Vous êtes sur la page 1sur 12

The Bipolar II Depression Questionnaire: A Self-Report Tool for Detecting

Bipolar II Depression

Abstrak

Depresi bipolar II ( BP-II ) sering salah di diagnosis sebagai depresi unipolar


(UP), yang menyebabkan pengobatan yang tidak optimal. Alat untuk mebedakan
kedua tipe depresi ini masih lemah. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan
sebuah instrumen skrining laporan singkat sederhana untuk mebantu membedakan
depresi BP-II dari gangguan depresi UP. Sebuah prototipe kuesioner depresi BP-II
(BPIIDQ-P) telah disusun berdasarkan tinjauan pustaka, diskusi panel, dan percobaan
lapangan. Pasien dinilai secara berurutan dengan diagnosis gangguan depresi atau BP
dengan episode depresi, melengkapi BPIIDQ-P klinik rawat jalan psikiatri di Hong
Kong antara bulan Oktober dan Desember 2013. Data dianalisis menggunakan
analisis diskriminan dan regresi logis. Dari 298 subjek yang diambil, 65 (21.8%)
adalah laki-laki dan 233 (78.2%) perempuan. Terdapat 112 (37.6%) subjek dengan
depresi BP [ BP-I: 42 (14,1%), BP-II: 70 (23.5%)] dan 182 (62.4%) dengan depresi
UP. Berdasarkan pada riwayat keluarga, usia pada saat onset, depresi post-partum,
perjalanan episode, serangan cemas, hipersomnia, fobia sosial dan agoraphobia,
kedelapan item BPIIDQ tersebut disusun. BPIIDQ-8 berbeda subjek dengan BP-II
dari depresi UP dengan sensitivitas/spesifisitas dari 0.75/0.63 untuk keseluruhan
sampel dan 0.77/0.72 untuk subkelompok perempuan dengan riwayat melahirkan.
BPIIDQ-8 dapat membedakan BP-II dengan depresi UP pada level pelayanan
sekunder dengan kepuasan terhadap tingkat kepercayaan dan validitas yang bagus.
Hal ini mempunyai potensi yang bagus sebagai alat skrining untuk depresi BP-II pada
fasilitas pelayanan primer. Pengingat bias, jumlah sampel yang relatif kecil, dan
tingginya proporsi perempuan pada sampel BP-II membatasi generalisasi hasil
Pendahuluan

Gangguan bipolar (BP) merupakan penyakit psikiatri yang umum dengan


prevalensi seumur hidup sekitar 5% pada populasi umum, dan angka prevalensi
antara 8-10% pada fasilitas pelayanan primer. Selain penderitaan yang besar terhadap
pasien dan keluarganya, BP menimbulkan biaya sosial dan ekonomi yang besar.
Terdapat peningkatan bukti bahwa BP merupakan penyakit yang sangat
melumpuhkan. Sebuah tinjauan sistematis dari 34 makalah ditemukan bahwa resiko
bunuh diri diantara pasien BP sampai pada 20-30 kali lebih tinggi dibandingkan pada
populasi umum.

Depresi BP (BPD), khususnya gangguan bipolar II, seringkali salah diagnosis,


terutama terhadap depresi unipolar (UPD), yang menghasilkan pengobatan yang
suboptimal, dan hasil yang buruk. Gejala hipomania seringkali dilupakan atau salah
karena perilaku yang bagus, atau manifestasi dari gaya personal tertentu.

Teknik untuk membedakan BPD dari UPD menggunakan fMRI, uji genetic,
dan pengamatan terhadap keluarga, sedang dieksplorasi dengan giat, namun tetap
tidak mencukupi, yang hanya meninggalkan pendekatan klinis sebagai tipe utama dari
penelitian. Beberapa kuesioner atau jadwal diagnosis menargetkan pendeteksian BP
telah dikembangkan. Mood Disorder Questionnaire (MDQ), daftar pemeriksaan
hipomania, dan skala skrining gangguan bipolar semuanya termasuk, hanya isyarat
hipomania untuk mendiagnosis BP, tetapi tidak memenuhi untuk BPD. Bipolar
Spectrum Diagnostic Scale (BSDS) termasuk item depresif tetapi memiliki nilai
prediksi positif yang buruk. Bipolar Depression Rating Scale (BDRS) merupakan
satu-satunya skala yang dapat mengukur BPD, tetapi hal tersebut dimaksudkan untuk
menilai keparahan gejala pada pasien yang telah didiagnosis dengan BP bukan untuk
mendiagnosis BPD.

