Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. O
Usia : 62 tahun
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan Terakhir : SD
1
Anamnesis didapatkan dari pasien sendiri, akrab, dan dapat dipercaya.
Keluhan Utama
Mudah Khawatir
a. Gangguan psikiatrik
Pasien belum pernah mengalami gangguan yang sama
sebelumnya
b. Gangguan Medik
Dalam batas normal
c. Gangguan Zat Psikoaktif
Pasien tidak pernah mengkonsumsi zat psikoaktif, alkohol
dan merokok.
2
b. Riwayat Perkembangan Masa Kanak-kanak Awal (0 3
tahun)
Perkembangan fisiknya cukup baik, pola perkembangan motorik
juga baik.Riwayat tumbuh kembang pasien baik (sesuai dengan
usianya).
Riwayat Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien sampai SD ( Sekolah Dasar ).
Perkembangan kognitif
Pasien tidak memiliki gangguan belajar, prestasi belajar cukup
baik.
Perkembangan motorik
Selama ini dirasa baik dan normal. Pasien mampu melakukan
aktivitas dan kegiatan sehari-hari dengan baik seperti makan,
minum, toilet, dan kebersihan diri.
3
Pasien dinilai memiliki emosi yang biasa saja, kadang senang
kadang juga sedih.
Riwayat psikoseksual
Pasien mulai menyukai lawan jenis saat sudah mulai bekerja.
Riwayat pernikahan
Pasien 2x menikah. Pernikahan pertama saat pasien berusia 15
tahun. Pasien mengalami perceraian pada pernikahan yang pertama
saat usia pernikahan 7 bulan, dengan alasan pasien dijodohkan dan
tidak menyukai pasangannya. Kemudian, pasien menikah lagi
untuk kedua kalinya dan dikaruniai 2 orang anak perempuan.
Riwayat keagamaan
Pasien taat beribadah.
f. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang keseharian
mengurusi suami dan anak - anaknya. Suami pasien berinisial KP, berusia
62 tahun bekerja sebagai buru harian. Anak pertama (perempuan, 39
tahun) sudah menikah, tinggal di Rembang, dan sudah dikaruniai 2 orang
4
anak. Anak kedua pasien (perempuan, 37 tahun ) sudah menikah, sekarang
tinggal bersama pasien, dan sudah dikaruniai 1 orang anak.
A. Deskripsi Umum
Penampilan
5
Pembicaraan (speech)
B. Alam Perasaan
Mood : sedih
Afek : cemas, depresif
Kesesuaian : sesuai
C. Gangguan Persepsi
Halusinasi
o Auditorik : Tidak ada
o Visual : Tidak Ada
o Taktil : Tidak ada
o Gustatorik : Tidak ada
Ilusi : Tidak ada
D. Gangguan Pikir
o Bentuk : Realistik, koheren, preokupasi, keluhan
fisik
o Proses Pikir
o Produktivitas : Baik
o Kontinuitas
Blocking : Tidak ada.
Assosiasi longgar : Tidak ada
Inkoherensia : Tidak ada.
Word salad : Tidak ada.
6
Neologisme : Tidak ada.
Flight of Idea : Tidak ada.
Sirkumstansial : Tidak ada.
o Isi pikir
o Gangguan isi pikiran
Waham
Bizarre : Tidak ada
Persekutorik/paranoid : Tidak Ada
Curiga : Tidak Ada
Kejar : Tidak ada
Referensi : Tidak ada
Kebesaran : Tidak ada
Thought of insertion : Tidak ada
Thought of broadcasting : Tidak ada
Thought of withdrawal : Tidak ada
Delution of influence : Tidak ada
Obsesi : Tidak ada
Kompulsi : Tidak ada
Preokupasi pikiran :Ada preoukupasi
terhadap perasaan
khawatir
7
o Orang (pasien tahu bahwa ia ke RSUD Banjar berobat
dengan dokter Psikiatri)
o Daya ingat : Baik
o Daya ingat jangka panjang (pasien dapat mengingat alamat
rumah, nama, umur kedua anaknya)
o Daya ingat jangka pendek (pasien dapat mengingat menu
sarapan pagi tadi)
o Daya ingat yang baru-baru ini terjadi (pasien dapat
mengingat bahwa 3 hari terakhir tidak bisa tidur)
o Daya ingat segera (pasien dapat mengingat nama dokter
spesialis jiwa)
Konsentrasi : Konsentrasi cukup
F. Daya Nilai
8
V. IKHTISAR PENEMUAN YANG BERMAKNA
RTA : tidak terganggu
Mood : sedih
Afek : cemas,depresif, sesuai
Gangguan persepsi : halusinasi (-), ilusi (-)
Gangguan bentuk pikir : realistik, koheren
Gangguan proses pikir : tidak ada
Gangguan isi pikir : preokupasi perasaan keluhan fisik
Tilikan : tilikan derajat III
Faktor stressor : 1 bulan SMRS pasien menemukan SMS
di HP suami dari selingkuhannya. Pasien
mulai merasa khawatir, keluar keringat
dingin, jantung berdebar, letih lesu, napsu
makan berkurang, nyeri ulu hati,
gemetaran, sakit kepala, pegal-pegal, sedih,
putus asa, sulit tidur, sering kencing, sering
mules. Pasien berobat ke Puskesmas dan
kemudian disarankan ke psikiater.
