Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
David Sulistiyantoro JP031162
Muhammad Fikri JP031187
Muhammad Irfandy Azis JP031188
Tanggal
Ref
Langkah Pemeriksaan & Paraf
KKP
Auditor
PENERIMAAN
1. Penerimaan
a. Umum
1) Buat lead schedule yang berisi saldo pos penerimaan di
LRA KN/Lembaga.
2) Lakukan koordinasi dengan tim LKPP untuk
memastikan bahwa saldo penerimaan di LK
KN/Lembaga sesuai dengan saldo yang tercantum
dalam neraca LKPP.
3) Buat supporting schedule yang berisi rincian per jenis
penerimaan, maupun jumlah penerimaan per unit
akuntansi tingkat eselon I, wilayah, dan satuan kerja.
4) Catatan : Kolom Adjustment (lead dan supporting
schedule) diisi berdasarkan hasil pengujian substantif.
5) Lakukan prosedur pengujian SPI dan Pengujian
Substantif terkait pos L/K yang diperiksa
Untuk setiap akun yang diperiksa lakukan asersi
keberadaan dengan melakukan pengujian atas saldo akun
dengan mengambil 20 transaksi ditelusuri ke dokumen
sumbernya dan asersi kelengkapan dengan melakukan
pengujian ataas 20 dokumen sumber ditelusuri sampai ke
pencatatan, dan pelaporan angka di laporan keuangan.
b. Pengujian Pengendalian Pendapatan.
1) Pengendalian pencatatan pendapatan/penerimaan
pembiayaan telah didukung oleh Surat Ketetapan (SK)
yang disetujui dan surat tanda setoran (STS) berupa
surat setoran pajak (SSP), surat setoran bukan pajak
(SSBP), dan/atau dokumen penerimaan lainnya yang
dipertanggungjawabkan.
Tanggal
Ref
Langkah Pemeriksaan & Paraf
KKP
Auditor
a) Teliti dasar penetapan pendapatan/penerimaan
pembiayaan, baik itu peraturan yang berasal dari
kementerian/lembaga tersebut maupun penetapan
jumlah dana yang diterima seperti peraturan tentang
DAU, DAK dan lain-lain, SKPD, SKRD dan
sebagainya.
b) Identifikasi pendapatan/penerimaan pembiayaan
yang tidak jelas dasar hukumnya dan teliti sebab
dan akibatnya.
c) Identifikasi pendapatan/penerimaan pembiayaan
yang jelas dasar hukumnya, tetapi tidak dapat
diperoleh serta teliti sebab dan akibatnya.
2) Pengendalian atas STS atau dokumen penerimaan
lainnya.
a) Teliti apakah STS atau dokumen penerimaan
lainnya apakah telah bernomor seri (prenumbered).
b) Teliti apakah dokumen tersebut mengungkapkan
kejelasan penyetoran meliputi tanggal penyetoran,
nilai penyetoran, jenis pendapatan/penerimaan
pembiayaan, tempat penyetoran, dan identitas
penyetor, serta dasar hukum
pendapatan/penerimaan pembiayaan tersebut dan
informasi lain yang diperlukan.
c) dan telah dipertanggungjawabkan dengan
semestinya.
3) Pengendalian nilai pendapatan/penerimaan
pembiayaan.
Teliti secara uji petik apakah realisasi
pendapatan/penerimaan pembiayaan telah dilakukan
rekonsiliasi antara satuan kerja kementerian
Tanggal
Ref
Langkah Pemeriksaan & Paraf
KKP
Auditor
negara/lembaga dan kas umum negara/unit Direktorat
Jenderal Perbendaharaan terkait.
4) Prosedur verifikasi intern atas pendapatan/penerimaan
pembiayaan telah dijalankan.
a) Teliti apakah pemerintah telah membuat prosedur
verifikasi intern atas STS atau dokumen
penerimaan lainnya. Jika prosedur verifikasi intern
atas dokumen penerimaan tidak ada, teliti apakah
terdapat prosedur pengendalian alternatif yang
memadai.
b) Teliti apakah prosedur verifikasi intern tersebut
dilakukan secara efektif dan teliti hasil verifikasi
intern tersebut.
