Vous êtes sur la page 1sur 27

LAPORAN KASUS RAWAT INAP

BBLR DENGAN PENYULIT


Rr. Ken Ratri, S.Ked
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang
dr. Regina M. Manubulu, Sp.A, M.Kes ; dr. Woro Indri Padmosiwi, Sp.A

I. PENDAHULUAN
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa gestasi. BBLR termasuk faktor utama dalam
peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatus. Selain berat badan lahir, tingkat
kematangan (maturitas) bayi tersebut juga mempengaruhi.1,2
Prevalensi bayi berat berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15 % dari
seluruh kelahiran di dunia dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang
atau sosial ekonomi rendah. Secara statistik menunjukan 90 % kejadian BBLR
didapatkan di negara berkembang dan angka kematian dapat 35 kali lebih tinggi
dibandingkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2500 gram.1,2
Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan
daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%. Presentase BBLR tahun 2013 mencapai
10,2% dan di Provinsi Nusa Tenggara Timur presentasinya mencapai 15% serta
menempati peringkat ketiga tertinggi di Indonesia.3,4
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Selain itu
faktor yang menyebabkan terjadinya BBLR bisa berasal dari ibu, janin dan plasenta.
Faktor ibu yang dapat menyebabkan BBLR antara lain umur, paritas, penyakit
selama hamil dan kebiasaan ibu. Faktor janin seperti hidramion, kehamilan
kembar/ganda, kelainan kromosom, dan faktor plasenta seperti plasenta previa,
solusio plasenta, plasentitis villus dan tumor plasenta juga dapat menyebabkan
terjadinya BBLR.1,5
Gambaran fisik bayi BBLR yang lahir prematur antara lain: ukuran
badannya kecil, kulitnya tipis, vena di bawah kulit terlihat jelas, lemak bawah kulit
sedikit sehingga kulitnya tampak keriput, rambut lanugo masih banyak, telinganya
tipis dan lembek, tangisannya lemah, refleks menghisap dan refleks menelan buruk,

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 1


pernafasan tidak teratur, jaringan payudara belum berkembang, otot lemah dan
aktivitas fisiknya sedikit, testis belum turun ke dalam skrotum dan rugaenya sedikit
(anak laki-laki) dan labia mayora belum menutupi labia minora (anak perempuan).1
Masalah klinis yang sering dijumpai pada bayi BBLR yang lahir prematur
adalah sindrom gawat nafas (penyakit membran hialin, sindrom aspirasi),
hipoglikemia, hiperbilirubinemia, anemia, edema, gejala neurologik yang
berhubungan dengan anoksia otak, perdarahan intrakranial, hipotermia dan sepsis
yang disebabkan oleh bakteri. Keadaan lain yang memperburuk bayi prematur
adalah malas minum, berat badan tidak bertambah untuk waktu yang cukup lama,
sering menderita apnea, perdarahan dan asidosis metabolik.6,7,8
Tindakan yang dilakukan pada bayi yang lahir prematur saat lahir sama
dengan pada bayi cukup bulan yang normal seperti membersihkan jalan nafas,
mengusahakan pernafasannya tetap adekuat, perawatan tali pusat, perawatan mata
dan sebagainya. Perawatan khusus diperlukan untuk menjaga agar aliran udara
dapat lancar keluar masuk paru serta mencegah terjadinya aspirasi cairan lambung.
Disamping itu diperlukan pemantauan dan perawatan bayi prematur dalam
inkubator, perlunya pemberian oksigen, perhatian terhadap perincian minum bayi
dan pencegahan infeksi.2,6,7,8

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 2


II. LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : By. Ny. JCSB
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/Umur : 2 April 2017 / 1 hari
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Oetete
No. MR : 463400
Orang Tua
Ayah : Tn. AA
Usia : 41 thn
Pekerjaan : PNS
Ibu : Ny. JCSB
Usia : 39 thn
Pekerjaan : Guru
Alamat : Oetete

ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Lahir tidak langsung menangis
Riwayat Penyakit Sekarang :
Bayi laki-laki lahir secara SC di RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang
pada tanggal 2 April 2017 dengan indikasi perdarahan aktif. Bayi lahir dengan berat
1500 gram dan panjang badan 39 cm dengan apgar score 3/7. Pada saat lahir bayi
tidak langsung menangis, dilakukan langkah awal resusitasi dan VTP 1 siklus.
Setelah itu bayi menangis kuat, tampak retraksi dinding dada ringan. Kejang (-),
ikterik (-), muntah (-), demam (-), BAB dan BAK normal.
Riwayat kehamilan :
Ibu os mengaku ini adalah kehamilannya yang kedua. Ibu os biasa ANC di
tempat praktek dokter spesialis kandungan. Pada saat usia kehamilan 32-33 minggu
ibu os mengalami keluar air yang banyak, jernih, dan tidak bau dari jalan lahir, tidak
disertai dengan perut yang mules. Pasien kemudian diobservasi selama satu hari

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 3


tetapi mulai keluar perdarahan dan kontraksi kemudian pasien diputuskan untuk di
sectio caesaria. Selama hamil, ibu os tidak pernah sakit atau pun minum obat-
obatan.
Riwayat imunisasi :
Sudah diberikan imunisasi Hb0
Riwayat ASI :
Saat ini bayi diberikan ASI dan susu formula.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Sadar
Apgar score : 3/7
Ballard score : 28 (33-34 minggu)
Tanda vital : HR 136 x/menit, reguler
Respirasi 48 x/menit
Suhu 36.8 0C
Antropometri : Berat badan : 1500 gram
Panjang badan : 39 cm
Lingkar kepala : 29 cm
Lingkar dada : 26 cm
Lingkar perut : 24 cm
Kulit : Pucat (-), sianosis (-), ikterik (-)
Kepala : Simetris, lecet (-), ubun ubun besar belum menutup, teraba
datar, sutura normal, craniosynostosis (-), molding (-), caput
sucendaneum (-), dan cephal hematom (-)
Rambut : Rambut hitam tersebar merata, tidak mudah dicabut
Hidung : Rhinorrhea (-/-), pernapasan cuping hidung (-/-)
Bibir : Mukosa bibir lembab, anemis(-), sianosis (-)
Telinga : meatus akustikus eksternus (+/+), sekret (-), deformitas (-)
Leher : Refleks mencari (+), hematom (-), pembesaran kel. tiroid (-),
leher pendek (-)
Toraks :
Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 4
Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi dinding dada (+)
Palpasi : Gerakan dinding dada simetris
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Score Down : 1 (retraksi ringan)
Jantung : Bunyi jantung I-II tunggal, regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), organomegali (-), kelainan kongenital (-)
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Massa (-), supel (+), hepar-lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani (+) diseluruh lapang abdomen
Genitalia : Hipospadia (-), epispadia (-), hidrokel (-), rugae testis (+),
mikropenis (+) ukuran 0,5 cm, kedua testis sudah turun
Anggota gerak : Ekstremitas atas : Akral hangat, CRT <3detik, edema (-)
Ekstremitas bawah : Syndactyli (-), polidactyli (-), talipes equinovarus (-/-), Akral
hangat, CRT <3 detik, edema (-)
Tulang belakang, pinggul dan sistem saraf: dalam batas normal
Pemeriksaan Neurologis :
Refleks moro (+)
Refleks rooting-sucking (+)
Refleks babinski (+)
Refleks palmar grasp (+)
Refleks plantar grasp (+)
Refleks tonic neck (+)
Refleks terjun (parachute) (+)

