Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
GAGAL JANTUNG
Definisi
Gagal jantung adalah sindrom klinis yang terjadi pada pasien yang karena keturunan
atau didapat mengalami abnormalitas struktur jantung dan/atau fungsi, berkembang menjadi
kumpulan gejala klinis berupa dyspneu dan fatigue, dan tanda berupa edema dan rhonki, yang
mengakibatkan tingginya angka hospitalisasi, menurnnya kualitas hidup, memendeknya angka
harapan hidup.
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi pada jantung, dengan adanya
abnormalitas fungsi jantung, dimana jantung gagal memompa darah pada tahap untuk
mencukupi kebutuhan jaringan atau dapat melakukannya hanya dengan peningkatan tekanan
pengisian diastole.
Gagal jantung dapat selalu mengakibatkan gagal sirkulasi. Untuk menjaga fungsi pompa
jantung, mekanisme kompensasi meningkatkan volume darah, tekanan pengisian jantung,
denyut jantung, dan massa otot jantung. Akibatnya kemampuan jantung untuk berkontraksi dan
beristirahat berkurang secara progresif, dan mengakibatkan makin parahnya gagal jantung.
Epidemiologi
Gagal jantung adalah masalah yang mendunia, dengan lebih dari 20 juta orang terkena.
Prevalensi keseluruhan dari gagal jantung pada populasi dewasa pada negara berkembang
adalah 2%. Prevalensi gagal jantung mengikuti pola exponent, dimana meningkat sesuai umur,
mengenai 6-10% orang yang berusia 65 tahun. Walaupun insidens related gagal jantung lebih
rendah pada wanita daripada pria, wanita terdapat pada setengah kasus gagal jantung,
dikarenakan angka harapan hidup yang lebih tinggi.
Di Amerika Utara dan Eropa, resiko perkembangan gagal jantung seperlima pada usia 40
tahun. Prevalensi keseluruhan gagal jantung diperkirakan akan meningkat, karena terapi saat ini
untuk kelainan jantung, miokard infark, penyakit katup jantung, aritmia, membuat pasien untuk
bertahan lebih lama. Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 2%. Diperkirakan
bahwa 5,3 juta warga Amerika saat ini memiliki gagal jantung kronik dan setidaknya ada 550.000
kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap tahunnya. Pasien dengan gagal jantung akut kira-kira
mencapai 20% dari seluruh kasus gagal jantung.
Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namunpada Survei
Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasimerupakan penyebab
kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan
bahwa penyakit jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab
kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia. Namun, sebagai gambaran, di ruang rawat jalan
dan inap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada 2006 lalu didapati 3,23% kasus gagal
jantung dari total 11.711 pasien.Sedangkan pada tahun 2005 di Jawa Tengah terdapat 520
penderita CHF yang pada umumnya adalah lansia.Sebagian besar lansia yang didiagnosis CHF ini
tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun.
Etiologi
Kebanyakan pasien dengan gagal jantung signifikan tidak mampu untuk menyediakan
cardiac output yang adekuat. Mencari penyebab dapat mengoptimalkan intervensi terapi.
Berdasarkan pembelajran klinis, penyebab gagal jantung diklasifikasikan dalam 4 kategori besar,
yaitu :
Pada Negara-negara industri, penyakit arteri koroner (PJK) adalah penyebab predominan
pada pria dan wanita, dan terdapat pada 60-75% kasus gagal jantung. Hipertensi menyumbang
perkembangan gagal jantung 75% dari seluruh pasien, termasuk kebanyakan pasien dengan PJK.
PJK dan hipertensi sama-sama meningkatkan resiko terkena gagal jantung, begitu juga dengan
diabetes mellitus. Penyebab lain tertulis dalam tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 2 Faktor yang mencetuskan dekompensasi akut pada pasien gagal jantung kronik
Patofisiologi
Bila terjadi gangguan kontraktilitas miokard primer atau beban hemodinamik berlebih
diberikan pada ventrikel normal, jantung akan mengadakan sejumlah mekanisme adaptasi
untuk mempertahankan curah jantung dan tekanan darah.
Mekanisme dasar
Kelainan pada kontrakitilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit
jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas
ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Dengan meningkatkan EDV (volume akhir diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada
kelenturan ventrikel, dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri
(LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP
diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan
vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan
onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan
transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial.
Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan
terjadilah edema paru.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru.
Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian
kejadian seoerti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, yang
akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh
regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian. Regurgitasi
fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup atrioventrikularis, atau perubahan
orientasi otot papilaris dan korda tenidae akibat dilatasi ruang.
Respon kompensatorik
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat: 1)
meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, 2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron, 3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respons kompensatorik ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai
untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal, atau hampir normal pada awal
perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan
menurunnya curah jantung biasannya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal
jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif.
beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel. Namun pada akhirnya respons
miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang
pengaruhnya terhadap kerja ventirkel. Perubahan ini paling tepat dengan melihat kurva fungsi
ventrikel.
Dalam keadaan normal, katekolamin menghasilkan efek inotropik positif pada ventrikel
sehingga menggeser kurva ke atas dan ke kiri. Berkurangnya respons ventrikel yang gagal
terhadap rangsangan katekolamin menyebabkan berkurangnya derajat pergeseran akibat
rangsangan ini. Perubahan ini mungkin berkaitan dengan observasi yang menunjukkan bahwa
cadangan norepinefrin pada miokardium menjadi berkurang pada gagal jantung kronis.
f) Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul
ini disebut hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris. Apapuin susunan pasti sarkomernya,
hipertrofi miokardium akan meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel.
- Takikardia
- Fatigue, kelemahan
- Nokturia, oliguria
- Anoreksia, penurunan berat bada, nausea
- Exophthalmus dan/atau penglihatan berdenyut
- Denyut lemah, cepat, dan thread
Diagnosis
Kriteria Framingham untuk mendiagnosis gagal jantung berupa 2 kriteria mayor atau 1
kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Criteria mayor dapat berupa :
- Batuk nocturnal
- Dyspneu pada aktivitas biasa
- Penurunan kapasitas vital sepertiga dari kapasitas maksimal
- Efusi pleura
- Takikardi
- Edema kaki bilateral
The New York Heart Association (NYHA) mengklasifikasikan kategori gagal jantung pada
kelas I IV sebagai berikut :
- Stage A :
Resiko tinggi gagal jantung tetapi tidak ada penyakit jantung structural atau
gejala gagal jantung. Contohnya pada pasien penyakit arteri koroner, hipertensi, atau
diabetes mellitus tanpa gangguan fungsi ventrikel kiri, hipertrofi, atau distorsi geometric
ruang jantung.
- Stage B:
Penyakit jantung structural tetapi tidak ada gejala gagal jantung. Contohnya pada
pasien yang asimtomatik tetapi memiliki pembesaran ventrikel kiri dan/atau gangguan
fungsi ventrikel kiri.
- Stage C:
14 Referat Ilmu Penyakit Dalam Gagal Jantung
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Sulianti Saroso
Penyakit jantung structural dan terdapat gejala gagal jantung. Contohnya pada
pasien yang diketahui memiliki penyakit jantung structural dan nafas terengah-engah
dan fatigue, penurunan toleransi aktivitas fisik.
- Stage D :
Gagal jantung refrakter, membutuhkan intervensi khusus. Contohnya pasien yang
memiliki gejala ketika beristirahat bahkan dengan terapi medis maksimal.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang sebagai berikut dapat berguna untuk mengevaluasi yang dicurigai
gagal jantung
- Darah lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dapat dilakukan untuk menilai adanya anemia atau
infeksi sebagai penyebab potensial gagal jantung.
- Urinalisis
Dapat menghasilkan proteinuria, yang berkaitan dengan penyakit kardiovaskular
- Kadar elektrolit serum
Abnormal jika penyebabnya adalah retensi cairan atau disfungsi renal.
Hiperkalemia dapat terjadi pada pasien dengan gagal jantung parah yang menunjukkan
tanda penurunan GFR dan pengantaran natrium yang inadekuat ke tempat pertukaran
Na-K di tubulus distal ginjal, terutama jika mendapatkan diuretik hemat kalium dan/atau
ACEi.
- Fungsi ginjal (kadar kreatinin) dan Blood Urea Nitrogen (BUN)
Dapat mengindikasikan penurunan aliran darah renal. Pasien dengan gagal
jantung parah, terutama dengan yang menerima diuretik dosis tinggi untuk waktu yang
lama, dapat memiliki kadar BUN dan kreatinin yang meningkat, menunjukkan insufisiensi
renal karena reduksi kronis aliran darah renal dari penurunan cardiac output.
