Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
OLEH:
Anna Maria Fransisca, S.Kep 113063J116005
Apriyadi, S.kep 113063J116007
Devysia Martharina Agustin, S.Kep 113063J116012
Menisius, S.Kep 113063J116035
Sita Leluni, SKep 113063J116047
Yelisa, S.Kep 113063J116055
Verinia Novelina, S.Kep 114063J116049
1
2
LAPORAN PENDAHULUAN
CEDERA KEPALA
A. KONSEP DASAR
1. Anatomi
rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling
penting yang berperan dalam pemulihan stroke (Feigin, 2006).
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla
spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari
SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh
lainnya (Noback dkk, 2005). Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf,
dengan komponen bagiannya adalah:
1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan
sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum dibagi menjadi beberapa
lobus, yaitu:
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di
hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat
pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer)
dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat
daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur
gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves
dkk, 2004).
b) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari fisura
parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya
ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan
perkembangan emosi.
c) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran
(White, 2008).
1
4
d) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf
lain & memori (White, 2008).
e) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi
dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian
atas susunan endokrin dan susunan otonom (White, 2008).
2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi
yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi
somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan
output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang
menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat.
Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot.
Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal. Bagian-bagian
dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan lobus
fluccolonodularis (Purves, 2004).
3) Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur fungsional batang otak yang penting
adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla
spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf
cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu
mesensefalon, pons dan medulla oblongata.
b. Peredaran Darah Otak Darah
Peredaran Darah Otak Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi
lainnya yang diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak
sangat mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus
dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh
5
pembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu dengan yang lain
sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel.
1) Peredaran Darah Arteri Suplai
Darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri
karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk circulus
willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis
komunis yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di
dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri
communicans posterior yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri
posterior. Arteri serebri anterior saling berhubungan melalui arteri
communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria
subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari
arteria inominata,sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung
dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arteri basilaris.
2) Peredaran Darah Vena
Darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater, suatu
saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater. Sinus-
sinus duramater tidak mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk
triangular. Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus
longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang
utama adalah vena anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus
longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam
sinus transversus. Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari
basal ganglia (Wilson, et al , 2002).
3. Definisi
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Grace,
2007 hal 91). Sementara menurut Fransisca (2008. Hal 96) menyatakan bahwa
trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan fungsi
normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit
1
6
neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa
karena hemoragik, serta edema serebral disekitar jaringan otak.
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.
Cedera kepala dapat disebut juga dengan head injury ataupun traumatic brain
injury. Kedua istilah ini sebenarnya memiliki pengertian yang sedikit berbeda. Head
injury merupakan perlukaan pada kulit kepala, tulang tengkorak, ataupun otak sebagai
akibat dari trauma. Perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan terjadinyabenjolan
kecil namun dapat juga berakibat serius (Heller, 2013). Sedangkan, traumatic brain
injury merupakan gangguan fungsi otak ataupun patologi pada otak yang disebabkan
oleh kekuatan (force) eksternal yang dapat terjadi di mana saja termasuk lalu lintas,
rumah, tempat kerja, selama berolahraga, ataupun di medan perang (Manley dan
Mass, 2013).
Cedera kepala dapat dikelasifikasikan sebagai berikut :
a. Berdasarkan Mekanisme
1) Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun
cedera akibat kekerasaan (pukulan).
2) Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda
tajam/runcing.
b. Tipe dan tingkatan cidera kepala :
1) Cidera kepala ringan
a) Klien bangun dan mungkin bisa berprientasi
b) GCS (13-15)
c) Kehilangan kesadara natau amnesia <dari 30 menit
d) Tidak terdapat fraktu rtengkorang ,kontusi odan hematoma.
