Vous êtes sur la page 1sur 11

LAPORAN KASUS

OD Laserasi Kornea Grade 4 + Katarak Traumatika + Suspek Ruptur Bulbi

I. PENDAHULUAN
Trauma okular merupakan salah satu penyebab utama gangguan
penglihatan yang dapat dicegah. Angka kejadian trauma pada mata mencapai
19.8% secara keseluruhan mulai dari abrasi epitel kornea yang kecil sampai
trauma tembus yang lebih berat serta trauma yang menyebabkan ruptur pada
mata. Pada kelompok usia anak-anak angka kejadian trauma pada mata
mencapai 8-14% dan biasanya terjadi karena kasus kecelakaan dan mengenai
salah satu mata saja. Sebaliknya, pada orang dewasa sering terjadi akibat
kelalaian atau kesengajaan dengan maksud mencelakai seseorang. Pria lebih
sering mengalami dibandingkan dengan wanita, kira-kira 4:1 dan paling sering
pada kelompok usia dewasa muda. Insidensi trauma mata terbuka sekitar 3.6-
3.8 per 100.000 populasi di seluruh dunia. Trauma okular dapat dibagi menjadi
trauma tajam, trauma tumpul, trauma kimia, trauma fisik, trauma termal, extra
ocular foreign body (EOFB) dan intra ocular foreign body (IOFB). Tipe dan
luasnya kerusakan akibat trauma pada mata sangat tergantung dari mekanisme
dan kuatnya trauma yang terjadi. Dampak trauma mata dapat menimbulkan
kerugian yang sangat besar.
Penanganan dini trauma okular secara tepat dapat mencegah terjadinya
kebutaan maupun penurunan fungsi penglihatan. Penanganan trauma okular
secara komprehensif dalam waktu kurang dari 6 jam dapat menghasilkan hasil
yang lebih baik. Trauma okular secara mekanik (tajam atau tumpul) dapat
menyebabkan ruptur dan terjadi pada 32% cedera mata. Sebanyak 25% ruptur
pada mata menyebabkan terjadinya penurununan visus menjadi tidak ada
persepsi cahaya dan hanya 10% yang memiliki visus lebih dari 20/40,
sedangkan 80% lainnya dengan visus kurang dari 20/200. Sekitar 30% trauma
dapat mengenai lensa dan menyebabkan terjadinya subluksasi, dislokasi,
disrupsi kapsul lensa, kelemahan zonula dan pembentukan katarak.
mempengaruhi visus pasca operasi.

II. IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. Lilis Suryani
Umur : 47 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Tegal
No.CM : C555226
MRS : 11 November 2015

III. ANAMNESIS
Keluhan utama : Kontrol setelah operasi mata kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
- 1 hari yang lalu pasien menjalani operasi pembuatan saluran untuk
memperlancar aliran cairan bola mata. Saat ini keluhan pasien sudah
berkurang, mata tidak nyeri cekot-cekot, kepala tidak nyeri, tidak mual.
- Sejak 3 minggu sebelumnya, mata kanan dirasakan kabur perlahan-
lahan, mata kabur disertai dengan nyeri pada mata, nyeri kepala, dan mata
merah. Selain itu pasien merasa melihat bayangan seperti pelangi jika
melihat di sekeliling cahaya lampu. Pasien mengeluh mual namun tidak
sampai muntah. Mata kabur dirasakan semakin hari semakin memburuk
hingga pada akirnya pasien hanya dapat melihat lambaian tangan saja.
Tidak ada keluhan berjalan sering menabrak benda-benda di sekitarnya.
Pasien berobat ke RSUD lalu dirujuk ke RSDK. Oleh dokter di RSDK
dikatakan tekanan bola matanya tinggi, lalu diberi obat penurun tekanan
bola mata. Setelah menggunakan obat selama 1 minggu, tekanan bola
matanya tidak bisa turun, lalu oleh dokter disarankan untuk operasi
membuat saluran cairan bola mata.
- 1 tahun yang lalu pasien pernah mengalami sakit mata. Oleh dokter yang
merawat dikatakan pasien menderita konjungtivitis.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat penyakit mata sebelumnya (+) konjungtivitis
- Riwayat trauma mata sebelumnya disangkal
- Riwayat operasi mata sebelumnya disangkal
- Riwayat memakai kacamata disangkal
- Riwayat menderita sesak napas atau asma disangkal
- Riwayat menderita nyeri dada atau sakit jantung disangkal
- Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Biaya pengobatan ditangung BPJS, kesan sosial ekonomi cukup.

