase, mendengar lagu yang bisa menyenangkannya,
mengalihkan perhatian (distraksi), modifikasi lingkungan, kompres
hangat atau dingin, dan lain-lain.
d) Konsultasikan dengan dokter apabila rasa nyeri tidak berkurang
e) Lakukan tindakan yang bisa membantu pasien istirahat dan tidur.
3. Menangani perasaan harga diri rendah
a) Kaji faktor-faktor yang bisa mengancam harga diri dan ungkapan
pasien yang negatif mengenai dirinya.
b) Buat pasien merasa bahwa reaksinya terhadap stressor adalah
normal dan reaksi itu tidak sama pada setiap individu.
c) Bantu pasien mempertahankan seoptimal mungkin kemandirian
dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari dan kontrol pribadi
d) Bantu pasien mencari makna pengalaman penyakitnya dan
mengatasi situasi
4. Mencegah kekurangan volume cairan
a) Kaji faktor risiko kekurangan cairan dan memperbaikinya apabila
memungkinkan
b) Timbang berat badan setiap hari sebelum sarapan pagi setelah
vesika urinaria dikosongkan. Pakai timbangan yang sama.

36
c) Pantau setiap delapan jam adanya tanda defisit cairan, misalnya
turgor kulit buruk, mukosa kering, hipotensi postural dan
takikardia
d) Asupan cairan sebanyak 2500-3000 ml per hari, kecuali apabila
ada kontraindikasi
e) Pertahankan terapi parenteral
f) Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya
mempertahankan cairan yang seimbang dan tindakan untuk
mencegah defisit cairan.

Defisit volume cairan adalah masalah potensial untuk setiap pasien


yang dibedah, apalagi pada pasien dengan adenektomi transfenoidal
atau hipofisektomi. Pasien ini mempunyai risiko yang lebih tinggi
karena kurangnya ADH dapat mengakibatkan diabetes insipidus.
Diabetes insipidus dapat timbul 24 jam pasca-operasi dan bisa
berlangsung dari beberapa hari sampai dua minggu. Tanda-tanda
diabetes insipidus adalah poliuria (haluaran urine lebih dari 200 ml per
jam) dan urine sangat encer dengan berat jenis 1000-1005. Untuk
mengidentifikasi diabetes insipidus, tindakan berikut dapat dilakukan:
a. Ukur asupan dan haluaran setiap 4-8 jam
b. Periksa berat jenis urine setiap hari
c. Ukur berat badan setiap hari
d. Kaji rasa haus
f. Evaluasi
1. Mengungkapkan bahwa tingkat kecemasan bisa ditoleransi,
tidurnya cukup, dan memakai strategi yang cocok untuk
mengurangi kecemasan
2. Mengungkapkan bahwa rasa nyeri bisa dikendalikan dengan obat
dan modifikasi lingkungan
3. Bicara positif tentang dirinya serta menerima perubahan yang
reversibel dan ireversibel.
4. Mandiri dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari

37
5. Menjelaskan gangguan yang dialaminya, bisa mengaitkan tanda-
tanda dengan gangguan kelenjar hipofisis, pengobatan, efek dan
efek sampingnya, serta modifikasi diet.

38
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

4.1 Asuhan Keperawatan Kasus Gigantisme

An. S berusia 15 tahun. Tingginya mencapai 187 Cm dan beratnya yang


sebelumnya 60 Kg menjadi 85 Kg. An. S malu untuk bertemu dan
berinteraksi dengan orang lain dikarenakan kondisi tubuhnya yang berbeda
dari teman sebayanya. Pada saat dilakukan pengkajian An. S tampak diam.
Pasien terlihat berkeringat berlebih dan mengeluh kepalanya sakit. Orang tua
An. S merasa khawatir dan cemas akan kondisi yang dialami anaknya
tersebut. Diagnosa An. S: Gigantisme