5) Pengendalian ketepatan waktu pencatatan
pendapatan/penerimaan pembiayaan.
a) Teliti apakah terjadi tenggang waktu penerimaan
kas dan penyetoran pendapatan dengan melihat
informasi tanggal bukti penerimaan (STS/lainnya).
b) Teliti ketepatan pencatatan pendapatan/penerimaan
pembiayaan apakah telah sesuai dengan periode
pelaporan (cut off period).
c) Teliti persetujuan atas pengurangan dan/atau
penundaan pembayaran pendapatan
daerah/penerimaan pembiayaan dan teliti dasar
hukumnya.
6) Pengendalian pendapatan/penerimaan pembiayaan
yang melalui bendahara penerimaan.
Teliti pengendalian pendapatan/penerimaan
pembiayaan yang melalui bendahara penerimaan
apakah telah memadai, khususnya untuk menjamin
Tanggal
Ref
Langkah Pemeriksaan & Paraf
KKP
Auditor
bahwa penerimaan tersebut telah disetorkan kepada kas
umum negara secara lengkap dan tepat waktu.
Evaluasi prosedur untuk memperoleh pendapatan dimulai
dari inisiasi untuk memperoleh pendapatan sampai dengan
pelaporannya pada L/K. Buat bagan alurnya dan
identifikasikan kelemahan-kelemahan pengendalian yang
dijumpai dan cari sebab akibatnya
c. Pengujian Subtantif atas Transaksi Pendapatan dan
Penerimaan
1) Telaah jurnal pendapatan, buku besar dan berkas induk
piutang atau neraca saldo untuk jumlah penerimaan
(pendapatan/penerimaan pembiayaan) yang besar atau
tidak biasa dan pertimbangkan bukti pembayaran yang
memiliki risiko tidak tercatat seperti pada saat volume
pendapatan /penerimaan pembiayaan cukup banyak.
2) Telusuri pencatatan penerimaan tersebut ke salinan SK
penerimaan dan STS
3) Telusuri SK penetapan penerimaan ke STS dan
pencatatannya ke buku jurnal dan berkas induk piutang
4) Teliti realisasi pendapatan /penerimaan pembiayaan
yang dilaporkan pada laporan realisasi anggaran dan
pastikan bahwa: (1) telah benar penjumlahan vertikal
dan horizontalnya; (2) telah benar pembandingannya
dengan anggarannya; (3) telah benar dibandingkan
dengan pendapatan pada semua laporan realisasi
anggaran SKPD; dan (4) telah diungkapkan secara
memadai dalam catatan atas laporan keuangan. Apabila
jumlah yang dibandingkan tidak sama, teliti sebab dan
akibatnya.
5) Hitung ulang informasi di dalam bukti penerimaan
Tanggal
Ref
Langkah Pemeriksaan & Paraf
KKP
Auditor
(STS/lainnya) secara uji petik, dan bandingkan dengan
laporan penerimaan terkait.
6) Teliti dokumen yang mendukung pencatatan transaksi
penerimaan dan pastikan bahwa pencatatan penerimaan
telah dilakukan kepada akun/perkiraan yang tepat
sesuai bagan perkiraan standar yang telah ditetapkan
7) Teliti SK penerimaan yang belum ada STS-nya.
8) Bandingkan antara tanggal pencatatan penerimaan
dengan tanggal STS.
Waktu Pemeriksaan Indeks
NO Langkah Pemeriksaan Keterangan
Rencana Realisasi KKP
I Prosedur Pemeriksaan
1. Pemeriksaan atas Pos Pendapatan
Asli Daerah meliputi :
Pendapatan Daerah (Retribusi
Daerah)
Langkah langkah
pemeriksaan:
a) Dapatkan dokumen-dokumen
transaksi penerimaan yang
diselenggarakan bendahara
penerimaan
b) Telusuri nilai realisasi Pos
pendapatan sampai ke buku
jurnal penerimaan dan
dokumen sumber
pembukuannya. Jika terjadi
selisih tentukan sebabnya dan
lakukan koreksi.
c) Uji apakah semua realisasi
tersebut telah diterima Kas
Daerah
d) Jika berbeda, telusuri
sebabnya, dan lakukan
koreksi.
