Vous êtes sur la page 1sur 16

TUGAS GIZI MASYARAKAT

Program studi

Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Yakobus angga ricardo


160101151
Kelas C

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESI
MEDAN
2017

2
TUGAS GIZI MASYARAKAT

1. Sebutkan kabupaten / kota asal saudara


2. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2010 dan 2013, sebutkan masalah-masalah
gizi di kabupaten / kota dimaksud
3. Pilih salah satu masalah gizi yang ada dikabupaten / kota tersebut dan jelaskan
masalah gizi tersebut gunakan teori yang ada.

Jawaban
1. Sumatra selatan
2. Gizi pada balita
Secara umum prevalensi gizi buruk di kabupaten/kota sumatra selatan adalah
6,5% dan gizi kurang 11,7%. Prevalensi untuk gizi buruk dan kurang di
kabupaten/kota sumatra selatan adalah 18,2%. Bila dibandingkan dengan target
pencapai program perbaikan gizi pada tahun 2015 sebesar 20% dan terget MDG
untuk indonesia sebesar 18,5%, maka di kabupaten/kota sumatra selatan target
tersebut sudah terlampaui. Namun pencapaian tersebut belum merata di 14
kabupaten/kota.
Prevalensi gizi lebih di kabupaten/kota sumatra selatan adalah 6,7%. Terdapat 6
kabupaten/kota dengan prevalensi melebihi angka prevalensi kabupaten/kota
sumatra selatan.
Prevalensi masalah kependekan pada belita di kabupaten/kota sumatra selatan
adalah 15,8%. Prevalensi kurus di seluruh kabupaten/kota masih berada di atas
5%, yang berarti masalah kurus masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di setiap kabupaten/kota.
Prevalensi kegemukan di provinsi sumatra selatan menurut indikator BB/TB
adalah sebesar 20,9%.
Gizi pada penduduk usia sekolah (umur 6-14 tahun)
Prevalensi kurus di provinsi sumatra selatan berdasarkan IMT standar WHO
adalah 14,9% pada laki-laki dan 13,8% pada perempuan. Sedangkan prevalensi
berat badan lebih pada laki-laki 16,0% perempuan 11,0%.
Status gizi penduuk umur 15 tahun ke atas
Status gizi penduduk umur 15 tahun ke atas dinilai dengan indeks masa tubuh
(IMT) dan ukuran liingkar perut (LP). Prevalensi obesitas umum di provinsi
sumatra utara adalah 11,4% (6,6% berat badan lebih dan 4,8% obesitas)
Status gizi wanita usia subur (WUS) 15-45 tahun
Prevalensi KEK (resiko kurang energi kronis) sebesar 12,1% .
Konsumsi Energi dan Protein
Dari riskesdas 2007 di peroleh rata-rata konsumsi perkapita per hari penduduk di
provinsi sumatra selatan adalah 1385,8 kkal untu energi dan 49,6 gram untuk
protein.
Konsumsi garam beriodium
Prevalensi konsumsi garam beriodium riskesdas 2007 diperoleh dari tes cepat
garam iodium. Diprovinsi sumatra selatan sudah 93,0% rumah tangga yang
mempunyai garam cukup iodium.
OBESITAS

3.Definisi dan Klasifikasi Obesitas


Overweight adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat badan dan tinggi
badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan
lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian-bagian tertentu (Mahan et
al., 2000)10.
Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan
total lemak tubuh >25% pada pria dan >33% pada wanita (Reilly J.J., 2006). Obesitas
suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolism energy yang
dikendalikan oleh beberapa factor biologic spesifik. Factor genetic diketahui sangat
berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini. Secara fisiologi, obesitas didefinisikan
sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di
jaringan adipose sehingga dapat menggangu kesehatan.
Keadaan obesitas ini, terutama obesitas sentral, meningkatkan resiko penyakit
kardiovaskular karena keterkaitannya dengan sindrom metabolic atau sindrom resitensi
insulin yang terdiri dari resistensi insulin / hiperinsulinemia, intoleransi glukosa /
diabetes mellitus, dislipidemia, hiperinsulinemia, gangguan fibronolisis,
hiperfibrinogenemia dan hipertensi.

