Vous êtes sur la page 1sur 24

TUGAS

ASUHAN KEPERAWATAN
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
(ABK) DENGAN PENYAKIT AUTISME

Disusun oleh :
ANI FATMA SARI
PO. 5120212 032

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU
JURUSAN D-III KEPERAWATAN
KOTA BENGKULU
TAHUN 2015
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Autisme sebuah sindrom gangguan perkembangan sistem syaraf pusat yang
ditemukan pada sejumlah anak ketika masa kanakkanak hingga masamasa sesudahnya.
Ironisnya, sindrom tersebut membuat anakanak yang menyandangnya tidak mampu
menjalin hubungan sosial secara normal bahkan tidak mampu untuk menjalin komunikasi
dua arah (Wijayakusuma, 2004)
Varian symptom yang dimiliki oleh setiap anak dengan sindrom autisme berbeda-
beda. Ada varian symptom yang ringan dan ada juga yang berat. Akan tetapi, secara umum
dapat dispesifikasikan kedalam tiga hal yang mencakup kondisi mental, kemampuan
berbahasa serta usia si anak.
Sebagai sindrom, autisme dapat disandang oleh seluruh anak dari berbagai tingkat
sosial dan kultur. Hasil survai yang diambil dari beberapa negara menunjukan bahwa 24
anak per 10.000 anak berpeluang menyandang austime dengan rasio perbandingan 3 : 1
untuk anak laki laki dan perempuan. Dengan kata lain, anak laki laki lebih rentan
menyandang sindrom autisma dibandingkan anak perempuan. Bahkan diprediksikan oleh
para ahli bahwa kuantitas anak autisme pada tahun 2010 akan mencapai 60 % dari
keseluruhan populasi anak di seluruh dunia.
Survei menunjukkan, anak-anak autisme lahir dari ibu-ibu kalangan ekonomi
menengah keatas. Ketika dikandung asupan gizi ke ibunya tidak seimbang.
Sejak autisme mulai dapat dijabarkan dan dikenal mendunia, berbagai jenis
penyembuhan telah dilakuan. Beberapa implementasi penyembuhan tersebut bukan hanya
bersifat psikis, tetapi juga fisik, mental, emosional hingga fisiologis. Tetapi penyembuhan
yang diterapkanpun dilakukan dengan berbagai varian teknik, diantaranya teknik belajar dan
bermain yang dapat dilakukan secara verbal maupun non verbal.
Dari beberapa jenis terapi yang telah diimplementasikan secara meluas, ada yang
melibatkan peran serta orang tua dan ada juga yang tidak. Ada yang dapat dilakukan sendiri
oleh orang tua dirumah dan ada juga terapi yang memerlukan bantuan sejumlah ahli atau
terapis. Inti dari sejumlah terapi tersebut dimaksudkan untuk mengeliminir berbagai
symptom yang diperlihatkan oleh seorang anak autisme yang tentunya dapat disesuaikan
dengan kebutuhan dan tingkatan sindrom yang disandang anak.
Yang terpenting, terapi yang diberikan kepada setiap anak autisme hendaknya tetap
melibatkan peran serta orang tua secara aktif. Tujuannya agar setiap orang tua merasa
memiliki andil atas kemajuan yang dicapai anak autisma mereka dalam setiap fase terapi.
Dengan kata lain, orang tua tidak hanya memasrahkan perbaikan anak autisme kepada para
ahli atau terapis tetapi juga turut menentukan tingkat perbaikan yang perlu dicapai oleh
sianak. Dengan demikian, akan terbentuk suatu ikatan emosional yang lebih kuat antara
orang tua dengan anak autismenya dan hal ini diharapkan akan mendukung perkembangan
emosional dan mental si anak menjadi lebih baik dari sebelumnya.

B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari autis?
2. Apa penyebab timbulnya autis?
3. Apa manifestasi klinis penderita autis?
4. Bagaimana ciri-ciri penderita autis
5. Bagaimana penatalaksanaan penderita autis?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak autisme?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Pembaca dapat memahami mengenai konsep dasar dan askep autisme.
2. Tujuan khusus
Setelah membaca askep ini, pembaca mampu :
Menjelaskan definisi dari autisme
Menjelaskan pengelompokan autisme
Menjelaskan penatalaksanaan autisme
Menjelaskan karakteristik autisme
Menjelaskan etiologi autisme
Menjelaskan askep autisme
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Autisme

Autisme pada anak merupakan gangguan perkembangan pervasif (DSM


IV, Kapla dan Sadock 2000).
Autisme adalah perkembangan yang kompleks yang disebabkan oleh adanya
kerusakan pada otak, sehingga mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi,
perilaku, kemampuan sosialisasi, sensoris dan belajar. Biasanya, gejala sudah mulai tampak
pada anak berusia dibawah 3 tahun (Ginanjar, 2001).
Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme berarti aliran.
Jadi autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri (Purwati, 2007).
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang ditandai
dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah satu perkembangan pervasif
berawal sebelum usia 2,5 tahun (Devision, 2006).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan
perkembangan pervasif, atau kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas
imajinatif dan interaksi sosial timbal balik berupa kegagalan mengembangkan hubungan
antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa,
fenomena ritualistik dan konvulsif serta penarikan diri dan kehilangan kontak dengan
realitas.