Pada beberapa orang, diuretik dapat meningkatkan kongesti renal dan fungsi
renal, tetapi pada orang lain, diuretik yang terlalu agresif dapat memperburuk
insufisiensi renal karena deplesi volume.
- Fungsi hati
15 Referat Ilmu Penyakit Dalam Gagal Jantung
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Sulianti Saroso
Terapi
Terapi pada gagal jantung dapat dilakukan secara nonfarmakologis dan farmakologis.
Terapi nonfarmakologis
Pasien gagal jantung harus memperhatikan aktivitas fisik, diet, dan nutrisi. Pembatasan
aktivitas fisik dapat dianjurkan. Pembatasan aktivitas tepat selama gagal jantung akut
eksaserbasi dan pada pasien yang dicurigai miokarditis. Kebanyakan pasien seharusnya tidak
melakukan pekerjaan berat atau olahraga yang melelahkan.
Diet natrium harus dibatasi, dianjurkan 2-3g/hari. pembatasan cairan hingga 2L/hari
direkomendasikan pada pasien yang hiponatremia (Na <130 mEq/dL) dan pasien yang status
cairannya sulit dikontrol karena pembatasan natrium dan penggunaan diuretic dosis tinggi.
Suplemen kalori dianjurkan pada pasien yang memiliki cardiac cachexia.
Studi menunjukkan keuntungan asam lemak omega-3 untuk pencegahan primer gagal
jantung. Penerima omega-3 polyunsaturated fatty acids (PUFAs) memiliki penurunan signifikan
angka kematian dan semua penyebab kematian/kesakitan karena penyebab kardiovaskular.
Terapi farmakologis
Goal farmakoterapi untuk gagal jantung adalah untuk menurunkan morbiditas dan untuk
mencegah komplikasi. Rekomendasi The 2013 American College of Cardiology/American Heart
Association (ACC/AHA) updated guidelines, 2010 Heart Failure Society of America (HFSA)
guidelines, dan 2008 European Society of Cardiology (ESC) guidelines adalah :
- Diuretik
Untuk mengurangi edema dengan mereduksi volume darah dan tekanan vena
pada pasien yang memiliki gejala gagal jantung dan penurunan fraksi ejeksi ventrikel
kiri untuk meringankan gejala.
- Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEi)
Untuk modifikasi neurohormonal, vasodilatasi, peningkatan fraksi ejeksi ventrikel
kiri
- Angiotensin receptor blockers (ARBs)
Untuk modifikasi neurohormonal, vasodilatasi, peningkatan fraksi ejeksi ventrikel
kiri
- Hydralazine and nitrates
Untuk memperbaiki gejala, fungsi ventrikel, kapasitas aktivitas, dan angka
bertahan hidup pada pasien yang tidak dapat mentoleransi ACEi/ARB atau sebagai
terapi tambahan bagi ACEi/ARB dan beta-blockers pada populasi kulit hitam
- Beta-blockers
Untuk modifikasi neurohormonal, memperbaiki gejala dan meningkatkan fraksi
ejeksi ventrikel kiri, pencegahan aritmia, dan mengontrol ventricular rate. Beta
- Digoxin
Dapat menyebabkan sedikit peningkatan kardiak output, memperbaiki gejala
gagal jantung
- Anticoagulants
Menurunkan resiko tromboemboli
- Inotropic agents
Obat-obat yang dapat meneksaserbasi gagal jantung harus dihindari, seperti NSAID, CCB,
dan kebanyakan obat antiaritmia. NSAID dapat menyebabkan retensi natrium dan vasokonstriksi
perifer, dan dapat menurunkan efikasi dan meningkatkan toksisitas diuretik dan ACEi. CCB dapat
memperburuk gagal jantung dan dapat meningkatkan resiko kejadian kardiovaskular, hanya
vasoselektif CCB yang menunjukkan tidak ada pengaruh. Agen antiaritmia dapat meninmbulkan
efek kardiodepresan dan menyebabkan aritmia. Hanya amiodarone dan dofetilide yang
menunjukkan tidak berpengaruh.