Epidemiologi Obesitas
Obesitas adalah suatu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di
seluruh dunia karena berperan dalam meningkatnya morbiditas dan mortalitas (Flegal et
al., 2001; Booth et al., 2002). Prevalensi obesitas berbeda-beda di setiap negara, mulai
dari 7% di Perancis sampai 32,8% di Brazil (Saw S.M., 2000). Prevalensi obesitas
meningkat di setiap negara. Sebagai contoh, di Amerika Serikat prevalensi meningkat
dari 12% pada tahun 1991 menjadi 17,8% pada tahun 1998 (Hanley et al., 2001).
Obesitas meningkat di setiap negara, pada setiap jenis kelamin, dan pada semua
kelompok usia, ras, dan tingkat pendidikan.
Saat ini diperkirakan jumlah orang di seluruh dunia dengan IMT 30 kg/m2
melebihi 250 juta orang, yaitu sekitar 7 % dari populasi orang dewasa di
dunia.
Prevalensi obesitas berhubungan dengan urbanisasi dan mudahnya
mendapatkan makanan serta banyaknya jumlah makanan yang tersedia. Urbanisasi
dan perubahan status ekonomi yang terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang berdampak pada peningkatan prevalensi obesitas pada populasi di
negara-negara ini, termasuk di Indonesia7.
Pada subyek obesitas, konsentrasi asam lemak bebas, trigleserida, kolesterol
LDL dan apoB lebih tinggi dibandingkan orang non-obes dan terdapat morbiditas
dan mortalitas yang lebih tinggi akibat PJK dan stroke dibandingkan dengan orang
non-obes.
Mortalitas yang berkaitan dengan obesitas, terutama obesitas sentral, sangat
erat hubungannya dengan sindrom metabolic. Sindrom metabolic merupakan satu
kelompok kelainan metabolic yang, selain obesitas, meliputi resistensi insulin,
gangguan toleransi glukosa, abnormalitas trigliserida dan hemostasis, disfungsi
endotel dan hipertensi yang kesemuanya secara sendiri-sendiri atau bersama-sama
merupakan factor resiko utama untuk terjadinya aterosklerosis dengan manifestasi
penyakit jantung koroner dan / atau stroke.

Etiologi
Faktor-faktor penyebab obesitas masih terus diteliti. Baik faktor lingkungan
maupun genetik berperan dalam terjadinya obesitas (Mahan et al., 2000)10. Faktor
lingkungan antara lain pengaruh psikologi dan budaya. Dahulu status sosial dan
ekonomi juga dikaitkan dengan obesitas. Individu yang berasal dari keluarga sosial
ekonomi rendah biasanya mengalami malnutrisi. Sebaliknya, individu dari keluarga
dengan status sosial ekonomi lebih tinggi biasanya menderita obesitas. Kini diketahui
bahwa sejak tiga dekade terakhir, hubungan antara status sosial ekonomi dengan
obesitas melemah karena prevalensi obesitas meningkat secara dramatis pada setiap
kelompok status sosial ekonomi (Zhang, 2004)13. Meningkatnya obesitas tak lepas
dari berubahnya gaya hidup, seperti menurunnya aktivitas fisik, dan kebiasaan
menonton televisi berjam-jam (Saw S.M., 2000).