B. Insiden
Prevalensi atau peluang timbulnya penyakit autisme semakin tinggi. Dua puluh tahun
yang lalu hanya 2 sekitar 1 dari 10.000 anak kena autis. Lima tahun yang lalu 1 dari 1000,
satu tahun yang lalu 1 dari 166 anak, dan saat ini 1 dari 150 anak atau setiap tahun timbul
sekitar 9000 anak autis baru(Dwinoto, 2008).Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta,
hingga saat ini belum diketahui persis jumlah anak autis namun diperkirakan dapat mencapai
150 -200 ribu orang. Perbandingan laki dan perempuan 4 : 1, namun pasien anak perempuan
akan menunjukkan gejala yang lebih berat.Sebagai sindrom, autisme dapat disandang oleh
semua anak dari berbagai tingkat sosial dan kultur. Hasil survai dari beberapa Negara
menunjukkan bahwa 2 - 4 anak per 10.000 anak berpeluang menyandang autis dengan rasio 3
: 1 untuk anak laki-laki dan perempuan; anak laki-laki lebih rentan menyandang sindrom
autisme dibandingkan anak perempuan (Sari, 2009). Anak laki-laki memiliki hormon
testosteron yang mempunyai efek yang bertolak belakang dengan hormon estrogen pada
perempuan, hormon testosteron menghambat kerja RORA (retinoic acid-related orphan
receptor-alpha) yang berfungsi mengatur fungsi otak, sedangkan estrogen meningkatkan
kinerja RORA (Darmawan, 2009).

C. Penyebab
Penyebab terjadinya belum diketahui secara pasti,hanya diperkirakan mungkin adanya
kelainan dari system saraf (neurologi) dalam berbagai derajat beratnya ringan
penyakit.(faisal,2003)
Penyebab wabah autisme menurut buku (bony,2003) adalah :
a. Gangguan susunan saraf pusat
Ditemukan kelainan neuranotomi (anatomi susunan saraf pusat) pada beberapa tempat
didalam otak anak autis. Selain itu,ditemukan kelainan struktur pada pusat emosi didalam
otak sehingga emosi anak autis sering terganggu. Penemuan ini membantu dokter
menentukan obat yang lebih tepat. Obat-obatan yang sering dipakai adalah dari jenis
psikotropika,yang bekerja pada susunan saraf pusat.
b. Gangguan sistem pencernaan
Ada hubungan antara gangguan sistem pencernaan dengan gejala autis. Tahun
1997,seorang pasien autis,Parker Beck,mengeluhkan gangguan pencernaan yang sangat
buruk. Ternyata,ia kekurangan enzim sekretin. Setelah mendapat suntikan sekretin,Beck
sembuh dan mengalami kemajuan luar biasa. Kasus ini memicu penelitian-penelitian
yang mengaruh pada gangguan metabolisme pencernaan.
c. Peradangan dinding usus
Berdasarkan pemeriksaan endoskopi atau peneropongan usus pada sejumlah anak autis
yang memiliki pencernaan buruk ditemukan adanya peradangan usus pada sebagian besar
anak. Dr. Andrew Wakefiled ahli pencernaan asal inggris,menduga peradangan tersebut
disebabkan virus,mungkin virus campak. Itu sebabnya, banyak orangtua yang kemudian
menolak imunisasi MMR (measles,mumps,rubella) karena diduga menjadi biang keladi
autis pada anak.
d. Faktor genetika
Ditemukan 20 gen yang terkait dengan autisme. Namun, gejala autisme baru bisa muncul
jika terjadi kombinasi banyak gen. bisa saja autisme tidak muncul,meski anak membawa
gen autisme. Jadi perlu faktor pemicu lain.
e. Keracunan logam berat
Berdasarkan tes laboratorium yang dilakukan pada rambut dan darah ditemukan
kandungan logam berat dan beracun pada banyak anak autis. Diduga,kemampuan sekresi
logam berat dari tubuh terganggu secara genetik.

D. Pengelompokkan Autisme
Dr. Faisal Yatim mengelompokan autisme menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Autisme Persepsi
Autisme ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme internal karena kelainan
sudah timbul sebelum lahir.
2. Autisme Reaksi
Autisme ini biasanya mulai terlihat pada anak anak usia lebih besar (6 7 tahun)
sebelum anak memasuki memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa juga terjadi sejak usia
minggu minggu pertama. Penderita autisme reaktif ini bisa membuat gerakan gerakan
tertentu berulang ulang dan kadang kadang disertai kejang kejang.
3. Autisme yang Timbul Kemudian
Faisal Yatim pun memberikan tipstips untuk mengelola penderita anak autisme, berikut
ini :
o Menentukan terlebih dulu masalah penyimpangan perilaku dan perilaku yang mana
kira kira yang perlu ditingkatkan
o Menentukan berapa seringnya penyimpangan perilaku tersebut
o Menentukan apa faktor pencetus timbulnya penyimpangan perilaku tersbut
o Menentukan perubahan mana yang perlu untuk meningkatkan atau mengurangi
penyimpangan perilaku
o Meyakinkan dan mengusahakan agar semua pihak yang terlibat ikut peduli dengan
program tersebut
o Memeriksa dan mengusahakan agar semua program yang direncanakan bisa berjalan
dengan konsisten
o Mengadakan penilaian program secara teratur dan jangan terlalu mengharapkan
hasilnya dalam waktu singkat
o Mengadakan modifikasi atau menghentikan program setelah hasil yang anda
harapkan tercapai, ingat, beberapa jenis kelainan perilaku tidak mudah untuk diubah.
Salah seorang ahli manganjurkan 3 bulan setelah program dilaksanakan baru
dilakukan penilaian apakah berhasil atau gagal
o Memberikan permainan rutin dan tetep merupakan jenis pengobatan bagi anak
autisme, yang bisa mengurangi kecemasan dan meningkatkan rasa aman dalam
dunianya
o Bergaul akrab dengan penderita, menuntun dalam berjalan, misalnya waktu
berekreasi juga dianjurkan oleh para professional. Pengobatan secara psikologi dan
bermain termasuk yang dianjurkan.

