Vous êtes sur la page 1sur 10

MAKALAH AIK

Akhlak Pergaulan Dalam Islam

Disusun oleh:

Mey Yulianti

201110420311091

Mubtadiin B
A. Latar belakang
Pengertian akhlak
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau
kelakuan. Dalam Bahasa Arab kata akhlak (akhlaq) di artikan sebagai tabiat, perangai,
kebiasaan, bahkan agama. Akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa
yang terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang
melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan
diangan-angankan lagi.

Etika Pergaulan Menurut Islam


Seorang mukmin dalam menjalankan kehidupannya tidak hanya menjalin hubungan
dengan Allah semata (habluuminallah), akan tetapi menjalin hubungan juga dengan
manusia (habluuminannas). Saling kasih sayang dan saling menghargai haruslah
diutamakan, supaya terjalin hubungan yang harmonis. Rasulullah saw bersabda: Tidak
dikatakan beriman salah seorang di antaramu, sehingga kamu menyayangi saudaramu,
sebagaimana kamu - menyayangi dirimu sendini. (HR. Bukhari Miisllm).

Perbedaan bangsa, suku, bahasa, adat, dan kebiasaan menjadi satu paket ketika Allah
menciptakan manusia, sehingga manusia dapat saling mengenal satu sama lainnya. Sekali
lagi . tak ada yang dapat membedakan kecuali ketakwaannya.
Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu kita tumbuh kembangkan agar pergaulan kita
dengan sesama muslim menjadi sesuatu yang indah sehingga mewujudkan ukhuwah
islamiyah. Tiga kunci utama untuk mewujudkannya yaitu taaruf, tafahum, dan taawun.
Inilah tiga kunci utama yang harus kita lakukan dalam pergaulan.

A. Taaruf.
Apa jadinya ketika seseorang tidak mengenal orang lain? Mungkinkah mereka akan
saling menyapa? Mungkinkah mereka akan saling menolong, membantu, atau
memperhatikan? Atau mungkinkah ukhuwah islamiyah akan dapat terwujud?

Begitulah, ternyata taaruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita
akan melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dengan taaruf kita
dapat membedakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri khas
pada diri seseorang.

B. Tafahum.
Memahami, merupakan langkah kedua yang harus kita lakukan ketika kita bergaul
dengan orang lain. Setelah kita mengenal seseorang pastikan kita tahu juga semua
yang ia sukai dan yang ia benci. Inilah bagian terpenting dalam pergaulan. Dengan
memahami kita dapat memilah dan memilih siapa yang harus menjadi teman bergaul
kita dan siapa yang harus kita jauhi, karena mungkin sifatnya jahat. Sebab, agama kita
akan sangat ditentukan oleh agama teman dekat kita. Masih ingat ,Bergaul dengan
orang shalih ibarat bergaul dengan penjual minyak wangi, yang selalu memberi
aroma yang harum setiap kita bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat
ibarat bergaul dengan tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap besi ketika
kita bersamanya.

Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama dengan orang-orang shalih akan
banyak sedikit membawa kita menuju kepada kesalihan. Dan begitu juga sebaliknya,
ketika kita bergaul dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan membawa kepada
keburukan perilaku ( akhlakul majmumah ).

C. Taawun.
Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika belum tumbuh sikap
taawun (saling menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan
rasa cinta pada diri seseorang kepada kita. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada
ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullullah SAW telah
mengatakan bahwa bukan termasuk umatnya orang yang tidak peduli dengan urusan
umat Islam yang lain.

Taaruf, tafahum , dan taawun telah menjadi bagian penting yang harus kita lakukan.
Tapi, semua itu tidak akan ada artinya jika dasarnya bukan ikhlas karena Allah. Ikhlas
harus menjadi sesuatu yang utama, termasuk ketika kita mengenal, memahami, dan
saling menolong. Selain itu, tumbuhkan rasa cinta dan benci karena Allah. Karena
cinta dan benci karena Allah akan mendatangkan keridhaan Allah dan seluruh
makhluknya.