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 5


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab 2/4/2017 4/5/2017
HGB (gr/dl) 17,4 -
RBC (106/ul) 4,90 -
HCT (%) 53,1 -
Jumlah leukosit (103/ul) 13,54 -
Lymph (%) 4,35 (H) -
Mono (%) 1,06 -
Eo (%) 0,04 -
Baso (%) 0.02 -
Neutro (%) 8.07 (H) -
Trombosit (103/ul) 164 (L) -
Glukosa sewaktu (mg/dl) 79 -
CRP (mg/L) Neg -
Bilirubin total (mg/dl) - 14.14 (H)
Bilirubin direk (mg/dl) - 0.37 (H)
Bilirubin indirek (mg/dl) - 13.77 (H)

RESUME :
Bayi laki-laki lahir secara SC di RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang
pada tanggal 2 April 2017 dengan indikasi perdarahan aktif. Bayi lahir dengan berat
1500 gram dan panjang badan 39 cm dengan apgar score 3/7. Pada saat lahir bayi
tidak langsung menangis dilakukan langkah awal resusitasi dan VTP 1 siklus.
Setelah itu bayi menangis kuat, tampak retraksi dinding dada ringan. Kejang (-),
ikterik (-), muntah (-), demam (-), BAB dan BAK normal. Pemeriksaan fisik
ditemukan terdapat retraksi ringan (skor downes 1), dan genitalia (penis berukuran
0,5 cm) mikropenis.

DIAGNOSIS KERJA
1. Respiratory distres ringan
2. Hipotermi
3. Hiperbilirubinemia
4. Mikropenis
5. BBLR
6. NKB/SMK (UG 33-34 minggu, BBL 1500 gram)
7. Riw. Asfiksia Berat
8. Riw. Hiperbilirubinemia

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 6


PENATALAKSANAAN
1. O2 nasal canul
2. Jaga suhu tubuh tetap hangat 36,5-37,5oC
3. Kebutuhan cairan = 150 cc/24 jam
Feeding ASI 4 x 1 cc/24 jam
IVFD D10150 cc/24 jam
4. Ampicilin 50mg/KgBB2x750 mg (IV)
5. Gentamisin 5mg/KgBB1x7,5 mg (IV)
6. Aminofilin 0,5 mg/kgBB/24 jam = 0,8 mg, 0,3 cc
7. Foteterapi

DIAGNOSIS DEFINITIF
1. NKB/SMK (UG 33-34 minggu, BBL 1500 gram)
2. BBLR
3. Mikropenis
4. Riw. Asfiksia Berat
5. Riw. Respiratory distres ringan
6. Riw. Hiperbilirubinemia

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 7


03/4/2017 04/4/2017 05/4/2017
S: Bayi tertidur dalam infant warmer, S: Bayi bergerak cukup, dirawat dalam S: Bayi bergerak cukup, dirawat dalam
minum ASI peroral muntah (-), BAB (+), inkubator, minum ASI peroral muntah (-), inkubator, minum ASI peroral muntah (-),
BAK (+) BAB (+), BAK (+) BAB (+), BAK (+)
O: O: O:
KU : Tampak sakit sedang KU : Tampak sakit sedang KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Sadar Kesadaran : Sadar Kesadaran : Sadar
T:36,80C RR:40x/m, HR:140x/m T:36,20C RR:50x/m, HR:150x/m T:370C RR:48x/m, HR:130x/m
Mata : Anemis -/-, ikterik -/-, sianosis Kulit : Anemis -/-, ikterik + (kramer 4) Kulit : Anemis -/-, ikterik + (kramer 4)
-/- Mata : Anemis -/-, ikterik -/-, sianosis -/- Mata : Anemis -/-, ikterik -/-, sianosis -/-
Thoraks : simetris, retraksi intercosta Thoraks : simetris, retraksi intercosta (-) Thoraks : simetris, retraksi intercosta (-)
(-) Pulmo : Ves +/+, rh -/-, wh -/- Pulmo : Ves +/+, rh -/-, wh -/-
Pulmo : Ves +/+, rh -/-, wh -/- Cor : BJ I/II tunggal, reguler, murmur Cor : BJ I/II tunggal, reguler, murmur
Cor : BJ I/II tunggal, reguler, murmur (-), gallop(-) (-), gallop(-)
(-), gallop (-) Abdomen : datar, BU (+), supel, kesan Abdomen : datar, BU (+), supel, kesan
Abdomen : datar, BU (+), supel, kesan normal, lien, hepar tak teraba normal, lien, hepar tak teraba
normal, lien, hepar tak teraba Genitalia : mikropenis (0,5 cm) Genitalia : mikropenis (0,5 cm)
Genitalia : mikropenis (0,5 cm) Eks: akral hangat, CRT 4 Eks: akral hangat, CRT <3
Eks: akral hangat, CRT < 3 A: Ikterik noenatorum, BBLR, A: ikterik noenatorum, BBLR,
A: BBLR, mikropeni/ambigu genitalia mikropeni/ambigu genitalia, hipoperfusi mikropeni/ambigu genitalia
P: Perawatan NICU P: Perawatan NICU, atasi hiperbilirubinemia P: Perawatan NICU, atasi hiperbilirubinemia
Jaga suhu tetap normal (36,5-37,5oC) Jaga suhu tetap normal (36,5-37,5oC) Jaga suhu tetap normal (36,5-37,5oC)
Keb. Cairan 150cc IVFD D10% Keb. Cairan 180cc IVFD D10% 180 Keb. Cairan 225cc IVFD D10% 212 cc,
150 cc, PASI peroral 6x1cc cc, PASI peroral 8x2cc PASI peroral 8x5cc=40 cc
Ampicilin 2 x 75 mg/IV/24 jam Ampicilin 2 x 75 mg/IV/24 jam Ampicilin 2 x 75 mg/IV/24 jam
Gentamicin 1 x 7,5 mg/IV/36 jam Gentamicin 1 x 7,5 mg/IV/36 jam Gentamicin 1 x 7,5 mg/IV/36 jam
Cek bilirubin total, fototerapi, loading Fototerapi
nacl 10 cc/kgBB