E. Manifestasi Klinis
1. Hambatan kualitatif dalam interaksi social
interaksi social pada anak autisme dibagi dalam 3 kelompok, yaitu :
a) menyendiri (aloof) : banyak terlihat pada anak-anak yang menarik diri, acuh tak acuh,
dan akan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan perilaku serta
perhatian yang terbatas (tidak hangat).
b) Pasif : dapat menerima pendekatan social dan bermain dengan anak lain jika pola
permainannya disesuaikan dengan dirinya.
c) Aktif tapi aneh : secara spontan akan mendekati anak lain, namun interaksi ini sering
kali tidak sesuai dan sering hanya sepihak.
Hambatan sosial pada anak autisme akan berubah sesuai dengan perkembangan usia.
Biasanya, deagan bertambahnya usia maka hambatan tampak semakin berkurang.
2. Hambatan kualitatif dalam komunikasi verbal/nonverbal dan dalam bermain
Keterlambatan dan abnormalitas dalam berbahasa serta berbicara merupakan keluhan
yang sering, diajukan para orang tua, sekitar 50% mengalami hal ini :
o Bergumam yang biasanya muncul sebelum dapat mengucapkan kata-kata, mungkin
tidak tampak pada autisme.
o Sering mereka tidak memahami ucapan yang ditujukan pada mereka.
o Biasanya mereka tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuh untuk
menyampaikan keiginannya, tetapi denagn mengambil tangan orang tuanya untuk
mengambil objek yang di maksud.
o Mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata serta kesukaran dalam
menggunakan bahasa dalam konteks yang sesuai dan benar.
o Bahwa satu kata mempunyai banyak arti mungkin sulit untuk dapat mengerti oleh
mereka.
o Anak autisme sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar atau yang
pernah mereka dengar sebelumnya tanpa maksud untuk berkomunikasi.
o Bila bertanya sering menggunakan kata ganti orang dengan berbalik, seperti saya
menjadi kamu dan menyebut diri sendiri sebagai kamu .
o Mereka sering berbicara pada diri sendiri dan mengulang potongan kata atau lagu dari
televise dan mengucapkannya dimuka orang lain dalam suasana yang tidak sesuai.
o Penggunaan yang aneh atau dalam arti kiasan, seperti seorang anak berkata
sembilan setiap ia melihat kereta.
o Anak- anak ini juga mengalami kesukaran dalam berkomunikasi walaupun mereka
dapat berbicara dengan baik, karena tidak tau kapan giliran mereka giliran berbicara,
memilih topik pembicaraan atau melihat kepada lawan bicaranya.
o Mereka akan terus mengulang-ulang pertanyaan biarpun mereka telah mengetahui
jawabannya atau memperpanjang pembicaraan tentang topik yang mereka sukai tanpa
memperdulikan lawan bicaranya.
o Bicaranya sering dikatakan monoton, kaku, dan memjemukan.
o Mereka juga sukar mengatur volume bicaranya.
o Kesukaran dalam mengekspresikan perasaan atau emosinya melalui nada suara
o Komunikasi non-verbal juga mengalami gangguan.
3. Aktivitas dan minat yang terbatas
o Abnormalitas dalam bermain terlihat pada anak autisme, seperti pada kebanyakan
stereotip, diulang-ulang, dan tidak kreatif. Beberapa anak tidak mengguanakan
mainannya dengan sesuai, juga kemampuannya untuk menggantikan suatu benda
dengan benda lain yang sejenis sering tidak sesuai.
o Anak autisme menolak adanya perubahan lingkungan dan rutinitas baru.
o Mereka juga sering memaksa orangtua untuk mengulang suatu kata atau potongan
kata.
o Dalam hal minat : terbatas, sering aneh, dan diulang-ulang. Misalnya mereka sering
membuang waktu berjam-jam hanya untuk memainkan saklar lampu, memutar-mutar
botol, atau mengingat-ingat rute kereta api.
o Mereka mungkin sulit dipisahkan dari suatu benda yang tidak lazim dan menolak
meninggalkan ruamah tanpa benda tersebut, misalnya seorang anak laki-laki yang
selalu membawa penghisap debu kemanapun dia pergi.
o Stereotip tampak pada hampir semua anak autisme, termasuk melompat turun naik,
memainkan jari-jari tangannnya di depan mata, menggoyang-goyang tubuhnya atau
menyeringai
o Mereka juga menyukai objek yang berputar, seperti mengamati putaran kipas angin
atau mesin cuci.
4. Gangguan kognitif
Hampir 75-80% anak mengalami retardasi mental dengan derajat rata-rata sedang.
Menarik untuk diketahui bahwa beberapa anak autisme menunjukkan kemampuan
memecahkan masalah yang luar biasa, seperti mempunyai daya ingat yang sangat baik
dan kemampuan membaca yang diatas batas penampilan intelektualnya.
Sebanyak 50% dari idiot savants, yakni orang dengan retardasi mental yang menunjukkan
kemampuan luar biasa, seperti menghitung kalender, memainkan satu lagu hanya dari
sekali mendengar, mengingat nomor-nomor telepon yang ia baca dari buku telepon,
adalah seorang penyandang autisme.
5. Gangguan prilaku motorik
Kebanyakan anak autisme menunjukkan adanya stereotip, seperti bertepuk-tepuk tangan
dan menggoyang-goyangkan tubuh. Hiperaktif biasa terjadi terutama pada anak
prasekolah. Namun, sebaliknya, dapat terjadi hipoaktif. Beberapa anak juga menunjukkan
gangguan pemusatan perhatian dan impulsivitas. Juga didapatkan adanya koordiansi
motorik yang terganggu, tiptoe walking, clumsiness,
kesulitan belajar, menyikat gigi, memotong makanan, dan mengancingkan baju.
6. Respon abnormal terhadap perangsangan indera
Beberapa anak menunjukkan hipersensitivitas terhadap suara ( hiperakusis) dan menutup
telinganya bila mendengar suara keras seperti suara petasan, gonggongan anjing, dan
sirine polisi. Anak yang lain mungkin justru lebih tertarik dengan suara jam tangan atau
remasan kertas. Sinar yang terang, termasuk sinar lampu sorot di ruang praktek dokter
gigi, mungkin membuatnya tegang walaupun pada beberapa anak malah menyukai sinar.
Mereka mungkin sangat sensitive pada sentuhan, memakai baju yang terbuat dari serat
yang kasar seperti wol, atau baju dengan label yang masih menempel, atau berganti baju
dari lengan pendek mengganti lengan panjang, semua iti dapat membuat mereka
tempertantrums. Di lain pihak ada juga yang tidak pejka terhadap rasa sakit dan tidak
menangis saat mengalami lika yang parah.anak mungkin tertarik pada rangsangan indera
tertentu seperti objek yang berputar.
7. Pola tidur terbalik dan gangguan makan.
Gangguan tidur berupa terbaliknya pola tidur, terbangun tengah malam.gangguan makan
berupa keengganan terhadap makanan tertentu karena tidak menyukai tekstur atau
baunya, menuntut hanya makan jenis makanan yang terbatas, menolak mencoba makanan
baru, dapat snagat menyulitkan orang tua.
8. Gangguan afek dan mood
Beberapa anak menunjukkan perubahan mood yang tiba-tiba mungkin menangis atau
tertawa tanpa alasan yang jelas.sering juga tampak tertawa sendiri, dan beberapa anak
tampak mudah menjadi emosional. Rasa takut yang kadang-kadang muncul terhdap objek
yang sebetulnya tidak menakutkan. Cemas perpiusahan yang berat, juga depresi berat
mungkin ditemukan pada anak autisme.
9. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan agresvitas melawan orang lain
Kemungkinan mereka mengigit tangan atau jari sendiri sampai berdarah, membentur-
benturkan kepala,
mencubit, menarik rambut sendiri, atau memukul diri sendiri.
10. Gangguan kejang
Dapat kejang epilepsi pada sekitar 10-25% kena autisme. Ada korelasi antara serangan
kejang dengan beratnya retardasi mental dan derajat disfungsi susunan saraf pusat.

