Vous êtes sur la page 1sur 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Benigna Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakan
sebagai pembesaran prostat jinak, merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. BPH
(Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau hipertropi prostat. Kelenjar prostat
membesar, memanjang kearh depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran
keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah benigna prostat
hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar, tetapi
kelenjar-kelenjar periuretra lah yang mengalami hipeplasia (sel-selnya bertambah
banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut
kapsul surgical.
Hipertropi prostat mengenai kebanyakan pria diatas 50 tahun. Istilah hipertrori
disini kurang tepat, karena pembesaran prostat disini disebabkan hyperplasia unsure
kelenjar dan jaringan seluler. Biasanya berat kelenjar prostat adalah 20 gram, dan terdiri
atas 4 lobu. Pada umur 70 tahu, berat prostat mencapai 60-200 bram.

1.2Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari BPH?


2. Apa sajaEtiologi dari BPH?
3. Apa saja Anatomi Dan Fisiologi Ureta Dan Kelenjar Prostat BPH?
4. Apa saja Patofisiologi dari BPH?
5. Bagaimana Manifestasi Klinis dari BPH?
6. Apa saja Komplikasi dari BPH?
7. Bagaimana Penatalaksanaan dari BPH?
8. Apa saja Pemeriksaan Penunjang dari BPH?
9. Apa saja Diagnosa Keperawatan dari BPH

1
1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi dari BPH


2. Untuk mengetahui Etiologi dari BPH
3. Untuk mengetahui Anatomi Dan Fisiologi Ureta Dan Kelenjar Prostat BPH
4. Untuk mengetahui Patofisiologi dari BPH
5. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari BPH
6. Untuk mengetahui Komplikasi dari BPH
7. Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari BPH
8. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang dari BPH
9. Untuk mengetahui Diagnose Keperawatan dari BPH

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Benigna Prostat hiperplasia adalah keadaan kondisi patologis yang paling umum pada
pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering ditemukan untuk intervensi medis pada
pria di atas usia 50 tahun (Wijaya. A & Putri. Y, 2013).
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan
oleh karena hyperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar
ataun jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika
(Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD dr.Sutomo, 1994: 193)

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih
dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derejat obstruksi retra dan pembatasan aliran
urinarius. (Marilynn, E.D, 2000: 671)

Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika
dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal
74).

Benigna prostatic hyperplasia adalah suatu kondisi yabg sering terjadi sebagai hasil dari
pertumbuhan dan pengendalian hormone prostat. (Yuliana, Elin, 2011).

Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat mengalami, memanjang keatas


kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra
(Brunner & suddarth, 2001)
Benigna Prostat Hiperplasi adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan (Price, 2006)
Benigna Prostat Hiperplasi adalah hiperplasia kelenjer periuretra yang mendesak jaringan
prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, 2000).

3
Benigna Prostat Hiperplasi adalah kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ
ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine
keluar dari buli-buli (Purnomo 2011).
Dari pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa benigna prostat hyperplasia
adalah pembesaran dari prostat yang biasanya terjadi pada orang berusia lebih dari 50 tahun
yang mendesak saluran perkemihan

2.2 Etiologi
Menurut Alam tahun 2004 penyebab pembesaran kelenjar prostat belum diketahui
secara pasti, tetapi hingga saat ini dianggap berhubungan dengan proses penuaan yang
mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron. Para ahli
berpendapat bahwa dihidrotestosteron yang mamacu pertumbuhan prostat seperti yang
terjadi pada masa pubertas adalah penyebab terjadinya pembesaran kelenjar prostat.
Hal lain yang dikaitkan dengan gangguan ini adalah stres kronis, pola makan tinggi
lemak, tidak aktif olahraga dan seksual. Selain itu testis menghasilkan beberapa hormon
seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup
testosteron, dihidrotestosteron, dan androstenesdion. Testosteron sebagian besar
dikonversikan oleh enzim 5-alfa- reduktase menjadi

dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur
fungsi ereksi. Tugas lain dari testosteron adalah pemicu libido, pertumbuhan otot dan
mengatur doposit kalsium di tulang. Penurunan kadar testosteron telah diketahui
sebagai penyebab dari penurunan libida, massa otot, melemahnya otot pada organ
seksual dan kesulitan ereksi. Selain itu kadar testosteron yang rendah juga dapat
menyebabkan masalah lain yang tidak segera terlihat, yaitu pembesaran kelenjar
prostat. Dalam keadaan stres, tubuh memproduksi lebih banyak steroid
stres (karsitol) yang dapat menggeser produksi DHEA (dehidroepianandrosteron).
DHEA berfungsi mempertahankan kadar hormon seks yang normal, termasuk
testosteron. Stres kronis menyebabkan penuaan dini dan penurunan fungsi testis pria.

4
Kolesterol tinggi juga dapat mengganggu keseimbangan hormonal dan menyebabkan
terjadinya pembesaran prostat. Faktor lain adalah nikotin dan konitin ( produk
pemecahan nikotin) yang meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga
menyebabkan penurunan kadar testosteron. Begitu pula toksin lingkungan (zat kimia
yang banyak digunakan sebagai pestisida, deterjen atau limbah pabrik) dapat merusak
fungsi reproduksi pria.

2.3 Anatomi dan Fisiologi Ureta dan Kelenjar prostat

Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck
dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram
dengan ukuran rata-rata : panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis
terdiri dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah,
lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus
posterior akan menjadi satu disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-
kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu,
dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada
potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:
a) Kapsul anatomis.
Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler.
Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian :
1) Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.
2) Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebutjuga sebagai
adenomatus zone.
3) Di sekitar uretra disebut periuretral gland. Saluran keluar dari ketiga kelenjar
tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus
ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Menurut Mc Neal, prostat
dibagi atas : zona perifer, zona sentral, zona transisional, segmen anterior dan zona

5
spingter preprostat. Prostat normal terdiri dari 50 lobulus kelenjar. Duktus kelenjar-
kelenjar prostat ini lebih kurang 20 buah, secara terpisah bermuara pada uretra
prostatika, dibagian lateral verumontanum, kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selaput
epitel torak dan bagian basal terdapat sel-sel kuboid(Anderson, 1999).
Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada orang
dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada
penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik.
Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan
berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan
padat. Apabila tonjolan itu ditekan, keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan
fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan
cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga
lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen
uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan
kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan (Brunner & Suddarth, 2002).

2.4 Patofisiologi

Menurut Purnomo 2011 pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra


prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik
buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada bulu-buli tersebut, oleh pasien disarankan
sebagai keluhkan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom
(LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus. Tekanan intravesikal yang tinggi
diteruskan ke seluruh bagian bulibuli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan
pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter
atau terjadi refluks vesiko ureter. Keadaan keadaan ini jIka berlangsung terus akan

6
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal
ginjal. Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan
oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh
tonus otot polos yang pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-
buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus.
Menurut Mansjoer tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga
perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah
terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat,
serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase
penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan
hidronefrosis dan
disfungsi saluran kemih atas.

2.5 Klasifikasi

Menurut Rumahorbo (2000) terdapat empat derajat pembesaran kelenjar prostat yaitu
sebagai berikut:

a. Derajat rectal dipergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar prostat kea rah
rectum. Rektal toucher dikatakan normal jika batas atas teraba konsistensi elastic,
dapat digerakan, tidak ada nyeri bila ditekan dan permukaannya rata. Tetapi rectal
toucher pada hipertropi prostat di dapatkan batas atas teraba menonjol lebih dari 1cm
dan berat prostat diatas 35 gram. Ukuran pembesaran kelenjar prostat dapat
menentukan derajat rectal yaitu sebagai berikut:
a) Derajat 0: ukuran pembesaran prostat 0-1cm
b) Derajat I: ukuran pembesaran prostat 1-2cm
c) Derajat II: ukuran pembesaran prostat 2-3cm
d) Derajat III: ukuran pembesaran prostat3-4cm