IV. STATUS PRESENS (11 November 2015)


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/m
Respirasi : 22 x/m
Suhu : Afebris
Status Oftalmologis (11 November 2015)

OD OS
Visus 1/300 6/6
Palpebra Edem (-), spasme (-) Edem (-), spasme (-)
Konjungtiva Subkonjungtiva bleeding (+), Injeksi (-), sekret (-)
jahitan rapat (+), bleb terbentuk,
2mm dari limbus, vaskularisasi (+)
Kornea Edema (+) mikrokistik Jernih
COA Cell, Flare sulit dinilai, TE (-), Van Kedalaman cukup, Van Herick
Herick Grade II Grade III, TE (-)
Iris Kripte (+) Kripte (+)
Pupil Irreguler, diameter 6 mm, RP (-), Bulat, sentral, reguler,
polikoria (+) diameter 3 mm, RP (+) N,
RAPD (-)
Lensa Sulit dinilai Keruh tak rata
Fundus refleks Suram (+) Kurang cemerlang
TM
Gonioskopi Tidak dilakukan SL SL
SL
TIO 10,9 mmHg 18,5 mmHg
Funduskopi OD Tidak dapat dinilai karena kekeruhan media refrakta
Funduskopi OS
Papil nervus optikus : bentuk bulat, batas tegas, warna kuning kemerahan, cup
disc ratio (CDR) 0,6, Ekskavasio Glaukoma (-)
Vasa : AVR 2/3, perjalanan vasa normal
Retina : edem (-), eksudat (-), perdarahan (-),ablasio (-)
Makula : refleks fovea (+) cemerlang

V. PEMERIKSAAN PENUNJAN

VI. RESUME
Seorang wanita usia 47 tahun datang ke RSDK dengan post operasi
trabekulektomi 1 hari yang lalu. Saat ini nyeri pada mata (-), cefalgi (-),
nausea (-). Sejak 3 minggu yang lalu, pasien merasa mata kanan kabur
perlahan-lahan disertai nyeri pada mata (+), cefalgi (+), hiperemis (+), halo
(+), nausea (+), vomitus (-). Mata kabur semakin hari semakin memburuk
hingga pada akirnya pasien hanya dapat melihat lambaian tangan saja. Pasien
berobat ke RSUD lalu dirujuk ke RSDK. Oleh dokter di RSDK dikatakan
bahwa tekanan intraokuler mata kanan tinggi, diberi obat penurun tekanan
intraokuler namun tidak turun, sehingga membutuhkan operasi
trabekulektomi. 1 tahun yang lalu pasien pernah menderita konjungtivitis.
Pemeriksaan Fisik
Status presens : dalam batas normal
Status oftalmologis
OD OS
Visus 1/300 6/6
Palpebra Edem (-), spasme (-) Edem (-), spasme (-)
Konjungtiva Subkonjungtiva bleeding (+), Injeksi (-), sekret (-)
jahitan rapat (+), bleb terbentuk,
2mm dari limbus, vaskularisasi (+)
Kornea Edema (+) mikrokistik Jernih
COA Cell, Flare sulit dinilai, TE (-), Van Kedalaman cukup, Van Herick
Herick Grade II Grade III, TE (-)
Iris Kripte (+) Kripte (+)
Pupil Irreguler, diameter 6 mm, RP (-), Bulat, sentral, reguler,
polikoria (+) diameter 3 mm, RP (+) N,
RAPD (-)
Lensa Sulit dinilai Keruh tak rata
Fundus refleks Suram (+) Kurang cemerlang
TM
Gonioskopi Tidak dilakukan SL SL
SL
TIO 10,9 mmHg 18,5 mmHg
Funduskopi : Didapatkan gambaran Cupping Large fisiologis mata kiri
Optical Coherence Tomography (OCT) : Tidak didapatkan penipisan Retinal
Nerve Fiber Layer mata kiri
HVFA : Tidak didapatkan defek lapang pandang mata kiri