2) Cidera kepala sedang
a) Klien konfusi/samnolen, namun tetap mampu mengikuti perintah sederhana
b) GCS (9-12)
c) Hilang kesadaran atau amnesia > 30 menittetapi ,<dari 24 jam
7
4. Etiologi
Cedera kepala dapat dibagi atas beberapa penyebab, menurut Krisanty (2009.).
a. Trauma tumpul : kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan yang
menyebar. Berat ringannya yang terjadi cedera yang terjadi tergantung pada
proses akselerasi-deselerasi, kekatan benturan dan kekuatan rotasi internal. Rotasi
internal dapat menyebabkan perpindahan cairan dan perdarahan petekie karena
pada saat otak bergeser akan terjadi pergeseran antara permukaan otak dengan
tonjolan-tonjolan yang terdapat di permukaan dalam tengkoraklaserasi jaringan
otak sehingga mengubah integritas vaskuler otak.
b. Trauma tajam : Disebabkan oleh pisau,peluru, atau fragmen tulang pada fraktur
tulang tengkorak. Kerusakan tergantung pada kecepatan gerak (velocity ) benda
tajam tersebut menancap ke kepala atau otak. Kerusakam terjadi hanya pada area
dimana benda tersebut merobek otak ( lokal ). Objek dengan velocity tinggi
(peluru) menyebabkan kerusakan struktur otak yang luas. Adanya luka terbuka
menyebabkan resiko infeksi.
c. Coup dan Contracoup : pada cedera coup kerusakan terjadi pada daerah benturan
sedangkan pada cedera contracoup kerusakan terjadi pada sisi yang berlawanan
dengan cedera coup.
5. Patofisiologi
a. Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah
bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat masuknya
1
8
Perubahan TTV.
Gangguan penglihatan.
Disfungsi sensorik.
lemah otak.
6. pathway
TRAUMA KEPALA
Messenfalon Tertekan
8. Pemeriksaan penunjang
Dewanto (2009. Hal 16) menyatakan memerlukan beberapa pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan diagnosa pada pasien dengan trauma atau cedera
kepala, adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut:
a. Foto polos kepala: foto polos kepala/otak memiliki sensitivitas dan spesifisitas
yang rendah dalam mendeteksi perdarahan intrakranial . pada era CT scan, foto
polos kepala mulai ditinggalkan
b. CT scan kepala: CT scan kepala merupakan standar baku untuk mendeteksi
perdarahan intracranial. Semua pasien dengan GCS < 15 sebaiknya menjalani
1
12
pemeriksaan CT scan, sedangkan pada pasien dengan GCS 15, CT scan dilakukan
hanya dengan indikasi tertentu.
c. MRI kepala: MRI adalah teknik pencitraan yang lebih snsitif dibandingkan
dengan CT scan, kelaianan yang tidak tampak pada CT scan dapat dilihata oleh
MRI. Namun, dibutuhkan waktu pemeriksaan lebih lama dibandingkan dengan
CT scan sehingga tidak sesuai dalam situasi gawat darurat.
d. Positron emission tomography (PET) dan single photon emission computer
tomography (SPECT) mungkin dapat memperlihatkan abnormalitas pada fase
akut dan kronis meskipun CT scan atau MRI dan pemeriksaan neurologis tidak
memperlihatkan kerusakan. Namun, spesifitas penemuan abnormalitas tersebut
PET atau SPECT pada fase awal kasus CKR masih belum direkomendsikan
(Dewanto 2009).
9. Komplikasi
Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebal, dapat
menyertai cedera kepala tertutup yang berat, atau lebih sering, cedera kepala
terbuka.Pada perdarahan diotak, tekanan intracranial meningkat, dan sel neuron dan
vascular tertekan.Ini adalah jenis cedera otak sekunder.Pada hematoma, kesadaran
dapat menurun dengan segera, atau dapat menurun setelahnya ketika hematoma
meluas dan edema interstisial memburuk. Perubahan prilaku yang tidak kentara dan
defisit kognitif dapat terjadi dan tetap ada (Corwin 2009).