F. Karakteristik
Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati
pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan
hingga terberat sekalipun.

1. Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.


2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta
menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
5. Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu

Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang
dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak
'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering
ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia). Mereka yang memiliki
kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit
memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas
yang unik dari individu-individu penyandangnya.

Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para
orang tua dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala-gejala yang
terlihat. The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD)
di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya
evaluasi lebih lanjut :

1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan


2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam)
hingga usia 12 bulan
3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan
5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu

Adanya kelima lampu merah di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang
autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang
anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi
; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang
memahami persoalan autisme.

G. Cara Mengetahui Autisme pada Anak Sejak Dini

Anak mengalami autisme dapat dilihat dengan:


1. Orang tua harus mengetahui tahap-tahap perkembangan normal.
2. Orang tua harus mengetahui tanda-tanda autisme pada anak.
3. Observasi orang tua, pengasuh, guru tentang perilaku anak dirumah, diteka, saat bermain,
pada saat berinteraksi sosial dalam kondisi normal.
Tanda autis berbeda pada setiap interval umumnya.
a) Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau dipeluk atau menjadi tegang bila
diangkat ,cuek menghadapi orangtuanya, tidak bersemangat dalam permainan sederhana
(ciluk baa atau kiss bye), anak tidak berupaya menggunakan kat-kata. Orang tua perlu
waspada bila anak tidak tertarik pada boneka atau binatan gmainan untuk bayi, menolak
makanan keras atau tidak mau mengunyah, apabila anak terlihat tertarik pada kedua
tangannya sendiri.
b) Pada usia 2-3 tahun dengan gejal suka mencium atau menjilati benda-benda, disertai
kontak mata yang terbatas, menganggap orang lain sebagai benda atau alat, menolak
untuk dipeluk, menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi lemas, serta relatif cuek
menghadapi kedua orang tuanya.
c) Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan orang tua bahwa anak merasa sangat
terganggu bila terjadi rutin pada kegiatan sehari-hari. Bila anak akhirnya mau berbicara,
tidak jarang bersifat ecolalia (mengulang-ulang apa yang diucapkan orang lain segera
atau setelah beberapa lama), dan anak tidak jarang menunjukkan nada suara yang aneh,
(biasanya bernada tinggi dan monoton), kontak mata terbatas (walaupun dapat
diperbaiki), tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga berkurang, melukai dan
merangsang diri sendiri.