Berikut adalah beberapa contoh bergaul sesama umat

A. Tata cara bergaul dengan orang tua atau guru


Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan keluhuran budi pekerti dan akhlak
mulia. Segala sesuatu yang semestinya diiakukan dan segala sesuatu yang semestinya
ditinggalkan diatur dengan sangat rinci dalam ajaran Islam, sehingga semakin banyak orang
mengakui (termasuk non-muslim) bahwa Islam merupakan ajaran agama yang sangat
lengkap dan sempurna serta tidak ada yang terlewatkan sedikit pun.

Rasulullah SAW diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak yang mulia,
sehingga setiap manusia dapat hidup secara damai, tenteram, berdampingan, saling
memahami, menghormati, dan menghargai satu sama lain, baik kepada yang lebih tinggi,
yang lebih rendah, kepada sesama atau teman sebaya, kepada lawan jenis, dan sebagainya.
Rasulullah saw pernah bersabda:




(


)
Artinya:
Aku diutus (ke dunia) hanya untuk menyempurnakan akhlak terpuji. (HR. Bukhari
Muslim).
Hal pertama yang semestinya dilakukan setiap muslim dalam pergaulan sehari-hari
adalah memahami dan menerapkan etika atau tata cara bergaul dengan orang tuanya. Adapun
yang dimaksud dengan orang tua, dapat dipahami dalam tiga bagian, yaitu:

1. Orangtua kandung, yakni orang yang telah melahirkan dan mengurus serta membesarkan
kita (ibu bapak).
2. Orang tua yang telah menikahkan anaknya dan menyerahkan anak yang telah diurus dan
dibesarkannya untuk diserahkan kepada seseorang yang menjadi pilihan anaknya dan
disetujuinya. Orang tua ini, lazim disebut dengan mertua.
3. Orang tua yang telah mengajarkan suatu ilmu, sehingga kita mengerti, dan memahami
pengetahuan, mengenal Allah, dan memahami arti hidup, dialah guru kita.

Dalam Al-Quran maupun hadits, dapat ditemukan banyak sekali keterangan yang
memerintahkan untuk berbuat baik kepada orangtua. Sekalipun demikian, Islam tidak
menyebutkan jenis-jenis perbuatan baik kepada kedua orangtua secara rinci, sebab berbuat
baik kepada kedua orang tua bukan merupakan perbuatan yang dibatasi beberapa batasan dan
rincian. Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua sangat bergantung pada situasi dan
kondisi, kemampuan, keperluan, perasaan manusiawi, dan adat istiadat setiap masyarakat.

Berbuat baik kepada kedua orangtua dalam berbagai bentuknya, disebut dengan biruul
walidain. Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua juga diungkapkan di dalam
bentuk kata ihsan, maruf, dan rahmah.

Islam memperingatkan setiap anak, bahwa menyakiti perasaan orangtua merupakan suatu
dosa besar dan waib atasnya untuk selalu menjaga perasaan kedua orangtuanya. Hak orang
tua dan anaknya tidak akan pernah sama dengan hak siapa pun di dunia. Jadi, segala bentuk
ucapan, perbuatan, dan isyarat yang dapat menyakiti kedua orangtuanya atau salah satunya
merupakan perbuatan dosa, sekalipun hanya berupa perkataan ah, cis, atau uff, apalagi
jika sampai membentaknya.

Sesungguhnya Allah tidak akan penah meridai seseorang kecuali kita merendahkan diri
kepada keduanya disentai kelembutan dan kasih sayang. Allah Swt. berfirman dalam surat
Al-Isra ayat 24:

Artinya:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
Telah mendidik Aku waktu kecil". (QS. A1-lsra: 24).

