Vous êtes sur la page 1sur 49

BAB I

PENDAHULUAN

Muntah pada bayi dan anak merupakan gejala yang sering ditemukan dan
seringkali merupakan gejala awal dari berbagai macam penyakit infeksi, misalnya
faringitis, otitis media, pneumonia, infeksi saluran kencing, bila disertai adanya
gejala panas badan. Muntah dapat juga merupakan gejala awal dari berbagai
macam kelainan seperti peningkatan tekanan intrakranial. Muntah secara klinis
merupakan hal penting sebab muntah yang berkepanjangan atau persisten akan
mengakibatkan gangguan metabolisme.
Muntah pada anak merupakan keadaan yang cukup merisaukan orang tua
dan mendorong mereka sesegera mungkin mencari pertolongan untuk
mengatasinya. Secara medis muntah dapat merupakan manifestasi berbagai
penyakit yang berbahaya, baik gastrointestinal maupun di luar gastrointestinal,
juga dapat menimbulkan berbagai akibat yang serius seperti perdarahan lambung,
dehidrasi, gangguan ingesti makanan, gangguan keseimbangan elektrolit seperti
hipokalemia, hiponatremia, alkalosis dan hipokloremia, gagal tumbuh kembang
dan bila muntah terus berulang dapat menimbulkan komplikasi Mallory-Weiss
tear of the gastro-esophageal epithelial junction dan robekan esophagus
(sindroma Boerhave).
Muntah harus dibedakan dari posseting, ruminasi, regurgitasi dan refluks
gastroesofageal. Muntah berulang atau muntah siklik juga sering dipengaruhi oleh
faktor psikologis dan biasanya didahului oleh faktor yang menggelisahkan atau
menggembirakan yang berlebihan, misalnya saat marah, sesudah dihukum di
sekolah, saat hari libur, pesta ulang tahun, dan sebagainya. Muntah adalah
keadaan yang kompleks, terkoodinir di bawah kontrol syaraf dan yang terpenting
adalah mengetahui keadaan muntah yang bagaimana yang memerlukan penilaian
dan pemeriksaan yang seksama. Muntah akut merupakan gejala yang sering
terjadi pada kasus abdomen akut dan infeksi intra maupun ekstra gastrointestinal.
Berlainan dengan muntah akut, muntah kronis atau berulang sering merupakan

1
faktor yang penting dari gambaran klinik suatu penyakit. Karena penyakit yang
mendasari muntah kronik atau berulang sering tidak jelas, maka muntah kronik
atau berulang sering disebut unexplained chronic vomiting.
Pada bayi kecil dan sangat muda atau mengalami keterlambatan mental,
muntah dapat membahayakan karena terjadinya aspirasi, oleh karena adanya
koordinasi neuromuskuler yang belum sempurna. Untuk mencegah hal tersebut
posisi bayi dapat dimiringkan atau tengkurap dan bukannya terlentang. Umur
merupakan hal penting yang berkaitan dengan muntah. Pada periode neonatal
terjadinya spitting atau regurgitasi sejumlah kecil isi lambung masih dalam batas
kewajaran dan bukan merupakan keadaan yang patologis di mana masih terjadi
kenaikan berat yang normal.

2
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. H
Umur : 8 bulan
Jenis Kelamin : Lelaki
BB : 9 kg
PB : 61 cm
Agama : Islam
Alamat : Tirtomoyo, Wonogiri
Tanggal masuk : 14 Juni 2016
Tanggal Pemeriksaan : 15 Juni 2016
No. RM : 013429xx

II. ALLOANAMNESIS (Dengan ibu kandung pasien)


A. Keluhan Utama
Muntah
B. Riwayat Penyakit Sekarang
3 hari SMRS pasien mengeluhkan batuk. Batuk tidak berdahak dan
tanpa disertai pilek serta demam. Pasien tidak sesak dan tidak muntah.
Nafsu makan pasien baik, minum ASI sebanyak 8 kali sehari dan makan
makanan pendamping ASI 3 kali sehari. Buang air kecil warna kuning
sebanyak gelas belimbing, dengan frekuensi 5 kali sehari. Buang air
besar pasien normal 2 kali sehari dengan konsistensi cukup padat, warna
coklat, tidak ada lendir maupun darah. Oleh orang tua, pasien belum
diberikan obat apapun.
1 hari SMRS pasien dikeluhkan muntah. Muntah terutama setiap
pasien batuk, berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi. Pasien
muntah 5 kali sehari masing-masing sekitar 2 sendok makan. Pasien masih
mau makan dan minum. Pasien masih batuk tanpa disertai pilek dan

3
demam. Buang air kecil warna kuning sebanyak gelas belimbing,
dengan frekuensi 6 kali sehari. Buang air besar pasien normal 2 kali sehari
dengan konsistensi cukup padat, warna coklat, tidak ada lendir maupun
darah.
Hari masuk rumah sakit pasien dikeluhkan masih muntah 4 kali.
Muntah setiap pasien batuk, berisi makanan dan minuman yang
dikonsumsi. Pasien muntah masing-masing 3 sendok makan. Pasien
terlihat haus dan selalu meminta minum kepada ibu pasien. Pasien masih
batuk tanpa disertai pilek dan demam. Oleh orang tua, pasien dibawa ke
RSDM.
Saat tiba di IGD RS Dr Moewardi, pasien tampak lemah dan
tampak haus, pasien sudah tidak muntah dengan muntah terkahir jam
22.00, masih batuk, tidak didapatkan demam, buang air kecil terakhir jam
18.00 dan jumlahnya hanya sedikit, pasien tampak rewel, buang air besar 1
kali pada siang hari, kaki dan tangan teraba hangat.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien usia 4 bulan mengeluhkan perut membesar dan lama tidak
BAB. Oleh orang tua pasien dibawa ke RSDM. Pada pasien dilakukan
prosedur laparoskopi atas indikasi Hiscprung disease dan dilakukan
dilatasi anus setiap 1 minggu sekali. Setelah dilakukan prosedur
laparoskopi dan dilatasi, buang air besar tidak ada keluhan dan selalu rutin
kontrol ke bagian Bedah RSDM. Pasien tidak didapatkan alergi terhadap
obat maupun makanan.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Saat ini tidak didapatkan adanya anggota keluarga pasien di rumah
yang mengalami keluhan muntah seperti pasien. Selain itu, riwayat alergi
terhadap obat maupun makanan juga tidak didapatkan.

4
E. Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal bersama dengan kedua orang tuanya, sebagai anak
tunggal. Rumah yang dihuni tidak terlalu luas, ukurannya delapan puluh
meter persegi. Sumber air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari
berasal dari sumur yang letaknya berdekatan dengan septic tank.
Lingkungan di sekitar rumah pasien tidak ada tetangga yang mempunyai
penyakit yang sama dengan pasien.

F. Pemeliharaan Kehamilan dan Antenatal


Ketika hamil, ibu pasien rajin melakukan pemeriksaan kehamilan
di Bidan. Pada usia kehamilan trimester pertama dan kedua ibu pasien
melakukan kontrol sebanyak satu kali dalam satu bulan. Pada usia
kehamilan trimester ketiga ibu pasien melakukan kontrol dua kali tiap
bulan. Keluhan selama kehamilan berupa mual, muntah pada awal usia
kehamilan. Obat-obatan yang diminum selama masa kehamilan meliputi
vitamin, tablet penambah darah, dan sempat meminum anti muntah. Kesan
kehamilan dalam batas normal.

G. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dari ibu dengan umur kehamilan 39 minggu secara
spontan ditolong bidan dengan berat badan lahir 3100 gram dan panjang
50 cm, langsung menangis kuat segera setelah lahir dan tidak ada
kebiruan. Kesan riwayat kelahiran tidak ada kelainan.

H. Riwayat Imunisasi
Pasien sudah mendapatkan imunisasi Hepatitis 0 beberapa jam
setelah lahir di klinik bidan dan sebelum pasien pulang, ia mendapatkan
imunisasi polio 1. Saat berusia satu bulan, pasien diberikan imunisasi
BCG. Saat usia 2 bulan pasien mendapatkan imunisasi DPT-Hib 1, Polio
2, Hepatitis B 1. Usia 3 bulan pasien mendapatkan imunisasi DPT-Hib 2,

5
Polio 2, dan Hepatitis B 2. Serta pada usia 4 bulan pasien juga
mendapatkan imunisasi DPT-Hib 3, Hepatitis B 3, dan Polio 4.
Kesan: imunisasi sesuai usia menurut Kemenkes 2013

I. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


a. Pertumbuhan
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3100 gram dan
panjang badan 50 cm. Menurut ibu pasien, saat pasien diperiksa di
posyandu berat badan dan panjang badan pasien selalu naik. Saat ini
pasien berusia 8 bulan dengan berat badan 9000 gram dan panjang
badan 61 cm.
Kesan : Pertumbuhan sesuai usia.
b. Perkembangan
Saat pasien berusia satu bulan, pasien sudah dapat menatap wajah,
bersuara, bereaksi terhadap bel, mengangkat kepala, dan sudah dapat
tersenyum spontan. Pada usia 6 bulan pasien sudah mulai belajar
untuk bangkit dari posisi terlentang. Saat ini pasien usia 8 bulan sudah
dapat melambaikan tangan dan berdiri dengan pegangan serta
menyebutkan papa/mama secara spesifik.
Kesan : Perkembangan sesuai usia.

