Vous êtes sur la page 1sur 11

PSYCOEDUCATIVE FAMILY THERAPY MEMPENGARUHI PENGETAHUAN,

DUKUNGAN KELUARGA DAN STIGMA KUSTA


Psycoeducative Family Therapy Influence of Knowledge, Family Support and Leprosy
Stigma

Mega Arianti Putri*, Harmayetty*, Budi Utomo**


Fakultas Keperawatan-Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya 60115,
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Email: arianti.mega89@gmail.com

ABSTRAK
Pendahuluan: Seseorang dengan kusta mengalami kecacatan dan lesi yang disebabkan oleh kerusakan persyarafan. Tanpa
pengobatan, kusta secara permanen dapat merusak kulit, kaki dan mata. Data menunjukkan bahwa stigma sosial pasien kusta
mengakar di masyarakat. Hal ini berupa sikap dan kayakinan yang negatif terhadap pasien kusta. Stigma negatif terhadap
kusta tidak hanya terhadap individu yang terkena tetapi juga anggota keluarga mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis pengaruh psycoeducative family therapy terhadap pengetahuan, dukungan keluarga dan stigma kusta. Metode:
Desain penelitian ini adalah quasy experiment. Sampel kelompok intervensi dan kelompok pembanding masing-masing 30
responden. Sampel terdiri dari responden dan keluarga responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive
sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak hanya psychoeducative keluarga berpengaruh terhadap pengetahuan, dukungan keluarga dan stigma diri. Faktor
lain adalah karakteristik keluarga dan karakteristik responden. Hasil statistik menunjukkan bahwa hubungan yang signifikan
antara psychoeducative keluarga dengan pengetahuan (p = 0,000), dukungan keluarga (p = 0,000) dan stigma kusta (p =
0,004). Diskusi: Tingkat pengetahuan, dukungan keluarga dan stigma diri memiliki hubungan satu sama lain. Keluarga yang
memiliki pengetahuan kurang tentang kusta akan berpengaruh terhadap dukungan yang diberikan pada pasien kusta.
Penderita kusta yang memiliki stigma diri yang tinggi disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan mereka merasa ada tidak
simpati, perhatian dan dukungan dari keluarga mereka.
Kata kunci: Kusta, Psychoeducative Keluarga, self-stigma

ABSTRACT
Introduction: A person with leprosy present disability and lesions caused by related nerve damage. Without treatment
leprosy can permanently damage skin, feet and eyes. Leprosy-related documents show that stigma is typically a very deep
rooted social process. It refers to unfavourable attitudes and beliefs directed toward someone or something. The stigma
against leprosy not only burdens the affected individuals but also their family members. This research aims was to analyze
the influence of family on knowledge psychoeducative intervention, family support and the self stigma. Method: The design
was a quasy experiment. The samples were the intervention and the comparison group each of 30 respondents. The sample
consisted of respondent and respondent's family. Sampling technique is using purposive sampling. The research instrument
was a questionnaire used by researchers. Result: The result showed that not only psychoeducative family influence level of
knowledge, support family and self stigma. The other factor are family characteristics and respondent characteristics. The
statistical result shown that a significant relationship between psychoeducative family with knowledge (p=0,000), family
support (p=0,000) and the stigma of leprosy (p=0,004). Discussion: Level of knowledge, family support and self stigma have
relations to each other. Families who have less knowledge about leprosy will influence to be given family support. Leprosy
patients who have high self stigma caused by lack of knowledge and they feel there have not symphaty, attention and support
from their families.
Keywords: Leprosy, Psychoeducative Family, self-stigma
____________________________________________________________________________________________________

PENDAHULUAN kesan negatif pada klien kusta. Kesan negatif


yang diterima klien kusta berlangsung seumur
Kusta adalah infeksi kronis pada kulit dan
hidup bahkan setelah klien sembuh. Klien
saraf tepi yang disebabkan oleh Mycobacterium
kusta diperlakukan seperti orang buangan di
leprae. Klien kusta mengalami cacat tubuh , kulit,
masyarakat karena kusta dianggap sebuah
kaki, tangan dan jari-jari karena hilangnya
penyakit yang menakutkan atau dengan kata
pelindung sensasi nyeri (Roosta, Black 2013).
lain menjijikkan dan memalukan (Rafferty
Lesi kulit yang progresif dan cacat fisik yang
2005). Stigma diri pasien maupun stigma
permanen memicu isolasi secara fisik dan
masyarakat membuat klien kusta tidak berada
psikologis pada klien kusta (Tsutsumi,A, Izutsu,
pada sebuah posisi untuk menjalankan peran
T, Islam, A, Amed, J,Nakahar,S, Takagi, F&
dan kewajiban yang mereka harapkan didalam
Wakai 2014). Hal tersebut akan memberikan