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 8


6/4/2017 7/4/2017 8/4/2017
S: Bayi bergerak cukup, dirawat dalam S: Bayi bergerak cukup, dirawat dalam S: Bayi bergerak cukup, dirawat dalam
inkubator, minum ASI peroral muntah (-), inkubator, minum ASI peroral muntah (-), BAB inkubator, minum ASI peroral muntah (-),
BAB (+), BAK (+) (+), BAK (+) BAB (+), BAK (+)
O: O: O:
KU : Tampak sakit sedang KU : Tampak sakit sedang KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Allert Kesadaran : Allert Kesadaran : Allert
T:36,60C RR:50x/m, HR:140x/m T:36,70C RR:50x/m, HR:145x/m T:36,80C RR:48x/m, HR:130x/m
Kulit : Anemis -/-, ikterik - Kulit : Anemis -/-, ikterik - Kulit : Anemis -/-, ikterik -
Mata : Anemis -/-, ikterik -/-, sianosis -/- Mata : Anemis -/-, ikterik -/-, sianosis -/- Mata : Anemis -/-, ikterik -/-, sianosis -/-
Thoraks : simetris, retraksi intercosta (-) Thoraks : simetris, retraksi intercosta (-) Thoraks : simetris, retraksi intercosta (-)
Pulmo : Ves +/+, rh -/-, wh -/- Pulmo : Ves +/+, rh -/-, wh -/- Pulmo : Ves +/+, rh -/-, wh -/-
Cor : BJ I/II tunggal, reguler, murmur Cor : BJ I/II tunggal, reguler, murmur Cor : BJ I/II tunggal, reguler, murmur
(-), gallop (-) (-), gallop (-) (-), gallop(-)
Abdomen : datar, BU (+), supel, kesan Abdomen : datar, BU (+), supel, kesan Abdomen : datar, BU (+), supel, kesan
normal, lien, hepar tak teraba normal, lien, hepar tak teraba normal, lien, hepar tak teraba
Genitalia : mikropenis (1 cm) Genitalia : mikropenis (1 cm) Genitalia : mikropenis (1 cm)
Eks: akral hangat, CRT <3 Eks: akral hangat, CRT <3 Eks: akral hangat, CRT <3
A: Ikterik noenatorum (membaik), BBLR, A: BBLR, mikropeni A: BBLR, mikropeni
mikropeni P: Perawatan NHCU P: Perawatan NHCU
P: Perawatan NICU Jaga suhu tetap normal (36,5-37,5oC) Jaga suhu tetap normal (36,5-37,5oC)
Jaga suhu tetap normal (36,5-37,5oC) Keb. Cairan 225cc IVFD PG2/D10% Ca Keb. Cairan 225cc IVFD D10% 105
Keb. Cairan 225cc IVFD PG2/D10% glukonas 165 cc, PASI peroral 8x10cc=80 cc, PASI peroral 8x15cc=120 cc
Ca glukonas 165 cc, PASI peroral cc Ampicilin 2 x 75 mg/IV/24 jam (stop 7
8x7,5cc=60 cc Ampicilin 2 x 75 mg/IV/24 jam (stop 7 hari)
Ampicilin 2 x 75 mg/IV/24 jam hari) Gentamicin 1 x 7 mg/IV/24 jam (stop 7
Gentamicin 1 x 7 mg/IV/36 jam Gentamicin 1 x 7 mg/IV/24 jam (stop 7 hari)
Fototerapi stop hari) Aminofilin 0,5 mg/kgBB/24 jam = 0,8
Latih menetek ibu Latih menetek ibu mg, 0,3 cc
Latih menetek ibu

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 9


9/4/2017 10/4/2017
S: Bayi bergerak cukup, minum ASI peroral S: Bayi bergerak cukup, minum ASI peroral
muntah (-), BAB (+), BAK (+) muntah (-), BAB (+), BAK (+)
O: O:
KU : Tampak sakit sedang KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Allert Kesadaran : Allert
T:36,70C RR:50x/m, HR:130x/m T:36,70C RR:50x/m, HR:145x/m
Kulit : Anemis -/-, ikterik - Kulit : Anemis -/-, ikterik -
Mata : Anemis -/-, ikterik -/-, sianosis -/- Mata : Anemis -/-, ikterik -/-, sianosis -/-
Thoraks : simetris, retraksi intercosta (-) Thoraks : simetris, retraksi intercosta (-)
Pulmo : Ves +/+, rh -/-, wh -/- Pulmo : Ves +/+, rh -/-, wh -/-
Cor : BJ I/II tunggal, reguler, murmur Cor : BJ I/II tunggal, reguler, murmur
(-), gallop (-) (-), gallop(-)
Abdomen : datar, BU (+), supel, kesan Abdomen : datar, BU (+), supel, kesan
normal, lien, hepar tak teraba normal, lien, hepar tak teraba
Genitalia : mikropenis (1 cm) Genitalia : mikropenis (1 cm)
Eks: akral hangat, CRT <3 Eks: akral hangat, CRT <3
A: BBLR, mikropeni A: BBLR, mikropeni
P: Perawatan NHCU P: Perawatan NHCU
Jaga suhu tetap normal (36,5-37,5oC) Jaga suhu tetap normal (36,5-37,5oC)
Keb. Cairan 225cc IVFD D10% 50 cc, Rawat jalan
PASI peroral 8x25cc=200 cc BB pulang 1600 gram
Ampicilin 2 x 75 mg/IV/24 jam
Gentamicin 1 x 7 mg/IV/24 jam
Latih menetek ibu

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 10


III. DISKUSI
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatkan By. Ny. JCHB, jenis kelamin laki-laki, lahir secara SC di RSUD Prof.
Dr. W.Z Johannes Kupang, bayi lahir dengan berat 1500 gram tergolong BBLR.
Berdasarkan teori, bayi baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram yang
ditimbang dalam waktu 1 jam setelah lahir digolongkan sebagai BBLR.1,2
BBLR juga diklasifikan lagi berdasarkan usai gestasinya. Bayi yang lahir
dengan usia kehamilan belum mencapai 37 minggu disebut bayi prematur.
Dikatakan pematuritas murni apabila masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan
berat badannya sesuai dengan berat badan pada masa gestasi tersebut. Namun
apabila bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya pada masa
gestasi, berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan merupakan
bayi yang kecil untuk masa kehamilannya.1
Untuk menentukan status BBLR digunakan kurva pertumbuhan janin
Lubchenko. Kurva ini menggunakan patokan berat badan yang seharusnya pada
umur kehamilan tertentu. Kriteria yang digunakan adalah BMK (Besar Masa
Kehamilan), SMK (Sesuai Masa Kehamilan), dan KMK (Kecil Masa Kehamilan).1
Penentuan umur kehamilan, selain dengan menghitung HPHT ibu pasien,
dapat juga dilakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan skor ballard.1
Pada kasus diatas, setelah dihitung ballar skornya, didapatkan usia
kehamilan bayi tersebut yakni 33-34 minggu. Oleh sebab itu, status BBLR bayi
tersebut berdasarkan kurva pertumbuhan Lubchenko yaitu NKB-SMK (neonatal
kurang bulan, sesuai masa kehamilan).