6
Faktor genetik menentukan mekanisme pengaturan berat badan normal
melalui pengaruh hormon dan neural. Selain itu, faktor genetik juga menentukan
banyak dan ukuran sel adiposa serta distribusi regional lemak tubuh (Mahan et al.,
200
0)10.
Jika asupan energy melebihi pengeluaran, kelebihan kalori disimpan dalam
jaringan lemak. Ada dua komponen terhadap keseimbangan berat badan dan kelainan
salah satu sisi terhadap asupan atau pengeluaran yang dapat menyebabkan obesitas.
Batas tertentu nafsu makan dikendalikan oleh hipotalamus, yaitu pusat makan
di nucleus ventrolateral hipotalamus (VLH) dan pusat lapar ventromedial
hipotalamus (VMH). Korteks serebri menerima sinyal positif dari pusat makan yang
merangsang makan dan pusat rasa kenyang mengatur proses ini dengan mengirim
impuls-impuls yang menghambat ke pusat makan. Pusat hipotalamus adalah
sensitive terhadap katekolamin dan rangsangan beta adrenergic menghambat tingkah
laku makan. Hal ini menimbulkan sekurang-kurangnya pemikiran-pemikiran rasional
untuk efek anoreksia dari amfetamin7.
Kebutuhan kalori harian normal berkisar antara 110-130 kj (27-32 kkal) /
kgBB. Kenaikan berat badan yang sering terjadi pada umur pertengahan tampaknya
disebabkan oleh aktifitas fisik yang berkurang.
Ada tiga komponen utama terhadap pengeluaran energy total dari laju
metabolism istirahat, olahraga menginduksi termogenesis, dan respon termik
terhadap makanan sirkulasi.
Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas
menurut pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi obesitas tubuh bagian
atas (upper body obesity) dan obesitas tubuh bagian bawah (lower body obesity)
(Vague J., 2006).
Obesitas tubuh bagian atas merupakan dominansi penimbunan lemak tubuh di
truncal . Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak pada truncal, yaitu truncal
subcutaneus yang merupakan kompartemen paling umum, intraperitoneal
(abdominal), dan retroperitoneal (Tchernof A., 2007)11. Obesitas tubuh bagian atas
lebih banyak didapatkan pada pria, oleh karena itu tipe obesitas ini lebih dikenal
sebagai android obesity. Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat dengan diabetes,

7
hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler daripada obesitas tubuh bagian bawah
(Boivin et al., 2007)3.
Obesitas tubuh bagian bawah merupakan suatu keadaan tingginya akumulasi
lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini lebih banyak terjadi pada
wanita sehingga sering disebut gynoid obesity. Tipe obesitas ini berhubungan erat
dengan gangguan menstruasi pada wanita (Bergman et al., 2001)2.

Pengukuran Antropometri sebagai Skreening Obesitas


Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan
saat ini antara lain pengukuran IMT (Index Massa Tubuh), lingkar pinggang, serta
perbandingan lingkar pinggang dan lingkar panggul (Caballero B., 2005)4. Sebuah
studi menyatakan bahwa pengukuran lingkar leher dapat digunakan sebagai
skreening obesitas yang mudah dan murah (Sjostrom et al., 2001)12. Berikut ini
penjelasan masing-masing metode pengukuran antropometri tubuh:
a. IMT
Metode yang sering digunakan adalah dengan cara menghitung IMT, yaitu BB/TB2
dimana BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan dalam
meter (Caballero B., 2005)4. Klasifikasi IMT dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1, merupakan klasifikasi yag ditetapkan World Health Organization
(WHO) , nilai IMT 30 kg/m2 dikatakan sebagi obesitas dan nilai IMT 25-29,9 kg/m2,
sebagai Pra Obese 7.

Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa
Berdasrkan IMT menurut WHO
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat badan kurang <18,5
Kisaran normal 18,5-24,9
Berat badan lebih >25
Pra-obese 25,0-29,9
Obese tingkat I 30,0-34,9