88
Jurnal Ners Vol. 11 No. 1 April 2016: 88-98

lingkungan sosial dan keluarga (Koparty, 1998). Penelitian (Andayani 2006) bahwa
Stigma pada klien kusta seperti ini tentu keluarga yang merawat anggota keluarga dengan
mempengaruhi pemahaman penyakit dan penyakit kusta merasakan beban baik secara
penerimaan diri bagi klien kusta (Rafferty 2005). psikologis mengenai pandangan masyarakat dan
Para peneliti menunjukkan bahwa stigma beban fisik karena pengobatan klien kusta
kusta berpengaruh luas pada kehidupan klien memakan waktu hingga berbulan-bulan. Klien
mulai dari perkawinan, pekerjaan, hubungan antar kusta merasa bahwa keluarga kurang dapat
pribadi serta hubungan dengan lingkungan (Brakel memberikan dukungan baik secara fisik maupun
2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari psikologis. Keluarga tidak bisa memberikan
140 klien kusta 87,9% dikucilkan oleh keluarga. penguatan bagi klien untuk menghadapi
Pengalaman klien kusta juga menunjukkan adanya masalahnya (Rahayu, D. 2011).
perilaku yang menyakitkan dari keluarga (85%) Ilmu keperawatan sudah banyak
(Tsutsumi,A., et, al 2014). Penemuan kasus mengembangkan penanganan klien dengan
menunjukkan bahwa satu dari tiga klien kusta masalah psikologi yang disebabkan oleh
ditinggalkan oleh pasangannya (Smith, D. 2000). beberapa penyakit melalui pendekatan kepada
Pada penelitian Koparty (1998) menjelaskan keluarga. Komunikasi atau interaksi yang baik
bahwa seorang suami yang menderita kusta didalam keluarga dapat membantu mengurangi
dengan lesi di kaki dan tangan diberikan tempat masalah psikologi yang dialami klien. Hasil
tersendiri didalam rumah, tidak diikutkan didalam penelitian (Clausson & Berg 2008) menjelaskan
pengambilan keputusan dan kegiatan didalam bahwa dengan menggunakan pendekatan teori
keluarga serta interaksi dengan anggota keluarga Calgary yaitu Calgary Family Assessment Model
yang lain dibatasi. Kecacatan pada klien kusta (CFAM) dan Calgary Family Intervention Model
menjadikan suatu penghambat dalam penerimaan (CFIM) memberikan dampak perubahan
klien kusta. Klien kusta yang mengalami cacat perilaku didalam keluarga dalam menjalankan
sebanyak 70% dikucilkan dan tidak diterima fungsi keluarga dalam merawat anggota
didalam keluarga (Koparty, 1998). Masalah keluarga dengan keluhan kesehatan. Penelitian
kesehatan mental pada klien kusta telah terbukti tersebut dilakukan pada sekolah anak dengan
menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dari gangguan mental. Penelitian dengan pendekatan
masalah kejiwaan (Tsutsumi et., al 2014). Calgary juga dilakukan Frguas & Soares (2007)
Penelitian yang dilakukan pada 77 klien kusta dalam menangani koping keluarga pada klien
menunjukkan 90,9% mengalami kecemasan dan diabetic nephropathy. Penelitian ini menunjukkan
58,4% kehilangan harga diri (Ajibade et al. 2013). hasil bahwa setiap keluarga memiliki sumber daya
Hasil penelitian Thilakavathi menunjukkan 55 untuk mengurus anggotanya yang dihadapkan
dari 72 klien kusta memiliki penerimaan diri yang dengan masalah kesehatan.
buruk (Thilakavati, S, Manickam, P & Mahendale Pemerintah telah melakukan upaya dan
2012). pengembangan program dalam penanganan
Data yang didapatkan dar i st udi penyakit kusta sejak tahun 1950 dengan
pendahuluan yang dilakukan di Kabupaten berbagai kebijakan diantaranya kegiatan
Madiun angka kejadian kusta baru cukup pengendalian kusta yang terintegrasi dalam
tinggi. Klien kusta di Kabupaten Madiun pada pelayanan kesehatan umum, pengobatan
saat ditemukan sudah dalam keadaan cacat tersedia secara gratis, regimen terapi mengikuti
(Dinkes, 2015). 4 dari 6 klien kusta mengalami rekomendasi WHO, orang yang terkena kusta
penerimaan diri yang kurang baik. Klien tidak boleh diisolasi sampai pemberian kredit
merasakan kehilangan peran didalam keluarga mikro pada klien kusta. Program pemerintah
karena kusta yang diderita. Angka kecacatan tersebut bertujuan untuk memberantas penyakit
klien kusta yang tinggi di Kabupaten Madiun kusta dan meminimalisasi dampak psikososial
disebabkan karena perasaan takut, malu karena yang dialami klien kusta. Program dari
stigma kusta dimasyarakat, kurangnya pemerintah sudah dilaksanakan namun stigma
pengetahuan, kesadaran diri, dan kepedulian masih terus melekat pada klien kusta (PPPL
keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit. 2014). Data yang didapatkan menunjukkan
Klien kusta cenderung mengurung diri bahwa pemerintah Kabupaten Madiun khususnya
dirumah karena merasa malu dan tidak Wilayah Kerja Puskesmas Balerejo juga telah
memiliki harga diri dimasyarakat. Dukungan melaksanakan berbagai kegiatan yang bertujuan
keluarga yang didapatkan klien kusta cenderung untuk mengurangi stigma kusta dimasyarakat.
kurang. Kegiatan tersebut meliputi pencegahan kecacatan

89
Psychoeducative Family Therapy (Mega Arianti Putri, dkk.)

dengan pelatihan perawatan diri klien kusta dan oleh peneliti untuk memudahkan subyek
penyuluhan pada masyarakat serta psikoedukasi penelitian dalam menjawab pertanyaan.
keluarga klien kusta namun klien masih Uji validitas dilakukan kepada 10
memiliki perasaan merasa malu dan tidak pasien kusta diluar subyek penelitian dengan
memiliki harga diri dimasyarakat. kriteria inklusi penelitian yang sesuai. Nilai r
Berdasarkan latar belakang tersebut tabel yang digunakan adalah 0,632 dengan
peneliti tertarik untuk memberikan alternatif signifikansi 5% dan didapatkan hasil bahwa
solusi untuk mengoptimalkan dukungan adalah seluruh item pertanyaan dalam penelitian ini
dengan menggunakan psychoeducative family valid. Uji reliabilitas dilakukan terhadap item
therapy. Psychoeducative family therapy berarti pertanyaan yang valid saja. Didapatkan nilai
memfasilitasi struktur lokal sosial (keluarga, cronbach alpha yaitu sebesar 0.964 dibandingkan
kelompok, dan komunitas) yang kemungkinan nilai R tabel 0,7, dengan nilai sebesar ini maka
sudah tidak berfungsi lagi sehingga dapat kembali dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa item-item
memberikan dukungan yang efektif kepada orang pertanyaan adalah reliabel dan memiliki
yang membutuhkan terkait pengalaman hidup reliabilitas yang tinggi karena memiliki nilai
yang membuat stress klien kusta dalam mendekati 1.
mengurangi stigma kusta dengan metode Sebel um dilakuka n int er ve nsi
pendekatan Calgary. psycoeducative family, 60 responden penelitian
yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan pretest
BAHAN DAN METODE dengan mengisi kuesioner pengetahuan,
dukungan keluarga dan Internalized Stigma of
Jenis penelitian yang digunakan dalam
mental Illness Scale (ISMI) dan dilakukan
penelitian ini adalah quasy experiment. Penelitian
pengkajian keluarga berdasarkan Calgary.
dilakukan di Puskesmas Balerejo Kabupaten
Setelah itu responden penelitian diberi perlakuan
Madiun pada 30 Maret sampai dengan 4 Mei 2015.
intervensi psycoeducative family selama 5 sesi,
Populasi dalam penelitian ini adalah semua klien
masing-masing sesi dilakukan setiap satu minggu
kusta dan keluarga keluarga yang berada pada
sekali. Kelompok pembanding tidak diberikan
Wilayah Kerja Puskesmas Balerejo Kabupaten
intervensi psycoeducative family. Peneliti juga
Madiun pada 3 tahun terakhir (2012-2014). Teknik
mempersiapkan lembar observasi untuk
sampling yang digunakan adalah purposive
mengobservasi subyek penelitian pada setiap sesi.
sampling dengan kriteria inklusi yaitu klien berusia
Setelah 5 minggu (5 sesi) dilakukan intervensi
20-50 tahun dengan minimal pendidikan terakhir
psycoeducative family, responden penelitian
SD dengan jenis kusta MB dan cacat tipe 2,
diberikan posttest dengan mengisi kuesioner
menderita penyakit kusta lebih dari 1 tahun, tidak
pengetahuan, dukungan keluarga dan Internalized
memiliki penyakit lain atau komplikasi, bisa diajak
Stigma of mental Illness Scale (ISMI). Statistik
berkomunikasi, klien kusta yang berdomisili di
deskriptif digunakan untuk mengetahui identitas
Wilayah Kerja Puskesmas Balerejo dan tinggal satu
dan data demografi dari subyek penelitian. Uji
rumah bersama keluarga. Sampel yang didapat
wilcoxon sign rank digunakan untuk mengetahui
sebesar 60 responden yang dibagi kedalam dua
perbedaan hasil pretest dan posttest intervensi
kelompok yaitu intervensi dan pembanding. Jumlah
psycoeducative family. Uji Man Whitney
responden pada masing-masing kelompok adalah
dilakukan untuk mengetahui pengaruh signifikan
30 responden.
antar kelompok intervensi dan pembanding. Nilai
Variabel independen dalam penelitian
=0.05 dengan tingkat kepercayaan 95%.
ini adalah intervensi psycoeducative family.
Sedangkan variabel dependennya adalah
HASIL
pengetahuan, dukungan keluarga dan stigma
pada klien kusta. Instrument penelitian untuk Sebelum dilakukan intervensi psycoeducative
intervensi psycoeducative family adalah family, mayoritas responden memiliki tingkat
Satuan Acara Kegiatan (SAK) dan lembar pengetahuan cukup pada kelompok intervensi.
observasi setiap sesi. Pengukuran pengetahuan Kelompok pembanding memiliki tingkat
dan dukungan keluarga menggunakan pengetahuan yang lebih baik dari kelompok
kuesioner. Pengukuran stigma (self stigma) intervensi. Tingkat pengetahuan kelompok
menggunakan Internalized Stigma of Mental intervensi lebih baik dibandingkan kelompok
Illness Scale (ISMI) yang terdiri dari 28 pembanding setelah dilakukan intervensi (Tabel
pertanyaan. Kuesioner tersebut telah dimodifikasi 1).