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 11


Pada bayi ini umur kronologisnya 1 hari. Saat diperiksa, status gizi bayi
tersebut untuk berat badan berada pada persentil 10, panjang badan berada pada
persentil 10 dan lingkar kepala persentil 50. Pertumbuhan selama perawatan di
NICU berat badan bayi bertambah 100 gram berada pada presentil 10, panjang
badan bertambah 1 cm berada pada presentil 10, dan lingkar kepala tetap pada
persentil 50.
BBLR penyebab tersering adalah prematuritas dimana hingga saat ini
penyebab terjadinya kelahiran prematur masih sulit diketahui. Pada umumnya bayi
prematur disebabkan oleh tidak sanggupnya uterus menahan janin, gangguan
selama hamil, lepasnya plasenta lebih cepat dari waktunya atau rangsangan yang
memudahkan terjadinya kontraksi hamil, lepasnya plasenta lebih cepat dari
waktunya atau rangsangan yang memudahkan terjadinya kontraksi uterus sebelum
cukup bulan. Faktor-faktor yang bisa mempengaruhi antara lain ibu yang menderita
penyakit infeksi saat hamil, kekurangan gizi, anemia, komplikasi kehamilan dan

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 12


riwayat reproduksi yang tidak memuaskan (ketidaksuburan yang relatif, keguguran,
lahir mati, prematuritas dan berat lahir rendah). Faktor yang kurang jelas
hubungannya adalah perkawinan yang tidak sah, kehamilan remaja, jarak dua
kehamilan yang terlalu dekat, ibu yang sebelumnya telah melahirkan 4 anak dan
kondisi sosial ekonomi yang rendah.5
Pada kasus ini, ibu pasien mengaku tidak menderita penyakit apapun selama
hamil. Ia juga rutin kontrol ke praktek dokter spesialis dan mendapat tambahan
multivitamin untuk diminum. Selama hamil ibu pasien tidak pernah mengkonsumsi
obat-obatan lain selain yang diperoleh dari dokter. Menurut ibunya, pasien
merupakan anak ke-2 dari dua bersaudara. Kakaknya yang pertama saat ini sudah
berusia 3 tahun. Kakaknya dilahirkan secara caesar dikarenakan preeklampsia berat
cukup bulan serta langsung menangis. Hingga saat ini, pertumbuhan dan
perkembangan kakaknya tergolong baik. Saat itu jarak kehamilan antara yang
pertama dan yang kedua + 3 tahun. Pekerjaan ibu pasien sehari-harinya ialah guru
sedangkan ayahnya seorang PNS.
Pada saat lahir apgar score bayi tersebut 3/7. Keluhan yang dialami saat
lahir yakni bayi tidak langsung menangis dan belum cukup bulan (usia kehamilan
33-34 minggu). Berdasarkan teori, lebih dari 60% bayi yang dilahirkan prematur
memiliki kesulitan dalam menyesuaikan diri secara baik dengan kehidupan
ekstrauterin. Kesulitan tersebut mencakup mengembangkan dan mengisi paru
dengan udara, membentuk pernapasan ritmis dan berubah dari pola sirkulasi janin
menjadi sirkulasi dewasa. Oleh sebab itu, dilakukan penilaian yang sederhana dan
handal untuk derajat stres intrapartum saat lahir yang mungkin berkaitan dengan
masalah kardiopulmonal dengan menggunakan skor apgar.
Setiap tanda dinilai tersendiri dan diberi skor 0-2 pada 1 dan 5 menit atau
bisa diulang pada menit ke-10. Skor akhir pada setiap waktu merupakan jumlah dari
setiap skor.
Menurut WHO sesuai dengan ICD-10 versi 2016 asfiksia diklasifikasikan
sebagai berikut:10

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 13


1. Asfiksia ringan sedang
Napas normal tidak tercapai dalam 1 menit pertama tetapi denyut
jantung > 100x/menit, hipotoni sedang dan memberikan sedikit
respon terhadap stimulasi
Skor apgar menit pertama 4-7
2. Asfiksia berat
Denyut jantung kurang dari 100x/menit, cenderung turun atau
menetap, tidak bernapas atau megap-megap, pucat, tonus otot jelek
Skor apgar menit pertama 0-3
Pada kasus ini, bayi tergolong afsiksia berat. Bayi kemudian dirujuk ke
bagian NICU karena setelah dilakukan langkah awal resusitasi dan VTP 1 siklus
bayi menangis kuat tetapi masih tampak retraksi dinding dada ringan.
Berdasarkan gejala diatas, tampak pasien tersebut mengalami distress
pernapasan. Pada bayi prematur, terjadinya distress pernapasan paling banyak
disebabkan oleh penyakit membran hyalin. Hal ini berhubungan dengan imaturitas
paru dan defisiensi pembentukan surfaktan. Surfaktan adalah zat yang penting
dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein,
karbohidrat dan lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin dan mulai
terbentuk pada kehamilan 22 24 minggu dan berjumlah lengkap dan mulai
berfungsi normal pada minggu ke-35 kehamilan.7,8
Defisiensi surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk
mempertahankan stabilitasnya, alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi
sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang
lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang kuat.7,8
Pada bayi yang mengalami distress pernapasan terutama pada bayi
prematur, pertimbangan penggunaan alat bantu seperti oksigen dengan berbagai
alat bantu sangat diperlukan. Tujuannnya untuk memperbaiki dan meningkatkan
kapasitas residu fungsional (FRC) paru serta oksegenasi, mencegah kolaps alveolus
dan atelektasis, meningkatkan daya kembang paru, mengurangi usaha bernapas
yang berlebihan, mempertahankan produksi dan fungsi surfaktan, mempertahankan
jalan napas dan menstimulasi pertumbuhan paru. Kriteria penggunaan nasal kanul,
Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 14
JR, ataupun CPAP disesuaikan dengan respiratory distress yang dialami. Pada
distress pernafasan ringan maka Amati pernapasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam
berikutnya, Bila dalam pengamatan gangguan napas memburuk atau timbul gejala
sepsis lainnya, terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan napas
sedang atau berat seperti tersebut dilakukan. Berikan ASI bila mampu mengisap.
Bila tidak, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternative
pemberian minum. Kurangi pemberian O2 secara bertahap, bila ada perbaikan
gangguan napas, hentikan pemberian O2. Jika frekuensi napas antara 30-60
x/menit. Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi napas menetap antara
30-60 x/menit, tidak ada tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
perawatan, bayi dapat dipulangkan.7
Pada bayi prematur, mudah juga terjadi hipotermi. Seperti pada kasus ini,
suhu tubuh pasien 36,2 oC. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan suhu di dalam
kandungan dan lingkungan yang akan memberi pengaruh pada kehilangan panas
tubuh bayi. Selain itu, hipotermia dapat terjadi karena kemampuan untuk untuk
mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas sangat
terbatas akibat pertumbuhan otot-otot yang belum cukup matang, lemak subkutan
yang sedikit, belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, luas permukaan
tubuh relatif lebih besar dibanding dengan berat badan sehingga mudah kehilangan
panas. Tanda klinis hipotermia antara lain suhu tubuh dibawah normal, kulit dingin,
akral dingin dan sianosis.1,7,8
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk
pertumbuhan, perkembangan, dan penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di
luar uterus maka pada bayi prematur perlu diperhatikan pengaturan suhu
lingkungan, pemberian makanan dan bila perlu pemberian oksigen dan mencegah
infeksi.7,8,9
Untuk mencegah hipotermi, diusahakan lingkungan yang cukup hangat
untuk bayi. Bila dirawat dalam inkubator maka suhunya untuk bayi dengan berat
badan kurang dari 1500-2000 gram adalah 35 C selama 1 sampai 10 hari, 34 C
selama 1 hari sampai 10 hari, 33 C selama 11 hari sampai 4 minggu dan 32C
selama lebih dari 5 minggu agar bayi dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 15