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis pada pasien dengan cedera kepala menurut Corwin (2009)
adalah sebagai berikut :
a. Geger otak ringan dan sedang biasanya diterapi dengan observasi dan tirah baring.
b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh darah yang pecah melalui pembedahan dan
evakuasi hematoma.
c. Mungkin diperlukan debridement melalui pembedahan (pengeluaran benda asing
dan sel yang mati), terutama pada cedera kepala terbuka.
d. Dekompresi melalui pengeboran lubang didalam otak, yang disebut burr hole,
mungkin diperlukan.
e. Mungkin dibutuhkan ventilasi mekanis.
f. Antibiotik diperlukan untuk cedera kepala terbuka guna mencegah infeksi.
13
1
16
1
18
I. PENGKAJIAN
A. Biodata pasien :
Nama : Ny. D. K
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Usia : 45 tahun
Status penikahan : Menikah
No. RM : 1 35 30 - xx
Diagnosa medis : Cidera Kepala Berat
Alamat : Jl. Alalak Utara No. xx Rt. xx
C. Pengkajian primer :
1) Airway (jalan nafas)
Sumbatan :
(-) benda asing
(-) darah
(-) brokospasme
(-) sputum
() lendir/cairan
(-) bebas / tanpa sumbatan
Suara nafas :
(-) snoring
() gurgling
(-) stridor
1
20
2) Breathing (pernafasan)
Sesak dengan
(-) aktivitas
(-) tanpa aktivitas
(-) menggunakan otot tambahan
Frekuensi : 36 x/menit
Irama : ( ) teratur (- ) tidak teratur
Kedalaman : (-) dalam () dangkal
Batuk : ( -) produktif ( -) non produktif
Sputum : ( -) ada () tidakada
Warna :
Konsistensi :
Bunyi nafas :
(- ) ronchi
( -) wheezing
(- ) crakles
( ) lainnya
Masalah Keperawatan : Pola Nafas Tidak Efektif
3) Circulation (sirkulasi)
Sirkulasi perifer :
Nadi : 135 x/menit
Irama : ( ) teratur ( -) tidak teratur
Denyut : (- ) lemah ( ) kuat
TD : 100/70 mmHg
Ekstremitas : (- ) hangat () dingin
WarnaKulit : (- ) cyanosis () pucat (- ) kemerahan
Nyeri dada : (- ) ada () tidakada
Karakterisitik nyeri dada :
(- ) menetap
(- ) menyebar
(- ) seperti ditusuk-tusuk
21
4) Disability
Tingkat Kesadaran :
(- ) composmentis
( -) apatis
( -) somnolen
( -) stupor
() soporocoma
( -) koma
Pupil
1
22
(-) isokor
() anisokkor
( -) miosis
() midriasis
Reaksi terhadap cahaya
Kanan
( -) positif
() negatif
Kiri
( ) positif
(-) negatif
GCS : 7 (E1 V2 M4 )
Terjadi
( -) kejang
( -) pelo
( -) kelumpuhan/kelemahan
( -) mulut mencong
( -) afasia
( -) disartria
( -) berlendir
Refleks :
Babinsky : +/-
Patella : tidak terkaji
Bisep/trisep : tidak terkaji
Brudynsky : tidak terkaji
Masalah keperawatan :
5) Eksposure
Tampak terdapat jejas pada Vulnus eksoriasi prontal panjang 2x3 cm, dan jejas
pada dada sebelah kanan
Masalah Keperawatan :
D. Pengkajian sekunder :
1) Keluhan utama :
Penurunan kesadaran
23
2) Alergi
Keluarga klien mengatakan bahwa klien sebelumnya tidak memiliki alergi baik
obat maupun makanan
3) Medikasi/pengobatan terakhir
Keluarga klien mengatakan selama ini klien baik-baik saja dan tidak ada
mengkonsumsi obat apapun
4) Penyebab injury
Kecelakaan lalu lintas darat
5) Pengalaman pembedahan
Keluarga klien mengatakan sebelumnya klien tidak pernah operasi
6) Riwayat penyakit sekarang
1 jam yang lalu jam 20.40 wita klien masuk IGD dibawa pemadam kebakaran
dengan kecelakaan lalu lintas darat, mekanisme kejadian bertabrakan dengan
kendaraan bermotor, saat kejadian klien pingsan kemudian sempat ada peningkatan
kesadaran dalam hitungan menit dan mengeluh kepala nyeri, klien juga ada
muntah darah, keluar darah dari hidung dan telinga.