90
Jurnal Ners Vol. 11 No. 1 April 2016: 88-98

Tabel 1. Tingkat pengetahuan responden


Tingkat Kelompok Kelompok rendah dari kelompok intervensi. Perubahan
pengetahuan intervensi pembanding tingkat stigma (self stigma) kelompok
Pretest Posttest Pretest Posttest intervensi lebih baik dibandingkan kelompok
Baik 8 20 14 20 pembanding setelah dilakukan intervensi.
Cukup 17 8 12 7 (Tabel 3). Tingkat pengetahuan keluarga
Kurang 5 2 4 3
responden kelompok intervensi lebih baik dari
Wilcoxon sign Wilcoxon sign
kelompok pembanding sebelum dilakukan
rank test, p=0,001 rank test, p=0,01
Mann whitney test, p=0,000 intervensi psycoeducative family. Tingkat
. pengetahuan keluarga responden setelah
Tabel 2. Dukungan keluarga responden dilakukan intervensi psycoeducative family
Dukungan Kelompok Kelompok pada kelompok pemanding lebih baik dari
keluarga intervensi pembanding kelompok ientervensi (Tabel 4).
Pretest Posttest Pretest Posttest
Baik 1 2 0 9 PEMBAHASAN
Cukup 29 28 30 21 Hasil penelitian tingkat pengetahuan
Kurang 0 20 0 0
responden pada kelompok intervensi sebelum
Wilcoxon sign rank Wilcoxon sign rank
test, p=0,001 test, p=0,001 dilakukan intervensi psychoeducative family
Mann whitney test, p=0,000 menunjukkan bahwa sebagian besar masuk
kedalam kategori cukup yaitu sejumlah 17
Tabel 3. Stigma (self stigma) responden responden. Pada sesi pertama didapatkan
Stigma Kelompok Kelompok bahwa sebagian besar responden dan keluarga
(self intervensi pembanding tidak mengetahui tentang penyakit dan
stigma) Pretest Posttest Pretest Posttest pengobatan penyakit kusta. Strategi yang
Tinggi 13 4 7 5 menekankan pada pengetahuan dan pendalaman
Cukup 0 0 1 1 pengetahuan dilakukan terutama pada sesi
Rendah 17 26 22 24 kedua. Pada sesi pertama didapatkan bahwa
Wilcoxon sign Wilcoxon sign sebagian besar responden tidak mengetahui
rank test, p=0,001 rank test, p=0,07 tentang penyebab dan prognosis kusta. Strategi
Mann whitney test, p=0,004 yang menekankan pada pengetahuan dan
pendalaman pengetahuan dilakukan terutama
Tabel 4. Distribusi tingkat pengetahuan keluarga pada sesi kedua. Pada sesi kedua diberikan
Pengetahuan Kelompok Kelompok psikoedukasi tentang kusta, program pengobatan
keluarga intervensi pembanding yang harus dijalani oleh pasien dan cara
Pretest Posttest Pretest Posttest perawatan diri untuk mencegah kecacatan.
Baik 15 26 5 23
Pengetahuan tentang kusta akan membuat
Cukup 12 4 22 6
Kurang 3 0 3 1 pasien mengerti sehingga termotivasi untuk
Wilcoxon sign Wilcoxon sign berusaha kuat untuk sembuh dan mencegah
rank test, p=0,001 rank test, p=0,001 terjadinya kecacatan.
Mann whitney test, p=0,000 Tingkat penget ahua n re sponden
meningkat dalam kategori baik yaitu sejumlah
Mayoritas responden memiliki dukungan 20 responden setelah dilakukan intervensi
keluarga yang cukup sebelum dilakukan intervensi psychoeducative family. Pegetahuan tentang
pada kelompok intervensi. Kelompok kusta yang paling besar peningkatannya ada
pembanding memiliki dukungan keluarga yang pada pengetahuan tentang pengobatan. Masih
sama dengan kelompok intervensi. Dukungan ditemukan 2 responden yang memiliki tingkat
keluarga kelompok intervensi lebih rendah pengetahuan yang kurang setelah dilakukan
dibandingkan kelompok pembanding setelah intervensi psychoeducative family. Keluarga
dilakukan intervensi (Tabel 2). Mayoritas responden pada kelompok intervensi sebelum
responden memiliki tingkat stigma (self dilakukan intervensi psychoeducative family
stigma) yang rendah pada kelompok intervensi menunjukkan bahwa sebagian besar masuk
sebelum dilakukan psycoeducative family, kedalam kategori baik yaitu sejumlah 15
sedangkan kelompok pembanding memiliki responden dan setelah dilakukan intervensi
tingkat stigma (self stigma) tinggi yang lebih psychoeducative family tingkat pengetahuan