C. Setelah itu secara berangsur-angsur bayi dapat diletakkan di dalam tempat tidur
bayi dengan suhu lingkungan 27 C - 29 C. Kelembaban inkubator berkisar antara
50-60%. Saat ini telah digunakan inkubator yang dilengkapi dengan alat temperatur
sensor yang ditempelkan pada kulit bayi. Bila inkubator tidak ada, pemanasan
dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol hangat di sekitarnya
atau dengan memasang lampu pijar atau petromaks di dekat tempat tidur bayi. Cara
lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36,5C-37,5C adalah dengan
memakai alat perspexheat shield yang diselimuti pada bayi di dalam inkubator, alat
ini berguna untuk mengurangi kehilangan panas karena radiasi.1,6,9
Pada bayi prematur reflek isap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas
lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang,
disamping itu kebutuhan protein 3-5 g/hari dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari) agar
berat badan bertambah baik. Pemberian nutrisi enteral dimulai pada bayi dengan
berat lebih dari 1500 gram, dan masa gestasi lebih dari 32 minggu serta tidak
terdapat distres dimulai saat berumur 2-4 jam agar bayi tidak menderita
hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Pada bayi lebih kecil, walaupun tidak
distress, jangan diberikan nutrisi enteral selama 12-24 jam pertama, lebih baik
diberikan infus larutan glukosa 5-10 % sejak lahir dan diobservasi, bila keadaan
bayi stabil maka pemberian nutrisi enteral dapat dimulai. Syarat lain untuk memulai
nutrisi enteral adalah keluarnya mekonium, yang menunjukkan adanya kontinuitas
dan motilitas traktus gastrointestinal.1,2,6,9
Bayi dapat mulai diberikan minum bila keadaannya sudah stabil, yaitu: 1,6,9
1. Kontrol suhu baik
2. Sesak nafas/ retraksi berkurang
3. Keperluan O2 berkurang
4. Frekuensi denyut jantung baik, ekstremitas hangat
5. Bising usus cukup
6. Menunjukkan tanda-tanda lapar
Sebelum pemberian minum pertama harus dilakukan pengisapan cairan
lambung, hal ini perlu untuk mengetahui ada tidaknya atresia esofagus dan
mencegah muntah. Pada umumnya bayi dengan berat lahir 2000 gram atau lebih
Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 16
dapat menyusu pada ibunya, bayi dengan berat kurang dari 1500 gram kurang
mampu mengisap air susu ibu atau susu botol, terutama pada hari-hari pertama,
dalam hal ini bayi diberi minum melalui sonde lambung (orogastric-intubation).1
Sesudah 5 hari bayi dicoba menyusu pada ibunya. Bila daya isap cukup
baik maka pemberian air susu ibu diteruskan. Adakalanya daya isap bayi kecil ini
lebih baik dengan dot dibandingkan dengan puting susu ibu, pada keadaan ini air
susu ibu dipompa dan diberikan melalui botol, cara pemberian melalui susu botol
adalah dengan frekuansi pemberian yang lebih sering dalam jumlah susu yang
sedikit. Frekuensi pemberian minum makin berkurang dengan bertambahnya berat
bayi, jumlah cairan yang diberikan pertama kali adalah 1-5 ml/jam dan jumlahnya
dapat ditambah sedikit demi sedikit setiap 12 jam. Penambahan susu tersebut
tergantung dari jumlah susu yang tertinggal pada pemberian minum sebelumnya,
untuk mencegah regurgitas (muntah) atau distensi abdomen.1,9
Bila air susu ibu tidak ada, susunya dapat diganti dengan susu buatan yang
mengandung lemak yang mudah dicerna bayi (middle chain triglycerides). Bila
daya isap dan menelan mulai baik pemberian air susu dapat diganti dengan pipet,
sendok atau botol dengan dot.1,9
Pada bayi ini hari ke-1 pasien dipuasakan dengan memberikan IVFD D10%
dan Ca glukonas sesuai kebutuhan cairannya 150cc. Setelah di observasi keadaan
pasien membaik barulah dicoba dengan memberikan ASI/PASI per oral.
Bayi yang prematur akan kehilangan cairan insisible sebesar 0,6 0,7
ml/kgBB/jam bila dirawat dalam inkubator. Jumlah cairan yang dianjurkan pada
neonatus yang terutama pada bayi prematur dan kecil dimulai dengan 70-100
mL/kgBB pada hari pertama dan dilanjutkan sampai 150 mL/kgBB atau lebih pada
hari ke-3 dan ke-4. Penimbangan berat badan setiap hari, pengeluaran urin,
pemeriksaan fisik harus dipantau secara cermat untuk mendeteksi adanya kelainan
status hidrasi.1,9
Bila pemberian makanan oral untuk masa waktu yang lama tidak
memungkinkan, makanan intravena total dapat memberikan cairan yang cukup,
kalori, asam amino, elektrolit dan vitamin untuk mempertahankan pertumbuhan
pada bayi berat lahir rendah.1,2,9