J. Riwayat Makan dan Minum Anak


Pasien mendapatkan ASI sejak lahir hingga saat ini. Pasien minum
ASI eksklusif hingga usia 4 bulan. Pasien minum susu dengan intensitas
sering dan jumlahnya kurang lebih 80 ml tiap dua jam. Saat ini pasien
sudah mendapatkan makanan pendamping ASI diberikan 3 kali sehari.
Kesan : kualitas dan kuantitas asupan gizi cukup

6
K. Pohon Keluarga

An. H, 8 bulan

III. PEMERIKSAAN FISIS (15/06/2016)


1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Tampak lemah, compos mentis, tampak haus,
gizi kesan baik
b. Tanda Vital
Laju nadi : 148 kali per menit, reguler, simetris, isi dan
tegangan cukup
Laju pernapasan : 45 kali per menit, vesikuler, reguler, kedalaman
cukup
Suhu : 36o C per aksila
c. Status Gizi
1) Secara klinis : gizi baik
2) Secara Antropometri
BB: 9 kg; PB : 69 cm; Umur : 8 bulan
BB/U : 9.0/8.6 x 100% = 104.6% SD-2<BB/U<SD2(normoweight)
TB/U : 69/71 x 100% = 97,1% SD-2<BB/U<SD2 (normoheight)
BB/TB : 9.0/8.3 x 100% = 108% SD1<BB/TB<SD2 (gizi baik)

7
Status gizi secara antropometri: gizi baik, normoweight,
normoheight

d. Kepala : Lingkar kepala = 45 cm, normocephal (= 0 SD),


UUB cekung
e. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
rangsang cahaya positif, mata cekung, air
mata berkurang
f. Hidung : tidak didapatkan napas cuping hidung dan
sekret
g. Telinga : liang telinga lapang, tidak didapatkan discharge,
membran timpani intak
h. Mulut : mukosa mulut kering, tidak didapatkan
sianosis, faring hiperemis, tonsil tidak hiperemis
dengan ukuran T1-T1
i. Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar
j. Thorax : tidak didapatkan retraksi, dinding dada simetris

1) Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung sulit dievaluasi
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,
tidak terdengar bising
2) Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dinding dada kanan dan kiri
simetris
Palpasi : Fremitus dada kanan dan kiri sulit dievaluasi
Perkusi : terdengar suara sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : terdengar suara dasar vesikuler, suara tambahan
Tidak terdengar

8
k. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : Bising usus normal
Perkusi : Timpani diseluruh lapang perut
Palpasi : Supel, hepar lien tidak teraba, turgor kulit lambat
l. Ekstremitas : tidak ditemukan edema dan akral dingin, arteri
Dorsalis Pedis teraba kuat, waktu pengisian kapiler
kurang dari dua detik
m. Genital : tidak tampak adanya phymosis, hipospadia, dan
epispadia serta tidak ada hiperemis.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium Darah (15 Juni 2016 pukul 00.53)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 9.5 g/dl 10.3 17.9
Hematokrit 29 % 31 59
Leukosit 14.5 ribu/ul 5.0 19.5
Trombosit 535 ribu/ul 150 450
Eritrosit 4.62 juta/ul 3.20 5.60
INDEX ERITROSIT
MCV 63.6 /um 80,0 96,0
MCH 20.6 Pg 28,0 33,0
MCHC 32.3 g/dl 33,0 36,0
RDW 16.2 % 11,6 14,6
HDW 7.6 g/dl 2.2 3.2
MPV 15 fl 7.2 11.1
HITUNG JENIS
Eosinofil 0.50 % 0,00 4,00
Basofil 0.10 % 0,00 1,00
Netrofil 76.10 % 18,00 74,00

9
Limfosit 19.90 % 60,00 66,00
Monosit 3.40 % 0,00 6,00
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu 103 Mg/dl 50-80
ELEKTROLIT
Natrium darah 138 Mmol/L 129-147
Kalium darah 4.4 Mmol/L 3.6-6.1
Kalsium darah 1.35 Mmol/L 1.17-1.29
Chloride darah 90 mEq/L 95-110

V. RESUME
3 hari SMRS pasien mengeluhkan batuk tidak berdahak dan tanpa
disertai pilek serta demam. Pasien tidak sesak dan tidak muntah. Nafsu
makan pasien baik. Oleh orang tua, pasien belum diberikan obat apapun.
1 hari SMRS pasien dikeluhkan muntah, terutama setiap pasien
batuk, berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi. Pasien muntah 5
kali sehari masing-masing sekitar 2 sendok makan. Pasien masih mau
makan dan minum. Pasien masih batuk tanpa disertai pilek dan demam.
Hari masuk rumah sakit pasien dikeluhkan masih muntah 4 kali.
Muntah setiap pasien batuk, berisi makanan dan minuman yang
dikonsumsi. Pasien muntah masing-masing 3 sendok makan. Pasien
terlihat haus dan selalu meminta minum kepada ibu pasien. Pasien masih
batuk tanpa disertai pilek dan demam. Oleh orang tua, pasien dibawa ke
RSDM.
Saat tiba di IGD RS Dr Moewardi, pasien tampak lemah dan
tampak haus, pasien sudah tidak muntah dengan muntah terkahir jam
22.00, masih batuk, tidak didapatkan demam, buang air kecil terakhir jam
18.00 dan jumlahnya hanya sedikit, pasien tampak rewel, buang air besar 1
kali pada siang hari, kaki dan tangan teraba hangat.

10
Keadaan umum pasien tampak lemah, tampak haus, gizi kesan
baik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu 360C per aksila, laju nadi
148 kali per menit, frekuensi nafas 45 kali per menit, ubun-ubun besar
cekung, mata cekung, air mata berkurang, mukosa bibir kering, turgor
kulit kembali lambat, waktu pengisian kapiler kurang dari 2 detik, ADP
teraba cepat dan kuat.
Hasil pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 15 Juni 2016
didapatkan Hemoglobin 9,5 (N: 10,3-17,9), Hematokrit 29 (N:31-59),
trombosit 535 ribu/ul (N: 150-450), GDS 103 mg/dl (N: 50-80), Kalsium
darah 1.35 mmol/l (N: 1.17-1.29), Chloride darah 90 mEq/L (N: 95-110) .

VI. DAFTAR MASALAH


Anak lelaki umur 8 bulan dengan :
- Batuk tidak berdahak, tidak pilek, dan tidak demam
- Muntah setiap batuk masing-masing 2 sendok makan. Muntah berisi
makanan dan minuman yang dikonsumsi
- Pasien selalu meminta minum kepada orang tua
- Kencing terakhir jam 18.00 dengan warna kuning dan jumlah tidak
terlalu banyak
- Pasien terlihat haus
- Keadaan umum tampak lemah
- Ubun-ubun besar cekung
- Mata cekung, air mata berkurang
- Mukosa bibir kering
- Faring hiperemis
- Turgor kulit kembali lambat
- Arteri Dorsalis Pedis teraba kuat
- CRT < 2 detik
- Laboratorium dalam batas normal

11
VII.DIAGNOSIS BANDING
a. Vomitus dengan dehidrasi sedang ec dd faringitis dd ISK

VIII. DIAGNOSIS KERJA


a. Vomitus akut dehidrasi sedang et faringitis
b. Faringitis akut
c. Gizi baik, normoweight, normoheight

IX. PENATALAKSANAAN
1. Rawat bangsal gastroenterologi anak
2. IVFD RL (200ml/kg/hari) 75 ml/jam selama 24 jam atau sampai
terehidrasi
3. Oralit:
5ml/kgBB = 50 ml jika muntah
4. Diet bubur susu 500 kkal + ASI/ASB on demand

X. PLAN
a. Urinalisis
b. Feses rutin

XI. MONITORING
a. Keadaan umum vital sign dan status hidrasi per jam selama
rehidasi
b. Balance cairan per 8 jam
c. Diuresis per 8 jam

XII. EDUKASI
a. Edukasi keluarga tentang penyakit pasien
b. Anjurkan untuk memperbanyak minum

12
XIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam

STATUS HIDRASI (15 JUNI 2016)