Tidak terdapat ciri-ciri patognomonik klinis untuk BPD, kemungkinan


pendekatan untuk diagnosis depresi BP-I telah diajukan, dengan kriteria operasional
berdasarkan tinjauan pustaka dan alasan klinis. Namun, tidak terdapat instrumen yang
sesuai untuk diagnosis atau skrining depresi BP-II, dan dengan demikian
pengembangan instrumen semacam ini sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk
mengembangkan alat skrining laporan singkat untuk BPD, dengan validitas
diskriminan terhadap UPD dan validitas prediktif untuk perkembangan menjadi
gangguan bipolar penuh. Sebagaimana depresi BP-1 dan BP-2 tersaji secara berbeda,
BP-II terlihat lebih samar tetapi komponen secara relative terbagi dengan baik dari
spektrum BP, telah diputuskan bahwa depresi BP-II harus dijadikan sebagai tema
utama penelitian. Tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan alat skrining yang
ringkas dan cukup sederhana yang dapat digunakan pada pasien rawat jalan klinik
psikiatri, dan bahkan pada fasilitas pelayanan primer dimana potensi pasien penih dan
tenaga ahli yang kurang.

Metode

Pengembangan alat skrining Self-Report Bipolar II Depression Kuesioner


(BPIIDQ)

Kepustakaan. Fenomenologi dan perkembangan historis ditinjau dari


konsep UPD dan BPD. Ciri-ciri yang diteliti terkait terhadap perbedaan antara BP-I
dan BP-II.
Kriteria inklusi. Ciri yang tidak khas yang terkait dengan BPD seperti:
1. Hipersomnia dan
2. Peningkatan nafsu makan (DSM IV-TR 2000),
3. Usaha bunuh diri
4. Riwayat keluarga BP atau bunuh diri
5. Onset saat usia muda
6. Perjalanan berulang
7. Gambaran post-partum
8. Episode campuran ( Mixed state )
9. Fobia dan gejala obsesif
10. Penyalahgunaan zat diperhitungkan.
Kriteria eksklusi.
1. Gejala hipomanik dan yang lebih terkait dengan BP-I daripada BP-II, seperti
riwayat masuk rumah sakit dan psikosis
2. Riwayat upaya bunuh diri dikecualikan karena validitas laporan singkat dapat
dibatasi
3. Penyalahgunaan zat karena insidennya yang rendah pada populasi Cina Hong
Kong dan retardasi psikomotor karena tidak dapat segera diamati selama
kunjungan rawat jalan yang relatif singkat.
Penyusunan laporan. Ciri-ciri yang dianggap spesifik terhadap depresi BP-
II diungkapkan dalam bahasa China modern, dengan sederhana dan singkat. Teks
tersebut kemudian diperiksa secara linguistik oleh dua ahli bilingual dalam bahasa
Kanton dan Mandarin Cina (CY dan YTX). Versi pertama diberi nama Bipolar II
Depression Questionnaire-Prototype (BPIIDQ-P).
Studi percontohan dan revisi laporan. Sebuah studi percontohan
dilakukan dengan 10 BPD dan 10 subjek UPD yang menyelesaikan BPIIDQ-P.
Semua subjek memiliki riwayat episode depresi dan mengalami remisi penuh. Setelah
studi percontohan, kuesioner diedit lebih lanjut untuk mengurangi ambiguitas.
Pekerjaan lapangan. Bagian utama penelitian ini dilakukan antara Oktober
dan Desember 2013 di layanan kejiwaan di Rumah Sakit Shatin, yang melayani
populasi sekitar 500.000 orang. Dalam periode penelitian, semua pasien rawat jalan
etnis Cina menghadiri tim klinis penyidik utama (CML) berusia 18-65 tahun dan
didiagnosis menderita gangguan depresi DSM-IV (termasuk BP dengan riwayat
episode depresi, gangguan depresi berat (MDD) Dan dysthymia (DYS), direkrut
secara berurutan. Dalam setiap kasus, diagnosis klinis dibuat secara independen oleh
dua psikiater (CML dan CLY). Penyidik utama secara pribadi mengikuti semua kasus
selama bertahun-tahun dan melakukan diagnosa berdasarkan penilaian klinis
menyeluruh. Psikiater yang lain (CLY) membuat diagnosis dengan meninjau catatan
kasus. Wawancara bersama dilakukan untuk menyelesaikan ketidaksepakatan
diagnostik. Dalam kasus yang belum terselesaikan, penilai ketiga (CCC) secara
independen mengelola Structured Clinical Interview for DSM-IV Disorders (SCID-
DSM-IV) untuk mencapai diagnosis akhir. Ketiga penilai itu tidak tahu tentang hasil
BPIIDQ-P. Pasien dengan gangguan kognitif yang signifikan misalnya,
ketidakmampuan berat untuk belajar, demensia atau defisit kognitif yang terkait
dengan kerusakan otak, dan keadaan mental yang tidak stabil, misalnya depresi berat
atau psikosis, yang membahayakan, laporan singkat dikecualikan.