H. Penatalaksanaan Autisme
1. Terapi Perilaku
Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral
Analysis yang diciptakan oleh O.Ivar Lovaas PhD dari University of California Los
Angeles (UCLA) (Rudy, 2007). Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada
pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang
diberikan. Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak
berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali maka ia tidak
mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut. Perlakuan ini diharapkan
meningkatkan kemungkinan anak untuk berespons positif dan mengurangi kemungkinan
ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap instruksi yang diberikan (Muhardi,
2009). Dalam suatu penelitian dikatakan dengan terapi yang intensif selama 1-2 tahun,
anak yang masih muda ini dapat berhasil meningkatkan IQ dan fungsi adaptasinya lebih
tinggi dibanding kelompok anak yang tidak memperoleh terapi intensif. Bahkan pada
akhir terapi sekitar 42% dapat masuk ke sekolah umum(Gamayanti, 2003). Menurut
Sutadi (2003), walaupun tidak bisa disembuhkan 100 persen, autis dapat dilatih melalui
terapi sedini mungkin sehingga ia bisa tumbuh normal. Alasannya karena hasil
penatalaksanaan terapi setelah usia lima tahun akan berjalan lebih lambat.

2. Terapi Biomedik
Terapi biomedik merupakan penanganan secara biomedis melalui perbaikan
metabolism tubuh serta pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang, vitamin dan
obat yang dianjurkan adalah vitamin B6,risperidone, dll (Veskarisyanti, 2008).
Sedangkan menurut Handojo (2008), obat- obatan yang dipakai terutama untuk
penyandang autisme, sifatnya sangat individual dan perlu berhati-hati. Dosis dan jenisnya
sebaiknya diserahkan kepada Dokter Spesialis yang memahami dan mempelajari autisme
(biasanya Dokter Spesialis Jiwa Anak). Baik obat maupun vitamin hendaknya diberikan
secara sangat berhati-hati, karena baik obat maupun vitamin dapat memberikan yang
tidak diinginkan. Vitamin banyak dicampurkan pada nutrisi khusus, karena itu telitilah
lebih dahulu sebelum membeli dan memberikannya kepada penyandang autisme. Terapi
biomedik tidak menggantikan terapiterapi yang telah ada, seperti terapi perilaku, wicara,
okupasi dan integrasi sensoris. Terapi biomedik melengkapi terapi yang telah ada dengan
memperbaiki dari dalam. Dengan demikian diharapkan bahwa perbaikan akan lebih
cepat terjadi (Muhardi, 2009).
3. Terapi Integrasi Sensori
Integrasi sensoris berarti kemampuan untuk mengolah dan mengartikan seluruh
rangsang sensoris yang diterima dari tubuh maupun lingkungan, dan kemudian
menghasilkan respons yang terarah.
Disfungsi dari integrasi sensoris atau disebut juga disintegrasi sensoris berarti
ketidak mampuan untuk mengolah rangsang sensoris yang diterima. Gejala adanya
disintegrasi sensoris bisa tampak dari : pengendalian sikap tubuh, motorik halus, dan
motorik kasar. Adanya gangguan dalam ketrampilan persepsi , kognitif, psikososial, dan
mengolah rangsang. Namun semua gejala ini ada juga pada anak dengan diagnosa yang
berbeda (Handojo, 2008).
4. Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan
motorik halus. Gerakgeriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil
dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan
kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk
melatih mempergunakan otot otot halusnya dengan benar (Muhardi, 2009).
5. Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi khusus bagi anak autisme yang dalam
pelaksanaannya harus meibatkan peran aktif dari orang tua. Psikoterapi menggunakan
teknik bermain kreatif verbal dan non verbal yang memungkinkan orang tua lebih
mendekatkan diri kepada anak autisme mereka dan lebih mengenal lagi berbagai kondisi
anak secara mendetail guna membantu proses penyembuhan anak.
6. Terapi Diet
a. Diet bebas gluten dan bebas kasein. Pada umumnya, orangtua mulai dengan diet
tanpa gluten dan kasein, yang berarti menghindari makanan dan minuman yang
mengandung gluten dan kasein. Gluten adalah protein yang secara alami terdapat
dalam keluarga rumput seperti gandung/terigu, havermuth/oat, dan barley. Gluten
memberi kekuatan dan kekenyalan pada tepung terigu dan tepung bahan sejenis.
Sedangkan jenis bahan makanan sumber kasein adalah susu sapi segar (mengandung
80% kasein), susu skim, tepung susu, dan produk olahan susu seperti, keju,
mentega, margarine, krim, yoghurt, es krim(Hariyadi, 2009).
Meskipun masih kontroversial namun teori adanya kelainan peptida di otak yaitu
ditemukannya gliodorphin dan casomorphin, adanya zat tersebut pada penderita dapat
dideteksi dengan pemeriksaan tes peptida urin dimana ditemukan zat sejenis opioid
yang merupakan hasil pencernaan yang tidak sempurna dari gluten dan
kasein (Prabaningrum & Wardhani, 2008). Hal ini yang mendasari diet bebas gluten
dan kasein bagi penyandang autisme karena gluten dan kasein dapat menjadi racun /