91
Psychoeducative Family Therapy (Mega Arianti Putri, dkk.)

responden dengan kategori baik meningkat strategi dan metode pendidikan kesehatan
yaitu sejumlah 26 responden. Pada sesi pertama untuk meningkatkan pengetahuan dipengaruhi
didapatkan bahwa sebagian besarkeluarga oleh berbagai faktor. Hasil penelitian yang
responden tidak mengetahui tentang penyebab, tidak sesuai disebabkan karena beberapa hal
prognosis dan pengobatan kusta. Strategi yang yang berkaitan dengan karakteritik responden.
menekankan pada pengetahuan dan Hasil penelitian diatas ditunjang oleh
pendalaman pengetahuan dilakukan terutama pernyataan (Stuart & Laraia 2005) yang
pada sesi kedua. Pada sesi kedua diberikan menyatakan bahwa pendidikan menjadi suatu
psikoedukasi tentang kusta, program tolak ukur kemampuan seseorang dalam
pengobatan yang harus dijalani oleh pasien dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif.
cara perawatan diri pada pasien kusta untuk Penelitian Widianti (2007) juga menyebutkan
mencegah kecacatan. Pengetahuan tentang bahwa seseorang yang berpendidikan lebih
kusta akan membuat keluarga mengerti tinggi akan mempunyai pengetahuan yang
sehingga termotivasi untuk membantu dan lebih luas dibanding dengan seseorang yang
mendampingi anggota keluarga dalam tingkat pendidikannya rendah. Pernyataan
mengatasi masalah yang timbul akibat kusta. diatas juga ditunjang dengan pendapat Erfandi
Masih ditemukan 4 responden yang memiliki (2009) yang menyatakan bahwa pengetahuan
tingkat pengetahuan yang cukup setelah adalah suatu pembentukan yang terus menerus
dilakukan intervensi psychoeducative family. oleh seseorang yang setiap saat mengalami
Responden pada kelompok intervensi reorganisasi karena ada pemahaman baru.
masih memiliki tingkat pengetahuan yang Peningkatan pengetahuan pada keluarga
kurang walaupun keluarga responden memiliki dapat dipengaruhi karena setiap anggota
tingkat pengetahuan yang baik tentang kusta. keluarga selalu berinteraksi dengan orang lain,
Rendahnya tingkat pengetahuan responden sehingga dimungkinkan melalui interaksi
disebabkan karena 2 responden pada kelompok tersebut keluarga mendapatkan pemahaman-
intervensi memiliki karakteristik yaitu berjenis pemahaman baru. Pengetahuan yang menetap
kelamin perempuan dan berada dalam rentang atau hanya mengalami kenaikan yang tidak
usia 56-65 tahun dengan tingkat pendidikan signifikan pada kelompok kontrol dapat
SMP. Pekerjaan responden sebagai IRT dipengaruhi oleh daya ingat seseorang. Gagne
membuat responden jarang terpapar informasi (1988) dalam information processing learning
dengan dunia luar. Tipe keluarga extended theory berpendapat bahwa dalam pembelajaran
dengan jumlah anggota keluarga lebih dari 5 terjadi proses penerimaan informasi, untuk
orang juga akan mempengaruhi komunikasi kemudian diolah sehingga menghasilkan
dan interaksi antar anggota keluarga keluaran dalam bentuk hasil belajar.
responden. Pekerjaan keluarga responden Pemrosesan informasi melalui interaksi antara
sebagai buruh tani juga berpengaruh terhadap kondisi internal dan kondisi eksternal individu.
interaksi dalam penyampaian informasi dengan Untuk mengingat sesuatu manusia harus
aanggota keluarga karena lebih banyak berada melakukan 3 hal yaitu mendapatkan informasi,
diluar rumah dibandingkan didalam rumah. menyimpannya dan mengeluarkan kembali.
Hasil pengkajian juga menunjukkan bahwa Nasrun (2007) menyatakan bahwa ingatan
komunikasi antara responden dan anggota seseorang dipengaruhi oleh tingkat perhatian,
keluarga lain menunjukkan komunikasi yang minat, daya konsentrasi, emosi dan
maladaptif. Tidak adanya perhatian dan kelelahan. Pada aplikasi psychoeducative
dukungan terhadap anggota keluarga yang family therapy terdapat beberapa hal yang
sakit. Keluarga responden kurang memberikan dapat mengganggu tingkat konsentrasi
informasi mengenai penyakit yang diderita keluarga dalam mempelajari kusta,
oleh anggota keluarga. diantaranya adalah ketika anak rewel, keluarga
Hasil penelitian pada 2 responden tidak dalam kondisi lelah dan kondisi emosionalnya
sesuai dengan teori psikoedukasi yang yang tidak stabil. Hal ini sejalan dengan Jensen
menyatakan psikoedukasi yang dilakukan & Markowitz (2002) bahwa kinerja ingatan
pada keluarga klien akan meningkatkan secara keseluruhan bisa berada dalam retang
pengetahuan keluarga tentang kemampuan kondisi baik ataupun buruk, tergantung pada
cara merawat dan kemampuan koping terhadap keadaan fisik dan emosi.
stress dan beban yang dialami (Wiyati 2010). Hasil penelitian yang menunjukkan usia
Nurhidayah (2010) juga berpendapat bahwa responden berada pada rentang usia 56-65