VI. FORMULASI DIAGNOSTIK
Berdasarkan PPDGJ-III kasus ini digolongkan kedalam :
9
untuk gangguan anxietas atau gangguan fobik harus
digunakan. Bila ditemukan sindrom depresi dan
anxietas yang cukup berat untuk menegakkan masing-
masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut
harus segera dikemukakan, dan diagnosis gangguan
campuran tidak dapat digunakan.
AKSIS II : Diagnosis tertunda
AKSIS III : Belum ada diagnosis
AKSIS IV : Masalah Support System
AKSIS V : GAF SCALE 1 tahun 80-71& GAF SCALE Pemeriksaan
80-71
10
IX. PROGNOSIS
X. PENATALAKSANAAN
Rawat jalan
Pengobatan:
1. Farmakoterapi
Amitriptylin 12,5 mg
Aprazolam 0,5 mg
(1 cap 0 0 )
Amitriptylin 25 mg
Clobazam 10 mg
(0 0 1 cap )
11
2. Terapi Psikoterapi
a. Memotivasi pasien agar minum obat teratur dan kontrol rutin
Dengan cara memberi tahu akibat yang terjadi apabila tidak rutin
minum obat Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien
dalam menghadapi masalah serta memberikan dorongan agar lebih
terbuka bila mempunyai masalah dan jangan memperberat pikiran
dalam menghadapi suatu masalah.Dengan cara agar tidak
memendam masalah sendiri, bahwa dengan bercerita dengan
keluarga akan membuat pasien lebih tenang dan kemungkinan
kambuh kecil.
3. Terapi Kognitif
Menjelaskan pada pasien tentang penyakit dan gejala-gejalanya,
menerangkan tentang gejala penyakit yang timbul akibat cara berfikir,
perasaan dan sikap terhadap masalah yang dihadapi.
Apabila tedapat beban pikiran yang berlebihan pada pasien akan
menimbulkan kekambuhan gejala lagi, walaupun pasien diterapi obat.
Hal ini pentingnya pengetahuan pasien tentang keadaan pasien
tersebut.
12
4. Terapi Sosial
Melibatkan pasien secara aktif dalam kegiatan terapi aktivitas
kelompok di lingkungan rumah agar ia dapat beraktivitas dan
berinteraksi dengan lingkungannya.
Proses terapi aktivitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks
dari pada terapi individual, oleh karena itu untuk memimpinya
memerlukan pengalaman dalam psikoterapi individual. Dalam
kelompok terapis akan kehilangan sebagian otoritasnya dan
menyerahkan kepada kelompok.
Terapis sebaiknya mengawali dengan mengusahakan terciptanya
suasana yang tingkat kecemasannya sesuai, sehingga pasien terdorong
untuk membuka diri dan tidak menimbulkan atau mengembalikan
mekanisme pertahanan diri. Setiap permulaan dari suatu terapi
aktivitas kelompok yang baru merupakan saat yang kritis karena
prosedurnya merupakan suatu yang belum pernah dialami oleh anggota
kelompok dan mereka dihadapkan dengan orang lain.
Setalah pasien berkumpul, mereka duduk melingkar, terapis
memulai dengan memperkenalkan diri terlebih dahulu dan juga
memperkenalkan co-terapis dan kemudian mempersilahkan anggota
untuk memperkenalkan diri secara bergilir, bila ada anggota yang tidak
mampu maka terapis memperkenalkannya. Terapis kemudian
menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur terapi kelompok dan
juga masalah yang akan di bicarakan dalam kelompok. Topik atau
masalah dapat ditentukan oleh terapis atau usul pasien. Ditetapkan
bahwa anggota bebas membicarakan apa saja, bebas mengkritik siapa
saja termasuk terapis. Terapis sebaiknya bersifat moderat dan
menghindarkan kata-kata yang dapat diartikan sebagai perintah.