06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00

Kesadaran CM CM CM CM CM CM CM CM CM

UUB
+ + + + + + + + +
cekung
Mata
+/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ -/-
cekung
+/+ +/+
Air mata berkura berkura +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+
ng ng
Mukosa
+ + + + + + + + +
basah

Turgor Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali
kulit lambat lambat cepat cepat cepat cepat cepat cepat cepat

BAK + + + + + + + + +

15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00

Kesadaran CM CM CM CM CM CM CM CM CM

13
UUB
+ + + + + + + + +
cekung
Mata
-/- -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/-
cekung

Air mata +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+

Mukosa
+ + + + + + + + +
basah

Turgor Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali
kulit cepat cepat cepat cepat cepat cepat cepat cepat cepat

BAK + + + + + + + + +

00.00 01.00 02.00 03.00 04.00 05.00 06.00

Kesadaran CM CM CM CM CM CM CM

UUB
+ + + + + + +
cekung
Mata
-/- -/- -/- -/- -/- -/- -/-
cekung

Air mata +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+

Mukosa
+ + + + + + +
basah

Turgor Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali


kulit cepat cepat cepat cepat cepat cepat cepat

14
BAK + + + + + + +

FOLLOW UP
1. EVALUASI I. 16 Juni 2016

S : pasien sudah tidak didapatkan muntah dan tidak ada demam. Makan dan
minum dalam batas normal. Buang air kecil pasien normal dan buang air besar
sehari 2 kali dengan konsistensi lunak.

STATUS GENERALIS
a. Keadaan Umum : Compos mentis, gizi kesan baik
b. Tanda Vital
Laju nadi : 135 kali per menit, reguler, simetris, isi dan tegangan
cukup
Laju pernapasan : 33 kali per menit, vesikuler, reguler, kedalaman
cukup
Suhu : 37.5o C per aksila
c. Kepala : Lingkar kepala = 45 cm, normocephal (= 0 SD),
UUB tidak cekung
d. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
rangsang cahaya positif, mata tidak cekung, air mata
ada
e. Hidung : tidak didapatkan napas cuping hidung dan sekret
f. Telinga : liang telinga lapang, tidak didapatkan discharge,
membran timpani intak
g. Mulut : mukosa mulut basah, tidak didapatkan sianosis,
faring hiperemis, tonsil tidak hiperemis dengan
ukuran T1-T1
h. Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar
i. Thorax : tidak didapatkan retraksi, dinding dada simetris
1) Cor

15
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung sulit dievaluasi
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,
tidak terdengar bising
2) Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dinding dada kanan dan kiri
simetris
Palpasi : Fremitus dada kanan dan kiri sulit dievaluasi
Perkusi : terdengar suara sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : terdengar suara dasar vesikuler, suara tambahan
tidak terdengar
j. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : Bising usus terdengar normal
Perkusi : Timpani diseluruh lapang perut
Palpasi : Supel, hepar lien tidak teraba, turgor kulit kembali
cepat
k. Ekstremitas : tidak ditemukan edema dan akral dingin, arteri
dorsalis pedis teraba kuat, waktu pengisian kapiler
kurang dari dua detik
l. Genital : tidak tampak adanya phymosis, hipospadia, dan
epispadia serta tidak ada hiperemis.

STATUS HIDRASI

06.00 10.00 14.00 18.00 22.00 02.00 06.00

Kesadaran CM CM CM CM CM CM CM

16
UUB
- - - - - - -
cekung
Mata
-/- -/- -/- -/- -/- -/- -/-
cekung

Air mata +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+

Mukosa
+ + + + + + +
basah

Turgor Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali


kulit cepat cepat cepat cepat cepat cepat cepat

BAK + + + + + + +

HASIL PEMERIKSAAN URIN


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
MAKROSKOPIS
Warna Yellow
Kejernihan Clear
KIMIA URIN
Berat jenis 1,010 1,015-1,025
PH 8,0 4,5-8,0
Leukosit Negatif /ul Negatif
Eritrosit Negatif mg/dl Negatif
Protein Negatif mg/dl negatif
Glukosa Normal mg/dl Normal
Keton Negatif mg/dl negatif
Urobilinogen Normal mg/dl Normal
Bilirubin Negatif mg/dl Negatif
Nitrit Negatif mg/dl Negatif

17
MIKROSKOPIS
Eritrosit - /uL 0-6,4
Leukosit - /LPB 0-12
EPITEL
Epitel skuamous - /LPB Negatif
Epitel transisional - /LPB Negatif
SILINDER
Hialin 0 /LPK 0-3
Granulated - /LPK Negatif
Leukosit - /LPK Negatif

HASIL PEMERIKSAAN TINJA


Parameter Hasil Nilai Normal
Makroskopis
Konsistensi Cair Lunak berbentuk
Warna Hijau Kuning coklat
Darah Negatif Negatif
Lendir Positif Negatif
Lemak Negatif Negatif
Pus Negatif Negatif
Makanan tidak tercerna Negatif Negatif / ditemukan
sedikit
parasit Negatif Negatif
Mikroskopis
Sel epitel Positif (+) Negatif/ditemukan
sedikit
Leukosit Positif (+) Negatif/ditemukan
sedikit
Eritrosit Negatif Negatif
Makanan tidak tercerna Negatif Negatif/ditemukan
sedikit

18
Terlur cacing Negatif Negatif
Larva cacing Negatif Negatif
Proglottid cacing Negatif Negatif
Protozoa Negatif Negatif
Yeast / pseudohifa Negatif Negatif

DIAGNOSIS
1. Vommitus akut dehidrasi sedang ec faringitis (terhidrasi)
2. Faringitis akut
3. Gizi baik, normoweight, normoheight

TERAPI
1. Diet bubur susu 500 kkal + ASI/ASB on demand
2. IVFD RL (200ml/kg/hari) 75 ml/jam selama 24 jam atau sampai
terehidrasi pasien sudah teratasi inf D NS maintenance 9 tpm
makro
3. Oralit:
5ml/kgBB = 50 ml jika muntah

PLAN
-
MONITORING
KUVS per 4 jam
Status hidrasi per 4 jam
Balance cairan per 8 jam
Diuresis per 8 jam
PROGNOSIS
Bonam

19
2. EVALUASI II. 17 Juni 2016
S : pasien sudah tidak didapatkan muntah dan tidak ada demam. Makan dan
minum dalam batas normal. Buang air kecil pasien normal dan buang air besar
sehari 2 kali dengan konsistensi lunak.

STATUS GENERALIS
a. Keadaan Umum : Compos mentis, gizi kesan baik
b. Tanda Vital
Laju nadi : 131 kali per menit, reguler, simetris, isi dan tegangan
cukup
Laju pernapasan : 34 kali per menit, vesikuler, reguler, kedalaman
cukup
Suhu : 36.5o C per aksila

c. Kepala : Lingkar kepala = 45 cm, normocephal, (= 0 SD),


UUB tidak cekung
d. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
rangsang cahaya positif, mata tidak cekung, air mata
ada
e. Hidung : tidak didapatkan napas cuping hidung dan sekret
f. Telinga : liang telinga lapang, tidak didapatkan discharge,
membran timpani intak
g. Mulut : mukosa mulut basah, tidak didapatkan sianosis,
faring tidak hiperemis, tonsil tidak hiperemis dengan
ukuran T1-T1
h. Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar
i. Thorax : tidak didapatkan retraksi, dinding dada simetris
1) Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba tidak kuat angkat

20
Perkusi : Batas jantung sulit dievaluasi
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,
tidak terdengar bising
2) Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dinding dada kanan dan kiri
simetris
Palpasi : Fremitus dada kanan dan kiri sulit dievaluasi
Perkusi : terdengar suara sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : terdengar suara dasar vesikuler, suara tambahan
tidak terdengar
j. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : Bising usus terdengar normal
Perkusi : Timpani diseluruh lapang perut
Palpasi : Supel, hepar lien tidak teraba, turgor kulit kembali
cepat
k. Ekstremitas : tidak ditemukan edema dan akral dingin, arteri
Dorsalis Pedis teraba kuat, waktu pengisian kapiler
kurang dari dua detik
l. Genital : tidak tampak adanya phymosis, hipospadia, dan
epispadia serta tidak ada hiperemis.