Subjek menyelesaikan BPDIIQ-P dan Hospital Anxiety and Depression


Scale (HADS) untuk mengukur tingkat keparahan gejala depresi. Empat puluh
subyek yang dipilih secara acak mengulangi BPDIIQ-P dua minggu kemudian, untuk
mengukur reliabilitas uji coba ulang. Data demografi dan klinis yang relevan diambil
dari catatan kasus dan sistem komputer rumah sakit. Riwayat upaya bunuh diri, yang
dikelompokkan dengan O'Carroll, selanjutnya dikonfirmasi dengan subjek masing-
masing pada sesi tindak lanjut.
Protokol penelitian telah disetujui oleh Komite Etika Riset Klinis Gabungan
Hong Kong-New Territories East Cluster. Informed consent tertulis diperoleh dari
masing-masing peserta. Semua informasi disimpan di komputer yang dilindungi oleh
kata sandi. Hanya PI (CML) dan co-Investigator yang memiliki akses ke data.

Analisis Statistik

Data dianalisis dengan menggunakan Statistical Package for Social


Sciences (SPSS) Versi 19. Kelompok MDD dibagi menjadi penyakit depresi berulang
(RDD) dan episode depresi berat, yang kemudian dibagi lagi dengan psikosis yaitu
depresi psikotik (PD), dan tanpa gejala psikotik ( MDE). Prioritas kategori diberikan
pada kekambuhan atas adanya psikosis, seperti pada DSM-IV. Variabel kategoris
dianalisis dengan menggunakan tabel chi-square, non parametrik dengan Mann
Whitney U dan variabel kontinu dengan uji Student t. Tingkat signifikansi ditetapkan
pada 0,05. Analisis diskriminan digunakan untuk mengekstrak kombinasi item
terbaik untuk membedakan antara BP-II dan UP. Regresi logistik biner satu langkah
ke depan dilakukan untuk memeriksa odds ratios dan independensi item yang
signifikan. Item diberi bobot sesuai dengan odds ratio. Metode penilaian yang
berbeda dieksplorasi dengan kurva ROC untuk mendapatkan titik potong terbaik
dengan sensitivitas dan kekhususan optimal. Analisis faktor eksplorasi dilakukan
dengan versi final BPIIDQ-P.

Hasil

Pertanyaan mengenai depresi bipolar.

BPIIDQ-P terdiri dari 13 pertanyaan (Bipolar Depression Questions) yang terbagi


menjadi 2 kelompok pertanyaan.

a. Kelompok A terdiri dari 3 pertanyaan tentang kehidupan pibadi dan sejarah


dalam keluarga
1. bdq1 (positif ada riwayat keluarga)
2. bdq 2 ( onset sebelum usia 25)
3. bdq 3 (depresi pasca melahirkan).
b. Kelompok B terdiri dari 10 pertanyaan mengenai penyebab dan gejala dari
penyakit
1. bdq4 (perjalanan penyakitnya)
2. bdq5 (faktor dari dalam)
3. bdq6 (fatigue)
4. bdq7 (panic attacks)
5. bdq8 (social phobia)
6. bdq9 (kebutaan emosional)
7. bdq10 (hypersomnia)
8. bdq11 (merasa tidak berguna)
9. bdq12 (agoraphobia)
10. bdq13 (rumusan obsesif).