Jadi, kewajiban kita kepada kedua orangtua ialah untuk selalu berbakti kepadanya dan
jangan sedikit pun melukai perasaan mereka, karena Allah tidak akan rida kepada
kita.Adapun yang berkaitan dengan orangtua dalam makna yang ketiga, yakni orangtua
dalam arti orang yang telah mengajarkan dan mendidik kita tentang pengetahuan dan
kehidupan. Mereka adalah guru, ustadz, dosen, kyai, dan sebagainya. Sebagai seorang
muslim, kita juga diperintahkan untuk menghormati dan memuliakan mereka.
B. Tata Cara Bergaul dengan yang Lebih Tua
Dalam pergaulan sosial, kita dituntut untuk menjunjung tinggi hak dan kewajiban
masing-masing, termasuk dalam pergaulan dengan orang yang lebih tinggi atau lebih tua dari
kita. orang yang lebih tinggi dari kita, dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) bagian. yaitu:
1. Orang yang umurnya lebih tua atau sudah tua,
2. Orang yang ilmu, wawasan, dan pemikirannya lebih tinggi, sekali pun bisa jadi umurnya
lebih muda, dan
3. Orang yang harta dan kedudukannva lebih tinggi dan lebih banyak.

Dalam pergaulan sosial dengan mereka, hendaklah kita bersikap wajar dan
menghormatinya, mendengarkan pembicaraannya, serta wajib mengingatkan jika mereka
keliru dan berbuat kejahatan, dengan cara-cara yang lebih baik. Kita juga dilarang
memperlakukan mereka secara berlebihan, misalnya terlalu hormat dan tunduk melebihi apa
pun, sekalipun mereka salah. Hal ini sungguh tidak dibenarkan, sebab yang paling mulia di
antara kita bukan umur, ilmu, pangkat, harta, dan kedudukannya, akan tetapi karena kualitas
takwanya kepada Allah Swt. Hal ini sesuai dengan salah satu hadis Rasulullah saw dalam
riwayat Thabrani:






) (

Artinya:
Sesungguhnya Allah Swt. tidak melihat ruhmu, kedudukan, dan harta kekayaanmu, tetapi
Allah melihat apa yang ada dalam hatimu dan amal perbuatanmu. (HR. Thabrani)

C. Tata Cara Breagaul dengan yang Lebih Muda


Dalam menjalankan pergaulan social, Islam melarang umatnya untuk membeda-bedakan
manusia karena hal-hal yang bersifat duniawi, seperti harta, tahta, umur, dan status sosial
lainnya. akan tetapi yang terbaik adalah bersikap wajar sebagaimana mestinya sesuai dengan
tuntutan ajaran agama dan tidak bertentangan dengan norma-norma kehidupan.

Tidak dapat dihindari, kita juga pasti berkomunikasi dan bergaul dengan orang yang
umur dan strata sosialnya lebih rendah dan kita. Kita sama sekali dilarang untuk
merendahkan dan meremehkannya.

Kita diperintahkan untuk selalu berusaha menyayangi orang yang umurnya lebih muda
dari kita. Bahkan Rasulullah SAW menyatakan dalam satu hadisnya bahwa bukan termasuk
golongan umatku, mereka yang tidak menyayangi yang lebih muda.
Beliau bersabda:
(

)
Artinya:
Bukan termasuk golongan umatku, orang yang tidak menyayangi yang lebih kecil (lebih
muda), dan tidak memahami hak-hak orang yang lebih besar (tinggi / dewasa). (HR.
Thabrani).

Seseorang yang usianya lebih muda, bisa saja amal perbuatannya dan akhlaknya lebih
baik dibandingkan dengan orang yang telah berumur dewasa, bahkan telah berusia lanjut.
Jadi, umur seseorang tidak menjamin hidupnya lebih mulia dan berkualitas, sekali pun
semestinya semakin bertambah (bilangan) umur (hakikatnya berkurang), harus semakin baik
amalnya, semakin mulia akhlaknya, dan semakin bijak sikapnya.

Kenyataannya, dalam kehidupan sosial, kita menemukan hal yang justru sebaliknya. Ada
yang usianya sudah lebih tua dan dianugerahi panjang umur oleh Allah Swt. akan tetapi
kualitas hidupnya tidak Iebih baik dibandingkan dengan yang lebih muda. Nauzubillah.