e) Lakukan pengujian untuk
menentukan, apakah nilai
realisasi Pos Retribusi Daerah
yang dibukukan pada Buku
Besar Pendapatan masing-
masing akun telah mencakup
seluruh hak daerah yang telah
diterima oleh Kas Daerah
pada Tahun Anggaran
Perhitungan. Untuk itu,
dapatkan Salinan Rekening
Koran Kas Daerah kemudian
teliti apakah setoran/ transfer
atas Pajak dan Retribusi
Daerah telah dilakukan pada
Tahun Anggaran
bersangkutan.
f) Lakukan verifikasi atas
beberapa bukti penerimaan
secara sampling berupa Surat
Tanda Setoran (STS) untuk
menentukan apakah posting
atas penerimaan Pajak dan
Retribusi Daerah tersebut
telah sesuai dengan Pos
endapatan.rjadi kesalahan
pembebanan, lakukan koreksi.
g) Lakukan konfirmasi kepada
instansi yang terkait dengan
pemungutan Pendapatan
untuk menentukan apakah
jumlah pendapatan yang
disetorkan ke Kas Daerah dan
telah dibukukan adalah
Pendapatan Bruto jika yang
dibukukan dan disajikan
adalah Pendapatan Netto,
maka lakukan koreksi.
h) Lakukan pengujian terhadap
beberapa bukti secara
sampling untuk menguji
kebenaran materiil dari nilai
realisasi Pos Pendapatan Hasil
perusahaan milik daerah dan
hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan jika
terjadi kesalahan pembukuan
lakukan koreksi dan atau
catatan pemeriksaan.
i) Lakukan pengujian terhadap
beberapa bukti secara
sampling untuk menguji
kebenaran materiil dari nilai
realisasi Pos Pendapatan lain-
lain pendapatan asli daerah
yang sah. Jika terjadi
kesalahan pembukuan lakukan
koreksi dan atau catatan
pemeriksaan.
j) Buat kesimpulan hasil
pemeriksaan
1. Tujuan Pemeriksaan
Tujuan Pemeriksaan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2004 dan 2005 adalah untuk
mengetahui, menguji, dan menilai apakah :
a. Pajak Daerah;
b. Retribusi Daerah;
c. Hasil/Laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah;
e. Dana Perimbangan.
3. Metodologi Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan secara uji petik atas dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
pendapatan daerah, melakukan konfirmasi dengan pejabat satuan kerja dan pelaksana
pendapatan yang terkait serta pengecekan di lapangan.
Pemeriksaan dilaksanakan dari Tanggal 7 September 2005 sampai dengan 1 Oktober 2005.
Dari tabel tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2004 realisasi Pendapatan Asli
Daerah melebihi target yang ditetapkan. Pendapatan Asli Daerah pada tahun 2004
dianggarkan sebesar Rp115.924.633.310,00 dan terealisasi sebesar Rp128.834.195.079,68
atau 111,14%. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah pada tahun 2005 dianggarkan sebesar
Rp125.251.789.300,00 dan sampai Juli 2005 terealisasi sebesar Rp69.675.219.280,80 atau
baru mencapai 55,63%.
1. Penerimaan Daerah dari Sumber Daya Alam berupa Gas Alam kurang diterima
minimal sebesar Rp6.929.987.958,40
Bagian SDA yang diterima tersebut tidak sebanding dengan Produksi Gas Alam dari
PT Lapindo Brantas, Inc. berdasarkan Ketetapan Menteri ESDM Nomor 356
K/80/MEM/2004 yang menetapkan bahwa Produksi/Lifting Gas Alam dalam tahun 2003
adalah sebanyak 18.164.090 MMSF dan tahun 2004 sebanyak 29.944.360 MMSF.
Bagian SDA dari Gas Alam yang seharusnya diterima oleh Kabupaten Sidoarjo
berdasarkan cara perhitungan pembagian hasil dari Lapindo Brantas, Inc dan hasil konfirmasi
tim pemeriksa pada tanggal 26 September 2005 adalah sebesar Rp6.929.987.958,40
(Rp2.525.016.507,52+ Rp4.404.971.450,88) dengan rincian sebagai berikut :
Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa jumlah bagi hasil yang diperoleh dari gas
alam untuk Kabupaten Sidoarjo tahun 2003 dan 2004 kurang diterima minimal sebesar
Rp6.929.987.958,40 (Rp2.525.016.507,52 + Rp4.404.971.450,88)
1) Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam
yang dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara dari sumber daya alam sektor
pertambangan minyak dan gas alam dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah
dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya.