8
Obese tingkat II 35,0-39,9
Obese tingkat III >40
Sumber : WHO technical series, 2000

IMT merupakan indicator yang paling sering digunakan dan praktis untuk
pengukuran tingkat populasi berat badan lebih dan obese pada orang dewasa. Untuk
orang dewasa berumur 20-29, persentil 85 BMI adalah 27,8 untuk laki-laki dan 27,3
untuk perempuan. Saat ini IMT merupakan indicator yang paling bermanfaat untuk
menentukan berat badan lebih atau obese. Karena IMT menggunakan ukuran tinggi
badan, maka pengukurannya harus dilakukan dengan teliti. IMT dapat diperkirakan
jumlah lemak tubuh yang dapat dinilai dengan menimbang di bawah air (r2 = 79%)
dengan kemudian melakukan koreksi terhadap umur dan jenis kelamin. Bila
melakukan penilaian, perlu diperhatikan akan adanya perbedaan individu dan etnik.
Meskipun berat badan relative dan BMI berhubungan dengan derajat jaringan lemak,
kelebihan berat badan dapat berupa otot atau jaringan lemak. Penilaian ketebalan
lipatan kulit berbagai daerah tubuh bersama dengan berat badan, tinggi badan, dan
umur dapat digunakan untuk menilai derajat lemak. Lipatan kulit trisep dan
subskapula merupakan tempat yang paling umum dinilai.
Hubungan antara lemak dan IMT ditentukan oleh bentuk tubuh dan proporsi
tubuh, sehingga dengan demikian IMT belum tentu memberikan kegemukan yang
sama bagi semua populasi. IMT dapat memberikan kesan yang umum mengenai
derajat kegemukan yang sama bagi semua populasi, terutama pada kelompok usia
lanjut dan pada atlit dengan banyak otot. IMT dapat memberikan gambaran yang
tidak sesuai mengenai keadaan obesitas karena variasi lean body mass.
Meta-analisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi
lemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika berkulit
hitam memiliki IMT lebih tinggi 1,3 kg/m2 dan etnik Polinesia memiliki IMT lebih
tinggi 4,5 kg/m2 dibandingkan dengan etnik Kaukasia. Sebaliknya, nilai IMT pada
bangsa Cina, Ethiopia, Indonesia, dan Thailand adalah 1,9,4,6,3,2 dan 2,9 kg/m2
lebih rendah daripada etnik Kaukasia. Hal itu memperlihatkan adanya nilai cutoff
IMT untuk obesitas yang spesifik untuk populasi tertentu.
Wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah mengusulkan criteria dan klasifikasi

9
obesitas sendiri.
Tabel 2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan obesitas berdasarkan IMT dan
Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik 7
Resiko ko-morbiditas
Lingkar perut
Klasifikasi IMT (kg/m2)
<90cm (laki-laki) 90cm (laki-laki)
<80cm(perempuan) 80cm(perempuan)
Berat badan <18.5 Rendah (resiko Sedang
kurang meningkat ada
masalah klinis lain)
Kisaran normal 18.5-22.9 sedang Meningkat
Berat badan lebih 23.0
Berisiko 23.0-24.9 Meningkat Moderate
Obese I 25-29.9 Moderate Berat
Obese II 30.0 Berat Sangat berat
Sumber : WHO WRP/IASO/IOTF dalam The Asia-Pasific Perspective :
Redefining Obesity and its Treatment (2000)

b. Lingkar Pinggang
IMT memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh, tetapi IMT bukan
merupakan indikator terbaik untuk obesitas (Grundy S.M., 2004). Selain IMT,
metode lain untuk pengukuran antropometri tubuh adalah dengan cara mengukur
lingkar pinggang (Bell et al., 2005). Parameter penentuan obesitas merupakan hal
yang paling sulit dilakukan karena perbedaan cutt of point setiap etnis terhadap IMT
maupun lingkar pinggang (Khan R. et al., 2005). Sehinggga IDF (Internasional
Diabetes Federation) mengeluarkan kriteria ukuran lingkar pinggang berdasarkan
etnis (Alberti, 2005; Tjokroprawiro, 2006).
Tabel 3. Nilai Lingkar Pinggang Berdasar Etnis 7
Negara/grup etnis Lingkar pinggang (cm) pada obesitas
Eropa Pria >94
Wanita >80
Asia selatan Pria >90