92
Jurnal Ners Vol. 11 No. 1 April 2016: 88-98

tahun tidak sesuai dengan teori yang keluarga responden memiliki pendidikan
dikemukakan Wong (1995) dalam (Potter, P.A, terakhir SMA dan sebagian besar memiliki
Perry 2005) yang menjelaskan bahwa usia pekerjaan sebagai IRT sehingga memiliki banyak
mampu menujukkan kemampuan belajar dan waktu dirumah dan intensitas berkomunikasi
perilaku seseorang. Edelman dan Manle (1994) dengan anggota keluarga lebih banyak.
dalam (Potter, P.A, Perry 2005) menjelaskan Hasil penelitian diatas ditunjang dengan
bahwa kemampuan kognitif dan kemampuan penelitian Mahanani (2013) bahwa jenis kelamin
perilaku sangat dipengaruhi oleh tahap berkaitan dengan peran kehidupan dan perilaku
perkembangan usia seseorang. Jumlah anggota yang berbeda antara laki-laki dan perempuan
keluarga yang terlalu banyak dan pekerjaan dalam masyarakat. Nurhidayah (2010)
yang memerlukan banyak waktu diluar rumah berpendapat bahwa pendidikan kesehatan sangat
akan mempengaruhi pola komunikasi dan dipengaruhi oleh motivasi individu untuk berubah,
interaksi dalam keluarga sehingga penyampaian kemampuan untuk mendapatkan pendidikan
informasi juga tidak berjalan dengan baik. Hasil kesehatan tergantung pada faktor fisik dan
penelitian diatas ditunjang dengan pernyataan kognitif, tingkat perkembangan dan proses
Wahidah (2010) yang menjelaskan bahwa dengan berfikir intelektual. Hersey& Blanchard, 1997
komunikasi didalam keluarga seseorang dapat dalam Endah, (2003) menyatakan bahwa
menyampaikan informasi, ide pemikiran, dalam teori berubah perubahan yang paling
pengetahuan konsep kepada anggota keluarga mudah adalah pengetahuan. Penelitian Djaali
lain secara timbal balik, baik sebagai penyampai (2007) juga menyatakan bahwa semakin
maupun sebagai penerima komunikasi. Fungsi bertambahnya umur akan semakin
komunikasi yang berjalan dalam keluarga akan berkembangnya daya tangkap dan pola pikirnya,
menghasilkan komunikasi yang efektif didalam sehingga pengetahuan yang yang diperolehnya
keluarga. (Notoadmodjo 2010) menjelaskan semakin baik. Dalam menjaga kesehatan biasanya
bahwa pengetahuan juga dipengaruhi oleh kaum perempuan lebih menjaga kesehatannya
faktor penghasilan walaupun tidak secara dibanding laki-laki. Notoadmodjo (2010) yang
langsung, jika seseorang berpenghasilan cukup menyatakan bahwa tingkat pengetahuan
maka akan mampu untuk menyediakan atau seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal
membeli fasilitas sumber informasi. diantaranya adalah pengalaman, tingkat
Hasil penelitian tingkat pengetahuan pendidikan dan fasilitas. Pengalaman berkaitan
responden pada kelompok pembanding terdapat 6 dengan usia dan tingkat pendidikan seseorang,
responden yang mengalami peningkatan dan 24 yang berarti pendidikan yang tinggi akan
responden tidak mengalami peningkatan. Tingkat mempunyai pengalaman yang lebih luas
pengetahuan keluarga responden pada kelompok demikian juga dengan umur yang semakin
pembanding yang mengalami peningkatan bertambah maka pengalaman seseorang juga
sebanyak 18 responden. bertambah. Pendidikan dapat membawa
Responden pada kelompok pembanding wawasan atau pengetahuan seseorang, secara
dengan tingkat pengetahuan yang baik tanpa umum seseorang yang berpendidikan lebih
diberikan intervensi psikoedukasi disebabkan tinggi akan mempunyai pengetahuan lebih luas
karena sebagian besar berjenis kelamin dibandingkan dengan seseorang yang tingkat
perempuan dan berada dalam rentang usia 46- pendidikannya lebih rendah. Fasilitas-fasilitas
55 tahun dengan tingkat pendidikan SMA. sebagai sumber informasi dapat mempengaruhi
Responden sebagian besar tidak bekerja. Status pengetahuan seseorang seperti televisi, radio,
pernikahan responden adalah cerai dan janda. leaflet dan sebagainya.
Status pernikahan responden yang cerai dan Pernyataan Sadiman (2008) juga
janda mengatakan bahwa mereka sudah tidak mengemukakan bahwa status pendidikan
memiliki tanggungan dirumah sehingga sering mempengaruhi kesempatan memperoleh
mengisi waktu luang untuk berobat ke informasi mengenai penatalaksanaan penyakit.
puskesmas dan mengikuti paguyuban kusta. Penelitian Mahanani (2013) juga menjelaskan
Responden mengalami sakit selama lebih dari bahwa tingkat pendidikan secara signifikan
3 tahun sehingga memiliki banyak pengalaman mempengaruhi tingkat pengetahuan tentang
mengenai perawatan kusta dan pengetahuan penyakit, sehingga mempengaruhi pola respon.
mengenai kusta. Tingkat pengetahuan responden Perbedaan tingkat pendidikan mempengaruhi
yang baik juga ditunjang dengan tingkat tingkat pengetahuan seseoarang dan
pengetahuan keluarga responden yang baik dan kemampuan dalam menerima informasi baru.