STATUS HIDRASI

06.00 10.00 14.00 18.00 22.00 02.00 06.00

Kesadaran CM CM CM CM CM CM CM

UUB
- - - - - - -
cekung

21
Mata
-/- -/- -/- -/- -/- -/- -/-
cekung

Air mata +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+

Mukosa
+ + + + + + +
basah

Turgor Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali Kembali


kulit lambat lambat cepat cepat cepat cepat cepat

BAK + + + + + + +

DIAGNOSIS
1. Vommitus akut dehidrasi sedang et faringitis (terhidrasi)
2. Faringitis akut
3. Gizi baik, normoweight, normoheight

TERAPI
1. Inf D NS maintenance 9 tpm makro stop
2. Diet bubur susu 500 kkal + ASI/ASB on demand
3. Oralit:
5ml/kgBB = 50 ml jika muntah

PLAN
1. Pulang
MONITORING
-
PROGNOSIS
Bonam

22
BAB III
ANALISIS KASUS

Pasien merupakan seorang bayi lelaki berusia 8 bulan, yang dibawa orang
tuanya ke IGD RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan muntah sejak 1 hari SMRS
sebanyak 5 kali. Berdasarkan anamnesis, pasien tersebut mengalami vomitus,
dimana pasien mengeluarkan isi lambung secara paksa melalui mulut disertai
kontraksi lambung dan abdomen (Fitzgerald JF dan Clark JH, 1988). Pada pasien
muntah, perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama muntah, frekuensi,
volume, warna, konsistensi, ada/tidak sisa makanan, dan faktor yang memicu
terjadinya mutah. Bila disertai diare, perlu juga ditanyakan hal yang serupa, yaitu:
lama diare, frekuensi, volume, warna, konsistensi, ada/tidak lender dan darah.
Makanan dan minuman apa yang diberikan selama muntah, apakah masih dapat
mengkonsumsi makan atau minum selama muntah. Buang air kecil pada pasien
biasa, berkurang, jarang atau tidak buang air kecil sama sekali dalam 6-8 jam
terakhir. Adakah demam atau penyakt lain yang menyertai atau mendahului
sebelum terjadinya muntah seperti: batuk, pilek, otitis media, dan lain-lain. Pada
pasien ini ditemukan bahwa sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien
muntah sebanyak 5 kali berwarna kuning dan berisi makanan, jumlah 2 sendok
makan. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk tanpa disertai pilek dan demam
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien buang air kecil terakhir 2 jam
sebelum masuk rumah sakit sebanyak gelas belimbing. Pasien mendapatkan
ASI sejak lahir dan saat ini sudah mulai mendapatkan makanan pendamping ASI.
Pasien biasa minum susu dengan intensitas sering dan jumlah 80 ml tiap 2 jam,
namun sejak pagi hari pasien rewel dan sebagian besar makanan dan minuman
yang dikonsumsi dimuntahkan. Pasien tidak mengkonsumsi makanan dan
minuman lain selain ASI dan makanan pendamping ASI yang biasa diberikan.
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Tidak ditemukan
keluhan serupa pada keluarga maupun lingkungan sekitar pasien.
Etiologi dari muntah sendiri dibagi berdasarkan usia. Pada usia 2 bulan-5
tahun terdapat beberapa penyebab dari muntah, yaitu massa intracranial, korpus

23
alienum, gastroenteritis, trauma kepala, hernia inkarserasi, intussusepsi, pottusive,
pielonefritis (Sondheimer JM, 2003). Selain itu faktor resiko lain yang dapat
menyebabkan terjadinya vomitus adalah adanya gag reflex, infeksi, riwayat
kelainan respiratori (faringitis, sinusitis, pneumonia, otitis, common cold),
penyakit hepatobilier (hepatitis, cholecytitis, pancreatitis), cara pemberian minum
yang salah, dan intoleransi makanan (Pusponegoro et al, 2004). Pada pasien ini
ditemukan faktor resiko berupa kelainan respiratori berupa faringitis yang dapat
menyebabkan terjadinya vomitus. Pasien ini juga didapatkan muntah setiap makan
dan minum maka kemungkinan penyebab muntah adalah adanya ulkus atau
psikogenik. Serta pada pasien muntahan berisi makanan yang belum dicerna yang
menandakan adanya kemungkinan penyebabnya achalasia ( Lindley et al, 2005)
Pada pemeriksaan fisik pasien muntah perlu diperiksa: berat badan, suhu
tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda dehidrasi (Soebagyo dan Santoso, 2009). Pada
pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak sakit sedang, lemah, compos
mentis, tampak haus, gizi kesan baik sedangkan pada vital sign dalam batsa
normal. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama muntah.
Subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria
MMWR dan lain-lain (Soebagyo dan Santoso, 2009). Secara objektif, tidak
ditemukan penurunan berat badan pasien ini. Pasien menunjukkan tanda utama
dehidrasi, yaitu tampak gelisah, pasien sudah tidak mau makan dan minum, turgor
kulit abdomen menurun. Sedangkan tanda tambahan yang ditemukan berupa
ubun-ubun besar cekung, kelopak mata cekung, air mata berkuang, mukosa mulut,
bibir dan lidah masih basah serta akral hangat. Berdasarkan kriteria WHO, pasien
termasuk dalam dehidrasi derajat sedang. Seperti yang sudah dijelaskan diatas,
salah satu penyebab vomitus adalah adanya kelainan respiratori berupa faringitis,
sinusitis, pneumonia dan lain-lain. Oleh karena itu butuh dilakukan pemeriksaan
pada traktus respiratorius, pada pasien ini didapatkan faring hiperemis. Serta pada
pasien juga didapatkan batuk sejak 3 hari SMRS, sehingga diperkirakan penyebab
dari vomitus adalah faringitis.

24
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, dilakukan pula pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan laboratorium lengkap pada vomitus pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain vomitus atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,
kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Leukosit biasnaya
meningkat hanya pada vomitus yang disertai atau diakibatkan adanya proses
infeksi dalam tubuh. Pada pemeriksaan darah didapatkan bahwa leukosit normal
(14.5 ribu/dl). Pada pasien dengan keluhan muntah biasanya didapatkan adanya
ketidakseimbangan elektrolit berupa hipoklorida karena komponen yang paling
banyak dikeluarkan saat muntah adalah klorida (Cl-1). Pada pasien ini dilakukan
pemeriksaan elektrolit karena pada pasien didapatkan tanda-tanda dehidrasi.
Didapatkan hasil laboratorium hiperkalsemia 1.35 mmol/L dan hipochloride 90
mEq/L yang sesuai dengan keadaan vomitus.
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada penderita dengan
vomitus yang dicurigai penyebabnya gastroenteritis atau infeksi parasit. Pasien
dengan vomitus yang disebabkan karena gastroenteritis atau infeksi parasite
biasanya ditemukan hasil biakan parasit (+). Pada pasien ini hasil feses rutin tidak
didapatkan parasite maupun amoeba.
Pemeriksaan urin rutin juga perlu dilakukan pada pasien dengan vomitus
yang masih belum diketahui etiologi pastinya. Pemeriksaan urin rutin ini juga
dapat memperlihatkan apakah terdapat infeksi saluran kemih atau adanya kelainan
metabolik yang dapat menyebabkan vomitus. Pada pasien ini didapatkan hasil
normal, tidak menunjukan adanya infeksi saluran kemih dan kelainan metabolik.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
tersebut pasien didiagnosis dengan: vomitus dengan dehidrasi sedang ec faringitis.
Pasien ini ditatalaksana dengan mondok bangsal gastroenterologi anak untuk
dilakukan monitoring dengan indikasi yaitu: terdapat tanda-tanda dehidrasi
sedang, intake sulit, dan untuk menentukan etiologi yang pasti pada pasien.
Terapi cairan yang diberikan pada pasien ini diberikan sesuai dengan terapi
dehidrasi ringan sedang, yaitu: Rehidrasi dapat menggunakan oralit 5ml/kgBB

25
setiap muntah yaitu 5ml x 9kg= 45 ml~ 50 ml oralit. Namun karena pasien sulit
untuk minum peroral akibat tidak ingin makan dan minum, maka diberikan
rehidrasi parenteral (intravena) dengan menggunakan kristaloid Asering
(200ml/kg/hari) = 200ml x 9 kg= 1800 ml / hari 75 ml/jam selama 24 jam atau
sampai terehidrasi (. Berdasarkan guideline WHO tahun 2005, cairan terbaik dan
banyak tersedia yang direkomendasikan adalah Ringers Laktat. Cairan ini
mampu mengganti kehilangan chloride dan mengandung cukup laktat (yang
dimetabolisme menjadi Bikarbonat) untuk mengoreksi adanya asidosis. Cairan ini
dapat digunakan pada segala usia yang mengalami vomitus dengan etiologi yang
bervariasi. Cairan Ringers asetat maupun Ringers laktat merupakan cairan
kristaloid berbasis asam yang mampu mengkoreksi asidosis, yang memiliki
perbedaan lokasi metabolisme dimana laktat terutama dimetabolisme di hati
sementara asetat dimetabolisme terutama di otot (Cortes et al., 2014). Asetat
dimetabolisme secara signifikan lebih cepat dibandingkan dengan laktat, serta
efek alkalisasi asetat sangat cepat (Zander, 2009).
ASI merupakan nutrisi yang digunakan sebagai terapi pada pasien ini. Bayi
yang minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi
yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3
jam. Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa secara
rutin tidak diperlukan (Soebagyo dan Santoso, 2009). Pasien ini mendapatkan
terapi diet Air Susu Ibu (ASI) dan Air Susu Buatan (ASB) on demand, serta diet
bubur susu 500 kkal/L.
Prinsip terapi pada pasien dengan vomitus adalah mengatasi keadaan
hipovolemi dan gangguan elektrolit. Serta terapi vomitus ditujukan untuk enyebab
spesifik muntah yang dapat diidentifikasi. Penggunaan anti emetic pada bayi dan
anak dengan penyebab vomitus yang tidak jelas tidak dianjurkan, bahkan anti
emetic adalah kontraindikasi pada vomitus yang disebabkan kelainan anatomis
saluran gastrointestinal. Terapi yang dapat digunakan adalah antagonis dopamine,
antagonis histamine, derivate fenotiazin (Prokloperazine dan Klorpromazine),
antikolinergik dan 5-HT3 antagonis serotonis (Scruggs et al, 2004). Pada pasien
ini tidak diberikan terapi farmakologis karena pada awal pasien masuk penyebab