toksik bila dikonsumsi (Veskarisyanti, 2008). Pada orang sehat, mengonsumsi gluten
dan kasein tidak akan menyebabkan masalah yang serius/memicu timbulnya gejala.
Pada umumnya, diet ini tidak sulit dilaksanakan karena makanan pokok orang
Indonesia adalah nasi yang tidak mengandung gluten. Perbaikan/penurunan gejala
autisme dengan diet khusus biasanya dapat dilihat dalam waktu antara 13 minggu.
Menghindari makanan sumber gluten dan kasein meningkatkan perbaikan 65% anak
autis. Apabila setelah beberapa bulan menjalankan diet tersebut tidak ada kemajuan,
berarti diet tersebut tidak cocok dan anak dapat diberi makanan seperti
sebelumnya (Muhardi, 2009). Hasil penelitian oleh Ishak (2008), menyebutkan bahwa
terdapat pengaruh pemberian diet terhadap perkembangan anak autisme. Sedangkan
menurut Hyman (2010), tidak ada efek khusus pada perkembangan prilaku dengan
terapi diet bebas gluten dan kasein dikatakan juga diet gluten dan casein tidak
berkaitan dengan sifat agresif penderita autisme dan kinerja usus mereka, dikarenakan
banyak faktor yang mempengaruhinya, sehingga harus diketahui terapi mana yang
paling sesuai dan efektif pada masing-masing anak. Didalam penelitan Hyman
(2010), responden penelitian tidak mengalami perubahan dalam pola aktivitas dan
frekuensi tidur. Anak-anak menunjukkan peningkatan kecil dalam sosial, bahasa dan
minat setelah diberikan terapi gluten dan kasein dan diukur gejala yang timbul
dengan Ritvo Freeman Real Life Rating Scale namun tidak mencapai signifikansi
statistik
b. Diet bebas zat aditif. Zat aditif terdiri dari pewarna, penambah rasa sintetis,
aspartam, nitrat pada makanan, dan pestisida yang mungkin ada dalam makanan
dapat memperparah keadaan anak autis (Hariyadi, 2009). Contoh bahan makanan
yang mengandung zat aditif adalah sosis, kornet, chicken nugget dan lain-lain.
Beberapa zat pewarna merusakDNA yang menyebabkan mutasi genetik. Sedangkan
zat penambah rasa seperti MSG dapat mempengaruhi saraf otak (Sunartini, 2003).
c. Diet bebas fenol dan salisilat. Sejak The Feingold Diet (salah satu jenis pengaturan
pola makan) diperkenalkan banyak orang melihat bahwa salisilat mempunyai efek
buruk bagi penyandang autisme. Bahan makanan yang harus dihindari adalah almond,
apel, tomat, mangga muda dan alpokat. Efek yang dimungkinkan dari bahan makanan
yang mengandung salisilat dapat memperberat kebocoran usus (Budhiman, 2002).
Diet bebas fenol dimaksudkan untuk menghindari jenis bahan makanan yang
memerlukan ion sulfat untuk metabolisme karena dapat memperburuk sistem
pencernaan. Khusus bagi anak autisme, bahan makanan ini berupa jus apel, jus jeruk,
coklat, dan anggur merah(Hariyadi, 2009).
d. Pemberian suplemen makanan. Selain pengaturan pola makan, disarankan juga untuk
mengkonsumsi berbagai suplemen bagi anak autisme. Suplemen-suplemen tersebut
adalah vitamin C, mineral Zn, enzim, melatonin (semacam hormone untuk
memperbaiki jam biologis tubuh) dan kalsium (Budhiman, 2002).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. data subyektif dan obyektif
a) Kegagalan untuk membentuk hubungan antar pribadi, dicirikan oleh sifat tidak
responsif pada orang; kurangnya kontak mata dan sifat responsif pada wajah,
pengabaian atau keengganan terhadapa kasih sayang dan kontak fisik. Pada awal
masa kanak-kanak, ada kegagalan untuk mengembangkan kerjasama dalam bermain
dan persahabatan.
b) kelainan pada komunikasi (verbal dan non verbal), dicirikan oleh tidak adanya bahasa
atau jika dikembangkan, sering adanya struktur gramatik yang tidak matang,
penggunaan kata-kata yang tidak benar, ekolalia atau ketidakmampuan untuk
menggunakan batasan-batasan abstrak. Ekspresi non verbal yang menyertai bisa
menjadi tidak sesuai atau tidak ada.
c) Respon-respon kacau terhadap lingkungan, dicirikan oleh perlawanan atau reaksi-
reaksi perilaku yang ekstrem terhadap peristiwa-peristiwa kecil, kasih sayang yang
mengganggu pikiran yang tidak normal terhadap benda-benda aneh, perilaku -
perilaku yang ritualisitik.
d) Rasa tertari yang ekstrem terhadap benda-benda yang bergerak (mis, kipas angin,
kereta api). Minat khusus terhadap musik, bermain-main dengan air, kancing atau
bagian dari tubuh.
e) Tuntutan yang tidak beralasan terhadap keharusan untuk mengikuti kebiasaan sehari-
hari dengan rincian yang tepat (Misalnya : menuntut keharusan untuk selalu
mengikuti rute yang sama apabila pergi berbelanja).
f) Kesusahan yang terlihat terhadap perubahan-perubahan pada aspek-aspek yang sepele
dari lingkungan (misalnya : Apabila vas bunga dipindahkan dari tempat biasanya).
g) Gerakan-gerakan tubuh stereotip (Misalnya : menjetik - jentikan tangan atau memilin-
milin tangan, berputar - putar, gerakan seluruh tubuh yang kompleks).
3. pemeriksaan penunjang :
Darah, urine dan faeces u/ mengetahui :
Gangguan pencernaan
Jamur/parasit / bakteri di dalam usus
Alergi makanan
Peptide / morphin dalam urine
Kelainan genetik
Kerusakan sel & pembuluh darah otak
auto imunitas
Mineral & logam berat (Pb, Cad, Hg, As, Ai)