10
Populasi China, Melayu, dan Asia-India Wanita >80
China Pria >90
Wanita >80
Jepang Pria >85
Wanita >90
Amerika Tengah dan Selatan Gunakan rekomendasi Asia Selatan
hingga tersedia data spesifik
Sub-Sahara Afrika Gunakan rekomendasi Eropa hingga
tersedia data spesifik
Timur Tengah Gunakan rekomendasi Eropa hingga
tersedia data spesifik
Sumber : IDF, 2005

c. Lingkar Leher
Lingkar leher dapat menjadi metode pengukuran yang mudah dan murah untuk
skreening individu dengan obesitas (Liubov et al., 2001). Lingkar leher sebagai
index untuk obesitas tubuh bagian atas merupakan salah satu prediktor terjadinya
penyakit kardiovaskuler (Sjostrom et al., 2001). The North Association for The Study
of Obesity menyatakan bahwa dari uji statistik, koefisien korelasi pearson
menunjukkan hubungan erat antara lingkar leher dengan IMT (laki-laki, r=0,83;
perempuan, r=0,71; masing-masing, p<0,0001) dan lingkar pinggang (laki-laki,
r=0,86; perempuan, r=0,56; masing-masing, p<0,0001). Lingkar leher 37 cm untuk
laki-laki dan 34 cm untuk wanita merupakan cutt of point yang paling tepat untuk
mengidentifikasi individu dengan IMT 25 kg/m2, lingkar leher 39,5 cm untuk
laki-laki dan 36,5 cm untuk wanita adalah cutt of point paling tepat untuk
mengidentifikasi individu dengan obesitas (IMT 30 kg/m2). Berdasarkan validasi
yang dilakukan pada kelompok yang berbeda, sebagai salah satu metode skreening
obesitas lingkar leher memiliki sensitivitas 98%, spesifitas 89%, akurasi 94% untuk
laki-laki dan 99% untuk perempuan (Liubov et al., 2001)9.

Obesitas Sentral
Pada obesitas yang moderat, distribusi lemak regional tampaknya dapat
merupakan indicator yang cukup penting terhadap terjadinya perubahan metabolic
dan kelainan kardiovaskular, walaupun hubungan antara IMT dan komplikasi-
komplikasi tersebut belum tentu meyakinkan.
11
Lemak daerah abdomen terdiri dari lemak subkutan dan lemak intra
abdominal yang dapat dinilai dengan cara CT dan MRI. Jaringan lemak intra
abdominal terdiri dari lemak visceral atau intraperitoneal yang terutama terdiri dari
lemak omental dan mesenterial serta massa lemak retroperitoneal (sepanjang
perbatasan dorsal usus dan bagian permukaan ventral ginjal).
Pada laki-laki, massa retroperitoneal hanya merupakan sebagian kecil dari
lemak intra abdominal. Kira-kira seperempat terdiri dari lemak visceral. Lemak
subkutan daerah abdomen sebagai komponen obesitas sentral mempunyai korelasi
yang kuat dengan resistensi insulin seperti lemak visceral. Keadaan ini tetap berbeda
bermakna setelah disesuaikan lemak viseralnya.
Vena porta merupakan saluran pembuluh arah tunggal bagi jaringan adipose
dan berhubungan langsung denga hati. Mobilisasi asam lemak bebas akan lebih cepat
dari visceral dibandingkan lemak daerah subkutan. Aktivitas lipolitik yang lebih
besar dari lemak visceral, baik pada obes maupun non-obes merupakan contributor
terbesar asam lemak bebas dalam sirkulasi.