2) point b. Penerimaan Negara dari pertambangan gas alam dibagi dengan imbangan
70% untuk pemerintah pusat dan 30 % untuk daerah.
3) point b. Bagian daerah untuk Kabupaten/Kota penghasil ditetapkan sebesar 12%.
b. Ketetapan Menteri ESDM Nomor 356 K/80/MEM/2004 yang menetapkan bahwa
Produksi/Lifting Gas Alam dalam tahun 2003 adalah sebanyak 18.164.090 MMSF dan tahun
2004 sebanyak 29.944.360 MMSF.
Hal tersebut terjadi karena pemerintah Pusat dhi Departemen Keuangan belum
melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 dan dalam menetapkan bagian
dari sumber daya gas alam tidak memperhatikan daerah penghasil (disamaratakan dengan
daerah bukan penghasil gas alam) serta masih mendasarkan pada KPS Tahun 1990.
Berdasarkan penjelasan dari Kepala Dinas Pendapatan diketahui bahwa Pemerintah Pusat
dhi. Departemen Keuangan dan BP Migas belum melakukan perhitungan secara adil dan
transparan disebabkan:
a. Kabupaten Sidoarjo sebagai daerah penghasil gas alam tidak pernah dilibatkan dalam
proses penyusunan anggaran khususnya cost recovery yang diajukan oleh KPS (PT
Lapindo Brantas Inc.) kepada BP Migas.
b. Pemerintah Pusat memperoleh FTP (First Transfer Petroleum) sebesar 20% dari
pendapatan kotor yang diperoleh PT Lapindo, sedangkan Kabupaten Sidoarjo sebagai
daerah penghasil tidak menerima bagian dari FTP tersebut.
c. BPK RI merekomendasikan kepada:
d. Bupati Sidoarjo melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Menteri Dalam Negeri
dan Menteri Keuangan atas kekurangan pembayaran bagi hasil gas alam dan
penyelesaiannya agar disampaikan/ dilaporkan ke BPK-RI.
e. Menteri Keuangan RI dalam mengalokasikan bagi hasil dari gas alam mengacu pada
peraturan perundangan yang berlaku,disesuaikan dengan daerah penghasil gas alam.
a. Pengelolaan dilakukan sendiri oleh Pemkot Surabaya dan tidak melibatkan aparat
Pemkab Sidoarjo.
b. Porforasi karcis yang digunakan sebagai media pungutan retribusi disediakan oleh
Pemkot Surabaya dan diporforasi oleh Pemkab Sidoarjo, tetapi tidak pernah dilakukan
uji silang kebenaran penggunaannya sehingga tidak dapat diketahui kebenaran
realisasinya pungutan dan penerimaannya.
c. Bagian Pemkab Sidoarjo sebesar 30% diberikan secara global setiap bulan oleh
Pemkot Surabaya tidak dirinci berdasarkan karcis yang terjual.
Atas pelaksanaan kerjasama pengelolaan Terminal Bungurasih tersebut, Tim Pemeriksa
melakukan analisis data berupa Perda Retribusi Terminal (Perda Kabupaten Sidoarjo Nomor :
21 Tahun 2001), Laporan Realisasi Pendapatan Terminal Bungurasih dari Dinas
Perhubungan Kota Surabaya Tahun Anggaran 2004 dan 2005 (sampai dengan Juli 2005).
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, pada tanggal 23 September 2005 Tim Pemeriksa
telah melakukan konfirmasi kepada Kepala Sub Dinas Terminal Kota Surabaya dengan
meminta copy bukti penyetoran retribusi Terminal Bungurasih. Dari bukti setoran tersebut
diketahui bahwa :
a. Tidak semua pemungutan (retribusi parkir sepeda motor, sepeda motor progresif dan
tempat istirahat) dikelola sendiri oleh Dinas Perhubungan tetapi dilakukan oleh
pihak ketiga;
b. Pelaksanaan pemungutan retribusi bis kota dilakukan dengan cara taksasi (tidak
secara langsung dipungut dengan karcis).