B. Diagnosa
1. Kerusakan Interaksi Sosial Berhubungan Dengan Gangguan konsep diri
2. Kerusakan komunkasi verbal berhubungan dengan Stimulasi sensorik yang tidak sesuai
3. Gangguan indentitas pribadi berhubungan dengan Stimulasi sensorik yang tidak sesuai
4. Resiko tinggi terhadap mutilasi diri berhubungan dengan reaksi-reaksi yang histeris
terhadap perubahan-perubahan pada lingkungan

C. Intervensi Keperawatan Umum

No. Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


keperawatan hasil
1. Kerusakan Tujuan: Kaji pola Mengetahui pola
Interaksi Sosial Jangka pendek interaksi antara interaksi agar dapat
Berhubungan Pasien akan pasien dan orang lain memberikan intervensi
Dengan Gangguan mendemonstrasikan yang tepat
konsep diri kepercayaan pada
seorang pemberi Berikan informasi Membantu pasien
perawatan tentang sumber- atau meningkatkan
Jangka panjang sumber dikomunitas interaksi sosial setelah
Pasien akan memulai pemulangan
interaksi-interaksi
sosial (fisik, verbal, Berikan anak Benda-benda ini
nonverbal) dengan benda-benda yang memberikan rasa aman
pemberi perawatan dikenal (misalnya dalam waktu-waktu
saat pulang mainan kesukaan) aman bila anak merasa
Kriteria hasil : distres
Menunjukan
partisipasi bermain Sampaikan sikap Karakteristik-
Menunjukan yang karakteristik ini
keterampilan hangat,dukungan,dan meningkatkan
interaksi sosial ( 3 ) kebersediaan ketika pembentukan dan
Menunjukan pasien berusaha mempertahankan
perkembangan untuk memenuhi hubungan saling
anak(3) kbutuhan- mempercayai
Menunjukan kebutuhandasarnya.
keterlibatan sosial(3)
Mulai dengan Pasien autistik dapat
penguatan yang merasa terancam oleh
positif pada kontak suatu rangsangan yang
mata , perkenalkan gencar pada pasien
secara berangsung- tidak terbiasa
angsur dengan
sentuhan,pelukan .
2. Kerusakan komun Tujuan : Kaji dan Mengetahui
kasi verbal Jangka pendek dokumentasikan komunikasi yang
berhubungan Pasien akan tentang pasien digunakan oleh pasien
dengan Stimulasi membentuk menyangkut
sensorik yang tidak kepercayaan dengan komunikasi
sesuai seoran pemberi
perawatan Instruksikan Memudahkan
Jangka panjang kepada pasien dn pasien untuk
Pasien telah membuat keluarga tentang menyampaikan
cara-cara untuk penggunaan alat komunikasinya
mengkomunikasikan bantu bicara
(secara verbal dan
non verbal ) Gunakan posisi Kontak mata
kebutuhan-kebutuhan berhadapan mengekspresikan minat
dan keinginan ,bertatapan,untuk yang murni terhadap
keinginan kepada staf menyampaikan dan hormat kepada
dengan pelaksanaan ekspresi-ekspresi non seseorang
Kriteria hasil : verbal yang benar
Pasien dapat
menunjukan Berikan Memahami
kemampuan perawatan dalam tindakan dan
komunikasi (3) sikap yang rileks komunikasi pasien
tidak terburu- serta dapat melakukan
buru,dan tidak perawatan secara efktif
menghakimi.
3. gangguan indentitas Tujuan : Bantu anak dalam Kegiatan ini dapat
pribadi Jangka pendek menyebutkan bagian- meningkatkan
berhubungan Pasien akan bagian tubuhnya kewaspadaan anak
dengan Stimulasi menyebutkan bagian- terhadap diri sebagai
sensorik yang tidak bagian tubuh diri sesuatu yang terpisah
sesuai sendiri dan bagian- dari orang lain
bagian tubuh dari
pemberi perawatan Tingkatkan Agar tidak dapat
Jangka panjang kontak fisik secara diinterprestasikan
Pasien akan tahap demi tahap sebagai suatu ancaman
membentuk identitas menggunakan oleh pasien
ego ( ditunjukan oleh sntuhan sampai
kemampuan untuk kepercayaan anak
mengenali fisik dan telah terbentuk
emosi diri terpisah Beritahu orang Dapat
dari orang lain ) saat tua tentang meningkatkan
pulang. pentingnya perhatian pencapaian harga diri
Kriteria hasil : dan dukungan mereka
Menunjukan terhadap konsep diri
identitas dengan yang positif pada
mengungkapkan perkembangan
penguatan identitas anaknya
pribadi (3)
4. Resiko tinggi Tujuan: Kaji respon Mengurangi
terhadap mutilasi Sasaran Jangka pasien terhadap terjadinya tindakan
diri berhubungan Pendek lingkungan untuk mencederai diri
dengan reaksi- Pasien tampak menentukan jika ada
reaksi yang histeris tenang, stresor yang dapat
terhadap mendemonstrasikan menyebabkan
perubahan- perilaku - perilaku tindakan mencederai
perubahan pada alternatif (misalnya : diri
lingkungan memulai interaksi
antara diri dengan Tindakan untuk Perawat bertanggung
perawat) sebagai melindungi anak jawab untuk menjamin
respon terhadap apabila perilaku- keselamatan pasien
kecemasan. perilaku mutilatif
Sasaran Jangka diri, seperti
Panjang mamukul-
Pasien tidak akan mukul/membentur-
melukai diri benturkan kepala atau
Kriteria Hasil : perilaku-perilaku
Menunjukan histeris lainnya
penahanan mutilasi menjadi nyata
diri dengan mencari
bantuan ketika ingin
merasa mecederai diri Gunakan alat-alat melindungi terhadap
,tidak membawa protektif untuk tindakan memukul-
peralatan untuk mencegah tindakan mukul kepala, sarung
mencederai diri mencederai diri tangan untuk mencegah
menarik-narik rambut,
dan pemberian bantalan
yang sesuai untuk
melindungi ekstremitas
terluka selama
terjadinya gerakan-
gerakan histeris.
Bekerja pada Untuk membentuk
dasar satu perawat kepercayaan
untuk satu anak