Lingkar Perut pada Obesitas Sentral


Obesitas sentral dapat dinilai memakai beberapa cara. Cara yang paling baik
adalah memakai CT atau MRI, tetapi kedua cara ini mahal harganya dan jarang
digunakan untuk menilai keadaan ini. Lingkar perut atau rasio antara lingkar perut
dan lingkar pinggul (WHR-WAIST-Hip ratio) merupakan alternative klinis yang
lebih praktis. Lingkar perut dan rasio lingkar perut dengan lingkar pinggul
berhubungan dengan besarnya resiko untuk terjadinya gangguan kesehatan.
WHO menganjurkan agar lingkar perut sebaiknya diukur pada pertengahan
antara batas bawah iga dan krista iliaca, dengan menggunakan ukuran pita secara
horizontal pada saat akhir ekspirasi dengan menggunakan kedua tungkai dilebarkan
20-30 cm. subjek diminta untuk tidak menahan perutnya dan diukur memakai pita
dengan tegangan pegas yang konstans.
Lingkar perut menggambarkan lemak tubuh dan diantaranya tidak termasuk
sebagian besar berat tulang (kecuali tulang belakang) atau massa otot yang besar
yang mungkin akan bervariasi dan mempengaruhi hasil pengukuran.
Pada tahun 1995 penelitian di Belanda mendapatkan bahwa lingkar perut

12
>102 cm pada laki-laki dan >88 cm pada perempuan, berhubungan dengan
peningkatan substansial resiko obesitas da komplikasi metabolic. Sedangkan Asia
Pasifik memakai ukuran lingkar pinggang laki-laki 90 cm dan perempuan 80 cm
sebagai batasan7.
Walaupun IMT <25 kg/m2, obesitas sentral dapat saja terjadi, sehingga
penyesuaian IMT pada keadaan obesitas sentral perlu diperhatikan, terutama bila
IMT dianatara 22-29 kg/m2. Lingkar perut dikatakan mempunyai korelasi yang tinggi
dengan jumlah lemak intra abdominal dan lemak total.

Manajemen Berat Badan pada Pasien Overweight dan Obesitas


Penurunan berat badan mempunyai efek yang menguntungkan terhadap
komorbid obesitas. Terdapat bukti kuat bahwa penurunan berat badan pada individu
obesitas dan overweight mengurangi factor resiko diabetes dan penyakit
kardiovaskular. Bukti kuat lainnya juga menunjukkan bahwa penurunan berat badan
dapat menurunkan tekanan darah pada individual overweight normotensi dan
hipertensi; mengurangi serum trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL; dan
secara umum mengakibatkan beberapa pengurangan pada kolesterol serum total dan
kolesterol-LDL. Penurunan berat badan juga dapat mengurangi konsentrasi glukosa
darah pada individu overweight dan obesitas tanpa diabetes; dan juga mengurangi
konsentrasi glukosa darah serta HbA1c pada bebarapa pasien dengan diabetes tipe 2.
Terapi penurunan berat badan sukses meliputi empat pilar, yaitu diet rendah
kalori, aktivitas fisik, perubahan perilaku dan obat-obatan/ bedah.

Tujuan Penurunan Berat Badan


Penurunan berat badan harus SMART : Spesific, Measurable, Achievable,
Realistic and Time limited. Tujuan awal dari terapi penurunan berat abdan adalah
untuk mengurangi berat badan sebesar sekitar 10 persen dari berat awal.
Batas waktu yang masuk akal untuk penurunan berat badan sebesar 10 %
adalah 6 bulan terapi. Untuk pasien overweight dengan rentang BMI sebesar 27
sampai 35, penurunan kalori sebesar 300 hingga 500 kcal/hari akan menyebabkan
penurunan berat badan sebesar sampai 1 kg/minggu dan penurunan sebesar 10 %
dalam 6 bulan.

13
Setelah 6 bulan, kecepatan penurunan berat badan lazimnya akan melambat
dan berat badan menetap karena seiring dengan berat badan yang berkuranbg terjadi
penurunan energy ekspenditure.
Oleh karena itu, setelah terapi penurunan berat badan selama 6 bulan,
program penurunan berat badan harus terus dilakukan. Jika dibutuhkan penurunan
berat badan lebih banyak, dapat dilakukan penyesuaian lebih lanjut terhadap anjuran
diet dan aktivitas fisik.
Untuk pasien yang tidak mampu mencapai penurunan berat badan yang
signifikan, pencegahan kenaikan berat badan lebih lanjut merupakan tujuan yang
paling penting.