7) Riwayat penyakit dahulu
Keluarga klien mengatakan klien tidak ada memiliki penyakit seperti hipertensi,
jantung, diabetes maupun penyakit lainnya.
8) Pemeriksaan Head to toe
a. Kepala
Rambut : tampak hitam lurus pendek
Mata : tampak simetris, mata klien tertutup
Telinga : tampak simetris, keluar darah dari telinga kanan klien
Hidung : tampak simetris, tampak keluar darah dari hidung klien
Mulut : tampak simetris, mukosa bibir lembab
b. Leher
Trakea lurus, tidak terdapat distensi vena jugularis
c. Dada
I : terdapat jejas di dada sebelah kanan, ictus cordis tidak terlihat
P : tidak terdapat krepitasi, taktil premitus tidak terkaji
P : sonor
A : vesikuler
1
24
d. Abdomen
I : tidak terdapat jejas, tidak terdapat asites, tidak terdapat lesi
A : Bising usus (+)
P : Tidak terdapat nyeri tekan
P : Timpani
e. Ekstremitas
Luka : () iya (-) tidak
Dalam : ( -) iya ()tidak
Perdarahan : (- ) iya (- ) tidak
Deformitas : tidak ada
Kontraktur : tidak ada
Nyeri : tidak ada
Krepitasi : tidak ada
f. Kulit/integument
Mukosa : ( ) lembab ( -) kering
Kulit : (- ) bitnik merah () jejas () lecet-lecet () luka
25
E. Pemeriksaan Penunjang
1
26
F. Terapi Medik
Nama Peran
indikasi kontraindikasi Efek samping Cara kerja
obat perawat
Ranitidi Ranitidin Bagi wanita Beberapa efek Obat ini Memastikan
n 2x1 digunakan hamil dan samping yang bekerja benar pasien
injeksi untuk menyusui, dapat terjadi dengan dan cara
intraven menangani sesuaikan antara lain: menurunkan pemberian
a gejala dan dengan kadar asam Memberikan
penyakit anjuran Muntah- berlebihan injeksi sesuai
akibat dokter. muntah yang dosis
produksi Sakit diproduksi Observasi
asam Tanyakan kepala oleh lambung keadaan
lambung dosis Sakit perut sehingga rasa sebelum dan
yang ranitidin Sulit sakit dapat sesudah
berlebihan. untuk anak- menelan reda dan luka pemberian
anak dengan Urin yang pada
dokter. keruh lambung
Harap perlahan-
berhati-hati lahan akan
bagi sembuh
penderita
gangguan
ginjal.
Harap
berwaspada
bagi yang
mengalami
pendarahan,
sulit
menelan,
muntah, dan
penurunan
berat badan
tanpa alasan
jelas.
Jika terjadi
reaksi alergi
atau
overdosis,
segera temui
dokter.
1
28
Anda kesemutan
menggunaka berat, baal,
n lensa nyeri,
kontak saat lemah otot;
menjalani atau
pengobatan Demam,
dengan sakit
ketorolac. kepala,
Sebaiknya kaku leher,
jangan menggigil,
menggunaka sensitivitas
n lensa terhadap
kontak cahaya
hingga meningkat,
kondisi mata bintik kecil
benar-benar ungu pada
sembuh. kulit,
Jika dan/atau
pandangan kejang
menjadi (konvulsi)
buram
setelah
menggunaka
n ketorolac,
jangan
mengemudi
sebelum
Anda bisa
melihat
dengan jelas
kembali.