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 17


Cara menilai kecukupan cairan dan elektrolit:
1. Secara klinis: edematous atau dehidrasi
2. Berat badan
3. Jumlah urin (2-3 ml/kg/hari), warna urin, berat jenis (1.005-1.010)
4. Elektrolit Na 135-145 mEq/l, K: 3.5-5 mEq/l
5. Bila mendapat fototerapi, jumlah cairan + 20%
Pemberian nutrisi parenteral dipertimbangkan bila sampai hari ketiga bayi
masih memerlukan puasa. Garis besar program nutrisi parenteral adalah:1,9
1. Keperluan cairan dan elektrolit. Keperluan cairan setelah hari ketiga: 120-
150 cc/kg.
2. Keperluan kalori dan glukosa. Kalori: 90-100 kkal/kg.
3. Keperluan protein dan lemak.
4. Tambahan vitamin/ mineral/ trace element.
Beberapa bayi sangat kecil memerlukan human milk fortifier (HMF) namun
bayi-bayi prematur yang dengan ibu menghasilkan banyak asi hanya butuh
suplementasi dan beberapa mineral dan vitamin tertentu. Bayi juga sebaiknya juga
mendapat suplementasi zat besi dan asam folat atau vitamin D jika di negara
subtropis.
Pada bayi prematur, sering ditemui adanya hiperbilirubinemia. Oleh sebab
itu panduan terapi sinar dapat dilihat pada tabel berikut ini:7

Hiperbilirubinemia juga ditemui pada pasien ini, ditandai dengan nilai


bilirubin total 14 mg/dl. Hal ini terjadi karena pada bayi prematur fungsi heparnya
belum matur dimana terjadi kekurangan enzim glukoronil transferase sehingga
konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk belum sempurna dan kadar
albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar
berkurang. Jika terjadi hiperbilirubinemia pada bayi prematur, bila tidak segera

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 18


diatasi dapat menjadi kern ikterus yang akan menimbulkan gejala yang permanen.
Tanda klinis hiperbilirubinemia antara lain sklera, puncak hidung, sekitar mulut,
dada, perut dan ekstremitas berwarna kuning, letargi, kemampuan mengisap
menurun, kejang.
Bayi prematur mudah sekali diserang infeksi. Hal ini disebabkan oleh
karena daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang, relatif belum sanggup
membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum
baik. Pikirkan kemungkinan risiko tinggi untuk mengalami infeksi yang berlanjut
ke sepsis apabila bayi prematur lahir dari ibu yang mengalami ketuban pecah dini
>18 jam. Oleh sebab itu perlu pemberian antibiotik terutama pada bayi prematur.
Pemberian antibiotik biasanya diberikan secara empiris dan dikombinasi agar
memperluas cakupan mikroorganisme patogen. Bisanya dikombinasi antara
antibiotik yang sensitive baik pada kuman gram negatif maupun gram positif.
Golongan obat yang dapat dipilih antara lain ampicillin/kloksasiklin/vankomisin
dan golongan aminiglikosid/sefalosporin. Jika diberikan ampicillin maka dosisnya
50mg/kgBB tiap 12 jam dalam 1 minggu pertama dilanjutkan tiap 8 jam pada
minggu ke 2-4. Untuk Gentamicin, dosis yang dapat diberikan antara lain pada bayi
BBLR diberikan 3mg/kgBB/hari.1,7,9
Pada pasien ini juga ditemukan kelainan pada genitalia eksterna dimana
didapatkan penis pasien berukuran 1 cm. Sesuai dengan batasan dari mikropenis
ialah panjang penis > dari 2.5 SD yang disesuaikan dengan umurnya. Dimana pada
usia gestasi 34 minggu (prematur) seharusnya panjang penis pasien 2.3 cm.
Karakteristik mikropenis pada pemeriksaan fisik adalah terlihat penis yang
berukuran kecil dan terdapat penyatuan kulit dibagian tengah penis, adanya
preputium, dengan letak urethra yang normal dan meatus uretra yang terbuka.
Mikropenis dapat menunjukkan keadaan teregang atau flaccid, tergantung pada
panjang batang penis atau saat dilakukan pemeriksaan penis sedang ereksi atau
tidak ereksi.
Pada mikropenis ditemukan skrotum dan dalam keadaan baik, tetapi
terkadang dapat ditemukan skrotum yang perkembangannya tidak sempurna
(hypoplastic). Dapat juga ditemukan testis didalam skrotum, tetapi sering

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 19


ditemukan tidak berfungsi dengan baik. Pertumbuhan pasien juga harus
diperhatikan. Perkembangan yang abnormal dapat mengindikasikan defisiensi
hormon pertumbuhan dengan atau tanpa defisiensi hormon hipofisis.10,11
Pada pasien kasus tersebut sesuai dengan teori dimana dari hasil
pemeriksaan luar dengan inspeksi, didapatkan penis yang berukuran kecil serta
skrotum yang dalam keadaan baik, dan jumlah testis ialah dua, dan letak meatus
urethra eksternus di tengah.
Dalam melakukan pengukuran penis, hal ini merupakan hal yang penting
sehingga setiap senter kesehatan dapat memiliki satu pegangan cara pengukuran
penis yang penis pada kasus kasus mikorpenis nantinya. Mikropenis dapat
ditegakkan jika hasil pengukuran penis di bawah rerata 2.5 SD. Cara
mengukur penis sebaiknya dilakukan dalam keadaan penis diregang (stretched).
Inspeksi keadaan genitalia secara umum harus dilakukan sebelum pengukuran
dimulai. Penderita dibaringkan dalam keadaan terlentang. Glans penis dipegang
dengan jari telunjuk dan ibu jari, ditarik secara vertikal sejauh mungkin, penggaris
dalam sentimeter diletakkan pada dorsal penis. Kemudian diukur panjang penis
mulai dari basis penis (pubis) hingga glans penis, preputium tidak ikut diukur. 10,11,13
Dari hasi pemeriksaan fisik inilah pasien ditarik diagnosisnya sebagai
mikropenis. Untuk langkah penanganannya pasien diberikan edukasi untuk mau
dirujuk ke rumah sakit yang memiliki tenanga dokter spesialis anak bidang
endokrinologi, sehingga bisa dilanjutkkan pemeriksaan pemeriksan laboratorium
dan mendapatkan terapi yang sesuai.
Secara garis besar penyebab terjadinya mikropenis dapat digolongkan
menjadi 3 kelompok. Yaitu gangguan pada produksi Gonadotropin Releasing
Hormon (GnRH) oleh hipotalasmus sehingga menyebabkan penurunan produksi
LH dan FSH oleh hipofisis, gangguan pada fungsi testis sehingga tidak dapat
memberi respon baik terhadap stimulasi dari hipotalamus-hipofisis dan yang
terakhir adalah idiopatik. Pada keadaan idiopatik ini, analisis hormonal menunjukan
adanya aksis hipotalamus-hipofisis-testis yang normal. Differensiasi genitalia
eksterna pada janin laki-laki selesai pada kehamilan 12 minggu. Keadaan ini
membutuhkan produksi testosteron secara normal oleh testis janin yang distimulasi