Demografi dan data klinik

Total 320 penderita bipolar dan unipolar yang mendatangi klinik selama
penelitian. 16 subjek tidak termasuk dalam gangguan mental dan 6 menolak untuk
berpartisipasi. Total, 298 subjek yang ikut dalam penelitian dengan respon rate
sebesar 93%. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara umur dan jenis
kelamin pada responden yang masuk kriteria dan yang tidak masuk kriteria.
Perbedaan diagnosis antara psikiatrist terdapat pada 27 (9.1%) subjek.

Analisis Pembeda

Hasil dari analisis pembeda tersaji di tabel 2. Untuk memaksimalkan angka


kevalidan kasus, bdq3 yang terkait dengan postpartum depresi pada wanita tidak
dimasukkan dalam analisis. Bdq1 (positif sejarah keluarga), bdq2 (onset <25 tahun),
bdq4 (perjalanan penyakit) dan bdq10 (hipersomia) merupakan predictor yang paling
menentukan (p<.05). Bdq7 (serangan panik), bdq 8 (fobia sosial), bdq12
(agoraphobia), dan bdq 13 (rumusan obsesif) positif berhubungan dengan fungsi
diskriminan, tapi tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Keempat item ini
memaksimalkan perbedaan antara BP-IID dan UP. Bdq 5 (faktor dari dalam), bdq 6
(kelesuan), bdq9 (emotional numbness) dan bdq11 (rasa tidak berguna) merupakan
item yang lemah atau tidak berkorelasi dengan faktor pembeda dalam skala.

Regresi Logistik

Hasil dari uji chi-square yang dipakai dalam menguji pertanyaan bdq yang
membedakan BP-IID dari gangguan depresi lainnya dan BP-I (p<.05) disajikan dalam
tabel 3. Bdq 1,2,4,dan 10 secara individual memisahkan BP-IID dari UPD, dengan
odds ratios 3.47, 2.00, 2.09 dan 2.36. Dalam logistik regresi, hanya satu item yaitu
bdq 1 (sejarah positif dalam keluarga) yang membedakan antara dua kelompok
gangguan kepribadian.

Pembahasan

Studi ini pertama dikembangkan guna dijadikan kuesioner untuk screening


penderita BP-IID. Penelusuran yang tidak membedakan penderita BP-I dan II sering
menimbulkan hasil yang membingungkan. BP-II sangat mudah lolos dari deteksi
karena tidak dapat dipastikan tanpa adanya gejala hipomanik. Faktanya gejala
hipomanik tidak selalu teridentifikasi benar oleh petugas. Karena banyaknya
misdiagnosis pada penderita BP-II, studi ini dibangun untuk mendapatkan alat ukur
untuk menentukan penderita dengan risiko tinggi BP-II. Dalam percobaan berulang
BPIIDQ-8 mempunyai 77% sensitivitas dan 72% spesifisitas. Terlepas dari faktor
sensitivitas dan spesifisitas, BPIIDQ-8 mempunyai struktur yang valid dengan faktor
analisis yang menunjukkan 3 faktor utama. Yang pertama adalah symptom faktor
yang mengandung gejala klasik BP-IID termasuk anxietas, hypersomnia, dan
agoraphobia. Yang kedua adalah faktor biological yang berhubungan genetik. Dan
faktor ketiga yaitu faktor penyebab yang mendeskripsikan siklus atau episodik dari
BP-II.

Keterbatasan Penelitian

Pasien yang pernah melakukan usaha bunuh diri tidak dimasukkan karena
angka validitas yang lemah. Hasil bias bisa ditunjukkan karena adanya gangguan
mood. Keterbatasan lain yang muncul dalam penelitian BP adalah tingkah alami BP.
Sedikitnya jumlah sampel BP-II yang hanya 70 subjek, jumlah sampel yang banyak
sangat dibutuhkan untuk menampilkan perbandingan yang signifikan.