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a) Identitas
Nama : An. S
Usia : 15 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Jawa
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Surabaya
Status perkawinan: Lajang

b) Keluhan utama
Pasien mengatakan bahwa dia merasa sakit kepala dan kesulitan untuk
tidur. Pasien juga mengeluh bahwa tinggi badannya bertumbuh
dengan cepat dan merasa malu karena berbeda dari teman sebayanya.

c) Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke RS dibawa ibunya dengan keluhan susah tidur dan
sakit kepala. Pasien juga mengeluh bahwa tinggi dan berat badannya
melebihi anak seusianya.

d) Riwayat penyakit dahulu

39
Klien tidak mempunyai riwayat penyakit serupa.

e) Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit seperti yang
dialami pasien.

f) Riwayat psikososial
Pasien menjadi pendiam sehingga jarang berinteraksi dengan teman-
temannya maupun dengan orang lain.

2. Pemeriksaan Fisik
a) Breath (B1)
Tidak terjadi gangguan pernafasan, pola nafas normal.

b) Blood (B2)
N: 49 x/menit, TD : 100/60 mmHg

c) Brain (B3)
Nyeri kepala

d) Bladder (B4)
Pola BAK normal

e) Bowel (B5)
Pola BAB normal.

f) Bone (B6)
Pertumbuhan tulang cepat, deformitas tulang.

B. Analisa Data
Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan

1. DS: Hipersekresi hipofisis anterior Gangguan citra tubuh


(GH)
Klien merasa minder,
karena perbedaan
tubuhnya dengan teman-
Pertumbuhan tulang dan organ

40
temannya. tubuh cepat

DO: Tubuh menjadi semakin tinggi

Klien terlihat selalu


menunduk untuk
menyembunyikan Perubahan penampilan fisik
kekurangannya, terutama
pada jari dan ibu jarinya
yang tampak tebal dan Gangguan citra tubuh
besar.

2. DS: Hipersekresi hipofisis anterior Harga diri rendah


(GH) situasional
Klien merasa minder,
tidak percaya diri akan

reaksi orang lain tentang
dirinya.
Pertumbuhan tulang cepat


DO:
Tubuh menjadi semakin tinggi
Klien tampak diam saat
ditanya.

Perubahan penampilan fisik

Perilaku dan pandangan orang lain


berbeda (intimidasi)

Merasa minder, tidak percaya diri

Harga diri rendah situasional

41
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan citra tubuh b.d postur tubuh yang tidak sama dengan anak
seusianya
2. Harga diri rendah situasional b.d perilaku dan pandangan orang lain.

D. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa 1: Gangguan citra tubuh b.d postur tubuh yang tidak sama dengan anak
seusianya (00118)
Domain 6. Self-Perception
Class 3. Body Image
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien dan keluarga dapat menerima perubahan
kondisi tubuh yang dialami klien

NOC NIC

Citra Tubuh (1200) Body Image Enhancement (5220)


Indikator keberhasilan yang diinginkan: 1. Kaji secara verbal dan non-verbal respon
klien terhadap tubuhnya
120002Penyesuaian antara realitas tubuh, ideal
tubuh dan persepsi terhadap tubuh (3-5) 2. Dorong klien mengungkapkan perasaanya
3. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam
120006Ketidakpuasan terhadap fungsi tubuh
menurun (3-5) kelompok kecil
4. Bantu pasien untuk mendiskusikan
120007Penyesuaian terhadap perubahan dalam
penampilan fisik (3-5) perubahan yang disebabkan oleh penyakit
5. Beri tahu orang tua pentingnya tanggapan
120008Penyesuaian terhadap perubahan dalam
mereka terhadap perubahan tubuh dan
fungsi tubuh (3-5)
penyesuaian masa depan yang akan dialami
120003Deskripsi bagian tubuh yang terkena (3-
anak
5)
Self-Awareness Enhancement (5390)
120016Ajarkan sikap terhadap bagian tubuh
1. Kaji pemahaman klien bahwa setiap individu
yang terkena agar dapat berfungsi
sebagaimana fungsinya (3-5) itu unik
2. Kaji perasaan pasien terhadap kondisi diri
3. Bantu klien mengungkapkan secara verbal