Selain itu dalam setiap Laporan Realisasi Pendapatan Terminal Bungurasih yang dikirim
pada bulan berikutnya, hanya dicantumkan jumlah global atas jenis retribusi yang dipungut
dan tidak dilampirkan rincian jumlah penggunaan karcis. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dhi
Dinas Pendapatan Daerah juga tidak pernah melakukan uji silang atas jumlah karcis yang
diporforasi dengan realisasi pendapatan retribusi Terminal Bungurasih, sehingga tidak dapat
diketahui kebenaran pelaksanaan pemungutan retribusinya.
a. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 21 Tahun 2001 tentang Retribusi Terminal
pada pasal 8 i ayat (2) huruf a, besarnya tarif retribusi adalah sebagai berikut:
1) Untuk mobil bis umum cepat antar kota setiap masuk sebesar Rp1.000,00
2) Untuk mobil bis umum lambat antar kota setiap masuk sebesar Rp500,00
3) Untuk mobil penumpang umum antar kota, angkutan kota dan mobil
penumpang umum tidak dalam trayek (taksi dan angguna) setiap masuk
masing-masing sebesar Rp300,00
4) Parkir Sepeda motor sebesar Rp200,00 untuk dua jam pertama, dan Rp50,00
untuk setiap jam berikutnya atau maksimum untuk satu hari Rp750,00
5) Mobil Pribadi/pick up/bus cepat sebesar Rp1.000,00 untuk dua jam pertama
dan Rp250,00 untuk setiap jam berikutnya atau maksimum untuk satu hari
Rp2.500,00
6) Bis Parkir dijalur panjang/jalur istirahat sebesar Rp1.500,00
7) Ruang Tunggu Penumpang dan Pengunjung untuk setiap orang Rp200,00
setiap kali masuk.
b. Keputusan Bersama antara Walikota Surabaya dan Bupati Sidoarjo Nomor 30
Tahun 1991 dan Nomor 31 tahun 1991 tanggal 14 Maret 1991 tentang Pengelolaan Terminal
Angkutan Penumpang Umum Antar Kota Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya di Desa
Bungurasih, Kecamatan Waru, Kabupaten Daerah Tingkat II Sidoarjo antara lain ditetapkan
bahwa dalam:
Pasal 7: Tarip berbagai retribusi yang dipungut di kawasan Terminal Bungurasih ditetapkan
tersendiri dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo;
Pasal 10: Tanda Pembayaran Retribusi (TPR) disediakan oleh Pemerintah Kota Surabaya,
sedangkan porforasinya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo.
a. Bupati Sidoarjo agar melakukan koordinasi dengan Walikota Surabaya dan Dinas
Perhubungan Propinsi Jawa Timur mengenai pelaksanaan pengelolaan Terminal
Bungurasih dengan melaporkan hasilnya kepada BPK.
b. Kepala Dinas Pendapatan Daerah agar melakukan pencocokan antara laporan
pendapatan yang diterima dari Terminal Bungurasih dengan jumlah karcis yang
telah diporforasi.
Pemeriksaan atas target dan realisasi pendapatan pada Dinas Perhubungan Kabupaten
Sidoarjo Tahun Anggaran 2004 dan 2005 (s.d Agustus 2005) khususnya dari pendapatan
retribusi parkir di jalan umum atas parkir roda empat dan roda dua diketahui bahwa
penetapan target retribusi parkir di jalan umum tidak didasarkan pada potensi yang ada, yaitu
sebagai berikut :
Pelaksanaan penyetoran parkir di jalan umum dilaksanakan dengan dua cara yaitu
secara harian dan bulanan. Berdasarkan penjelasan lisan dari Kepala UPT Parkir, penyetoran
retribusi parkir secara harian dilaksanakan oleh 23 juru parkir dengan kesanggupan
penyetoran tahun 2004 sebesar Rp268.500,00 per hari dan tahun 2005 Rp321.000,00 per hari.
Penyetoran retribusi parkir secara bulanan dilakukan oleh 66 juru parkir dengan
kesanggupan penyetoran tahun 2004 sebesar Rp6.880.000,00, per bulan dan tahun 2005
Rp8.999.000,00 perbulan. Pernyataan kesanggupan penyetoran dari juru parkir tersebut tidak
secara resmi dituangkan dalam Surat Pernyataan Kesanggupan resmi bermaterai (legal).