VII. DIAGNOSIS
OD Iridocorneal Endothelial Syndrome (ICE) (H18.899) Post
Trabekulektomi + OS Cupping Large Fisiologis

VIII. PENATALAKSANAAN
- Timol 0,5% eye drops 1 tetes/12 jam (OD)
- P.Pred eye drops 1 tetes/4 jam (OD)
- Glaukon tablet 250 mg/12 jam
- KCl tablet 250 mg/12 jam
- Kontrol 1 minggu

X. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam ad malam ad bonam
Quo ad sanam ad malam ad bonam
Quo ad kosmetikam dubia ad bonam
Quo ad vitam ad bonam

XI. EDUKASI
- Menjelaskan kepada penderita bahwa penyakit penderita adalah glaukoma
yang disebabkan oleh peningkatan tekanan bola mata yang membuat
kerusakan saraf mata.
- Menjelaskan kepada penderita dan keluarganya bahwa dilakukan operasi
pembuatan saluran untuk cairan mata dengan tujuan untuk menurunkan
tekanan bola mata.
- Menjelaskan kepada penderita dan keluarganya bahwa harus kontrol
teratur untuk memantau hasil operasi dan perkembangan penyakitnya.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan operasi ini
bukan untuk memperbaiki penglihatan, akan tetapi untuk mempertahankan
penglihatan yang masih ada supaya tidak bertambah buruk. Setelah operasi
resiko penglihatan dapat berupa bertambah baik, dapat sama saja dengan
penglihatan yang sudah ada ataupun dapat bertambah buruk.
XII.FOLLOW UP

Tanggal Status Oftalmologi Penatalaksanaan


19-11-15 OD OS - Vigamox e.d
Visus 1/300 6/6 1gtt/6 jam OD
Palpebra Edem (-), spasme (-) Edem (-), spasme (-) - P.pred e.d 1
Konjungtiva Hiperemis (-), jahitan Injeksi (-), sekret (-) gtt/6 jam OD
rapat (+), bleb terbentuk, - Metilprednisolo
2mm dari limbus, n 8 mg tab 1-0-
vaskularisasi (+) 0.5
Kornea Jernih Jernih - Pro OCT Papil
COA Cell (-), TE (-),Van Kedalaman cukup, N.II dan RNFL,
Herick Grade II Van Herick Grade FFC papil N.II
III, TE (-) OD
Iris Kripte (+) Kripte (+) - Edukasi masase
Pupil Irreguler, diameter 6 Bulat, sentral, bola mata
mm, RP(-), polikoria (+) reguler,
diameter 3 mm, RP
(+) N, RAPD (-)
Lensa Keruh tak rata Keruh tak rata
Fundus (+) kurang cemerlang (+) Kurang
refleks cemerlang
CDR 0,7-0,8, eks. CDR 0,5, eks.
Funduskopi
glaukoma (+) glaukoma (-)
TIO 21,9 mmHg 17,0 mmHg