42
rasa ketidakterimaan terhadap kenyataan
4. Fasilitasi pasien untuk mengidentifikasi
respon yang salah terhadap situasi
5. Bantu klien menerima diri sendiri pada
kondisi yang berbeda dengan yang lain

Diagnosa 2 : Harga diri rendah situasional b.d perilaku dan pandangan orang lain (00120)
Domain 6. Self-Perception
Class 2. Self-Esteem
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien memiliki harga diri yang tinggi dan
merasa percaya diri

NOC NIC

Self-Awareness (1215) Coping Enhancement (5320)

Indikator keberhasilan yang digunakan: 1. Membantu pasien dalam memeriksa sumber


daya yang tersedia untuk memenuhi tujuan
121502 Membedakan diri dengan orang lain (3- 2. Mendorong hubungan dengan orang-orang
5) yang memiliki kepentingan dan tujuan
bersama
121511 Mengenali respon subjektif dari orang 3. Mendorong verbalisasi perasaan, persepsi,
lain (3-5) dan ketakutan
4. Mendorong pasien untuk mengidentifikasi
121520Mengungkapkan perasaan kepada orang kekuatan dan kemampuan sendiri
lain (3-5) 5. Menilai dampak dari situasi kehidupan pasien
pada peran dan hubungan
6. Menilai pemahaman pasien dari proses
penyakit

Self-esteem Enhancement (5400)

1. Mendorong pasien untuk mengidentifikasi


kekuatan yang dimiliki

2. Membantu pasien untuk menemukan


penerimaan diri
3. Membantu pasien untuk menguji kembali
persepsi negatif dari diri

4. Membantu pasien untuk mengatasi

43
intimidasi atau ejekan

5. Menganjurkan orang tua tentang pentingnya


minat dan dukungan mereka dalam
perkembangan anak-anak mereka dari konsep
diri yang positif

6. Memonitor level kepercayaan diri pasien


dari waktu ke waktu

E. Evaluasi
1. Klien dan keluarga dapat menerima perubahan kondisi tubuh yang dialami
klien
2. Klien memiliki harga diri yang tinggi dan merasa percaya diri
3. Klien menunjukkan status nutrisi yang adekuat

4.2 Asuhan Keperawatan Kasus Akromegali

Tn N berusia 42 tahun, datang ke Rumah Sakit Universitas Airlangga


dengan keluhan jari-jari kedua tangan membesar, sakit kepala bagian depan
serta mengalami gangguan pada penglihatannya. Tn N juga mengatakan nyeri
punggung dan juga cepat lelah. Tn N juga mempunyai riwayat penyakit tumor
jinak hipofise. Pada saat dilakukan pengkajian Tn N tampak kesulitan untuk
menjawab pertanyaan dari perawat karena lidah tampak membesar dan giginya
meregang. Pasien terlihat lemas dan pucat serta merasakan adanya perubahan
pada wajah. Tn N merasa khawatir dan cemas akan kondisi yang dialaminya
tersebut. (BB: 60 kg; Hb: 11,8; albumin: 2,8) N : 91 x/menit, TD : 110/80
mmHg

A. Pengkajian
1) Anamnesa
a) Identitas
Nama : Tn N
Usia : 42tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Sarjana
Agama : Islam
Suku : Jawa

44
Pekerjaan : Wirausaha
Alamat : Surabaya

b) Keluhan utama
Pasien mengeluh sakit kepala bagian depan , kedua jari-jari kedua
tangan membesar , Pasien juga mengatakan nyeri punggung dan juga
cepat lelah serta mengeluh pada penglihatannya

c) Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke RS mengeluh sakit kepala bagian depan, jari-jari
kedua tangan membesar, dan pasien mengatakan nyeri punggung dan
juga cepat lelah serta mengeluh pada penglihatannya

d) Riwayat penyakit dahulu


Klien mempunyai riwayat penyakit tumor jinak hipofise.

e) Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit seperti yang
dialami pasien.