26
vomitus masih tidak diketahui secara pasti. Serta pada saat penegakan diagnosis
vomitus pasien ini disebabkan karena faringitis yang merupakan self limited
disease dan tidak memerlukan pengobatan spesifik, kecuali gejala semakin
memberat dan tidak ada perbaikan.

27
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Vomitus
1. Definisi
Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara paksa melalui
mulut disertai kontraksi lambung dan abdomen. Pada anak biasanya sulit
untuk mendiskripsikan mual, mereka lebih sering mengeluhkan sakit perut
atau keluhan umum lainnya. Muntah merupakan suatu cara di mana traktus
gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir
semua bagian atas traktus gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat
mengembang atau bahkan sangat terangsang. Kejadian ini biasanya disertai
dengan menurunnya tonus otot lambung, kontraksi, sekresi, meningkatnya
aliran darah ke mukosa intestinal, hipersalivasi, keringat dingin, detak
jantung meningkat dan perubahan irama pernafasan. Refluks
duodenogastrik dapat terjadi selama periode nausea yang disertai
peristaltik retrograde dari duodenum ke arah antrum lambung atau secara
bersamaan terjadi kontraksi antrum dan duodenum. Muntah timbul bila
persarafan atau otak menerima satu atau lebih pencetus seperti keracunan
makanan, infeksi pada gastrointestinal, efek samping obat, atau perjalanan.
Mual biasanya dapat timbul sebelum muntah.

2. Etiologi
Pembahasan etiologi muntah pada bayi dan anak berdasarkan usia adalah sebagai
berikut:
a. Usia 0-2 bulan:
1) Kolitis Alergika
Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar
kedelai. Biasanya diikuti dengan diare, perdarahan rektum, dan
rewel.
2) Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal

28
Kelainan kongenital, termasuk stenosis atau atresia.
Manifestasinya berupa intoleransi terhadap makanan pada
beberapa hari pertama kehidupan.
3) Refluks Esofageal
Regurgitasi yang sering terjadi segera setelah pemberian susu.
Sangat sering terjadi pada neonatus; secara klinis penting bila
keadaan ini menyebabkan gagal tumbuh kembang, apneu, atau
bronkospasme.
4) Peningkatan tekanan intracranial
Rewel atau letargi disertai dengan distensi abdomen, trauma
lahir dan shaken baby syndrome.
5) Malrotasi dengan volvulus
80% dari kasus ini ditemukan pada bulan pertama kehidupan,
kebanyakan disertai emesis biliaris.
6) Ileus meconium
Inspissated meconium pada kolon distal; dapat dipikirkan
diagnosis cystic fibrosis.
7) Necrotizing Enterocolitis
Sering terjadi khususnya pada bayi prematur terutama jika
mengalami hipoksia saat lahir. Dapat disertai dengan iritabilitas
atau rewel, distensi abdomen dan hematokezia.
8) Overfeeding
Regurgitasi dari susu yang tidak dapat dicerna, wet-burps
sering pada bayi dengan kelebihan berat badan yang diberi air
susu secara berlebihan.
9) Stenosis pylorus
Puncaknya pada usia 3-6 minggu kehidupan. Rasio laki-laki
banding wanita adalah 5:1 dan keadaan ini sering terjadi pada
anak laki-laki pertama. Manifestasi klinisnya secara progresif
akan semakin memburuk, proyektil, dan emesis nonbiliaris.
b. Usia 2 bulan- 5 tahun:

29
1) Tumor otak
Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif,
muntah-muntah, ataksia, dan tanpa nyeri perut.
Ketoasidosis diabetikum
2) Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan
polifagi.
3) Korpus alienum
Dihubungkan dengan kejadian tersedak berulang, batuk terjadi
tiba-tiba atau air liur yang menetes.
4) Gastroenteritis
Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan
orang yang sakit, biasanya diikuti oleh diare dan demam.
5) Trauma kepala
Muntah sering atau progresif menandakan konkusi atau
perdarahan intrakranial.
6) Hernia inkarserasi
Onset dari menangis, anoreksia dan pembengkakan skrotum
yang terjadi tiba-tiba.
7) Intussusepsi
Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan; pasien jarang
mengalami diare atau demam dibandingkan dengan anak yang
mengidap gastroenteritis.
8) Posttusive
Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau
batuk yang dipaksakan.
9) Pielonefritis
Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien
mungkin mempunyai riwayat infeksi traktus urinarius
sebelumnya
c. Usia 6 tahun keatas
1) Adhesi

30
Terutama setelah operasi abdominal atau peritonitis.
2) Appendisitis
Manifestasi klinis dan lokasi nyeri bervariasi. Gejala sering
terjadi termasuk nyeri yang semakin meningkat, menjalar ke
kuadran kanan bawah, muntah didahului oleh nyeri, anoreksia,
demam subfebril, dan konstipasi.
3) Kolesistitis
Lebih sering terjadi pada perempuan, terutama dengan penyakit
hemolitik (contohnya, anemia sel sabit). Ditandai dengan nyeri
epigastrium atau kuadran kanan atas yang terjadi secara tiba-
tiba setelah makan.
4) Hepatitis
Terutama disebabkan oleh infeksi virus atau akibat obat; pasien
mungkin mempunyai riwayat buang air besar berwarna seperti
dempul atau urin berwarna seperti teh pekat.
5) Inflammatory bowel disease
Berkaitan dengan diare, hematokezia, dan nyeri perut. Striktura
bisa menyebabkan terjadinya obstruksi.
6) Intoksikasi
Lebih sering terjadi pada anak yang sedang belajar berjalan dan
remaja. Dicurigai jika mempunyai riwayat depresi. Bisa juga
disertai oleh gangguan status mental.
7) Migrain
Nyeri kepala yang berat; sering terdapatnya aura sebelum
serangan seperti skotoma. Pasien mungkin mempunyai riwayat
nyeri kepala kronis atau riwayat keluarga dengan migrain.
8) Pankreatitis
Faktor resiko termasuk trauma perut bagian atas, riwayat
infeksi sebelumnya atau sedang infeksi, penggunaan
kortikosteroid, alkohol dan kolelitiasis.
9) Ulkus peptikum

31
Pada remaja, ratio wanita:pria = 4:1. Nyeri epigastrium kronik
atau berulang, sering memburuk pada waktu malam.

3. Patofisiologi
Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan
karena memungkinkan pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi
bila terdapat rangsangan pada pusat muntah yang berasal dari,
gastrointestinal, vestibulo okular, aferen kortikal yang lebih tinggi, menuju
CVC kemudian dimulai nausea, retching, ekpulsi isi lambung.
Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1)
chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan 2) central vomiting centre (CVC).
CTZ terletak di area postrema pada dasar ujung caudal ventrikel IV di luar
blood brain barrier (sawar otak). Koordinasi pusat muntah dapat
dirangsang melalui berbagai jaras. Muntah dapat terjadi karena tekanan
psikologis melalui jaras yang kortek serebri dan sistem limbik menuju
pusat muntah (CVC) dan jika pusat muntah terangsang melalui vestibular
atau sistim vestibuloserebelum dari labirin di dalam telinga. Rangsangan
bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS ) akan terdeteksi oleh
CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik. Nervus
vagus dan visera merupakan jaras keempat yang menstimulasi muntah
melalui iritasi saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat. Sekali
pusat muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan
menyebabkan timbulnya muntah. Pencegahan muntah mungkin dapat
melalui mekanisme ini.
Stimulasi terhadap pusat muntah :
a. Stimulasi pada reseptor suprameduler
1) Muntah psikogenik
2) Peningkatan tekanan intrakranial (efusi subdural atau hematoma,
edema otak, atau tumor, hidrosefalus, meningoensefalitis, sindroma
Reye)
3) Valvulus (migrain, hipertensi)