Jika terjadi
reaksi alergi
atau
overdosis,
segera temui
dokter.
1
30
Analisa Data
1
32
cidera kepala)
DO :
- GCS : 7 (E1 V2
M4)
- Pupil anisokor
- Reflek cahaya
(+/-)
- TTV:
TD: 100/70
mmHg
N : 135 x/mnt
R : 36 x / mnt
T : 380C
- Babinsky (+/-)
- Klien tampak
tidak sadarkan
diri
- Akral hangat
- Perdarahan ICH
- CRT < 2 detik
- Midine shift ke
kiri 10mm
- Perdarahan EDH
68 cc
4. DS : Kecelakaan Hipertermi
DO :
- Temparature Trauma kepala
380C/axila
- Dahi dan lengan Jaringa otak rusak
terasa panas (commotio cerebri,
laserasi
Respon Hipotalamus
Respon Trauma
5. DS : Risiko Jatuh
DO :
- Penurunan
Kesadaran
- Skala morse 45
33
III. PERENCANAAN
1
34
terhadap
kecukupan
pertukaran udara.
2. Tujuan : setelah 1. Pantau adanya 1. Gejala awal yang
dilakukan tindakan sianosis terlihat pada klien
keperawatan selama dengan kesulitan
30 menit menunjukan bernafas
pembersihan jalan
napas yang efektif 2. Monitor vital 2. Perubahan atau
dengan kriteria hasil : sign peningkatan pada
- Klien tidak tanda-tanda vital
menggunakan otot terutama
bantu pernafasan pernafasan
- Frekuensi dan merupakan salah
irama pernapasan satu indicator awal
dalam rentang terjadi kesulitan
normal (20 24x/ pada sistem
menit) pernafasan
- Saturasi oksigen
98-100% 3. Monitor status 3. Mengetahui
- Pucat tidak ada pernafasan kepastian dan
- Mukosa bibir kepatenan
lembab kebersihan jalan
nafas
1
36
4. Anjurkan 4. Mempercepat
keluaraga untuk proses penguapan
mengenakan panas
klien baju tipis
dan menyerap
keringat
5. Anjurkan 5. Pendampingan
keluarga untuk dari keluarag juga
37
1
38
TTV :
2. Memonitor status neurologi T : 380C
Pantau /catat status P : 100x/mnt
neurologis secara teratur dan R : 32 x/mnt
membandingkan dengan Bp: 160/80 mmHg
nilai standar GCS GCS 6 (E1 V1 M4)
GCS (7) E1 V2 M4 Pupil Isokor abnormal
(5/5mm)
3. Mengevaluasi keadaan pupil, Reflek cahaya (-/-)
ukuran, kesamaan antara kiri
dan kanan, reaksi terhadap
cahaya. A : Masalah teratasi sebagian
Pupil anisokor (5/3), reflek
cahaya (+/-), P : Pasien APS pukul 22.30 wita.
untuk dilakukan operasi
4. Memantau intake dan output, kraniatomy evakuasi
turgor kulit dan membran
mukosa
5. Berkolaborasi pemberian
manitol per 100cc
4 1. Memantau vital sign klien Jam : 22.00 Wita
terutama suhu tubuh klien
(T : 380C, P : 135x/mnt, R : S :
36 x/mnt, BP : 100/70 O :
mmHg) - TTV :
T : 380C
P : 100x/mnt
2. Memantau keadaan umum R : 32 x/mnt
klien seperti adanya Bp: 160/80 mmHg
menggigil atau kejang - Kulit masih teraba panas
5. Berkolaborasi pemberian
obat antipiretik sepertian
antrain (Now)/Intravena
4. Menghindari barang-barang
yang berbahaya bagi
keselamatan klien
5. Menganjurkan keluarga
untuk menemani klien
1
40
DAFTAR PUSTAKA