Kekuatan kuesioner

Kriteria inklusi berdasarkan pada tinjauan pustaka dan disesuaikan


berdasarkan analisis statistic. BPIIDQ-8 merupakan laporan singkat, satu lembar
kertas dan pensil, dapat diselesaikan dalam 1-2 menit. Validasi dari berbagai jenis
gangguan mood diperiksa secara cross-sectional dan secara longitudinal terhadap
perkiraan diagnosis seumur hidup dibuat oleh psikiatri yang berpengalaman. Subjek
dengan diagnosis meragukan diteliti secara mandiri oleh psikiatri lain menggunakan
SCID. Batas nilai didasarkan pada sensitivitas optimal dan spesifisitas penilaian
menggunakan kurva ROC.

Simpulan

Bipolar II adalah sub-kelompok yang berbeda dari spektrum gangguan mood


yang menimbulkan tantangan diagnostik bidang psikiatri dan pelayanan primer.
BPIIDQ-8 adalah instrument sederhana yang mampu membedakan BP-II D dari UPD
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang memuaskan. Hal ini memiliki potensi yang
bagus sebagai alat skrining untuk BP-II D pasien psikiatri klinik rawat jalan maupun
pada pelayanan primer. Meskipun tidak terdiagnosis dengan sendirinya, hasil positif
adalah indikasi diperlukannya evaluasi menyeluruh dari BPD.
1. Apa yang dimaksud dengan mixed state / gejala episode campuran?
Pada episode ini menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan sepresif yang
tercampur atau bergantian dengan cepat ( gejala mania/hipomania dan depresif
sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang,
dan telah belangsung sekurang-kurangnya 2 minggu. Dan harus ada sekurang
kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran di masa
lampau.
Dalam konteks Bipolar Disorder, mixed state adalah suatu kondisi dimana tahap
mania dan depresi terjadi bersama. Pada saat tertentu, penderita mungkin bisa
merasakan energi yang berlebihan, tidak bisa tidur, muncul ide-ide yang berlalu-
lalang di kepala, agresif, dan panic ( mania ). Akan tetapi, beberapa jam
kemudian, keadaan itu berubah menjadi sebaliknya. Penderita merasa kelelahan,
putus asa, dan berpikir negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini bergantian
dan berulang-ulang dalam waktu yang relative cepat. Mixed state bisa menjadi
episode yang paling membahayakan penderita Bipolar Disorder. Pada episode
ini, penderita paling banyak memiliki keinginan untuk bunuh diri karena
kelelahan, putus asa, delusi, dan halusinasi.
2. Apa perbedaan kebutaan emosional (emotional numbness) dengan autism?
Emotional numbness adalah salah satu bentuk PTSD ( Post Traumatic Stress
Disorder) dimana orang tersebut tidak dapat merasakan emosi apapun, baik itu
sedih, gelisah, marah, gembira atau apapun. Selain itu, terdapat penurunan
ketertarikan pada orang lain, suatu rasa terpisah, dan ketidakmampuan untuk
merasakan emosi positif.
Sedangkan autisme adalah gangguan ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan
orang lain, istilah autism digunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis
yang unik dan menonjol, sering disebut Sindrom Kanner yang dicirikan dengan
ekspresi wajah kosong seolah-olah melamun, kehilangan pikiran, dan sulit sekali
bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak berkomunikasi.
Hal tersebut dikarenakan pada autisme, lebih banyak berorientasi kepada pikiran
subjektif nya sendiri dari pada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari
hari.
3. Mengapa percobaan pembunuhan pada bipolar II tinggi?
Percobaan pembunuhan pada bipolar II tinggi dikarenakan pada bipolar II lebih
mencolok gejala depresif yang berat dari pada hipomania. Dimana pada episode
ini pasien akan mengalami waham, halusinasi, dan stupor depresif. Waham
biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi
auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh,
atau bau kotoran, atau daging yang membusuk. Pada episode ini pasien
mengalami gejala lainnya seperti harga diri dan kepercayaan diri yang berkurang,
gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang
suram dan pesimistik, serta terdapat gagasan atau perbuatan membahayakan diri
atau bunuh diri.

Vous aimerez peut-être aussi