32
4) Kejang
5) Penyakit vestibuler, motion sickness
b. Stimulasi pada Chemoreceptor Trigger Zone
1) Obat-obatan : opiat, ipecac, digoksin, antikonvulsan
2) Toksin
3) Produk metabolisme :
- Asidemia, ketonemia, (diabetik ketoasidosis, lactic asidosis,
fenilketonuria, renal tubular asidosis)
- Aminoasidemia (tirosinemia, hipervalinemia, lisinuria, maple
syrup urine)
- Asidemia organis (asidemia metilmalonik, asidemia propionik,
asidemia isovalerik)
- Hiperamonemia (sindroma Reye, defek siklus urea)
- Lain-lain (intoleransi fruktosa herediter, galaktosemia,
kelainan oksidasi asam lemak, diabetes insipidus, insufisiensi
adrenal, hiperkalsemia, hipervitaminosis A)
c. Stimulasi pada reseptor perifer gastrointestinalis atau obstruksi traktus
gastrointestinalis atau keduanya
1) Faringeal : refleks menelan (sekret sinusitis, self induced
rumination)
2) Esofageal
- Fungsional : refluks, akhalasia, lain-lain, dismotilitas
esophageal
- Struktural : striktura, cincin, atresia dll.
3) Gastrik
- Ulkus peptikum, infeksi, dismotolitas/gastroparesis
- Obstruksi (benzoar, stenosis piloris, penyakit granulomatosus
kronik).

Pada manusia muntah terdiri dari 3 aktivitas yang terkait, nausea


(mual), retching dan pengeluaran isi lambung. CTZ mengandung reseptor

33
untuk bermacam-macam sinyal neuroaktif yang menyebabkan muntah.
Reseptor di CTZ diaktivasi oleh bahan-bahan proemetik di dalam sirkulasi
darah atau di cairan serebrospinal (CSF). Reseptor untuk dopamin titik
tangkap kerja dari apomorfin, asetilkolin, vasopresin, enkefalin,
angiotensin, insulin, endorfin, substansi P, dan mediator-mediator lain
Stimulator oleh teofilin dapat menghambat aktivitas proemetik dari bahan
neuropeptik tersebut. Eferen dari CTZ dikirim ke CVC, selanjutnya terjadi
serangkaian kejadian yang dimulai melalui spangnik vagus eferen. CVC
terletak di traktus nukleus solitarius dan di sekitar formasio retikularis
medula tepat di bawah CTZ.
Muntah sebagai respons terhadap iritasi gastrointestinal, radiasi
abdomen, dilatasi gastrointestinal adalah kerja dari signal aferen nervus
vagus ke pusat muntah yang dipicu oleh pelepasan lokal mediator
inflamasi dari mukosa yang rusak, dengan pelepasan sekunder
neurotransmiter. Eksitasi paling penting adalah serotonin dari sel
enterokromafin mukosa. Pada motion sickness diketahui bahwa gerakan
perubahan arah tubuh yang cepat menyebabkan orang tertentu muntah,
signal aferen ke pusat muntah berasal dari reseptor di labirin dan impuls
ditransmisikan terutama melalui inti vestibular ke dalam serebelum,
kemudian ke zona pencetus kemoreseptor, dan akhirnya ke pusat muntah.
Berbagai rangsangan psikis, termasuk gambaran yang memuakkan,
dan faktor psikologi lain dapat menyebabkan muntah melalui jaras kortek
serebri dan sistem limbik menuju pusat muntah. Selain itu, gejala
gastrointestinal meliputi peristaltik, salivasi, takipnea, takikardi.
Terdapat tiga fase muntah, yaitu fase prodromal (fase pre-ejeksi), fase
ejeksi dengan retching dan muntah dan fase post ejeksi.
a. Fase pre-ejeksi
Fase ini biasanya berlangsung sebentar, ditandai dengan mual dan
dihubungkan dengan peningkatan kadar vasopressin plasma (ADH),
kadang-kadang kenaikan ini melebihi tingkat vasopressin yang
dibutuhkan dalam kerjanya sebagai antidiuretik dan mengganggu

34
aktifitas mioelektrisitas di antrum gaster sehingga terjadi takigastria.
Awal dari retching menyebabkan kontraksi retrograde yang kuat
dimulai dari usus halus bagian bawah membawa isi dari usus halus
kembali ke lambung. Pada tahap awal dari iritasi gastrointestinal atau
distensi yang berlebihan, antiperistaltis mulai terjadi, sering beberapa
menit sebelum muntah terjadi. Antiperistaltis dapat dimulai sampai
sejauh ileum di traktus intestinal, dan gelombang antiperistaltik
bergerak mundur, naik ke usus halus dengan kecepatan 2-3cm/detik;
proses ini dapat mendorong sebagian isi usus kembali ke duodenum,
menjadi sangat meregang. Peregangan ini menjadi faktor pencetus yang
menimbulkan tindakan muntah yang sebenarnya. Sistem saraf otonom
teraktivasi sehingga terjadi takikardi, vasokonstriksi dan berkeringat
dingin. Sistem saraf vagus membuat traktus intestinal bagian atas
menjadi relaksasi dan memicu salivasi.
b. Fase ejeksi
Retching biasanya mendahului muntah. Fungsi dari retching masih
belum diketahui. Muntah merupakan gabungan dari kontraksi ritmik
yang terkoordinasi dari diafragma, otot-otot interkostalis eksterna dan
otot abdomen memeras lambung dan mengeluarkan isi lambung.
Pada saat muntah, kontraksi intrinsik kuat terjadi baik pada duodenum
maupun lambung, bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter
esophagus bagian bawah, sehingga membuat muntahan mulai bergerak
ke dalam esophagus. Setelah itu terjadi kerja muntah spesifik yang
melibatkan otot-otot abdomen mengambil alih dan mendorong
muntahan ke luar.
Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku
muntah, efek yang pertama adalah (1) bernafas dalam, (2) naiknya
tulang lidah dan faring untuk menarik sfingter esofagus bagian atas
supaya terbuka, (3) penutupan glotis, dan (4) pengangkatan palatum
mole untuk menutupi nares posterior. Kemudian datang kontraksi yang
kuat ke bawah diafragma bersama dengan rangsangan kontraksi semua

35
otot dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut di antara diafragma
dan otot-otot abdomen, membentuk suatu tekanan intragastrik sampai
ke batas yang tinggi. Akhirnya sfingter esophagus bagian bawah
berelaksasi secara lengkap, membuat pengeluaran isi lambung ke atas
melalui esophagus. Jadi kerja muntah berasal dari suatu kerja memeras
otot-otot abdomen bersama dengan pembukaan sfingter esophagus
secara tiba-tiba sehingga isi lambung dapat dikeluarkan.
c. Fase Post-ejeksi
Fase post ejeksi belum seluruhnya dimengerti, bagaimana fungsi
normal tubuh kembali lagi sepenuhnya setelah mengalami muntah dan
kapan muntah pertama akan diikuti muntah lainnya lagi.

4. Evaluasi Klinis
a. Evaluasi klinis muntah pada neonates
1) Muntah bilier
Dapat terjadi pada semua umur, menandakan obstruksi intestinal
atau infeksi sistemik. Abnormalitas dari anatomi traktus
gastrointestinal yang tampak pada minggu pertama kehidupan
dengan muntah bilier dan distensi abdomen termasuk di dalamnya
malrotasi, volvulus, atresia usus, sumbatan mekonium, hernia
inkarserata dan agangliogenesis (Penyakit Hirscprung).
2) Necrotizing Enterocolitis (NEC)
Necrotizing Enterocolitis merupakan kejadian inflamasi traktus
intestinal paling sering pada neonatus. Gejala dari NEC adalah
distensi abdomen, muntah bilier dan adanya darah pada tinja.
Bayi baru lahir dengan NEC dapat juga menunjukan gejala infeksi
sistemik nonspesifik, seperti letargi, apneu, suhu tidak stabil dan
syok. Necrotizing Enterocolitis terutama ditemui pada bayi preterm
dan NEC juga mempengaruhi 10% bayi yang lahir aterm.
3) Kelainan metabolik
Inborn Errors of Metabolism harus diwaspadai akan adanya