- Stage A
Pasien yang berada pada stage ini adalah yang memiliki resiko tinggi untuk
mengalami gagal jantung, tetapi tidak memiliki penyakit jantung structural atau
gejala gagal jantung. Tatalaksaana pada kasus ini berfokus pada pencegahan dengan
menurunkan factor resiko, yaitu dengan :
o Mengobati hipertensi
o Mengobati dislipidemia
o Dianjurkan untuk menghentikan kebiasaan merokok
o Dianjurkan untuk berolahraga teratur, menghindari obesitas
o Mengontrol diabetes mellitus
o Mengurangi penggunaan alcohol
Pasien yang memiliki keluarga yang memiliki kardiomiopati dapat dilakukan
skrining dengan pemeriksaan fisik dengan echocardiography dan transthoracic
echocardiography setiap 2-5 tahun.
- Stage B
Pasien pada stase B asimtomatik, dengan disfungsi ventrikel kiri dari infark
miokard sebelumnya, ventrikel kiri mengalami remodeling dan hipertrofi ventrikel
kiri, dan disfungsi katup yang asimtomatik, termasuk pasien dengan gagal jantung
NYHA kelas I. sebagai tambahan pada edukasi gagal jantung dan modifikasi factor
resiko yang agresif yang digunakan pada stage A, pengobatan dengan ACEi/ARB
dan/atau beta bloker diindikasikan.
ACEi digunakan untuk mencegah gagal jantung simtomatik dan menurunkan
mortalitas pada pasien dengan riwayat MI atau ACS dan penurunan fraksi ejeksi.
Pada pasien yang intoleransi ACEi, ARB dapat digunakan jika tidak ada kontraindikasi.
Pada semua pasien dengan riwayat MI atau ACS dan penurunan EF, beta bloker
dapat digunakan untuk menurunkan mortalitas.
Pada semua pasien dengan riwayat MI atau ACS, statis dapat digunakan untuk
mencegah gagal jantung simtomatik dan resiko kardiovaskular. Pada pasien dengan
abnormalitas jantung structural, termasuk hipertrofi ventrikel kiri, pada tidak adanya
riwayat MI atau ACS, tekanan darah harus dikontrol pada hipertensi untuk mencegah
gagal jantung simtomatik. ACEi atau beta bloker dapat digunakan pada semua pasien
dengan penurunan fraksi ejeksi untuk mencegah gagal jantung simtomatik,
walaupun mereka tidak memiliki riwayat MI. untuk mencegah kematian mendadak,
dapat dipasangkan implantable cardioverter defibrillator (ICD) pada pasien yang
asimtomatik iskemik kardiomiopati yang setidaknya 40 hari sesudah MI, memiliki
LVEF 30%, memiliki expektasi bertahan hidup dengan status fungsional yang baik
untuk lebih dari 1 tahun.
- Stage C
Pasien pada stage ini memiliki penyakit jantung structural dan gejala gagal
jantung. Pencegahan seperti pada stage A diindikasikan, dengan restriksi diet
natrium.
Obat yang digunakan secara rutin pada pasien ini termasuk ACEi/ARB, beta bloker,
dan loop diuretik untuk retensi cairan. Pada pasien tertentu, terapi dikombinasikan
dengan aldosteron reseptor bloker, hydralazine dan nitrate.
- Stage D
Pasien stage D memiliki gagal jantung refrakter yang membutuhkan intervensi
khusus. Pengobatan termasuk semua pencegahan stage A, B, C. pengobatan
dianjurkan termasuk transplantasi jantung atau penggunaan LV assist device pada
pasien tertentu, kateterisasi paru. Untuk mengurangi gejala, infuse inotrop positif
intravena terus-menerus dapat dilakukan.
Prognosis
Prognosis pada pasien yang memiliki gejala gagal jantung termasuk buruk. Berdasarkan
studi komunitas, 30-40% pasien meninggal dalam 1 tahun setelah diagnosis, dan 60-70%
meninggal dalam 5 tahun, terutama karena perburukan gagal jantung tiba-tiba. Pada pasien
yang memiliki gejala ketika beristirahat, atau berdasarkan NYHA pada kelas IV, memiliki 30-70%
24 Referat Ilmu Penyakit Dalam Gagal Jantung
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Sulianti Saroso
angka kematian. Sedangkan pasien dengan NYHA kelas II atau yang bergejala pada aktivitas
sedang memiliki angka kematian 5-10%.
Angka mortalitas pada pasien gagal jantung yang dihospitalisasikan adalah 10.4% pada
30 hari, 22% pada 1 tahun, dan 42.3% pada 5 tahun, yang dengan pengobatan medis dan terapi
alat. Mortalitas lebih dari 50% pada pasien dengan NYHA kelas IV, ACC/AHA stage D.