B. Pemeriksaan Fisik
g) Breath (B1) : Pembesaran jantung, hati dan tiroid.
h) Blood (B2) : N : 91 x/menit, TD : 110/80 mmHg
i) Brain (B3) : Nyeri kepala bagian depan dan mengalami
gangguan penglihatan
j) Bladder (B4) :-
k) Bowel (B5) : Penurunan nafsu makan, mengalami kesulitan
dalam mengunyah makanan dan berbicara
l) Bone (B6) : jari-jari kedua tangan membesar, sakit kepala
bagian depan, nyeri punggung, lidah tampak membesar dan giginya
meregang.

C. Analisa Data
NO. Data Etiologi Masalah Keperawatan

45
DS: klien mengeluh Akromegali Nyeri kronis
nyeri pada
bagian
punggung dan Penebalan tulang
kepala.

DO: KU lemah, Deformitas tulang


wajah belakang
menyeringai,
pucat, tangan Pertumbuhan tulang
memegangi berlebih
daerah kepala
dan punggung.
Nyeri punggung
P : deformitas tulang
belakang
(pertumbuhan Nyeri kronis
tulang yang
berlebih dan
menebal)

Q : tertekan atau
terimpa benda
berat

R : tulang belakang
(punggung)

S:6

T : nyeri kronis
sejak penebalan
tulang belakang
terjadi
(sebelum
berumur 42
tahun)

DS : 1 Akromegali Gangguan Citra Tubuh


1
-Klien mengatakan
adanya perubahan
bentuk wajah, dan adenoma yang tumbuh
jari-jari tangan, agresif

46
kelebihan hormon
pertumbuhan
DO :

-Tangan, wajah,
mengalami pertumbuhan dan
perubahan bentuk. penebalan tulang dan
peningkatan
- Lidah klien tampak pertumbuhan jaringan
membesar dan lunak
giginya meregang.

Pembesaran tulang pada


wajah, tangan dan kaki

Merasa malu

Gangguan citra tubuh

DS
3 : Akromegali Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Klien mengatakan kebutuhan tubuh
adanya pembesaran
lidah dan giginya Poliferasi pada wajah
meregang. Klien
juga merasakan
adanya perubahan Lidah membesar
pada wajah

Sulit mengunyah dan


DO : menggigit makanan

Lidah tampak
membesar dan
Nafsu makan menurun
giginya meregang

Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
47
kebutuhan tubuh

4. Diagnosa Keperawatan

Nyeri kronik berhubungan dengan deformitas tulang belakang:


punggung
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan pandangan
tentang tubuh seseorang (misalnya struktur tubuh) (00118)
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis

1. Intervensi
Diagnosa 1
Domain 12. Comfort Cronic Pain
Class 1. Physical Comfort
Code 00133
Nyeri kronik berhubungan dengan deformitas tulang belakang: punggung

NOC NIC

Domain IV Health Knowledge and Domain 1 physicologycal : basic


Behavior
Class E Physical confort promotion
Class Q health behavior
Pain management (1400)
Pain Control (1605)
1. Lakukan pengkajian nyeri
160501 Klien dapat mendeskripsikan secara komperhensif
faktor penyebab nyeri (4) berdasarkan lokasi,
160511 Klien dapat melaporkan karakteristik, onset/durasi,
dalam pengontrolan nyeri (5) frekuensi, kualitas, intensitas,
160504 Merekomendasikan serta keparahan nyeri
penggunaan obat non-analgesik yang 2. Cari tahu tentang pengetahuan
dapat mengurangi rasa nyeri (4) pasien dan anggapan terhadap
nyeri yang dialami

48
3. Ajarkan prinsip-prinsip dalam
memanajemen nyeri
4. Memilih dan menerapkan
berbagai langkah-langkah
(misal menggunakan non
farmakologi) untuk
memfasilitasi nyeri