36
penyakit neonatus akut. Beberapa faktor yang menyebabkan
cenderung terjadinya NEC. Keadaan terkait lainnya, termasuk
letargi, hipotonia dan kejang.
4) Kelainan neurologis
Abnormalitas susunan saraf pusat, seperti perdarahan intrakranial,
hidrosefalus dan edem serebri, harus dicurigai pada neonatus
dengan defisit neurologis, peningkatan lingkar kepala yang cepat
dan penurunan hematokrit yang tidak dapat dijelaskan.
b. Evaluasi klinis muntah pada bayi
1) Stenosis pylorus
Stenosis pilorus merupakan pertimbangan utama etiologi muntah
pada bayi. Hipertrofi pilorus menyebabkan obstruksi pengeluaran
cairan gaster di kanal pilorus. Lima persen bayi dengan orangtua
yang mengalami stenosis pilorus, mengalami kelainan ini. Laki-laki
lebih dipengaruhi dibanding wanita. Gejala stenosis pylorus
dimulai pada umur dua hingga tiga minggu, namun dapat terjadi
pada rentang waktu sejak lahir hingga usia lima bulan. Massa
berukuran zaitun, dapat teraba di kuadran kanan atas.
2) Refluks gastroesofageal (GER)
GER merupakan kelainan gastroesofageal yang paling sering terjadi
di masa bayi. Kelainan ini disebabkan oleh fungsi sfingter
esofageal bagian bawah (Lower Esophageal Sfingter atau LES)
yang belum matur pada bayi. Pada GER ditemui relaksasi
sementara dari sfingter esofagus bagian bawah yang terjadi secara
tiba-tiba, berlangsung singkat, dimana terjadi pergerakan retrograde
isi lambung ke dalam esofagus. GER mewakili fenomena fisiologis
yang sering dijumpai pada tahun pertama kehidupan. Sebanyak 60-
70% bayi mengalami muntah setelah 24 jam menyusu, hal ini
berlangsung hingga usia 3-4 bulan.
Refluks gastroesofageal dapat menjadi patologis jika gejala
menetap lebih dari 18-24 bulan dan atau ditemukannya komplikasi

37
yang signifikan seperti gangguan tumbuh kembang, episode
rekuren dari bronkospasme dan pneumonia, apneu atau refluks
esofagitis.
Selama beberapa tahun, GER pada bayi dan anak diduga timbul
akibat tidak adanya tonus pada LES (Lower Esophageal Sfingter),
namun banyak penelitian terkini menunjukkan bahwa tekanan pada
LES pada kebanyakan pasien anak adalah normal, bahkan pada
bayi preterm.
Mekanisme mayor yang terjadi pada bayi dan anak kini telah
dibuktikan akibat adanya transien LES relazation. Beberapa faktor
yang memicu terjadinya GER adalah peningkatan volume cairan
intragastrik dan posisi telentang. GER dapat juga dipicu oleh
penurunan viskositas cairan diet pada bayi dibandingkan dengan
makanan dewasa yang lebih padat.
Dibandingkan dengan dewasa, bayi lebih mudah terkena GER
karena perbedaan daya kembang lambung dan waktu pengosongan
lambung yang lebih lambat.
3) Alergi pada gastrointestinal
Alergi susu sapi sangat jarang ditemui pada bayi dan masa awal
kanak-kanak. Umumnya terjadi pada umur 2-3 tahun. Pada alergi
ini dapat terjadi muntah, diare, kolik dan kehilangan darah.
c. Evaluasi klinis muntah pada anak-anak
1) Ulkus peptikum pada anak lebih sering dikaitkan dengan muntah
Ulkus peptikum harus dicurigai jika terdapat riwayat ulkus pada
keluarga atau jika terdapat hematemesis atau anemia defisiensi besi
yang tidak dapat dijelaskan atau nyeri yang sering membangunkan
pasien dari tidurnya.
2) Pankreatitis
Pankreatitis relatif jarang menyebabkan muntah, namun
seharusnya dipertimbangkan pada pasien yang pernah mengalami
trauma abdomen. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri epigastrium

38
yang dapat menjalar ke punggung bagian tengah.
Faktor predisposisi lainnya termasuk penyakit virus (gondongan),
obat (steroid, azatioprin), anomali kongenital traktus bilier atau
traktus pankreatikus, kolelitiasis, hipertrigliseridemia dan riwayat
pankreatitis pada keluarga
3) Gangguan sistem saraf pusat
Muntah persisten tanpa adanya keluhan sistemik atau keluhan
gastrointestinal lainnya menandakan adanya tumor intrakranial atau
peningkatan tekanan intrakranial. Penemuan gejala neurologis yang
kurang jelas seperti ataksia, harus ditatalaksana dan dilakukan
pemeriksaan neurologis dengan cermat.

5. Diagnosis
a. Anamnesis
Sifat dan ciri muntah akan membantu mengetahui penyebab
muntah. Muntah proyektil dapat dikaitkan dengan adanya obstruksi
gastrointestinal atau tekanan intrakranial yang meningkat. Muntah
persisten pada neonatus dapat dicurigai ke arah kelainan metabolik
bawaan ditambah dengan adanya riwayat kematian yang tidak jelas
pada saudaranya dan multipel abortus spontan pada ibunya.
Bahan muntahan dalam bentuk apa yang dimakan menunjukkan
bahwa makanan belum sampai di lambung dan belum dicerna oleh
asam lambung berarti penyebab muntahnya di esofagus. Muntah yang
mengandung gumpalan susu yang tidak berwarna coklat atau
kehijauan mencerminkan bahwa bahan muntahan berasal dari
lambung. Muntah yang berwarna kehijauan menunjukkan bahan
muntahan berasal dari duodenum di mana terjadi obstruksi di bawah
ampula vateri. Bahan muntahan berwarna merah atau kehitaman
(coffee ground vomiting) menunjukkan adanya lesi di mukosa
lambung. Muntah yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan robekan
pada mukosa daerah sfingter bagian bawah esofagus yang

39
menyebabkan muntah berwarna merah kehitaman (Mallory Weiss
syndrome). Adanya erosi atau ulkus pada lambung menyebabkan
muntah berwarna hitam, kecoklatan, atau bahkan merah karena darah
belum tercerna sempurna. Pada periode neonatal darah ibu yang
tertelan oleh bayi pada waktu persalinan atau puting susu ibu yang
luka akibat sedotan mulut bayi, warna muntah juga berwarna
kecoklatan, dapat dibedakan antara darah ibu dan bayi dengan Apt test
(alkali denaturation test). Muntah fekal menunjukan adanya peritonitis
atau obstruksi intestinal.
Jenis dan jumlah makanan atau minuman sebelum muntah (ASI
atau susu formula, makanan atau minuman lainnya), kehilangan berat
badan, miksi terakhir dan perubahan perilaku harus dicermati. Poin
penting lainnya adalah apakah ada riwayat alergi atau intoleran
makanan dan pengobatan sebelumnya, apakah anak mengalami gejala
lain seperti nyeri kepala, diare atau letargi. Perlu juga ditanyakan
kondisi medis anak sebelumnya, riwayat pembedahan, riwayat
bepergian ke negara berkembang dan sumber air minum dan apakah
anak sebelumnya mengkonsumsi makanan yang mungkin telah
tercemar.
Kelainan anatomik kongenital, genetik, dan penyakit metabolik
lebih sering terlihat pada periode neonatal, sedangkan peptik, infeksi,
dan psikogenik sebagai penyebab muntah lebih sering terjadi dengan
meningkatnya umur. Intoleransi makanan, perilaku menolak makanan
dengan atau tanpa muntah sering merupakan gejala dari penyakit
jantung, ginjal, paru, metabolik, genetik, atau kelainan neuromotorik.
b. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda dehidrasi yaitu ubun-ubun yang cekung, turgor kulit
kembali lambat/sangat lambat, mulut kering, air mata yang
kering,berkurangnya frekuensi miksi (kurang dari satu popok
basah dalam enam jam pada bayi) atau anak dengan denyut
jantung cepat (bervariasi, tergantung umur anak) sehingga dapat

40
dinilai derajat dehidrasi untuk penatalaksanaan selanjutnya.
2) Iritasi peritonium dicurigai pada anak yang menahan sakit dengan
posisi memeluk lutut, perlu diperiksa adanya distensi, darm
countour dan darm steifung, peningkatan serta bising usus.
3) Teraba massa, organomegali, perut yang lunak atau tegang harus
diperhatikan dan diperiksa dengan seksama. Pada pilorus hipertrofi
akan teraba massa pada kuadran kanan atas perut.
4) Intususepsi biasanya ditandai dengan perut yang lunak, masa
berbentuk sosis pada kuadran kanan atas dan ada bahagian yang
kosong pada kuadran kanan bawah (Dance sign)
5) Rectal toucher, penurunan tonus sfingter ani, dan feses yang keras
dengan jumlah yang banyak pada ampula menandakan adanya
impaksi fekal. Konstipasi akan meningkatkan tonus sfingter ani,
dan ampula yang kosong menandakan Hirschsprung disease.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
- Darah lengkap
- Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami
dehidrasi.
- Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi
adanya infeksi atau kelainan saluran kemih atau adanya
kelainan metabolik.
- Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila
dicurigai adanya penyakit metabolik yang ditandai dengan
asidosis metabolik berulang yang tidak jelas penyebabnya.
- Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk
menyingkirkan kemungkinan defek pada siklus urea.
- Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu
diperiksa bila dicurigai ke arah penyakit hati.
- Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien
pankreatitis akut. Kadar lipase serum lebih bermanfaat karena

41
kadarnya tetap meninggi selama beberapa hari setelah serangan
akut.
- Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang
dicurigai gastroenteritis atau infeksi parasit.
2) Ultrasonografi
Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik,
akan tetapi dua pertiga bayi akan memiliki hasil yang negatif
sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium meal.
3) Foto polos abdomen
- Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk
mendeteksi malformasi anatomik kongenital atau adanya
obstruksi.
- Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi
tanda ini tidak spesifik karena dapat ditemukan pada
gastroenteritis
- Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di
bawah diafragma menandakan adanya perforasi.