7
e) Derajat IV: ukuran pembesaran prostat 4cm
b. Derajat klinik
Derajat klinik berdasarkan kepada residual urine yang terjadi. Klien disuruh BAK
sampai selesai dan puas, kemudian dilakukan kateterisasi. Urin yang keluar dari
kateter disebut sisa urine atau residual urin. Residual urin dibagi beberapa derajat
yaitu sebagai berikut:
a) Norml sisa urin adalah nol
b) Derajat I sisa urine 0-50 ml
c) Derajat II sisa urine 50-100 ml
d) Derajat III sisa urine 100-150 ml
e) Derajat IV telah terjadi retensi total atau klien tidak dapat BAK sama sekali.
Bila kandung kemih telah penuh dan klienmerasa kesakitan, maka urine
akan keluar secara menetes dan periodic, hal ini disebut over flow
incontinencia. Pada derajat ini telah terdapat sisa urine sehingga dapat
terjadi infeksi atau cystitis, nocturia semakin bertambah dan kadang-kadang
terjadi hematuri.
c. Derajat intra vesikal
Derajat ini dapat ditentukan dengan mempergunakan foto rongen atau
cystogram, penendoscopy. Bila lobus medalis melewati muara uretra, berarti telah
sampai pada stadium tiga derajat intra vesikal. Gejala yang timbul pada stadium ini
adalah sisa urine sudah mencapai 50-150 ml, kemungkinan terjadi infeksi semakin
hebat ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, menggil dan nyeri didaerah
pingguang serta kemungkinan telah terjadi pylitis dan trabekulasi bertambah.
d. Derajat intra Uretral
Derajat ini dapat ditentukan dengan menggunakan panendoscopy untuk
melihat sampai seberapa jauh lobus lateralis menonjol keluar lumen uretra. Pada
stadium ini telah terjadi retensi urine total.

Tahapan perkembangan penyakit BPH

8
Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005)
secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi:

1. Derajat I
a. apabila ditemukan keluham prostatismus
b. pada colok dubur ditemukan penonjolan prostat batas atas mudah teraba
c. sisa urin kurang dari 50ml
2. Derajat II
a. Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas atas
dapat dicapai
b. Sisa urin 50-100 ml
3. Derajat III
a. Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak dapat
diraba
b. Sisa urin lebih dari 100 ml
4. Derajat IV
a. Apabila sudah terjadi retensi urine
2.6 Manifestasi klinis
1) Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
a. Obstruksi :
Hesistensi (harus menggunakan waktu lama bila mau miksi)
Pancaran waktu miksi lemah
Intermitten (miksi terputus)
Miksi tidak puas
Distensi abdomen
Volume urine menurun dan harus mengejan saat berkemih.
b. Iritasi : frekuensi sering, nokturia, disuria.
2) Gejala pada saluran kemih bagian atas Nyeri pinggang, demam (infeksi),
hidronefrosis.

9
3) Gejala di luar saluran kemih :
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat.
Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Sjamsuhidayat, 2004). Adapun gejala
dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertroplasi:
1) Sering buang air kecil dan tidak sanggup menahan buang iar kecil, sulit
mengeluarkan atau menghentikan urin. Mungkin juga urin yang keluar hanya
merupakan tetesan belaka.
2) Sering terbangun waktu tidur di malam hari, karena keinginan buang air kecil yang
berulang-ulang.
3) Pancaran atau lajunya urin lemah
4) Kandung kemih terasa penuh dan ingin buang iar kecil lagi
5) Pada beberapa kasus, timbul rasa nyeri berat pada perut akibat tertahannya urin atau
menahan buang air kecil (Alam, 2004).
Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah,
dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth, 2002). Secara klinik derajat
berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (digital rectal examination)
atau colok dubur ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, batas
atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih
dari 100 ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.

10
2.7 Komplikasi

Pembesaran prostat jinak (BPH) kadang-kadang dapat mengarah pada komplikasi


akibat ketidakmampuan kandung kemih dalam mengosongkan urin. Beberapa komplikasi
yang mungkin dapat timbul antara lain: seiring dengan semakin beratnya BPH , dapat
terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat
menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal
ginjal. (Corwin, 20002)

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan
penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesika
urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuri.
Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005). Komplikasi lain yang dapat terjadi pada penderita BPH
yaitu: infeksi saluran kemih, penyakit batu kandung kemih, retensi urin akut atau
ketidakmampuan berkemih, kerusakan kandung kemih dan ginjal.

Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun prostatektomi


perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal yang tidak dapat
dihindari). Pada kebanyakan kasus, aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam 6
sampai 8 Minggu, karena saat ini fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi, maka
cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin (Brunner
& Suddarth, 2002).

Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena produksi
urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin
sehinnga tekanan intravesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan gagal
ginjal (Mansjoer, 2000).

11
2.8 Penatalaksanaan

1. Modalitas terapi BPH adalah :


a. Observasi yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun
tergantung keadaan klien.
b. Medikamentosa : terapi ini diindikasikan pada BPH dengan Keluhan ringan, sedang,
sedang dan berat tanpa disertai penyulit.
Obat yang digunakan berasal dari phitoterapi (misalnya : Hipoxis rosperi, serenoa repens,
dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.
2. Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut (100 ml).
b. Klien dengan residual urin yaitu urine masih tersisa di kandung kemih setelah klien
buang air kecil > 100 Ml.
c. Klien dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan sistem perkemihan seperti retensi
urine atau oliguria.
d. Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e. Flowcytometri menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan dapat dilakukan dengan :
1) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat).
a) Jaringan abnormal diangkat melalui rektroskop yang dimasukan melalui uretra.
b) Tidak dibutuhkan balutan setelah operasi.
c) Dibutuhkan kateter foley setelah operasi.
2) Prostatektomi Suprapubis
a) Penyayatan perut bagian bawah dibuat melalui leher kandung kemih.
b) Diperlukan perban luka, drainase, kateter foley, dan kateter suprapubis setelah operasi.
3) Prostatektomi Neuropubis
a) Penyayatan dibuat pada perut bagian bawah.
b) Tidak ada penyayatan pada kandung kemih.

c) Diperlukan balutan luka, kateter foley, dan drainase.

12
4) Prostatektomi Perineal
a) Penyayatan dilakukan diantara skrotum dan anus.
b) Digunakan jika diperlukan prostatektomi radikal.
c) Vasektomi biasanya dikakukan sebagai pencegahan epididimistis.
d) Persiapan buang hajat diperlukan sebelum operasi (pembersihan perut, enema, diet
rendah sisa dan antibiotik).
e) Setelah operasi balutan perineal dan pengeringan luka (drainase) diletakan pada
tempatnya kemudian dibutuhkan rendam duduk. Pada TURP, prostatektomi suprapubis dan
retropubis, efek
sampingnya dapat meliputi:
1. Inkotenensi urinarius temporer
2. Pengosongan urine yang keruh setelah hubungan intim dan
kemandulan sementara (jumlah sperma sedikit) disebabkan
oleh ejakulasi dini kedalam kandung kemih.

2.9 Pemeriksaan penunjang

Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien
dengan BPH adalah:

a. Laboratorium
1) Sedimen urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kumn terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
2) Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
b. Pencitraan
1) Foto polos abdomen

13
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih tau kalkulosa prostat dan
kadang menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin yang
merupakan yanda dari retensi urin.
2) IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroreter atau
hidronefrosis memeprkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-
buli
3) Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rectal)
Untuk mengethaui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur
sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
4) Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur oanjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rectum.

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. KASUS
Seorang laki-laki 50 th, datang ke UGD dengan keluhan, sudah beberapa hari susah
kencing, sedikit-sedikit dan lama-lama kencing tidak keluar, pada saat di kaji
kadung kemih, tampak penuh, kelien meringis menahan kencing. Kemudian
dipasang ceteter tapi tidak berhasil, cateter tidak bisa masuk. Dokter melakukan
pemeriksaan rectal toucher, serta dilakukan foto BNO, setelah ada hasil
pemeriksaan, dokter menyarankan untuk dilakukan operasi. Klien merasa keberatan
karena takut operasi. Dokter menjelaskan bahwa operasinya kemungkinan
dilakukan dengan cara TUP-P. Dengan pembiusan spinal anestesi.