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 20


oleh Human Chorionic Gonadotropin (hCG) maternal. Pada tahap akhir,
pertumbuhan penis di atur oleh androgen janin. Produksi hormon ini diatur oleh
Luteinizing Hormone (LH) janin, yang merupakan hormon gonadotropin. Adanya
abnormalitas dalam produksi dan fungsi testosteron, serta adanya defisiensi hormon
gonadotropin dapat menyebabkan terjadinya mikropenis.11
Mikropenis dapat menimbulkan Untuk pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosa yaitu pengukuran dari serum gonadotropin
(FSH dan LH), testosteron, DHT, dan androstenodion (prekursor dari testosteron),
level dari hormon hipofisis lainnya jika perlu. 10,12
Pemeriksaan endokrin ini membantu kita mempertimbangkan level mana
yang menjadi penyebab terjadi mikropenis dalam jalur hipotalamus-hipofisis-
gonad. Untuk mengevaluasi fungsi endokronologi sentral, pemeriksaan fungsi testis
juga perlu di periksa secara simultan. Pemeriksaan testosteron juga perlu dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian hCG. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
memberikan hCG secara intramuskular dengan dosis 1.000 unit untuk 3 hari atau
1.500 units setiap 2 hari selama 14 hari. Kadar testosteron < 300 ng/dL
mengindikasikan adanya disgenesis gonad. Jika kadar LH dan FSH meningkat dan
tidak ada peningkatan kadar testosteron setelah diberikan hCG, maka dapat
dipikirkan adanya insufisiensi testis. Sebagai tambahan, pemeriksaan 17-
hydroxyprogesterone, dehydroepiandrosterone dan androstenedione sebelum atau
setelah stimulasi hCG dapat dilakukan untuk mencari gangguan enzim dalam
pembentukan testosterone.11, 12
Analisis kromosom direkomendasikan untuk konfirmasi kromosom seks
dan untuk mengevaluasi adanya keterkaitan sindrom genetik. Pemeriksaan ini
untuk membantu mengeliminasi sindrom sindrom lain seperti prader willi
syndrome dan lain lain. Namun tidak selalu direkomendasikan.10, 12
Tujuan goal standar terapi untuk mikropenis ialah mengembalikan citra diri
agar tidak dipermalukan ketika dilihat oleh orang lain. Untuk membuat pasien
miliki fungsi seksual yang normal dan juga agar pasien dapat buang air kecil dengan
berdiri, dan yang sangat penting, mengembalikan ukuran panjang penis sesuai
usianya. 12,14

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 21


Terapi Testosteron mengatur perkembangan dan pemeliharaan organ seks
pria dan karakteristik sekunder seks pria. Testosteron juga berperan dalam
menghasilkan efek sistem anabolik untuk meningkatkan erythropoietin, produksi
protein, dan retensi kalsium. 12,14
Terapi testosteron diberikan dalam jangka waktu pendek untuk
mengevaluasi respon dari perkembangan penis. Testosteron dapat diberikan secara
intramuskular atau topikal. Dosis yang diberikan adalah 4 dosis 25 mg testosteron
testosteron cypionate atau enanthate 1 kali pemberian setiap 3 minggu selama 3
bulan hingga 4 bulan sebagai terapi awal. Terapi testosteron secara luas ditemukan
efektif dalam mengobati mikropenis akibat defisiensi testosteron dan memiliki efek
samping yang minimal. Namun, pada pemberian testosteron dapat terjadi
peningkatan laju pertumbuhan dan peningkatan bone age. 12,14
Umumnya respon yang baik adalah peningkatan 100% pada panjang penis.
Tetapi, ada beberapa penelitian yang menganggap peningkatan 3.5 cm pada
panjang penis setelah injeksi testosteron termasuk respon yang baik. 12,14
Terapi hormonal ini sebaiknya dimulai saat umur 1 tahun dan jika gagal
dapat diulangi kembali. Terapi testosteron dalam oral, topical, ataupun transdermal
cukup efektif pada masa infant. Arisaka et al menemukan adanya peningkatan pada
panjang penis pada 50 anak, anatara usia 5 bulan sampai 8 tahun, yang diberikan
krim testosteron 5% selama 30 hari. Testosteron yang diabsorbsi oleh kulit dapat
meningkatkan stimulasi sekresi hormon pertumbuhan (GH) oleh kelenjar hipofisis
dan meningkatkan pertumbuhan tulang dengan meningkatkan produksi insulin-like
growth factor-1. Namun ada juga pendapat yang menyatakn kurang cukup efektif
dengan cara cara pemberian ini. Pemberian testosteron pada bayi menunjukan
dampak positif pada pertumbuhan penis pada bayi, namun belum dapat dibuktikan
apakah akan berlanjut hingga masa remaja dan dewasa. 12,13

Pemberian pada Dosis/Administrasi Durasi

Bayi 25 mg (IM) 1x/bulan dalam 3-6 bulan


Anak 50 mg (IM) 1x/bulan dalam 3-6 bulan

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 22


Inisiasi Pubertas 40-50mg/m2/dosis (IM) Setiap bulan
Fase pertumbuhan
100mg/m2/dosis (IM) Setiap bulan
akhir