Tanggal Status Oftalmologi Penatalaksanaan


26-11-15 OD OS - Timol 0,5% e.d
Visus 1/300 6/6 1gtt/12 jam OD
Palpebra Edem (-), spasme (-) Edem (-), spasme (-) - P.Pred e.d 1gtt/6
Konjungtiva Hiperemis (-), jahitan Injeksi (-), sekret (-) jam OD
rapat (+), bleb terbentuk, - Glaukon tab 250
2mm dari limbus, mg/12 jam
vaskularisasi (+) - KCl tab/12 jam
Kornea Edem (+) Jernih - Metilprednisolo
COA Cell (-), TE (-),Van Kedalaman cukup, n 8 mg tab 1-0-0
Herick Grade II Van Herick Grade - Edukasi masase
III, TE (-) bola mata
Iris Kripte (+) Kripte (+)
Pupil Irreguler, diameter 6 Bulat, sentral,
mm, RP(-), polikoria (+) reguler,
diameter 3 mm, RP
(+) N, RAPD (-)
Lensa Keruh tak rata Keruh tak rata
Fundus (+) kurang cemerlang (+) Kurang
refleks cemerlang
CDR 0,7-0,8, eks. CDR 0,5, eks.
Funduskopi
glaukoma (+) glaukoma (-)
TIO 37,2 mmHg 18,5 mmHg
DISKUSI
Iridocorneal endothelial syndrome (ICE) merupakan suatu
kelainan mata yang jarang terjadi. Iridocorneal endothelial syndrome
biasanya unilateral dan lebih sering terjadi pada wanita dewasa usia 30-50
tahun. Beberapa kasus ditemukan terjadi pada anak-anak. Iridocorneal
endothelial syndrome (ICE) merupakan kumpulan penyakit yang ditandai
dengan abnormalitas struktur endotel kornea, obstruksi progresif sudut
iridokornea, dan anomali iris seperti iris atrofi dan polikoria. Kelainan
yang terjadi dapat menyebabkan dekompensasi kornea dan glaukoma,
yang mengakibatkan penderita kehilangan penglihatan. Tanda klinis dari
ICE dapat menyerupai tanda klinis dari atrofi iris progresif, Cogan-Reese
syndrome, dan Chandler syndrome. Bila tidak diterapi dengan benar ICE
dapat menyebabkan penurunan fungsi visual yang berat. 1-4 Laporan kasus
ini membahas seorang wanita berusia 47 tahun, dengan gejala awalnya
adalah mata kabur perlahan selama 3 minggu dan semakin memburuk.
Selain itu pasien juga mengeluhkan gejala glaukoma sudut tertutup.
Sampai saat ini etiologi ICE masih belum diketahui dengan pasti,
namun dari beberapa penelitian disebutkan bahwa penyakit mata
sebelumnya merupakan faktor risiko terjadinya ICE. Penelitian yang
dilakukan oleh Alvarado menyebutkan bahwa uveitis dan keratitis herpes
simpleks merupakan penyakit mata tersering yang mendahului terjadinya
ICE. Pada penderita ICE ditemukan DNA herpes simpleks virus di
aqueous humornya pada lebih dari 60% sampel.3-5 Pada laporan kasus ini
disebutkan bahwa pasien pernah mengalami sakit mata sebelumnya.
Perubahan struktur endotel kornea dapat menyebabkan perubahan
bentuk dan morfologi iris serta kenaikan tekanan intraokuler sehingga
menyebabkan terjadinya glaukoma sudut tertutup. Seseorang dengan ICE
akan pergi ke dokter dengan keluhan perubahan pada bentuk atau posisi
pupilnya, dan atau mengalami penurunan penglihatan. Kenaikan tekanan
intraokuler yang menimbulkan gejala klinis yang mengganggu pasien
dapat membawa pasien ke dokter. Gejala klinis yang ditimbulkan sesuai
dengan gejala klinis glaukoma sudut tertutup, yaitu penurunan visus,
penglihatan halo, nyeri pada mata dan kepala, mual, muntah, mata
merah.1-3 Pasien pergi ke dokter saat gejala klinis sudah mengganggu. Saat
pergi ke dokter pertama kali, dikatakan bahwa tekanan bola matanya tinggi
lalu pasien diberi obat penurun tekanan bola mata dan disarankan untuk
kontrol 1 minggu. Saat pasien kontrol 1 minggu kemudian, tekanan bola
matanya masih tetap tinggi, lalu pasien disarankan untuk operasi membuat
saluran di mata.
Penegakan diagnosis ICE didapat dari gejala dan tanda klinis serta
pemeriksaan penunjang. Perubahan endotel kornea pada ICE dapat
dievaluasi menggunakan mikroskop spekular atau secara in vivo
menggunakan mikroskop konfokal. Diagnosis pasti dapat ditegakkan bila
ditemukan ICE-sel pada pemeriksaan mikroskop spekular. Pada ICE dapat
terjadi glaukoma sudut tertutup. Untuk mendiagnosis glaukoma yang
terjadi pada ICE, selain dari gejala klinis harus diperiksa sudut
iridokorneanya juga dengan menggunakan gonioskopi dan ultrasound
biomicroscopy. Penderita glaukoma sekunder karena ICE harus dipantau
visus, tekanan intraokular, defek lapang pandang, serta kondisi papil N.II
nya. Diagnosis banding ICE adalah posterior polymorphous dystrophy,
fuchs endothelial dystrophy, dan kelainan iris seperti axenfeld-rieger
syndrome, melanoma iris, aniridia, nodul iris.3,4,6,7
Prinsip penatalaksanaan glaukoma sekunder yang disebabkan ICE
adalah meminimalkan faktor yang menyebabkan naiknya tekanan
intraokular, setelah itu mempertahankan supaya tekanan intraokular tidak
tinggi. Tekanan intraokular yang stabil dapat dicapai dengan
medikamentosa, laser, dan operatif.1-3
Penatalaksanaan glaukoma sekunder pada kasus ini adalah dengan
medikamentosa dan operatif. Setelah diberikan medikamentosa selama
satu minggu tidak ada respon penurunan tekanan intraokular maka
direncanakan tindakan trabekulektomi. Dua minggu kemudian pasien
menjalani operasi trabekulektomi. Setelah operasi, gejala dan tanda klinis
pasien membaik. Satu minggu post trabekulektomi, gejala klinis pasien
tidak ada, mata pasien relatif tenang. Dua minggu post trabekulektomi
pasien kontrol dengan keluhan rasa kurang enak di mata kanan. Tekanan
intraokular pasien meningkat dari 21,9 mmHg menjadi 37,2 mmHg, hal ini
dapat disebabkan adanya debris yang menutupi saluran trabekulektomi.
Oleh sebab itu pasien diedukasi untuk masase bola mata dan diberikan
terapi tambahan untuk membantu menurunkan tekanan intraokular, yaitu
-blocker topikal dan asetazolamid tablet.
DAFTAR PUSTAKA