93
Psychoeducative Family Therapy (Mega Arianti Putri, dkk.)

Pendidikan seseorang merupakan salah satu dukungan emosional dan harga diri, dan faktor
proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan dan tingkat pengetahuan berkaitan
pendidikan seseorang maka dalam memilih dengan seberapa besar pengetahuan tentang
tempat pelayanan kesehatan semakin suatu penyakit.
diperhitungkan. Data yang didapatkan juga menunjukkan
Hasil penelitian dukungan keluarga responden pada kelompok intervensi sebagian
responden pada kelompok intervensi sebelum besar memiliki dukungan keluarga yang cukup
dilakukan intervensi psychoeducative family disebabkan karena sebagian besar responden
menunjukkan bahwa sebagian besar masuk berjenis kelamin perempuan dan berada dalam
kedalam kategori cukup yaitu sejumlah 29 rentang usia 46-55 tahun dengan tingkat
responden dan setelah dilakukan intervensi pendidikan SMP. Pekerjaan responden sebagai
psychoeducative family dukungan keluarga IRT dengan penghasilan kurang dari 1 juta
responden meningkat dalam kategori baik yaitu setiap bulannya. Status pernikahan responden
sejumlah 2 responden. Dukungan keluarga yang adalah menikah. Responden mengalami sakit
didapatkan sebagian besar responden adalah selama lebih dari 3 tahun.
cukup sejumlah 28 responden setelah dilakukan Dukungan keluarga dalam kategori baik
intervensi psychoeducative family. yang masih kurang dibuktikan dengan
Pada sesi pertama ditemukan masalah sebagian besar keluarga responden hanya
berupa keluarga kurang memperhatikan memberikan dukungan informasional saja
responden. Keluarga responden saat dilakukan tanpa di imbangi dengan dukungan penilaian,
pengkajian merasa sudah bosan dan lelah instrumental dan emosional. Keluarga responden
dengan anggota keluarga yang menderita kusta jarang mengantar responden berobat, hanya
dan tidak kunjung sembuh walaupun sudah mengingatkan responden untuk minum obat
dilakukan pengobatan. Keluarga responden tanpa mengetahui obat apa saja yang harus
sebagian besar hanya memberikan dukungan diminum. Keluarga yang merawat responden
secara informasional dari 4 komponen sebagian besar berada pada rentang usia 17-25
dukungan keluarga. Dukungan yang paling rendah tahun yang sebagian besar adalah istri
diberikan adalah dukungan emosional dan responden. Hasil wawancara dan pengkajian
instrumental. Pada pelaksanaan psychoeducative menunjukkan bahwa keluarga responden yang
family therapy, terutama pada sesi tiga dan sebagian besar adalah istri responden merasa
empat yaitu manajemen stress keluarga dan terbebani karena responden yang berperan
manajemen beban keluarga, keluarga dapat sebagai kepala keluarga semenjak sakit kusta
membagi tugas untuk selalu memberikan tidak bekerja lagi yaitu lebih dari 3 tahun
dukungan kepada anggota keluarga yang sakit sehingga istri merasa peran suami dalam
sehingga responden senantiasa dapat perekonomian keluarga tidak terpenuhi. Kelas
terkontrol. perekonomian keluarga dan tingkat pendidikan
Dukungan keluarga dapat bersifat juga mempengaruhi dukungan keluarga.
internal seperti dukungan dari suami atau istri Bentuk keluarga extended dengan jumlah
atau dukungan dari saudara kandung dan anggota keluarga lebih dari 5 orang juga
dukungan eksternal misalnya dukungan dari mempengaruhi dukungan yang diberikan.
sanak keluarga dan masyarakat. Keberadaan Hasil penelitian di atas didukung oleh
dukungan keluarga yang adekuat terbukti pendapat Feiring dan Lewis (1984) dalam
berhubungan dengan menurunnya mortalitas, Friedman (2010), ada bukti kuat dari hasil
lebih mudah sembuh dari sakit, dan dikalangan penelitian yang menyatakan bahwa keluarga
kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan besar dan keluarga kecil secara kualitatif
emosional. Pengaruh positif dari dukungan ini menggambarkan pengalaman-pengalaman
akan dapat mudah menyesuaikan terhadap perkembangan yang berarti keluarga kecil
kejadian dalam kehidupan (Friedman 2010). dengan anggota keluarga yang berjumlah
Faktor yang dapat mempengaruhi dukungan sedikit lebih mendapatkan perhatian dan
keluarga meliputi beberapa hal antara lain dukungan dibandingkan keluarga besar.
faktor internal. Faktor internal merupakan Friedman (1998) dalam Friedman (2010) juga
faktor yang muncul dari diri indvidu tersebut, menyatakan bahwa anggota keluarga (istri)
yaitu emosi berkaitan dengan keadaan yang masih muda cenderung untuk lebih tidak
psikologis seseorang, dalam hal ini terkait bisa merasakan atau mengenali kebutuhan
dengan dua jenis dukungan keluarga yaitu anggota keluarganya dan juga lebih egosentris

94
Jurnal Ners Vol. 11 No. 1 April 2016: 88-98

dibandingkan ibu yang lebih tua. Faktor yang keluarga dengan responden sebagian besar
mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah sebagai istri dari responden.
adalah kelas ekonomi. Hasil penelitian ditunjang dengan hasil
Dukungan keluarga terhadap anggota penelitain Zulfitri (2006) yang menemukan
keluarga dipengaruhi oleh kemampuan tingginya dukungan keluarga mayoritas diberikan
keluarga dalam mencukupi kebutuhan anggota oleh perempuan sebesar 64,6%. Zulfitri membahas
keluarga. Kemampuan pemenuhan kebutuhan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki
tersebut berhubungan dengan tingkat respon yang berbeda dalam menghadapi
pendapatan atau tingkat sosial ekonomi masalah, laki-laki cenderung tidak perduli,
keluarga, dimana keluarga dengan tingkat tidak memperhatikan kesehatan sedangkan
sosial ekonomi menengah memiliki perempuan lebih banyak ditemukan untuk
kemampuan memenuhi kebutuhan keluarga memeriksakan kesehatannya. Jenis pekerjaan
lebih baik dibandingkan keluarga dengan juga secara umum akan berpengaruh dalam
tingkat sosial ekonomi rendah. Pernyataan di pemberian dukungan keluarga, baik dukungan
atas sesuai dengan fakta yang ditemukan emosional, dukungan informasi, dukungan
didalam hasil penelitian yaitu sebagian besar instrumental dan dukungan penilaian dalam
keluarga responden memiliki penghasilan yang merawat anggota keluarga dengan masalah
rendah yaitu kurang dari satu juta rupiah per kesehatan, keluarga yang tidak bekerja
bulannya dengan status kepala keluarga yang tentunya mempunyai waktu luang yang cukup
tidak bekerja karena menderita kusta. Pernyataan untuk merawat anggota keluarga dibandingkan
di atas juga ditunjang oleh pendapat Ariyanta dengan keluarga responden yang bekerja. Hasil
(2013) yang menyatakan bahwa dukungan penelitian diatas juga sesuai dengan pernyataan
yang diberikan oleh keluarga dipengaruhi oleh Notoadmodjo (2010) yang menjelaskan bahwa
beberapa faktor seperti tingkat pendidikan usia yang dianggap optimal dalam mengambil
seseorang, tingkat ekonomi. keputusan adalah usia yang diatas umur 20
Hasil penelitian yang didapatkan tidak tahun. Tingkat pendidikan keluarga responden
sesuai dengan hasil penelitian Zulfitri (2006) sebagian besar adalah SMA. Luecknotte. A. G.
yang menemukan tingginya dukungan keluarga (2000) menjelaskan bahwa tingkat pendidikan
mayoritas diberikan oleh perempuan sebesar seseorang dapat mempengaruhi kemampuan
64,6%. Zulfitri membahas bahwa perempuan untuk menyerap informasi, menyelesaikan
dan laki-laki memiliki respon yang berbeda masalah, dan berperilaku baik. Pendidikan
dalam menghadapi masalah, laki-laki rendah berisiko ketidakmampuan dalam
cenderung tidak perduli, tidak memperhatikan merawat kesehatannya (WHO 2003).
kesehatan sedangkan perempuan lebih banyak Hasil penelitian stigma (self stigma)
ditemukan untuk memeriksakan kesehatannya. responden pada kelompok intervensi sebelum
Hasil penelitian dekungan keluarga dilakukan intervensi psychoeducative family
responden pada kelompok pembanding menunjukkan bahwa stigma (self stigma)
mengalami peningkatan sejumlah 9 responden. responden tinggi yaitu sejumlah 13 responden
Kelompok pembanding menunjukkan dukungan dan setelah dilakukan intervensi psychoeducative
keluarga yang lebih baik dari kelompok intervensi family stigma (self stigma) responden menjadi
disebabkan karena responden sebagian besar rendah dalam yaitu sejumlah 26 responden.
berjenis kelamin perempuan dan berada dalam Masih ditemukan 4 responden yang memiliki
rentang usia 46-55 tahun dengan tingkat stigma (self stigma) yang tinggi setelah
pendidikan SMA. Responden sebagian besar dilakukan intervensi psychoeducative family.
tidak bekerja dengan penghasilan kurang dari 1 Responden pada kelompok intervensi
juta setiap bulannya. Status pernikahan dengan tingkat pengetahuan yang kurang
responden adalah cerai dan janda. Responden berjenis kelamin perempuan dan berada dalam
mengalami sakit selama lebih dari 3 tahun. rentang usia 56-65 tahun dengan tingkat
Keluarga responden yang memiliki tingkat pendidikan SMP. Pekerjaan responden sebagai
pengetahuan baik sebagian besar berjenis IRT dengan penghasilan kurang dari 1 juta
kelamin perempuan dengan rentang usia 36-45 setiap bulannya.
tahun. Seluruh keluarga responden memiliki Empat responden pada kelompok
pendidikan terakhir SMA dan sebagian besar intervensi dengan stigma (self stigma) tinggi
memiliki pekerjaan sebagai IRT. Hubungan masih memiliki tingkat pengetahuan yang
kurang dan responden berlatar belakang