Dalam salah satu hadis Rasulullah saw riwayat Ahmad, dikemukakan bahwa terinasuk
orang yang terbaik, jika umurya panjang dan amal perbuatannya baik. Rasulullah saw
bersabda:


) (
Artinya:
Sebaik-baik manusia adalah, mereka yang panjang umurnya dan sangat baik amalnya. Dan
sejelek-jelek manusia adalah orang yang panjang umurnya, tetapi jelek amal perbuatannya
(HR.Ahmad).

Jika kita bergaul dengan yang lebih muda, dan kebetulan kita merasa sudah lebih dewasa
serta berpengalaman, hendaldah kita membimbing, rnengarahkan dan mengajarkan kepada
mereka hal-hal yang baik agar bermakna bagi kehidupannya.

Inilah yang dikehendaki dalam ajaran agama Islam, sehingga orang yang lebih tua
hidupnya lebih bermanfaat karena wawasan dan pengalamannya, sedangkan orang yang lebih
mudah dapat memanfaatkan kelebihan yang dimiliki orang yang lebih tua. Rasulllah saw
bersabda:
) (
Artinya:
Sebaik-baik diantara manusia adalah yang paling besar manfaatnya bagi sesamanya. (HR.
Bukhari)

D. Tata Cara Bergaul dengan Teman Sebaya


Islam adalah agama yang dilandasi persatuan dan kasih saying. Kecenderungan untuk
saling mengenal dan berkomunikasi satu dengan yang lainnya merupakan suatu hal yang
diatur dengan lengkap dalam ajaran Islam. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk hidup
menyendiri, termasuk melakukan ibadah ritual sendirian di tempat tersembunyi sepi, terpencil,
dnn jauh dari peradaban manusia.
Merupakan suatu hal yang wajar dan diajarkan oleh Islam, jika manusia bergaul dengan
sesamanya sebaik mungkin, dilandasi ketulusan, keikhlasan, kesabaran, dan hanya mencari
keridaan Allah Swt.
Rasulullah saw hersabda:





) (
Artinya
Seorang mukmin yang bergaul dengan sesama manusia serta bersabar (tahan uji) atas
segala gangguan, mereka lebih baik daripada orang mukmin yang tidak bergaul dengan
yang lainnya serta tidak tahan uji atas gangguan mereka. (HR. Tirmidi)
Bergaul dengan sesama atau teman sebaya, baik dalam umur, pendidikan, pengalaman,
dan sebagainya, kadang-kadang tidak selalu berjalan mulus. Mungkin saja terjadi hal-hal yang
tidak diharapkan seperti terjadi salah pengertian (mis understanding) atau bahkan ada teman
yang zaim terhadap kita serta suka membuat gara-gara dan masalah.
Menghadapi persoalan seperti itu, hendaklah kita mensikapi dengan sikap terbaik yang
kita miliki. Jika ada yang berbuat salah, hendaklah kita segera memaafkan kesalahanya
sekalipun orang yang berbuat salah tidak meminta maaf. Begitu juga apabila kita berbuat
kesalahan atau kekeliruan, hendaklah kita segera meminta maaf kepada orang yang kita sakiti,
baik disengaja maupun tidak disengaja. Perkara orang itu memaafkan kita atau tidak, itu
bukan urusan kita. Kewajiban kita adalah segera meminta maaf dan memaafkan. Janganlah
kita termasuk orang yang sebagaimana dikemukakan Rasulullah saw dalam sabdanya:



) (
Artinya:
Barangsiapa yang meminta maaf kepada saudaranya yang muslim sedangkan ia tidak
mau memaafkannya, maka ia mempunyai dosa sebesar dosa orang yang merampok. (HR.
lbnu Majah)
Jika memiliki masalah, bicarakanlah dengan sebaik-baiknya, sehingga masing-masing
bisa saling memahami dan saling memaafkan. Kita dilarang untuk bermusuhan, apalagi dalam
waktu yang cukup lama. Rasulullah Saw bersabda:



()