Tawarkan diri kepada Dapat menurunkan


anak selama waktu- kebutuhan pada
waktu meningkatnya perilaku-prilaku
ansietas mutilasi diri dan
memberikan rasa aman
BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Autisme adalah anak yang mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi
social serta mengalami gangguan sensoris,pola bermain dan emosi. Penyebabnya karena
antar jaringan otak tidak sinkron. Ada yang maju pesat, sedangkan yang lainnya biasa-biasa
saja. Penyebab autisme sangat kompleks, tak lepas dari factor genetika dan lingkungan
social.

Terapi penyembuhan yang diterapkan dilakukan dengan berbagai varian tehnik,


diantaranya tehnik belajar dan bermain yang dapat dilakukan secara vebal maupun non
verbal, dengan melibatkan orang tua dan ada juga yang tidak.

Inti dari sejumlah terapi tersebut dimaksudkan untuk mengeliminir berbagai symptom
yang diperlihatkan oleh seorang anak autisme yang tentunya dapat disesuaikan dengan
kebutuhan dan tingkatan sindrom yang disandang anak.

Autisme masa kanak kanak adalah gangguan perkembangan yg sangat kompleks.


Prevalensi masih sedang meningkat dgn pesat, Timbulnya gejala seringkali dicetuskan oleh
penyebab organ biologis. Para Profesional harus meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan supaya dapat bekerja samamelakukan pengobatan yg tepat dan terpadu.
DAFTAR PUSTAKA

Ahira, Anne.2009.Seputar Penyakit Autisme. http://www.anneahira.com/penyakit-


autisme.htm dikunjungi pada Selasa 1 Maret 2011

Autisme. http://asuhankeperawatananak.blogspot.com/ dikunjungi pada Selasa 1 Maret 2011


http://dc238.4shared.com/doc/ERaVUoWJ/preview.html

Budhiman, M. P. (2002). Langkah Awal Menanggulangi Autisme dengan Memperbaiki


Metabolisme Tubuh. Jakarta: Penerbit Majalah Nirmala.

Danuatmaja, B. (2004). Menu Autis. Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara.

Gamayanti, I. (2003). Aspek Psikologis pada Anak Autis. Temu Ilmiah Dietetik VI. Yogyakarta

Handojo, Y. (2008). Autismea. Jakarta: PT Buana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.

Ircham, Raden.2008.Asuhan Keperawatan Anak

Judarwanto, W. (2004). Alergi Makanan dan Autisme. Retrieved November 3, 2010, from Putra
Kembara: http://putrakembara.org/fajarid.shtml

Maramis, W.F. 2005. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Airlangga : Jakarta.

Mary. C.T. 1998. Buku saku diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri. EGC : Jakarta.

Muhardi, A. (2009, November). Autisme. Retrieved November 4, 2010, from Autis.info:


http://www.autis.info/
Rudy, L. J. (2007). What is the Difference Between ABA, Discrete Trials, dan "The Lovaas
Method?". Retrieved November 5, 2010,
from http://autisme.about.com/od/treatmentoptions/f/WhatisABA.htm

Sacharin, r.m.1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2. EGC: Jakarta

Sari, I. D. (2009). Nutrisi Pada Pasien Autis. CDK (Cermin Dunia Kedokteran) , 89-93.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan anak volume 3. FKUI : Jakarta.
Wikipedia.2011.Autisme. http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme. dikunjungi pada Selasa 1
Maret 2011
Sutadi, R. (2003). Autisme. Konferensi Nasional Autisme Indonesia. Jakarta.

Wardhani, Y. F. (2008). Apa dan Bagaimana Autisme itu. In Apa dan Bagaimana Autisme;
Terapi Medis Alternatif (pp. 1-37). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.

Vous aimerez peut-être aussi