95
Psychoeducative Family Therapy (Mega Arianti Putri, dkk.)

pendidikan SMP. Tingkat pengetahuan responden dari penyuluhan kesehatan adalah individu,
yang kurang menyebabkan responden memiliki keluarga dan masyarakat yang rawan terhadap
persepsi bahwa kusta merupakan penyakit menular masalah kesehatan (Maulana 2009). Pada
dan menimbulkan luka yang menjijikkan kelompok intervensi bisa terjadi perubahan
sehingga responden merasa malu dan takut tingkat stigma (self stigma) disebabkan karena
dijauhi masyarakat ataupun keluarga. Goldenberg (2004) menyatakan bahwa
Responden yang malu membuat enggan untuk psikoedukasi adalah terapi yang diberikan
berobat sehingga memperparah keadaan dan untuk memberiakan informasi terhadap
responden menjadi cacat. Pekerjaan responden keluarga yang mengalami distress, memberikan
sebagai IRT membuat responden juga pendidikan pada mereka untuk meningkatkan
menyebabkan jarang terpapar informasi ketrampilan, untuk dapat memahami dan
dengan dunia luar. Tipe keluarga extended meningkatkan koping akibat gangguan
dengan jumlah anggota keluarga lebih dari 5 kesehatan yang dapat mengakibatkan masalah
orang juga akan mempengaruhi komunikasi pada keluarga. Meningkatnya koping keluarga
dan interaksi antar anggota keluarga dan keterampilan keluarga dalam merawat
responden. Pekerjaan keluarga responden anggota keluraga yang sakit akan berpengaruh
sebagai buruh tani juga berpengaruh terhadap kepada pemahaman kebutuhan anggota
interaksi dalam penyampaian informasi dengan keluarga yang sakit dan berdampak pada
aanggota keluarga karena lebih banyak berada perhatian serta dukungan keluarga yang akan
diluar rumah dibandingkan didalam rumah. diberikan dalam merawat anggota keluarga
Hasil pengkajian juga menunjukkan bahwa yang sakit.
menunjukkan bahwa bentuk dukungan Penelitian (Lawrence & Veronika 2002)
keluarga yang diberikan sebatas kebutuhan menunjukkan hasil terjadi peningkatan 33%
sehari-hari pasien. Keluarga cenderung hanya pada kelompok klien skizofrenia setelah
memberikan motivasi untuk patuh terhadap diberikan terapi psikoedukasi keluarga, karena
pengobatan dan mengingatkan jadwal berobat, dalam psikoedukasi keluarga berisi tentang:
dan tidak pernah mengantarkan pasien berobat peningkatan hubungan yang positif antara
Puskesmas dikarenakan harus bekerja. anggota keluarga, meningkatkan stabilitas
Berdasarkan hal tersebut terkadang pasien keluraga, menajemen stess keluarga, kemampuan
merasakan kurang mendapatkan perhatian dan motorik keluarga. Pernyataan diatas juga
dukungan dari anggota keluarganya sendiri. ditunjang oleh Suny dan Win-King (2007)
Hasil penelitian diatas ditunjang oleh yang menyatakan bahwa terapi psikoedukasi
pernyataan Mahendra dkk (2006) yang keluarga sangat efektif karena memberikan
menyatakan bahwa self stigma dipengaruhi informasi tentang prefentif dan promotif,
oleh beberapa hal yaitu pengetahuan, tingkat ketrampilan koping, kognitif, tingkah laku dan
pendidikan, dukungan keluarga serta keyakinan ketrampilan bagi keluarga.
atau kepercayaan seseorang. Pendapat lain dari
Susanto (2006) yang menyebutkan bahwa SIMPULAN DAN SARAN
pengetahuan responden mengenai kusta sangat
Simpulan
bergantung pada tingkat pendidikan, dimana
semakin tinggi tingkat pendidikan sesorang Intervensi psychoeducative family yang
akan mempengaruhi proses atau pola berpikir diberikan kepada keluarga penderita kusta di
terhadap sesuatu hal. Puskesmas Balerejo Kabupaten Madiun
Hasil penelitian stigma (self stigma) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
responden pada kelompok pembanding pengetahuan, dukungan keluarga dan stigma
menunjukkan penurunan jumlah responden (self stigma) kusta.
yang memiliki stigma yang tinggi. Stigma (self
stigma) responden pada kelompok pembanding Saran
yang tinggi sejumlah 5 responden disebabkan Intervensi psychoeducative family dapat
karena informasi kesehatan yang didapatkan dijadikan dalam penatalaksanaan komunitas
oleh responden baik melalui media cetak bagi pasien kusta sehingga dapat meningkatkan
ataupun elektronik hanya akan merubah pengetahuan keluarga tentang kemampuan cara
perilaku sasaran agar berperilaku sehat merawat dan kemampuan koping terhadap
terutama pada aspek kognitif yang meliputi stress dan beban yang dialami keluarga dan
pengetahuan dan pemahaman sasaran, sasaran pasien.