Perhitungan potensi riil dibandingkan dengan target retribusi parkir di jalan umum adalah
sebagai berikut :
Tahun 2004
Target = Rp180.000.000,00
Tahun 2005
Dari uraian tersebut diatas, diketahui bahwa target pendapatan retribusi parkir di tepi
jalan umum lebih rendah dari kesanggupan juru parkir. Untuk tahun 2004 ditargetkan lebih
rendah sebesar Rp562.500,00 (Rp180.562.500,00 Rp180.000.000,00) dan tahun 2005
ditargetkan lebih rendah sebesar Rp30.153.000,00 (Rp225.153.000,00 Rp195.000.000,00).
Selain itu realisasi pendapatannya sama besarnya dengan target. Cara yang demikian tidak
dibenarkan karena pendapatan adalah target minimal yang harus dicapai.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1994 tanggal tanggal 5 Oktober
1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada pasal 7 ayat (3)
menyatakan bahwa setiap Dinas/Lembaga/Satuan Kerja Daerah lainnya yang mempunyai
sumber pendapatan wajib mengadakan intensifikasi pendapatan daerah yang menjadi
wewenang dan tanggung jawabnya baik mengenai jumlahnya maupun kecepatan
penyetorannya ke rekening Kas Daerah dan mengintensifkan penagihan dan pemungutan
piutang daerah.
Dengan ditetapkannya target lebih rendah dari potensi riil berdasarkan kesanggupan
tersebut mengakibatkan realisasi pendapatan kurang optimal.
Hal tersebut terjadi karena kesengajaan Kepala UPT parkir yang menetapkan target
penerimaan pendapatan parkir lebih rendah dari kesanggupan para pengelola parker
Sehubungan dengan permasalahan tersebut Kepala Dinas Perhubungan menjelaskan bahwa
untuk tahun berikutnya akan ditargetkan pendapatan retribusi parkir di tepi jalan umum
sesuai dengan potensi riil yang sebenarnya dan tahun 2006 parkir di tepi jalan umum
ditargetkan sebesar Rp260.000.000,00.
4. Ketetapan Pajak Parkir didasarkan atas kesepakatan dengan wajib pajak dan
kurang ditetapkan sebesar Rp89.370.300,00
Dalam Laporan Realisasi Penerimaan Pajak Parkir Tahun 2004 dan Tahun 2005
(sampai dengan bulan Juli) dilaporkan masing-masing sebesar Rp323.316.200,00 dan
Rp239.651.000,00. Pajak Parkir adalah pajak yang dipungut atas penyelenggaraan tempat
parkir kendaraan yaitu: penitipan kendaraan bermotor, garasi kendaraan bermotor, dan tempat
lain yang memungut bayaran bagi kendaraan bermotor yang masuk.
Dalam pemeriksaan atas pendataan dan penetapan pada Sub Dinas Penetapan pada
Dinas Pendapatan Kabupaten Sidoarjo, diketahui bahwa ketetapan pajak atas setiap Wajib
Pajak (WP) dilakukan secara taksasi.
a. Tahun 2004
Dari hasil konfirmasi kepada pejabat yang menetapkan besarnya pajak diketahui
bahwa besarnya pajak ditetapkan melalui kesepakatan antara Wajib Pajak dan petugas
berdasarkan kesanggupan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Parkir.
Ketetapan Pajak Parkir yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut mengakibatkan
penerimaan daerah minimal sebesar Rp89.370.300,00 kurang dari jumlah pajak yang
seharusnya.