Dalam prosesnya kalau terjadi blocking, terapis dapat membiarkan
sementara. Blocking yang terlalu lama dapat menimbulkan kecemasan
yang meningkat oleh karena terapisnya perlu mencarikan jalan keluar.
Dari keadaan ini mungkin ada indikasi bahwa ada beberapa pasien
13
masih perlu mengikuti terapi individual. Bisa juga terapis merangsang
anggota yang banyak bicara agar mengajak temannya yang kurang
banyak bicara. Dapat juga co-terapis membantu mengatasi kemacetan.
Kalau terjadi kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya
kekacauan dikeluarkan dan terapi aktivitas kelompokn berjalan terus
dengan memberikan penjelasan kepada semua anggota kelompok.
Setiap komentar atau permintaan yang datang dari anggota
diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Terapis bukanlah guru,
penasehat, atau bukan pula wasit. Terapis lebih banyak pasif atau
katalisator. Terapis hendaknya menyadari bahwa tidak menghadapi
individu dalam suatu kelompok tetapi menghadapi kelompok yang
terdiri dari individu-individu.
Diakhir terapi aktivitas kelompok, terapis menyimpulkan secara
singkat pembicaraan yang telah berlangsung / permasalahan dan solusi
yang mungkin dilakukan. Dilanjutkan kemudian dengan membuat
perjanjian pada anggota untuk pertemuan berikutnya.
5. Terapi Keluarga
Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit pasien,
penyebabnya, faktor pencetus, perjalanan penyakit dan rencana
terapiserta memotivasi keluargapasien untuk selalu mendorong pasien
mengungkapkan perasaaan dan pemikirannya.
Dikarenakan banyak keluarga pasien akibat stigma masyarakat,
keluarga pasien menjadi malu, sehingga keluarga kekurangan empati
terhadap pasien sendiri. Hal ini harus dicegah, dengan memberikan
dukungan kepada keluarga, untuk menyayangi pasien selayaknya
keluarga yang sedang sakit dan butuh perhatian keluarga untuk
kesembuhannya.
14
6. Terapi Pekerjaan
Memanfaatkan waktu luang dengan melakukan hobi atau pekerjaan
yang bermanfaat.Kita tanyakan pasien, tanyakan pekerjaan dahulu dan
pekerjaan yang ditawari dari orang lain. Hal ini tentunya apabila
insight of ilness pasien sudah baik dan tidak ada gejala. Kita bantu
untuk memulihkan pekerjaan yang tepat sehingga pasien mempunyai
aktifitas rutin sehari-hari layaknya orang normal.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GANGGUAN CAMPURAN ANXIETAS DAN DEPRESI (F. 41.2)
2.1 DEFINISI
16
kehilangan kontrol, cemas akan`mendapatkan serangan jantung. Sering penderita
tidak sabar, mudah marah, sulit tidur. 3,7,8
Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat pada tabel di
bawah:
Ketegangan Motorik 1. Kedutan otot/ rasa gemetar
2. Otot tegang/kaku/pegal
6. Jantung berdebar-debar
8. Mulut kering
17
Kewaspadaan berlebihan dan 13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu
Penangkapan berkurang 14. Mudah terkejut/kaget
15. Sulit konsentrasi pikiran
16. Sukar tidur
17. Mudah tersinggung
VI. DIAGNOSIS
18
Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III ditegakkan
berdasarkan :5
1. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
berkonsentrasi, dsb)
2. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
Kriteria diagnostik untuk gangguan depresi berat secara terpisah dari kriteria
diagnostik untuk diagnosis yang berhubungan dengan depresi ringan dan sedang
serta depresi berulang.3
Pada PPDGJ III pedoman diagnostik gangguan depresi berat dibagi secara
terpisah yaitu gangguan depresi berat tanpa gejala psikotik dan gangguan depresi
berat dengan gejala psikotik. 3,4,5
Episode depresif berat tanpa gejala psikotik :
19
Semua gejala depresi harus ada : afek depresif, kehilangan minat dan
kegembiraan serta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah.
Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya : konsentrasi dan
perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan
tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang
suram dan pesimis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau
bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan berkurang.
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka mungkin pasien tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian
secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat
dibenarkan.
Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka
masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2
minggu.
Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas. 3,4,5
Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik :
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria diatas.
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi
audiotorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor
yang berat dapat menuju stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai waham
atau halusinasi yang serasi atau tidak serasi dengan afek (mood
congruent). 3,4,5
20
Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
Pedoman diagnostik
Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas
fobik.
Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk menegakkan
masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut dikemukakan, dan
diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal
hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus
diutamakan.
Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang jelas, maka
harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian.
2.4 PENATALAKSANAAN
Terapi pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya dapat dilakukan
dengan 2 cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obat-obatan
(farmakoterapi). Angka-angka keberhasilan terapi yang tinggi dilaporkan pada
kasus-kasus dengan diagnosis dini. Psikoterapi yang sederhana sangat efektif,
khususnya dalam konteks hubungan pasien dengan dokter yang baik, sehingga
dapat membantu mengurangi farmakoterapi yang tidak perlu.1,6, 8
Sedangkan pada gangguan depresif, pertimbangkan penggunaan obat-obatan
maupun psikoterapi. Anti depresan yang baru, venlafaksin XR, tampaknya cukup
efektif dan aman untuk pengobatan gangguan cemas menyeluruh. Gunakan
21
benzodiazepin dengan tidak berlebihan(diazepam, 5 mg per oral, 3-4 kali sehari
atau 10 mg sebelum tidur) untuk jangka pendek(beberapa minggu hingga
beberapa bulan); biarkan penggunaan obat-obatan untuk mengikuti perjalanan
penyakitnya. Pertimbangkan pemberian buspiron untuk pengobatan awal atau
untuk pengobatan kronis (20-30 mg/hari dalam dosis terbagi). Pasien tertentu
yang telah terbiasa dengan efek cepat benzodiazepin akan merasakan kurangnya
efektivitas buspiron. Anti depresan trisiklik, SSRI, dan MAOI bermanfaat
terhadap pasien-pasien tertentu (terutama bagi mereka yang disertai dengan
depresi). Sedangkan pasien dengan gejala otonomik akan membaik dengan -
bloker (misal, propanolol 80-160 mg/hari). 4, 8
Sedangkan bila diagnosa depresi sudah dibuat, maka perlu dinilai taraf hebatnya
gejala depresi dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Hal ini ditanyakan dengan
bijkasana dan penderita sering merasa lega bila ia dapat mengeluarkan pikiran-
pikiran bunuh diri kepada orang yang memahami masalahnya, tetapi pada
beberapa penderita ada yang tidak memberitahukan keinginan bunuh dirinya
kepada pemeriksa karena takut di cegah. Bila sering terdapat pikiran-pikiran atau
rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit dengan
pemberian terapi elektrokonvulsi di samping psikoterapi dan obat anti depresan.4
Sebagian besar klinisi dan peneliti percaya bahwa kombinasi psikoterapi dan
farmakoterapi adalah pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi
berat. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yaitu terapi kognitif, terapi
interpersonal dan terapi perilaku, telah diteliti tentang manfaatnya di dalam
pengobatan gangguan depresi berat. Pada farmakoterapi digunakan obat anti
depresan, dimana anti depresan dibagi dalam beberapa golongan yaitu :
1. Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan
opipramol.
2. Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine.
3. Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine
Oxsidase-A), seperti : moclobemide.
4. Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.
22
5. Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti : sertraline,
paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek klinis)
sekitar 2-4 minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam serta waktu
paruh sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari). Ada lima proses dalam
pengaturan dosis, yaitu :
1. Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran selama minggu
I. Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari I dan II, 50 mg/hari pada hari III
dan IV, 100 mg/hari pada hari V dan VI.
2. Titrating Dosage (dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis
efektif kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari
selama 7 sampai 15 hari (miggu II), kemudian minggu III 200 mg/hari dan
minggu IV 300 mg/hari.
3. Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan selama 2-3
bulan. Misalnya amytriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan
sampai dosis pemeliharaan.
4. Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis
pemeliharaan dosis optimal. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari.
5. Tapering Dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan dari initiating
dosage. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari 100 mg/hari selama 1 minggu, 100
mg/hari 75 mg/hari selama 1 minggu, 75 mg/hari 50 mg/hari selama 1 minggu,
50 mg/hari 25 mg/hari selama 1 minggu.
Dengan demikian obat anti depresan dapat diberhentikan total. Kalau kemudian
sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya.
Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose
one hour before sleep), untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan
SSRI diberikandosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan. 4
23
Prognosis
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Maria, Josetta. Cemas Normal atau Tidak Normal. Program Studi Psikologi.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4. Tomb, D. A. 2000. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal. 96-110
10. Ashadi. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi. Updates 22 Mei 2008.
www.sidenreng.com
25
11. Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 12
26
Pertanyaan
1. Bagaimana cara mengedukasi pasien dan keluarga pasien yang terkait, agar
prognosis pasien menjadi baik?