1. Skuta G, Cantor L, Weiss J. Glaucoma. Basic and Clinical Science Course.


American Academy of Ophthalmology. 2011-2012. Section 10. Page 142-144.
2. Kanski J, Bowling B. Iridocorneal Endothelial Syndrome. Clinical
Ophthalmology : a systematic Approach. 2011. Elsevier. 7 th edition. Page 368-
369.
3. Lazzara M, Tanna A. Iridocorneal Endothelial Syndrome : Keys to Diagnosis
and Management. Therapeutics Update. 2012. Page 53-56.
4. Iqbal S and Bindu N. Iridocorneal Endothelial Syndrome : a case report. 2014.
Page 352-3.
5. Alvarado JA, Underwood JL, Green WR. Detection of Herpes Simplex Viral
DNA in the Iridocorneal Syndrome. Arch Ophthalmology. 1994. 112(12).
1601-9.
6. Zang M, Chen M, Liang L. Ultrasound Biomicroscopy of Chinese Eyes with
Iridocorneal Endothelial Syndrome. Br Journal Ophthalmology. 2006. Page
64-69.
7. Laganowski HC, Sherrard ES, Muir MG, and Buckley RJ. Distinguishing
features of the iridocorneal endothelial syndrome and posterior polymorphous
dystrophy : value of endothelial specular microscopy. Br Journal
Ophthalmology. 2001. 75(4). Page 212-216.

Vous aimerez peut-être aussi