Kondisi tersebut disebabkan ketetapan yang dibuat oleh Sub Dinas Penetapan pada
Dinas Pendapatan Daerah tidak didasarkan pada omzet yang sebenarnya maupun tarip yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
Perjanjian tersebut mengatur bahwa harga jual bangunan ditentukan oleh Investor
dengan persetujuan dari Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Dalam perjanjian tersebut
ditetapkan juga mengenai kewajiban investor untuk membayar langganan listrik, retribusi dan
biaya lain-lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Berdasarkan data Potensi dan Rencana Pemasukan Retribusi Pasar Tahun Anggara
2004 dan 2005 yang disusun oleh Dinas Pasar Kabupaten Sidoarjo antara lain bangunan
pasar berupa ruko, kios dan los yang telah selesai dibangun investor PT Avila Prima Sidoarjo
sejak tahun 1995 sampai sekarang tidak/belum laku dijual serta tidak ditempati oleh
pedagang sehingga tidak dapat dipungut retribusinya. Selama dua tahun anggaran retribusi
yang tidak dapat dipungut adalah sebesar Rp492.790.000,00 dengan rincian sebagai berikut :
Atas bangunan yang belum terjual tim pemeriksa telah melakukan konfirmasi pada 27
September 2005 kepada PT Avila Prima Sidoarjo mengenai jumlah dan harga ruko, kios dan
los yang belum terjual yaitu :
Ruko : 10 buah @ Rp170.000.000,00
Realisasi mengenai jumlah penjualan dan harga ruko, kios dan los tersebut oleh investor tidak
pernah dilaporkan secara rutin kepada Pemerintah Kabupaten Sidoarjo.
Permasalahan tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
2 Tahun 1994 tanggal tanggal 5 Oktober 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah pada pasal 7 ayat (3) yang menyatakan bahwa setiap
Dinas/Lembaga/Satuan Kerja Daerah lainnya yang mempunyai sumber pendapatan wajib
mengadakan intensifikasi pendapatan daerah yang menjadi wewenang dan tanggung
jawabnya baik mengenai jumlahnya maupun kecepatan penyetorannya ke rekening Kas
Daerah dan mengintensifkan penagihan dan pemungutan piutang daerah.
Tidak dapat dipungutnya retribusi atas ruko, kios, los mengakibatkan penerimaan
daerah tidak dapat direalisasikan sebesar Rp492.790.000,00 dan mengurangi kesempatan
daerah untuk membiayai pembangunan.
Hal tersebut terjadi karena investor dhi. PT Avila Prima Sidoarjo tidak secara tertib
melaporkan jumlah ruko, kios dan los yang terjual kepada Pemerintah Kabupaten Sidoarjo,
sehingga Dinas Pasar tidak dapat memungut retribusi dari pemilik ruko, kios, dan los yang
telah terjual.
Permasalahan stand pasar yang tutup/belum laku karena harga yang tidak wajar/tinggi
segera ditindaklanjuti dengan membentuk tim bersama instansi terkait dalam rangka
membahas rekomendasi penetapan harga stand yang wajar/sesuai terhadap stand PT Avila
Prima di Pasar Krian.
Pemeriksaan atas target dan realisasi retribusi pelayanan pasar pada Dinas Pasar
Tahun Anggaran 2004 dan 2005 (s.d Juli 2005), menunjukkan keadaan seperti dalam tabel
berikut :
Dari 18 pasar sebagaimana tersebut dalam tabel di atas diantaranya terdapat sebanyak
14 pasar yang memperoleh pendapatan rata-rata per bulan di atas Rp1.750.000,00 tetapi
belum ditingkatkan menjadi Pasar Kelas I. Apabila ditingkatkan menjadi Pasar Kelas I akan
diperoleh pendapatan yang lebih tinggi, khususnya untuk retribusi izin pemakaian, izin
perpanjangan pemakaian, perubahan bentuk atau fungsi bangunan dan pemindahtanganan
atas ruko, togu, kios dan los.
Pemeriksaan mengenai ketertiban administrasi pasar pada Dinas Pasar tidak diketahui
perkembangan izin pemakaian, izin perpanjangan pemakaian, perubahan bentuk atau fungsi
bangunan dan pemindahtanganan atas ruko, togu, kios dan los, sehingga tidak dapat dihitung
peningkatan pendapatannya berdasarkan tarif Pasar Kelas I.
Kondisi tersebut terjadi antara lain karena Dinas Pasar belum sepenuhnya melakukan
evaluasi atas pendapatan pasar dan kurang tertibnya administrasi perkembangan pasar.