Karena prognosis baik tidak hanya ditimbulkan dari dalam diri pasien sendiri,
dimana terkait juga dengan keluarga yang menjadi sumber pencetus penyakit
pada pasien, yaitu suami pasien. Maka, dibutuhkan juga kerja sama yang baik
dengan suami pasien. Hal yang perlu dilakukan melakukan edukasi dengan
suami pasien mengenai keadaan pasien, hal yang berkaitan dengan keluhan
pasien, dan kemungkinan kesembuhan yang akan tercapai dengan bantuan
dukungan dari suami pasien. Sebagai contoh:
Bapak, sebelumnya maaf dengan suami Ibu O ya Iya pak. Di sini kami
ingin memberitahukan perihal keadaan dari Ibu O. Ibu O saat in sedang
mengalami gangguan campuran anxietas dan depresi. Salah satu ha, pencetus
terkuat nya adalah dari suami, yaitu Bapak. Ibu O terlalu memikirkan Bapak.
Sebelumnya kalau boleh bertanya. Sudah berapa lama Bapak dan Ibu
berumah tangga? ( biarkan suami pasien menjawab) Dalam rentang waktu
sekian tahun tersebut bagaimana hubungan bapak dengan istri bapak? Apakah
sering terdapat permasalahan-permasalahan kecil yang melatar belakangi
pertengkaran atau perdebatan kecil dalam keluarga bapak? Bapak,
sebelumnya Apa hal yang menyebabkan bapak mencintai istri bapak
sampai bapak menikahinya?.... O begitu, terus ada yang tidak disuka pak dari
istri bapak?
Kita harus menyertakan rasa empati, dan memposisikan diri kita sebagai
tempat bercerita suami Ibu O, agar suami ibu O tidak merasa ter-intimidasi
dan mau membuka semua hal untuk diceritakan kepada kita. Setelah suami
pasien selesai bercerita hal selanjutnya adalah dengan mengedukasi suami
pasien.
Bapak, jadi sebelumnya saya minta maaf. Niat saya di sini bukan untuk ikut
campur dalam masalah rumah tangga bapak dan ibu. Tetapi lebih tepatnya
adalah untuk membantu ibu mencapai kesembuhan yang baik. Dan hal
27
tersebut perlu dukungan dari bapak, baik secara fisik dan mental. Bapak,
walaupun saya belum berumah tangga, tetapi saya ingin belajar banyak hal
dari banyak orang, dari orang tua saya, dari bapak dan ibu juga. Dalam
berumah tangga, bapak dan ibu tahu itu tidak mudah kan. Dilihat bagaimana
perjalanan orang-orang yang berumah tangga selama ibu, termasuk perjalanan
rumah tangga bapak dan ibu. Tetapi, karena tidak mudah itu, berumah tangga
harus dijalani orang 2 orang, tidak hanya salah satunya. Jika ada kesulitan
diselesaikan berdua, ada yang tidak benar dari pasangan saling menegur agar
ke depannya menjadi lebih baik. Terutama jika ada hal yang tidak disukai dari
pasangannya, seharusnya lebih baik diingatkan pelan-pelan. Namanya
manusia pasti kan punya kekurangan kan bapak ibu. Tidak dengan serta
merta, ah aku ga suka ini suami/istri aku sifatnya begini begini banyak
yang tidak aku suka kemudian bapak dan ibu mencari roang lain untuk
menutupi kekurangan tersebut dengan mencari yang lain. Bukan seperti itu
kan bapak, ibu berumah tangga itu? Apalagi bapak sebagai kepala rumah
tangga, sebagai panutan atau kepala keluarga, coba bayangkan, bagaimana
reaksi anak bapak jika mengetahui ayahnya seperti ini? Bagaimana jika anak
bapak diperlakukan sama oleh suami mereka? Bapak tidak terima kan? Selain
itu, coba posisikan diri bapak dalam posisi ibu O, mendapati bapak (maaf)
bermesraan dengan perempuan lain. Bagaimana perasaan bapak mengetahui
hal tersebut?
Oleh karena itu, coba untuk lebih baik ke depannya. Bapak dan ibu berbicara
bersama berdua saja. Membicarakan secara baik-baik, tidak menggunakan
teriakan dan kekerasan ya pak, bu
Selain kepada suami, kita juga harus memberikan edukasi kepada pasien.
Bahwa pasien hendaknya juga mawas diri, apa yang menjadi kekurangan
dalam dirinya yang harus diperbaiki. Selain itu, pasien juga hraus diedukasi
untuk rutin berobat agar kondisinya segera membaik. Banyak mendekatkan
diri kepada Allah juga.
28