96
Jurnal Ners Vol. 11 No. 1 April 2016: 88-98

KEPUSTAKAAN 2nd ed., Missoury,: Mosby.


Ajibade, B.., Okunlade, J.. & Olawale, F., 2013. Mahanani, N., 2013. Faktor-faktor yang
Prevalence, management and percieved berhubungan dengan perawatan diri
psychological impact of leprosy disease kusta pada penderita kusta di puskesmas
In National Tuberculosis And Leprosy Kunduran Kecamatan Blora Tahun
Training Centre, Saye Village, Zaria 2011. Universitas Negeri Semarang.
(2005-2010). Journal of Pharmacy and Available at:
Biological Sciences, 8 (4), pp.9 lib.unnes.ac.id/18240/1/6450406030.pdf.
12.Availableat: ttp://iosrjournals.org/iosr- Maulana, H., 2009. Promosi kesehatan, Jakarta:
jpbs/papers/Vol8- EGC.
issue4/C0840912.pdf?id=7389. Notoadmodjo, 2010. Pengantar ilmu perilaku
Andayani, E., 2006. Hubungan tingkat kesehatan, Jakarta: Badan Penerbit
kecemaan keluarga tentang penularan Kesehatan Masyarakat Fakultas
penyakit kustadan peran keluarga dalam Kesehatan Masyarakat. Universitas
perawatan penyakit kusta. Universitas Indonesia.
Diponegoro. Nurhidayah, 2010. Ilmu perilaku dan
Ariyanta, F., 2013. Hubungan antara pendidikan kesehatan untuk perawat,
dukungan keluarga dengan konsep diri Medan: USU Press.
penderita kusta di Desa Bangklean Potter, P.A, Perry, A.., 2005. Buku ajar
Kabupaten Blora, fundamental keperawatan: konsep,
Brakel, W.H. van, 2003. Measuring leprosy proses, dan praktik. 4th ed., Jakarta:
stigma a preliminary review of the EGC.
leprosy literature. International jurnal of PPPL, 2014. Kegiatan program PPML Ditjen
leprosy and other mycobacterial, 71(3), PP dan PL dan hasil yang dicapai tahun
pp.190197. 2013. Ditjen Pengendalian peyakit dan
Clausson, E. & Berg, A., 2008. Family Penyehatan Lingkungan, Depkes RI.
Intervention Sessions: One Useful Way Available at:
to Improve Schoolchildrens Mental pppl.depkes.go.id/berita?id=1250.
Health. Journal of Family Nursing, Rafferty, J., 2005. Curing the stigma of leprosy.
14(3), pp.289313. Available at: Lepr Rev, 76, pp.119 126. Available at:
http://jfn.sagepub.com/cgi/doi/10.1177/1 https://www.lepra.org.uk/platforms/lepra/
074840708322758. files/lr/June05/150523.pdf.
Djaali, 2007. Psikologi pendidikan., . Jakarta.: Rahayu, D., A., 2011. Pengaruh psikoedukasi
Bumi Aksara. keluarga terhadap dukungan psikososial
Frguas, G.S.& S.M., 2007. Coping of diabetic keluarga pada anggota keluarga dengan
nephropathy in the family: an approach penyakit kusta di kabupaten Pekalongan.
in perspective calgary family assessment Universitas Indonesia. Available at:
model. A qualitative study. OBJN, 6(3). http://download.portalgaruda.org/article.p
Friedman, 2010. Buku ajar keperawatan hp?article=4463&val=426.
keluarga: Riset, Teori dan Praktek, Roosta, Black, ds & R., 2013. A comparison of
Jakarta: EGC. stigma among patients with leprosy in
Goldenberg, H. Goldenberg, I., 2004. Family rural Tanzania and urban United States: a
therapy: an overview,. Cangage role for public health in dermatology.
Learning. International Journal Dermato.
Lawrence & & Veronika, 2002. Understanding Available at:
families in their own context: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23
schizophrenia and structural family 451850.
therapy in beijing. Jurnal Of Family Sadiman, 2008. Pendidikan kesehatan untuk
Therapy. meningkatkan kepatuhan berobat
Luecknotte. A. G., 2000. Gerontologic nursing penderita TB Paru di RSU Jendral

97
Psychoeducative Family Therapy (Mega Arianti Putri, dkk.)

A.Yani. Universitas Gajah Mada. imus-gdl-murtipurna-6002-4.pdf.


Smith, D., S., 2000. The psychosocial needs of WHO, 2003. Evidance and health information.
leprosy patients. Leprosy review, 71. Available at: www.who.int.
Stuart & Laraia, 2005. Buku saku keperawatan Widianti, E., 2007. Remaja dan permasalahannya:
jiwa 5th ed., Jakarta: EGC. bahaya merokok, penyimpangan seks pada
Thilakavati, S, Manickam, P & Mahendale, S., remaja dan bahaya penyalahgunaan minuman
2012. Awareness, social acceptance and keras atau narkoba. Available at:
community views on leprosy and its elib.unikom.ac.id/files/disk1/461/jbptunikomp
relevance for leprosy control, T amil b-gdl-frianindra-23005-8-daftarp-a.pdf.
Nadu. Indian J Lepr, 84, pp.233240. Wiyati, R., 2010. Pengaruh psikoedukasi
Tsutsumi,A, Izutsu, T, Islam, A, Amed, keluarga terhadap kemampuan keluarga
J,Nakahar,S, Takagi, F& Wakai, H., dalam merawat klien isolasi sosial.
2014. Depresive status of leprosy patients Jurnal Keperawatan Soedirman, 5 (2).
in Bangladesh: Association with self- Zulfitri, R., 2006. Hubungan dukungan
perception of stigma. Jurnal of leprosy, keluarga dengan perilaku lanjut
(1), pp.15. Available at: usia hipertensi dalam mengontrol
www.lepra.org.uk/platforms/lepra/files/Ir kesehatannya di wilayah kerja
/Mar04/Lep57_56. puskesmas melur pekanbaru.
Wahidah, F., 2010. Faktor-faktor yang berhubungan Universitas Indonesia. Available
dengan praktik ibu dalam memberikan at:
makanan pendamping ASI pada bayi usia 0-4 www.digilib.ui.ac.id/file?file=pdf/ab
bulan di Desa Gubug, Semarang. Available at: strak-95790.pdf.
digilib.unimus.ac.id/files/disk1/121/jtptun

98

Vous aimerez peut-être aussi