3.2. Pengkajian
3.2.1. Identitas Klien
1) Nama: Tn. A
2) Umur: 50 tahun.
3) Jenis Kelamin: Laki-laki.
4) Alamat: :Jalan jendral sudirman no 123
5) Diagnosa: Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

3.2.2. Identitas Penanggung Jawab


1) Nama: Ny. M
2) Umur: 40 tahun.
3) Jenis Kelamin: Perempuan.
4) Pekerjaan: Ibu rumah tangga.
5) Hub. Dengan Klien: Isteri Tn. A
6) Alamat: Jalan jendral sudirman no 123

15
3.3. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien mengeluh sulit miksi.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh beberapa hari susah kencing sedikit-sedikit dan lama-lama
kencing tidak keluar.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Tidak ada
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada

3.4. Pemeriksaan Fisik


3.4.1. Pemeriksaan Fisik
1) Status Fisik
1. Keadaan Umum : Kurang baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Penampilan : klien tampak meringgis kesakitan
4. Tanda-tanda vital
a) Tekanan Darah :-
b) Suhu :-
c) Nadi :-
d) Respirasi :-

2) Pemeriksaan fisik persistem


1. Sistem Perkemihan
Frekuensi berkemih sedikit-sedikit bahkan hingga tidak berkemih,
pada saat pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi genetalia di

16
dapatkan bahwa visika urinariannya terlihat penuh. Lalu, dokter
melakukan pemeriksaan rectal toucher, serta dilakukan foto BNO
pembesaran kelenjar dan jaringan prostat.

3) Data Psikologis
1. Status emosi : cemas dan ketakutan
2. Kecemasan : sangat cemas (pasien merasa keberatan karena takut
operasi)
1) Konsep diri
1. Gambaran diri
Klien tidak menerima dengan keadaanya sekarang karena merasa
terganggu dengan adanya susah berkemih .
2. Identitas diri
Klien merupakan seorang Kepala Rumah Tangga.
3. Peran diri
Klien mengatakan perannya terganggu sebagai seorang Kepala Rumah
Tangga untuk menjalakan aktivitasnya.

4) Data fokus
1. Data subjektif
a) Pasien mengatakan sudah beberapa hari susah kencing, sedikit-sedikit
dan lama-lama kencing tidak keluar.
2. Data objektif
b) Pada saat di kaji kadung kemih tampak penuh
c) Pasien meringis menahan kencing.
3.5. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Rektal Toucher
2) Foto BNO

17
3) Operasi dengan cara TUR-P

3.6. Analisis data


No Data Etiologi Masalah
1. Do : Hiperplasia Prostat Nyeri Akut berhubungan
1) Klien mengeluh sakit dengan spasme kandung
saat miksi Otot destrutor menjadi kemih
2) Klien mengeluh miksi lelah dan mengalami
sedikit- sedikit dan dekompensasi
lama-lama kencing
tidak keluar Tidak mampu
Ds : berkontraksi
1) Kandung kemih
tampak penuh Spasme otot spingter
2) Klien meringis
menahan kencing Nyeri Akut

2. Do : Hiperplasia Prostat Gangguan eliminasi urin


1) Klien mengeluh berhubungan dengan
sudah beberapa hari Otot destrutor menjadi sumbatan saluran
susah kencing. lelah dan mengalami pengeluaran kandung
2) sedikit- sedikit dan dekompensasi kemih
lama-lama kencing
tidak keluar Tidak mampu
Ds : berkontraksi
1) Pemeriksaan rectal

18
toucher Spasme otot spingter
2) Dilakukan foto BNO
Nyeri saat miksi

Disfungsi Saluran kemih

Gangguan eliminasi urin
3 Do : Hiperplasia Prostat Retensi urin
1) Klien mengeluh berhubungan dengan
sudah beberapa hari Otot destrutor menjadi adanya obstruksi saluran
susah kencing. lelah dan mengalami kemih
2) sedikit- sedikit dan dekompensasi
lama-lama kencing
tidak keluar Tidak mampu
Ds : berkontraksi
1) Kandung kemih
tampak penuh Spasme otot spingter
2) Klien meringis
menahan kencing kandung kemih penuh