Artinya.
Tidaklah halal bagi seorang muslmi mendiamkan (tidak mengajak bicara) sit van in
yang muslim lebih dari tiga hari. Jika keduanya bertemu, lalu ingin memalingkan muka, dan
yang lain pun demikian juga. Dan yang paling baik di antara keduanya adalah yang terlebili
dahulu mengucapkan salam. (HR. Bukhari Muslim)
Pergaulan dengan teman sebaya termasuk dengan siapa pun harus dilandasi kasih sayang
dan keikhlasan Allah tidak akan menyayangi seseorang jika tidak menyayangi sesamaya.
Dalam salah satu hadis, .Rasulullah saw bersabda:
) (
Artinya:
Barangsiapa yang tidak menyayangi sesama manusia, niscaya tidak akan disayangi
oleh Allah. (HR. Bukhari Muslim).

E. Tata Cara Bergaul dengan Lawan Jenis


Allah telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan sempurna, teratur, dan
berpasang-pasangan. Ada langit dan ada bumi, ada siang dan ada malam, ada dunia ada
akhirat, ada surga dan neraka, ada tua dan ada muda, ada laki-laki dan ada perempuan.
Laki-laki dan perempuan: merupakan makhluk Allah yang telah diciptakan scara
berpasang-pasangan. jadi, merupakan suatu keniscayaan dan sangat wajar, jika terjadi
pergaulan di antara mereka. Dalam pergaulan tersebut, masing-masing berusaha untuk saling
mengenal. Bahkan lebih jauh lagi, ada yang berusaha saling memahami, saling mengerti dan
ada yang sampai hidup bersama dalam kerangka hidup berumah tangga. lnilah indahnya
kehidupan.
Laki-laki dan perempuan ditentukan dalam sunah Allah untuk saling tertarik satu dengan
yang lainnya. Laki-laki tertarik dengan perempuan, demikian juga sebaliknya, perempuan
tertarik kepada laki-laki. Allah Swt. memberikan rasa indah untuk saling menyayangi di
antara mereka. Tidak jarang juga masing-masing merindukan yang lainnya. Rindu untuk
saling menyapa, saling melihat, serta saling membenci atas. dasar ketulusan dan kasih sayang.
Pergaulan yang baik dengan lawan jenis. hendaklah tidak didasarkan pada nafsu
(syahwat) yang dapat menjerumuskan pada pergaulan bebas yang dilarang agama. Inilah yang
tidak dikehendaki dalam Islam. Islam sangat memperhatikan batasan-batasan yang sangat
jelas dala pergaulan antara laki-laki dengan perempuan.
Seorang laki-laki yang bukan muhrim, dilarang untuk berduaan di tempat-tempat yang
memungkinkan melakukan perbuatan yang dilarang. Kalau pun bersama-sama sebaiknya
disertai oleh muhrimnya atau minimal ditemani tiga orang, yaitu: dua laki-laki dan satu
perempuan. atau Juga pergaulan untuk belajar atau bergaul jika ada dua orang perempuan dan
seorang laki-laki. Hal ini memungkinkan untuk lebih menjaga diri.
Salah satu hadis mengemukakan bahwa jika seseorang pergi dengan orang lain yang
bukan muhrimnya serta berlinan jenis kelamin, maka yang ketiganya pasti syetan yang selalu
berusaha untuk menjerumuskan dan menghinakan. ltulah yang disinyalir dalam ayat A!-
Quran, agar jangan mendekati zina. Mendekatinya sudah dilarang dan haram, apalagi
melakukannya. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 32:

Artinya: . -
jadi janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zinaitu adalah suatu perbuatan yang
keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra: 32)
Mencintai dan menyayangi seseorang merupakan hal yang wajar. Hendaklah pikiran dan
perasaan kita arahkan kepada hal-hal yang positif, dan bukan sebaliknya. Contohnya, karena
cinta dan sayang, seseorang mengorbankan segalanya termasuk hal-hal yang paling
berharga dan dilarang oleh Allah Swt. Membuktikannya, hendaklah dengan sesuatu yang
diridai oleh Allah. Hal inilah yang dikemukakan oleh Rasulullah saw dalam hadis riwayat
Abu Daud dan Tirmidzi:

) (

Artinya:
Jika salah seorang di antara kamu mencintai saudaranya, hendaklah ia
membuktikannya. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Islam mengajarkan agar dalam pergaulan dengan lawan jenis untuk senantiasa saling
menjaga diri, menghormati dan menghargai atas dasar kasih sayang yang tulus karena Allah,
bukan karena derajat, pangkat, harta, keturunan, tetapi semata-mata hanya karena Allah. Hal
ini pernah diriwayatkan dalam salah satu hadis dari Umar bin Khattab, yang diriwayatkan
oleh Abu Daud, suatu ketika Rasulullah saw pernah bersabda,
Yang artinya: Bahwasannya di antara hamba-hamba Allah ada manusia yang bukan
nabi-nabi, bukan pula para syuhada,tetapi sangat tinggi kedudukan di sisi Allah. Para
sahabat bertanya: Siapakah gerangan orang itu, ya Rasullullah:Nabi saw menjawab:
itulah orang yang saling mencintai (menyayangi), karena harta. Demi Allah, maka wajah
mereka bersinar-sinar, tiada merasa kekuatan dikala mereka dalam keadaan ketakutan (HR.
Abu Daud).
Sesudah itu, Rasulullah saw membaca ayat:



Artinya:
Ketahuilah, bahwa wali-wali (penolong) Allah, mereka tidak merasa takut dan tidak
merasa bersedih . (Sumber. Khuluqul Muslim, karangan Muhammad Al-Ghazali)
Cinta karena Allah merupakan titik puncak dan tingginya kualitas iman seseorang
Hasilnya tidak dapat dilihat, melainkan hanya dapat dirasakan oleh orang yang telah nyaris
sempurna keikhlasannya. Cinta yang mendalam. ini merupakan bukti kesempurnaan serta
ketulusan iman, yang kedua-duanya berhak untuk mendapatkan pahala yang paling besar di
sisi Allah, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

:





()
Artinya:
Ada tiga perkara, barangsiapa yang terdapat padanya ketiga hal tersebut, maka akan
merasakan lezat (manisnya) iman: Jika ia mencintai Allah dan rasulnya melebihi yang
lainnya; Mencintai dan membenci semata-mata hanya karena Allah; Jika dilemparkan ke
dalam api neraka yang menyala-nyala, lebih disukai daripada syirik (menyekutukan) Allah.
(HR. Muslim)
Orang yang bersahabat, bergal, dan berkomunikasi dengan yang lainnya hanya karena
Allah, tandanya adalah senantiasa berusaha untuk mendoakan dengan tulus. Dalam hal ini,
Rasulullah saw pernah bersabda:

:


()
Artinya:
Jika seseorang berdoa untuk sahabatnya di belakangnya (jaraknya berjauhan), maka
berkatalah malaikat: Dan untukmu pun seperti itu. (HR. Muslim)
Takaful (saling bertanggung jawab)
Jika ada masalah yang dihadapi, maka diupayakan untuk dipikul atau dipertanggung
jawabkan bersama-sama, dan tidak membiarkan salah satu pihak menderita. Dalam peribahasa
diungkapkan: Berat sama dipikul ringan sama dijinjing Rasulullah saw bersabda:
) (

Artinya:
Seseorang mukmin terhadap orang mukmin lainnya adalah bagaikan suatu bangunan,
yang bagian-bagian saling menguatkan satu sama lain. HR. Bukhari)

TASAMUH (Saling Toleransi)


Sikap toleransi dipandang sifat yang sangat baik untuk menciptakan kondisi pergaulan
yang lebih harmonis, dengan saling mengoreksi dan saling mengisi kekurangan masing-
masing, sehingga tidak ada seorang pun yang merasa dikecewakan atau disakiti oleh teman
bergaul lainnya.

Vous aimerez peut-être aussi