Diagnosa 1
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan pandangan tentang tubuh seseorang
(misalnya struktur tubuh) (00118)
Domain 6. Persepsi Diri
Kelas 3. Citra tubuh
NOC NIC
Domain Kesehatan Psikososial (III) Domain 1 physicologycal : basic
Kelas- Kesejahteraan Psikologis (M) Class E Physical confort promotion
Citra tubuh (1200) Peningkatan Citra Tubuh (5220)
Indikator: Aktivitas-aktivitas
120001 Gambaran internal diri (3-5) 2. Tentukan jika terdapat perasaan
120002 kesesuaian antara realitas tubuh dan ideal tidak suka terhadap karakteristik
tubuh dengan penampilan tubuh (3-5) fisik
120005 Kepuasan dengan penampilan tubuh (3-5) 3. Bantu pasien untuk mendiskusikan
120006 Kepuasan dengan fungsi tubuh (3-5) perubahan-perubahan (bagian
120007 Penyesuaian terhadap perubahan tampilan tubuh) disebabkan adanya penyakit
fisik (3-5) 4. Bantu pasien menentukan
120008 Penyesuaian terhadap perubahan fungsi keberlanjutan dari perubahan-
tubuh (3-5) perubahan aktual dari tubuh atau
120009 Penyesuaian terhadap perubahan status tingkat fungsinya
kesehatan(3-5) 5. Monitor apakah pasien bisa melihat
bagian tubuh mana yang berubah
Tingkat rasa takut (1210)
121003 kekurangan kepercayaan diri (3-5) Pengurangan kecemasan (5820)
121011 penurunan lapang persepsi (3-5) Aktivitas-aktivitas:
49
121028 kelelahan (3-5) 1. Gunakan pendekatan yang
121033 ketakutan (3-5) tenang dan meyakinkan
2. Berikan informasi faktual
Harga Diri (1205) terkait diagnosis, perawatan
120502 Penerimaan terhadap keterbatasan diri (3-5) dan prognosis
120505 gambaran diri (3-5) 3. Berada di sisi klien untuk
120511 tingkat kepercayaan diri (3-5) meningkatkan rasa aman dan
120519 Perasaan tentang nilai diri (3-5) mengurangi ketakutan
4. Dengarkan klien
5. Dorong verbalisasi perasaan,
persepsi dan ketakutan
6. Identifikasi pada saat terjadi
perubahan tingkat kecemasan

Peningkatan Harga Diri (5400)


Aktivitas-aktivitas:
1. Monitor pernyataan pasien
mengenai harga diri
2. Tentukan kepercayaan diri
pasien dalam hal penilaian diri
3. Bantu pasien untuk
menemukan penerimaan diri

Diagnosa 2
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis (00002)
Domain 2. Nutrisi
Kelas 1. Makanan
NOC NIC
50
Domain-Kesehatan Fisiologi (II) Manajemen Nutrisi (1100)
Kelas Pencernaan dan Nutrisi (K) Aktivitas-aktivitas:
Status Nutrisi: Asupan Makanan dan 6. Tentukan status gizi pasien dan
Cairan kemampuan pasien untuk memenuhi
Indikator kebutuhan gizi
100801 Asupan makanan secara oral (3-5) 7. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
100802 Asupan makanan secara tube yang dibutuhkan untuk memenuhi
feeding (3-5) persyaratan gizi
100803 Asupan cairan secara oral 8. Monitor kalori dan asupan makanan