Obstruksi

Retensi Urin

4 Ds : Hiperplasia Prostat Ansietas berhubungan


1) Pasien merasa takut dengan dilakukan
untuk melakukan Otot destrutor menjadi pembedahan dengan cara
operasi. lelah dan mengalami TUP-P

19
Do : dekompensasi
1) Tidak ada
Tidak mampu
berkontraksi

Spasme otot spingter

kandung kemih penuh

Obstruksi

Dilakukan tindakan
pembedahan TUP-P

Ansietas

3.7. Diagnosa Keperawatan


1) Nyeri Akut berhubungan dengan spasme kandung kemih.
2) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan sumbatan saluran pengeluaran
kandung kemih.
3) Retensi urine berhubungan dengan adanya obstruksi saluran kemih.
4) Ansietas berhubungan dengan dilakukan pembedahan dengan cara TUP-P.

20
3.8. Intervensi
No Diagnosa Perencanaan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri Akut Untuk mengurangi rasa nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Pengkajian nyeri dapat mengetahui
berhubungan dengan pada pasien dengan komperhensif termasuk lokasi, nyeri pasien dan pada skala berapa.
spasme kandung mengontrol karakteristik, durasi, frekuensi
kemih Hasil Noc : dan kualitas.
- Mampu mengontrol nyeri
(mengetahui penyebab 2. Observasi reaksi non verbal dari 2. Observasi non verbal
nyeri, mampu ketidaknyamanan. mengidentifikasikan bahwa pasien
menggunakan teknik non sedang dalam keadaan nyeri dan
farmakologi untuk tidak nyaman seperti pasien meringis
mengurangi nyeri, pada saat miksi.
mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri 3. Gunakan teknik terapeutik untuk 3. Komunikasi terapeutik merupakan
berkurang dengan mengetahui pengalaman nyeri komunikasi yang efektif untuk
menggunakan manajemen pasien. berkomunikasi dengan pasien
nyeri. sehingga dapat mengetahui tingkat
- Mengatakan rasa nyaman nyeri.
setelah nyeri berkurang. 4. Kurangi faktor presitivasi nyeri. 4. Apabila faktor presitivasi nyeri di
kurangi maka nyeri juga akan

21
5. Kolaborasi dengan dokter jika berkurang.
ada keluhan dan tindakan nyeri 5. Kolaborasi dengan dokter dalam
tidak berhasil. pemberian obat pengurang nyeri atau
penghilang nyeri.

2. Gangguan eliminasi Pasien dapat miksi secara 1. Sediakan waktu yang cukup 1. Waktu yang cukup untuk kandung
urine b.d sumbatan bebas dan tidak sakit. untuk mengosongkan kandung kemih memungkinkan akan lebih
saluran pengeluaran Hasil Noc kemih (10 menit ). mudah dalam pengeluaran urine.
kandung kemih - Untuk 2. Mengobservasi pengeluaran air 2. Observaasi air kencing dapat
mengkosongkan kencing. mengetahui kelainan yang terjadi dan
kandung kemih secara mengetahui apakan masih ada
penuh penyumbatan dalam saluran kencing.
- Tidak ada residu urine 3. Memantau tingkat distensi 3. Tingkat distensi memungkinkan
tidak lebih dari 100- kandung kemih dengan palpasi. adanya penyumbatan dalam kandung
200cc. kemih.
- Tidak ada spasme
blader

22
3. Retensi Urin Pasien dapat miksi secara 1. Monitor intake dan output 1. Intake dan output dapat mengetahui
berhubungan dengan bebas dan tidak sakit. penyumbatan dan kelainan dalam
adanya obstruksi Hasil Noc : saluran kemih.
saluran kemih. - Untuk 2. Monitor derajat distensi bladder 2. Apabila masih ada distensi bladder
mengkosongkan maka pengeluaran air kencih akan
kandung kemih secara terganggu dan sedikit.
penuh 3. Stimulasi reflex bladder dengan 3. Stimulasi reflex bladder
- Tidak ada residu urine kompres dingin pada abdomen. memungkinkan pasien terangsang
tidak lebih dari 100- utuk miksi
200cc. 4. Monitor tanda gejala ISK (panas, 4. Dengan monitor tanda gejala ISK di
- Tidak ada spasme hematuria, perubahan bau dan harapkan pasien terhindari dari
blader konsistensi urine) penyakit ISK.