Pemeliharaan virilisasi 100mg/ m2/dosis (IM) Setiap 2 minggu

Pada pasien masa prapubertas dengan insensitifitas androgen, pemberian gel


DHT secara topikal pada regio periskrotal 3 kali dalam sehari selama 5 minggu
menunjukkan peningkatan kadar serum DHT. Terapi ini juga efektif pada pasien
dengan 5-reductase deficiency. Efek samping yang dilaporkan dari penggunaan
terapi ini minimal, seperti iritasi kulit ringan. Terapi ini dapat menjadi alternatif
pada pasien yang tidak memberikan respon yang baik terhadap terapi testosteron.
Tingkat keberhasilan dari terapi ini cukup memuaskan. 10,14
Pemberian LH-FSH rekombinan pada pasien dengan hypogonadotropic-
hypogonadism menunjukkan peningkatan panjang penis walaupun tidak terlalu
signifikan. Efek samping pemberian terapi ini adalah, peningkatan pertumbuhan
rambut tubuh, peningkatan pigmentasi dan muntah intermiten. 10,14
Pada pasien ini direncanakan untuk dirujuk ke pusat endokrinologi untuk
dapat dilakukan pemeriksaan yang lengkap dan mencari solusi atas permasalah
mikropenisnya.
Pada pasien ini pada hari perawatan ke-10 pasien akhirnya diperbolehkan
pulang namun sebelumnya sudah diedukasi kepada ibunya tentang bagaimana cara
merawat sendiri bayinya dirumah. Pada BBLR kriteria pemulangan yakni tidak
ditemukan adanya tanda bahaya atau tanda infeksi berat, berat badan bertambah
dengan pemberian minum (ASI/PASI), suhu tubuh bertahan pada kisaran normal
(36-370C) dengan pakaian terbuka dan ibu yakin dan mampu merawatnya.
Konseling yang dapat diberikan pada orang tua BBLR sebelum pulang dapat berupa
pemberian ASI/PASI, menjaga bayi tetap hangat dan jika ada tanda bahaya yang
terlihat pada bayi segera cari pertolongan. Sebaiknya bayi juga ditimbang berat
badan, nilai minum dan kesehatan secara umum dua kali seminggu pada minggu
pertama dan setiap minggu hingga berat badan bayi mencapai 2,5 kg. Selain itu
perlu dipantau kemampuan motorik, sensorik, psikososial dan kemandirian oleh

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 23


karena pada bayi BBLR sering terjadi hambatan tumbuh kembangnya.
Tidak sedikit dari BBLRS yang mengalami gangguan perkembangan neurologis
seperti lumpuh, palsi serebral, retardasi mental, buta atau tuli.9
Pemantauan pertumbuhan dinilai dari kenaikan berat badan, tinggi badan
dan lingkar kepala bayi. Pemantauan pertumbuhan pada bayi prematur berbeda
dengan bayi yang lahir cukup bulan. Penentuannya menggunakan kurva fenton.
Alat yang digunakan untuk memantau tumbuh kembang BBLR adalah buku
KIA dan buku pedoman pelaksanaan stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh
kembang anak. Pada BBLR juga diperiksa fungsi penglihatannya oleh karena bayi
dengan berat lahir < 1700 gr, 50 % menderita ROP (rethinopathy of prematurity).
Biasanya dilakukan pemeriksaan mata pada umur 4-6 minggu atau sebelum bayi
dipulangkan. Bila ditemukan kelainan, diperlukan pemeriksaan berkala tiap 2
minggu sehingga progesivitas penyakit dapat diketahui. Bila tidak ditemukan
kelainan, pemeriksaan mata diulangi pada umur 12-24 bulan. Selain itu diperiksa
juga fungsi pendengaran karena tuli kongenital lebih sering ditemukan pada bayi
beresiko tinggi, termasuk bayi prematur. Intervensi dini akan memberikan
perubahan bermakna pada kesempatan bicara. Fungsi pendengaran perlu dievaluasi
ulang pada umur 12-24 bulan.9
Oleh karena banyak masalah yang bisa timbul pada BBLR sehingga
disarankan BBLR yang lahir di fasilitas kesehatan tingkat pertama sebaiknya
dirujuk oleh petugas medis apabila BBL kurang dari 2000 gram atau lebih dari 2000
gram namun ditemui adanya masalah seperti kebiruan atau gangguan pernapasan
dan gangguan tumbuh kembang.9
Prognosis BBLR tergantung dari berat ringannya masalah perinatal,
misalnya masa gestasi (semakin muda masa gestasi atau semakin rendah berat
badan bayi semakin tinggi angka kematian). Prognosis ini juga tergantung dari
keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan,
persalinan, dan postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan,
mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia,
hipoglikemia, dan lain-lain.

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 24


IV. KESIMPULAN
Telah dilaporkan satu laporan kasus bayi laki-laki berusia 1 hari dengan
diagnosis BBLR. Dari kasus di atas, pendekatan dalam menegakkan diagnosis
dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, di
mana hasil-hasil dari pemeriksaan bermanfaat sebagai penuntun terapi.

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 25


DAFTAR PUSTAKA
1. Hay WW, Levin MJ, Deterding RR, Sondheimer JM. Current Diagnosis and
treatment Pediatrics. 9th ed. United States: MC Graw Hill; 2009. p. 162.
2. Subramanian KN. Extremely Low Birth Weight Infant. Medscape
[Internet]. 2014; Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/979717-overview
3. WHO. WHA Global Nutrition Targets 2025: Low Birth Weight Policy
Brief. [Internet]. 2014;17. Available from:
http://www.who.int/nutrition/topics/globaltargets_lowbirthweight_policyb
rief.pdf
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar
2013. [Internet]. 2013; Available from:
www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas 2013.pdf
5. Mahayana SA, Eva C Y. Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap
Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di RSUP Dr . M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas [Internet]. 2015;4(3):66473. Available from:
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/viewFile/345/300
6. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati
E YK, editor. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1st
ed. Jakarta; 2009.
7. Kosim S, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar
Neonatologi. 1st ed. Jakarta: IDAI; 2014.
8. Rudolph AM, Hoffman J, RC. Buku Ajar Pediatri Rudolph. 20th ed. Bani
AP, Limanjaya D, Anggraini D, editor. Jakarta: Buku Kedokteran EGC;
2006.
9. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit [Internet].
1st ed. Jakarta; 2009. Available from:
http://www.searo.who.int/indonesia/documents/9789791947701-buku-
saku-kesehatan-anak-indonesia.pdf?ua=1
10. Hatipoglu N, kurtoglu S. Micropenis: etiology, diagnosis, and treatment
approaches. J Clin Res Pediatr Endocrinol 2013;5(4):2017-23.

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 26


11. Wiygul J, Palmer LS. Micropenis. ScientificWorldJournal 2011;11:1462-
1469.
12. Supriatno, Siregar D. Mikropenis. Sari Pediatri 2004; 5(4): 145-9.
13. Achermann JC, Hughes IA. Disorders of Sex Development. In: Kronenberg.
Williams Textbook of Endocrinology. 11th ed. Philadelphia, PA: Saunders
Elsevier; 2008:Chapter 22.
14. Tridjaja B. Disorders of sex development. Dalam: Batubara J, Tridjaja B,
Pulungan A, penyunting. Buku ajar endokronologi anak. Edisi kedua.
Jakarta: IDAI 2013. h. 43-72.

Laporan Kasus Rawat Inap-BBLR | SMF Ilmu Kesehatan Anak 27

Vous aimerez peut-être aussi