5. Evaluasi

1. Klien dapat menerima kekurangan (perubahan fisik) dalam dirinya


2. Nutrisi klien dapat terpenuhi sesuai kebutuhan.

51
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
GH atau hormon somatotropin mempunyai pengaruh metabolik utama baik
pada anak-anak maupun orang dewasa. Pada anak-anak, hormon ini diperlukan
untuk pertumbuhan somatik dan pada orang dewasa untuk mempertahankan
ukuran orang dewasa normal serta berperan dalam pengaturan sisntesis protein
dan pembuangan zat makanan (Sylvia & Lorraine, 2006). GH memproduksi
faktor pertumbuhan mirip insulin (IGF-1) yang memperantarai efek perangsang
pertumbuhan. Tanpa IGF-1, GH tidak dapat merangsang pertumbuhan (Sylvia &
Lorraine, 2006). Sekresi GH diatur oleh growth hormone releasing hormone
(GHRH) dari hipotalamus dan oleh somatostatin, suatu hormon penghambat.
Pelepasan GH dirangsang oleh hipoglikemia dan oleh asam amio seperti arginin,
serta stres dan latihan berat.
Kelainan sekresi GH dapat berupa hyperactivity yang menyebabkan
gigantisme dan akromegali atau underactivity yang mengakibatkan dwarfisme
atau kretinisme. Kedua kelainan ini mengakibatkan kelainan struktur tubuh sesuai
dengan jenis kelainan sekresi GH. Dan dapat pula mnegakibatkan gejala sistemik
seperti hiperglikemia.
Banyak hal yang dapat menyebabkan kelainan sekresi GH, salah satunya dan
yang paling sering ditemukan adalah adanya massa yang mendesak atau tumbuh
di kelenjar hipofisis yang berakibat pada kelainan sekresi GH. Kedua penyakit ini
sebaiknya ditangani sedini mungkin untuk menghindari terjadinya komplikasi
lebih lanjut dan dapat mengakibatkan kematian.

52
DAFTAR PUSTAKA

Baradero Mary.2009. Klien Gangguan Endokrin: Seri Asuhan Keperawatan.


Jakarta:EGC

Beers, Mark H., Robert Berkow, and Mark Burs. 2004.Pituitary Dwarfism.
InMerckManual. Rahway, NJ: Merck & Co., Inc.

David C. Sabiston.1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta EGC

David Rubenstein, dkk. 2007. Lecture Notes on Clinical Medicine. Sixth Edition.
Erlangga Medical Series

Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:


ECG.

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3.


Jakarta EGC.

Ganong, William F & Stephen J. McPhee 2006. Patofisiologi Penyakit. Jakarta:


EGC

Gibney, Michael J. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC

Guyton. 2008. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC.

Hayes, Evelyn. R dan Joyce. L.Kee.1996. Farmakologi Pendekatan Proses


Keperawatan. Jakarta: ECG.

Janti Sudiono. 2008. Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial. Jakarta:


EGC

Kumpulan Kuliah Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Edisi


2. 2008. Jakarta: EGC

Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keerawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Endokrin. Jakarta: EGC

Saifuddin.2009.Fisiologi Tubuh Manusia Edisi 2.Jakarta:Salemba Medika


Ovedoff, David.2002.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Binarupa Aksara

Gleadle, Jonathan. 2007. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Erlangga.

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

53
Eastman RC, Gorden P, Glatstein E, Roth J. 1992. Radiation Therapy of
Acromegaly. Endocrinol Metab Clin North Am. 21:693712.

Erica AE dan Ora HP. 1999. Commentary: Gigantism. The Journal of Clinical
Endocrinology & Metabolism Vol. 84, No. 12.

Lu PW, Silink M, Johnston I, Cowell CT, Jimenez M. 1992. Pituitary Gigantism.


Arch Dis Child. 67:1039 1041.

Lamberts SWJ, Reubi JC, Krenning EP.1992. Somatostatin Analogs in the


Treatment of Acromegaly. Endocrinol Metab Clin North Am. 21:737752.

Moran A, Pescovitz OH. 1994. Long-Term Treatment of Gigantism with


Combination Octreotide and Bromocriptine in a Child with Mccune-Albright
Syndrome. Endocr J. 2:111113.

Rhee N, et al. 2014. Gigantism Caused by Growth Hormone Secreting Pituitary


Adenoma. Annals of Pediatric Endocrinology & Metabolism. Diakses di
http://synapse.koreamed.org/Synapse/Data/PDFData/1113APEM/apem-19-
96.pdf pada 5 Oktober 2016 pukul 19.07

Suryadjaja, F. 17 Desember 2014. Gigantisme, Tinggi Badan yang Tidak


Terkendali. Suara Merdeka: Perekat Komunitas Jawa Tengah.

54

Vous aimerez peut-être aussi