4 Ansietas berhubungan Pasien dapat mengendalikan 1. Penurunan ansietas dengan 1. Dengan cara memberikan informasi
dengan dilakukan diri terhadap ansietas. Hasil meminimalkan kekhawatiran, mengenai tindakan pembedahan
pembedahan dengan Noc : ketakutan, prasangka atau yang dilakukan.
cara TUP-P. - Pasien tidak menjadi perasaan tidak tenang yang
cemas. berhubungan dengan sumber
- Pasien akan bahaya yang diantisipasi dan
meneruskan aktivitas tidak jelas.
yang dibutuhkan

23
meskipun mengalami 2. Peningkatan koping dengan
kecemasan. memantu pasien untuk 2. Dengan memberikan informasi yang
- beradaptasi dengan persepsi jelas mengai tindakan pembedaha
stressor, perubahan, atau dan melakukan diskusi.
ancaman yang menghambat
pemenuhan tuntunan dan peran
hidup

24
25
BAB IV

PENUTUP

1.1. KESIMPULAN
Dari kasus Tn. A, maka penulis menyimpulkan bahwa beliau menderita
Penyakit Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) atau biasanya orang-orang
menyebutnya dengan prostat merupakan masalah pada saluran kemih pada pria.
BPH (Benigna Prostatic Hyperplasia) adalah pembesaran kelenjar prostat yang
menuju ke dalam kandung kemih dan mengakibatkan obstruksi pada saluran urine
atau pembesaran kelenjar dan jaringan prostat berhubungan dengan perubahan
endokrin. (Brunner and Suddarth, 2002, hal. 1625). Penyakit Benigna Prostate
Hyperplasia (BPH) menyebabkan terjadinya pembesaran jaringan prostat
periuretral menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra purs
prostatica. Lobus yang mengalami hipertrofi dapat menyumbat kolum vesikal atau
uretra prostatik.
Dengan demikian menyebabkan retensi urine. Berkurangnya aliran kemih ini
dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan terbentuknya batu pada saluran
kemih, yang menyebabkan susah untuk buang air kecil apabila dipaksakan untuk
mengeluarkan urin makanakan terjadi hematuri (adanya darah dalam urin) ini
disebabkan karena retensi urine dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan
kandung kemih sehingga pembuluh darah pada kandung kemih rusak.
Penulis juga menyimpulkan ada 4 diagnosa keperawatan yang akan ditegakkan
diatanranya :
1) Nyeri Akut berhubungan dengan spasme kandung kemih.
2) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan sumbatan saluran
pengeluaran kandung kemih.
3) Retensi urine berhubungan dengan adanya obstruksi saluran kemih.
4) Ansietas berhubungan dengan dilakukan pembedahan dengan cara TUP-P.

26
1.2. SARAN
1. Agar mahasiswa dapat lebih baik lagi dalam memahami penyakit Benigna
Prostate Hyperplasia (BPH).
2. Agar mahasiswa dapat menggali kemampunyai dalam membuat asuhan
keperawatan yang lebih baik dan benar.
3. Agar mahasiwa lebih banyak timbul rasa penasaran mengenai penyakit Benigna
Prostate Hyperplasia (BPH).

27
Daftar Pustaka

Muttaqin, Arif Dan Kumala Sari. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan System
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Long, B C, 1996. Erawatan Medical Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.


Jakarta, Penerbit Buku Kedoteran EGC.

Hardjowidjoto. S (1999). Benigna Prostat Hiperplasi. Airlangga University Press.


Surabaya.

Nuratif dkk (2015) aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosis medis dan
nanda nic_noc jilid 1. Jogjakarta:mediaction

Tambayong jan (2000) patofisiologi keperawatan.jakatra . buku kedokteran EGC

28

Vous aimerez peut-être aussi