14
BAB III
KESIMPULAN

Istilah overweight atau obesitas mengandung arti jaringan lemak yang


berlebihan, tetapi arti dari berlebihan sulit untuk dijabarkan. Disamping
pertimbangan estetika, obesitas merupakan kelebihan lemak yang memberikan resiko
kesehatan.
Faktor-faktor penyebab obesitas masih terus diteliti. Baik faktor lingkungan
maupun genetik berperan dalam terjadinya obesitas. Faktor genetik menentukan
mekanisme pengaturan berat badan normal melalui pengaruh hormon dan neural.
Selain itu, faktor genetik juga menentukan banyak dan ukuran sel adiposa serta
distribusi regional lemak tubuh. Meningkatnya obesitas tak lepas dari berubahnya
gaya hidup, seperti menurunnya aktivitas fisik, dan kebiasaan menonton televisi
berjam-jam.
Tipe obesitas menurut pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi
obesitas tubuh bagian atas (upper body obesity) dan obesitas tubuh bagian bawah
(lower body obesity)
Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan
saat ini antara lain pengukuran IMT (Index Massa Tubuh), lingkar pinggang, serta
perbandingan lingkar pinggang dan lingkar panggul, dan pengukuran lingkar leher.
Terapi penurunan berat badan sukses meliputi empat pilar, yaitu diet rendah
kalori, aktivitas fisik, perubahan perilaku, obat-obatan, dan bedah.

2
DAFTAR PUSTAKA

1. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan, departemen kesehatan


R.I.2009. Laporan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) provinsi sumatra
selatan. Tahun 2007
2. Almatsier. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
3. Bell, Ge K., Popkin B.M. 2001. Weight gain and its predictors in Chinese
adults. Int J nationed Metabolism Disorder. 25:1079-1086.
4. Bergman, Van C., Mittelman S.D. 2001. Central role of adipocytes in
metabolic syndrome. J Investig Med. 49:119-126.
5. Boivin, Brochu, Marceau P. 2007. Regional differences in adipose tissue
metabolism in obese men. Metabolism. 56:533-540.
6. Brunicardi, F. Charles; Andersen, Dana.K; dkk the surgical mangemen of
obesity in Schwartz priciples of surgery ed.9 . USA. 2010. The McGraw-
Hill companies,Inc.
7. Caballero B. 2005. Nutrition Paradox-underweight and obesity in developing
countries. N Engl. J. Med. 352:1514-1516.
8. Grundy S.M. 2006. Metabolic syndrome: connecting and reconceiling
cardiovaskuler and diabetes world. J Am Coll Cardiol. 47:1093-1110.
9. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran Pathologic
Basic of Disease. 8th ed. Philadelphia : Saunders, An imprint of Elsevier Inc.
2010 : 438-442.
10. Sugondo Sidarta. Obesitas. Dalam : Sudoyo.A, Setoyohadi.B, dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam jilid III, edisi ke-5, Jakarta, Interna Publishing Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 2009 : 1973-82.
11. Liubov, Cikim S., Vakur A., Neze O. 2001. The relationship betwen neck
circumference and body fat ratio in Turkish women. Department of
Endocrinology and Metabolism, Turkey.
12. Liubov, Sohar E., Laor A., 2001. Neck circumference as s simple screening
measure for identifying overweight and obese Patients. The North
Association for The Study of Obesity. 470:477.

22
13. Mahan, Adair, Popkin B.M. 2002. Ethnic differences in the association
betwen body mass index and hypertension. Am J Epidemiology. 155:346-353.
14. Tchernof. 2007. Visceral adipocytes and the metabolic syndrome. Nutrition
Reviews. 24:29-6.
15. Sjostrom, CD, Lassner. 2001. Relationship betwen changes in body
composition and changes in cardiovasculer risk factors: the SOS Intervention
Study: Sweedish obese subjects. Obes Res. 5:519535.
16. Zhang. 2004. Trends in the association betwen obesity sosioeconomic status
in US adults. Obesity Research. 12:1622-1632.

22

Vous aimerez peut-être aussi