4) Barium meal
Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-
osmolar, serta larut air. Dilakukan bila curiga adanya kelainan
anatomis dan atau keadaan yang menyebabkan obstruksi pada
pengeluaran gaster.
5) Barium enema
Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa
sebagai terapi pada intususepsi.

6. Diagnosis banding
Diagnosis banding muntah berdasarkan gejala yang hampir sama adalah
sebagai berikut:
a. Posseting

42
Pengeluaran sedikit isi lambung sehabis makan, biasanya meleleh
keluar dari mulut. Sering didahului oleh bersendawa, tidak berbahaya
dan akan menghilang dengan sendirinya.
b. Ruminasi (Rumination, merycism)
Merupakan suatu kebiasaan abnormal, mengeluarkan isi lambung,
mengunyahnya dan kemudian menelannya kembali. Kadang-kadang
dirangsang secara sadar dengan mengorek faring dengan jari, tidak
berbahaya. Kebiasaan ini sulit dihilangkan, memerlukan bimbingan
psikologik/psikoterapi yang intensif.
c. Regurgitasi
Disebabkan oleh inkompetens sfingter kardioesofageal dan/atau
memanjangnya waktu pengosongan isi lambung. Dapat mengganggu
pertumbuhan dan menimbulkan infeksi traktus respiratorius berulang
akibat aspirasi. Bisa juga sebagai salah satu penyebab sudden infant
death syndrome. Sebagian besar akan menghilang sendiri dengan
bertambahnya umur bayi.
d. Refluks gastroesofageal
RGE adalah keluarnya isi lambung ke dalam esophagus. Keadaan ini
mungkin normal atau dapat pula abnormal. Setaip refluks tidak selalu
disertai regurgitasi atau muntah, tetapi setiap regurgitasi pasti disertai
refluks.

7. Tatalaksana
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah
mengkoreksi keadaan hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit
gastroenteritis akut dengan muntah, obat rehidrasi oral biasanya sudah
cukup untuk mengatasi dehidrasi.
Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan
awalnya adalah dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta
memasang nasogastic tube yang dihubungkan dengan intermittent suction.

43
Pada keadaan ini memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.
Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah
yang dapat diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak
tanpa mengetahui penyebab yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan
kontraindikasi pada bayi dan anak dengan gastroenteritis sekunder atau
kelainan anatomis saluran gastrointestinal yang merupakan kasus bedah
misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS), apendisitis, batu ginjal,
obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial. Hanya pada keadaan
tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif, misalnya pada
mabuk perjalanan (motion sickness), mual dan muntah pasca operasi,
kemoterapi kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan motilitas
saluran gastrointestinal.
Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai
berikut :
1) Antagonis dopamine
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi
gastrointestinal karena biasanya merupakan self limited. Obat-obatan
antiemetik biasanya diperlukan pada muntah pasca operasi, mabuk
perjalanan, muntah yang disebabkan oleh obat-obatan sitotoksik, dan
penyakit refluks gastroesofageal. Contohnya Metoklopramid dengan
dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per hari. Pasca operasi
0.25 mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal
pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi obat ini sekarang sudah
jarang digunakan karena mempunyai efek ekstrapiramidal seperti
reaksi distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini
karenadapat dikatakan lebih aman. Domperidon merupakan derivate
benzimidazolin yang secara invitro merupakan antagonis dopamine.
Domperidon mencegah refluks esophagus berdasarkan efek
peningkatan tonus sfingter esophagus bagian bawah.

44
2) Antagonis terhadap histamine (AH1)
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam
golongan etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik
paling kuat diantara antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini
bermanfaat untuk mengatasi mabuk perjalanan (motion sickness) atau
kelainan vestibuler. Dosisnya oral: 1-1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam
4-6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.
3) Prokloperazine dan Klorpromerazin
Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah
muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada CTZ. Mempunyai
efek kombinasi antikolinergik dan antihistamin untuk mengatasi
muntah akibat obat-obatan, radiasi dan gastroenteritis. Hanya boleh
digunakan untuk anak diatas 2 tahun dengan dosis 0.40.6
mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4 dosis, dosis maksimal berat
badan <20>
4) Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena
faktor vestibular atau stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang
digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis
dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis.
5) 5-HT3 antagonis serotonin
Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya
diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang
terdapat pada CTZ di area postrema otak dan mungkin juga pada
aferen vagal saluran cerna. Ondansentron tidak efektif untuk
pengobatan motion sickness. Dosis mengatasi muntah akibat
kemoterapi 418 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit senelum
kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama
diberikan kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis
pascaoperasi: 212 yr <40>40 kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8
mg PO/kali.

45
8. Komplikasi
a. Komplikasi metabolik
Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa,
deplesi kalium, natrium. Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari
hilangnya cairan lewat muntah atau masukan yang kurang oleh karena
selalu muntah. Alkalosis sebagai akibat dari hilangnya asam lambung,
hal ini diperberat oleh masuknya ion hidrogen ke dalam sel karena
defisiensi kalium dan berkurangnya natrium ekstraseluler. Kalium
dapat hilang bersama bahan muntahan dan keluar lewat ginjal
bersama-sama bikarbonat. Natrium dapat hilang lewat muntah dan
urine. Pada keadaan alkalosis yang berat, pH urine dapat 7 atau 8,
kadar natrium dan kalium urine tinggi walaupun terjadi deplesi
Natrium dan Kalium
b. Gagal tumbuh kembang
Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena
intake menjadi sangat berkurang dan bila hal ini terjadi cukup lama,
maka akan terjadi kegagalan tumbuh kembang.
c. Aspirasi isi lambung
Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode
aspirasi ringan berulang menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas
berulang. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi GERD.
d. Mallory Weiss syndrome
Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan
lambung. Biasanya terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada
pemeriksaan endoskopi ditemukan kemerahan pada mukosa esofagus
bagian bawah daerah LES. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila
anemia terjadi karena perdarahan hebat perlu dilakukan transfusi
darah
e. Peptic esophagitis
Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan

46
iritasi mukosa esophagus oleh asam lambung.
9. Prognosis
Prognosis pasien dengan gejala muntah tergantung pada derajat dehidrasi
dan penatalaksanaan dehidrasi, etiologi penyakit yang menyebabkan
muntah, serta komplikasi yang terjadi dari muntah itu sendiri.

BAB V
PENUTUP

47
Simpulan
1. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
pasien tersebut didiagnosis dengan vomitus akut ec faringitis
2. Pada pasien tersebut telah dilakukan penanganan yang tepat sesuai dengan
Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010

Saran
1. Setelah pasien diperbolehkan pulang, sebaiknya dilakukan follow up kembali
untuk mengevaluasi hasil pengobatan.
2. Perlu edukasi pada keluarga pasien untuk menjaga kebersihan lingkungan dan
diri sendiri untuk mencegah terjadinya sakit yang berulang.

DAFTAR PUSTAKA

48
Charles A. Pohl, Leonard G.Gomella, series editor. Pediatrics on call. Lange
medical book/McGraw-Hill. 2006:435
Corts DO, Bonor AR, Vincent JL. 2014. Isotonic crystalloid solutions: a
structured review of the literature. Br. J. Anest
Hassan R, Alatas H (2007). Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah 2. Jakarta: FK UI.
Guyton and Hall, 1996. Textbook of medical physiology. 9th Ed. W. B Saunders
Company. Philadelphia.
Lindley, Keith J, Andrews, Paul L. Pathogenesis and treatment of cyclical
vomiting. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition [serial online]
2005 September. Philadelphia.. Available from URL : www.jpgn.org
Pusponegoro hardiyono et al, 2004, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak:
edisi I, Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Scruggs, Karen and Johnson, Michael. 2004. Persistent vomiting in pediatric
treatment guidelines. Current Clinical Strategies. USA; p : 129-133
Subagyo B, Santosa N (2009). Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid I.
Jakarta: IDAI.
Zander R. 2009. Fluid Management Second expanded edition. Bibliomed
Medizinische Verlagsgesellschaft mbH, Melsungen.

49

Vous aimerez peut-être aussi