Dari 41 WP/WR yang mendapat keringanan tersebut sebanyak 5 WP/WR diantaranya dapat
dilihat dalam tabel berikut:
Menurut pengamatan pemeriksa, keempat WP/WR tersebut dilihat dari kemampuan
fisik/ keuangannya seharusnya tidak diberikan keringanan pajak/ retribusi. Pemberian
keringanan pajak/retribusi tersebut didasarkan atas permintaan tertulis dari WP/WR yang
bersangkutan, hasil peninjauan ulang atas kondisi dan kemampuan membayar dari WP/WR
tersebut, namun belum didasarkan pada Peraturan Perundangan yang jelas.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Undang-undang No. 34 tahun 2000 tentang
Perubahan atas Undang-undang No 18 tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah pasal
8 ayat (1) ditetapkan antara lain bahwa Tata Cara Penerbitan SKPD atau dokumen lain yang
dipersamakan STPD, Surat Keputusan Pembetulan, dan Surat Keputusan Keberatan diatur
dengan Keputusan Kepala Daerah.
Hal tersebut terjadi antara lain karena kelalaian Pemerintah Kabupaten Sidoarjo yang
tidak cermat dalam memberikan keringanan pajak dan retribusi yang harus dibayar kepada
Kabupaten Sidoarjo.
8. Pendapatan Puskesmas Tarik dari Pelayanan Unit Kamar Operasi belum diatur
dengan Peraturan Daerah dan belum disetor ke Kas Daerah
Dalam rangka mengembangkan pelayanan kesehatan masyarakat Puskesmas Tarik
menambah kelengkapan pelayanan kesehatan antara lain berupa pelayanan kamar operasi.
Pelayanan kamar operasi mulai diberikan kepada masyarakat sejak bulan April 2003. Sejak
beroperasi sampai dengan sekarang jumlah pasien yang dilayani oleh Kamar Operasi
mengalami peningkatan demikian juga dari segi pendapatannya. Tahun 2004 jumlah pasien
yang dilayani melakukan operasi sebanyak 21 pasien dan pendapatan yang diperoleh sebesar
Rp59.790.000,00. Sedangkan tahun 2005 (s.d Juli) telah mangalami peningkatan sebanyak 43
pasien, dengan nilai pendapatan sebesar Rp129.189.400,00 sehingga total pendapatan dalam
dua tahun sebesar Rp188.979.400,00.
Berdasarkan pemeriksaan di lapangan dan atas data keuangan diketahui hal-hal sebagai
berikut:
a. Biaya pelaksanaan operasi di Unit Kamar Operasi yang terdiri dari tenaga medis beserta
asistennya, sewa peralatan operasi, obat-obatan dan keperluan penunjang lainnya
diselenggarakan secara mandiri oleh Puskesmas Tarik.
b. Tarip yang dikenakan kepada pasien ditentukan oleh Kepala Puskesmas yang
dipersamakan dengan tarip rumah sakit kelas tiga.
c. Pencatatan penerimaan dilaksanakan sejak Oktober 2004. Berdasarkan catatan tersebut
diketahui bahwa s.d 23 Agustus 2005 penerimaan dari Unit Kamar Operasi sebesar
Rp188.979.400,00. Pendapatan tersebut dikelola oleh Puskesmas Tarik dan belum
disetorkan ke Kas Daerah.
d. Jenis pendapatan dari kamar operasi tersebut belum diatur dalam Peraturan Daerah.
Belum disetornya pendapatan yang berasal dari Unit Kamar Operasi ke Kas Daerah
tersebut mengakibatkan Pemerintah Daerah tidak dapat memanfaatkan pendapatan yang
berasal dari pelayanan Kamar Operasi sebesar Rp188.979.400,00.
Permasalahan tersebut terjadi karena belum adanya Peraturan Daerah mengenai pelayanan
Unit Kamar Operasi di Puskesmas.
Berdasarkan penjelasan dari Kepala Dinas Kesehatan diketahui bahwa sampai saat
sekarang pendapatan tersebut belum dapat disetor namun digunakan untuk meningkatkan
pelayanan maupun sarana. Sebagai tindak lanjut dari peningkatan pelayanan tersebut Dinas
Kesehatan membicarakan dengan puskesmas tentang pola tarip pelayanan dan telah
disepakati untuk meningkatkan jenis pelayanan yang belum ada taripnya berdasarkan Perda
No. 8 tahun 2003 atas perubahan Perda No. 14 tahun 2001 tentang Retribusi Pelayanan
Kesehatan disepakati menggunakan pola tarip pelayanan RSUD kelas III yang akan segera
diajukan ke Bupati sebagai rancangan perubahan tarip Perda.